UMUM BUNDA
PURWOKERTO
PANDUAN
ASSESMEN PASIEN
1 TIM AP
RSU BUNDA
RPURWOKERTO SELATAN
I. DEFINISI
Asesmen pasien adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja, sistematis
dan terencana untuk mendapatkan informasi, menganalisis, mengidentifikasi
dan menatalaksana keadaan yang membawa seorang pasien datang untuk
berobat ke rumah sakit. Proses ini berlangsung sejak dari fase pre-rumah sakit
hingga manajemen pasien di rumah sakit.
Asesmen pasien gawat darurat adalah suatu proses yang dilakukan secara
sengaja, sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang
individu yang datang ke rumah sakit sesegera mungkin untuk mengidentifikasi
kondisi yang mengancam nyawa, melakukan intervensi secepat mungkin dan
menatalaksana cedera yang tidak mengancam nyawa serta manajemen transfer
di Instalasi Gawat Darurat
Asesmen pasien rawat jalan adalah suatu proses yang dilakukan secara
sengaja, sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang
individu yang datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan medis
dengan tujuan untuk memperoleh pengamatan, diagnosis, pengobatan,
rehabilitasi dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa mengharuskan individu
tersebut untuk dirawat inap.
Asesmen pasien rawat inap adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja,
sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang individu
yang datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan medis dengan
tujuan untuk memperoleh pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan
pelayanan kesehatan lainnya dimana keseluruhan proses ini membutuhkan
waktu yang lebih lama sehingga pasien harus tinggal untuk jangka waktu
tertentu di ruangan dalam rumah sakit.
Asesmen tempat kejadian adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
paramedis saat tiba di tempat kejadian.
2
Asesmen awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani
kondisi yang mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien,
stabilisasi leher dan tulang belakang, menjaga patensi jalan napas, pernapasan,
dan sirkulasi.
Asesmen segera-kasus trauma : dilakukan terhadap pasien yang mengalami
cedera signifikan untuk mengidentifikasi cedera yang berpotensi mengancam
nyawa. Perkirakan juga derajat keparahan cedera, tentukan metode transfer
dan pertimbangkan Bantuan Hidup Lanjut.
Yang dimaksud dengan cedera signifikan adalah tabrakan motor; tabrakan
mobil-pejalan kaki; penetrasi pada kepala, dada, atau perut; terjatuh melebihi
jarak 6 meter (dewasa) dan 3 meter (anak).
Asesemen segera-kasus medis : dilakukan terhadap pasien yang tidak sadar,
delirium, atau disorientasi; berupa identifikasi segera kondisi yang berpotensi
mengancam nyawa.
Asesmen terfokus-kasus trauma : dilakukan terhadap pasien yang tidak
mengalami cedera signifikan, dan telah dipastikan tidak memiliki cedera yang
dapat mengancam nyawa. Berfokus pada keluhan utama pasien.
Asesmen terfokus-kasus medis : dilakukan pada pasien yang sadar, memiliki
orientasi baik, dan tidak mempunyai kondisi yang mengancam nyawa.
Berfokus pada keluhan utama pasien.
Asesmen secara menyeluruh : hanya dilakukan jika terdapat jeda waktu di
tempat kejadian saat menunggu ambulans tiba atau pada saat transfer ke rumah
sakit / ruang rawat inap. Pemeriksaan dilakukan dari kepala-kaki untuk
mengidentifikasi masalah yang tidak mengancam nyawa yang dimiliki oleh
pasien.
Asesmen berkelanjutan : dilakukan selama transfer atau perawatan terhadap
semua pasien, untuk mengidentifikasi adanya perubahan pada kondisi pasien,
berupa perburukan/perbaikan kondisi.
Asesmen pediatrik adalah pengkajian yang dilakukan terhadap pasien anak-
anak.
3
Asesmen neurologis adalah pengkajian yang dilakukan untuk kasus cedera
kepala atau gangguan neurologis dengan berfokus kepada pemeriksaan status
kesadaran.
Asesmen gizi adalah pengkajian yang dilakukan untuk mengetahui status gizi
pasien.
Asesmen nyeri adalah pengkajian yang dilakukan untuk mengetahui dan
mengukur rasa nyeri yang dialami oleh pasien.
Asesmen fungsional, termasuk di dalamnya asesmen resiko jatuh adalah
pengkajian terhadap kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-
sehari dan mengidentifikasi resiko kemungkinan jatuh pasien.
Asesmen psikologis dan sosial ekonomi awal adalah pengkajian terhadap
status psikologis pasien (apakah pasien cemas, depresi, ketakutan atau
berpotensial agresif, menyakiti diri sendiri atau orang lain) dan pengkajian
terhadap status sosial ekonomi yang bisa mempengaruhi keadaan pasien.
II. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup Pedoman Asesmen Rumah Sakit Santa Maria Pekanbaru meliputi
a. Asesmen pasien Gawat Darurat
Asesmen pasien gawat darurat adalah suatu proses yang dilakukan secara
sengaja, sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang
individu yang datang ke rumah sakit sesegera mungkin untuk mengidentifikasi
kondisi yang mengancam nyawa, melakukan intervensi secepat mungkin dan
menatalaksana cedera yang tidak mengancam nyawa serta manajemen transfer
di Instalasi Gawat Darurat.
b. Asemen pasien Rawat Jalan
Asesmen pasien rawat jalan adalah suatu proses yang dilakukan secara
sengaja, sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang
individu yang datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan medis
dengan tujuan untuk memperoleh pengamatan, diagnosis, pengobatan,
rehabilitasi dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa mengharuskan individu
tersebut untuk dirawat inap.
c. Asesmen pasien Rawat Inap
4
Asesmen pasien rawat inap adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja,
sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seseorang individu
yang datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan medis dengan
tujuan untuk memperoleh pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan
pelayanan kesehatan lainnya dimana keseluruhan proses ini membutuhkan
waktu yang lebih lama sehingga pasien harus tinggal untuk jangka waktu
tertentu di ruangan dalam rumah sakit.
III. TATALAKSANA
A. JENIS-JENIS ASESMEN
5
Saat tiba di tempat kejadian, segera amankan area sekitar lokasi pasien atau
korban. Pastikan paramedis mendapatkan area yang cukup luas untuk
melakukan tindakan dan hanya pihak-pihak yang dapat memberikan
informasi dan bantuan yang berguna yang diizinkan untuk berada di area
tempat kejadian.
b) Gunakan alat pelindung diri
Alat pelindung diri yang lengkap harus digunakan sebelum memberikan
bantuan kepada pasien atau korban. Alat pelindung diri digunakan harus
nyaman, ringan, aman dan dapat memberikan proteksi yang optimal. Alat
pelindung diri yang digunakan disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi.
Banyak paramedis yang mengalami cedera atau bahkan terbunuh karena
kurangnya perlindungan diri.
c) Kenali bahaya dan hindari cedera lebih lanjut
Amati lingkungan sekeliling. Berjalan dan bertindak dengan hati-hati.
Kenali kemungkinan-kemungkinan yang berbahaya, yang bisa mengancam
keselamatan penolong maupun yang bisa mencederai korban lebih lanjut.
Misalnya keadaan jalan (apakah bergelombang, mendaki atau menuru, ada
genangan air atau tidak), keadaan tangga, apakah ada gangguan listrik
(kabel listrik yang lepas), apakah ada lampu atau jendela atau bagian-
bagian lain yang bisa jatuh, apakah ada bahan-bahan beracun atau
berbahaya dan sebagainya.
6
harus dilakukan setelah menganalisa keadaan pasien. Tempatkan pasien
pada posisi yang tepat sesuai dengan keadaan pasien.
f) Identifikasi mekanisme cedera
Paramedis harus memperhatikan cedera-cedera yang dialami oleh pasien
dan sebisa mungkin mencari tahu penyebab cedera-cedera tersebut.
Mekanisme cedera bisa memberikan gambaran yang lebih jelas dalam
penanganan selanjutnya.
g) Pertimbangkan stabilisasi leher dan tulang belakang
Pada pasien atau korban terutama trauma kepala atau korban jatuh dari
ketinggian selalu pertimbangkan tindakan untuk melindungi leher dan
tulang belakang.
h) Rencanakan strategi untuk melindungi barang bukti dari tempat kejadian
Barang bukti, bisa berupa apa saja, terkadang sangat penting dalam suatu
kejadian. Paramedis harus mengusahakan intervensi yang minimal terhadap
lingkungan sekitar pasien atau korban. Paramedis diharapkan dapat
mengidentifikasi hal-hal di sekeliling tempat kejadian yang berhubungan
dengan keadaan pasien.
2. ASESMEN AWAL
Asesmen awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani
kondisi yang mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien,
stabilisasi leher dan tulang belakang, menjaga patensi jalan napas, pernapasan,
dan sirkulasi.
Asesmen awal harus dilakukan pada saat kontak pertama dengan pasien.
Asesmen awal hendaknya dilakukan dengan cepat dan hanya memerlukan
waktu beberapa detik hingga satu menit. Asesmen awal yang cepat dan
tepat akan menghasilkan diagnosa awal yang dapat digunakan untuk
menentukan penanganan yang diperlukan oleh pasien.
Asesmen awal dan diagnosa awal menentukan apakah pasien
membutuhkan pelayanan segera-gawat darurat (label merah), sedang-gawat
tidak darurat (label kuning), ringan–darurat tidak gawat atau tidak gawat tidak
7
darurat (label hijau). Selain itu, asesmen awal dapat membantu menentukan
apakah kondisi pasien kritis, tidak stabil, berpotensi tidak stabil atau stabil.
Asesmen awal dapat membantu menentukan apakah pasien
membutuhkan pelayanan kesehatan gawat darurat, rawat jalan ataupun rawat
inap. Sehingga dengan adanya asesmen awal ini, pelayanan kesehatan
terhadap pasien dapat dilakukan secara optimal.
Panduan pelaksanaan asesmen awal adalah sebagai berikut :
a) Keadaan umum:
i. Identifikasi keluhan utama / mekanisme cedera
ii. Tentukan status kesadaran (dengan Glasgow Coma Scale-GCS) dan
orientasi
iii. Temukan dan atasi kondisi yang mengancam nyawa
Untuk pasien geriatri : Dementia pada geriatri dapat mempersulit
pengkajian status kesadarannya. Untuk informasi yang lebih akurat dapat
ditanyakan kepada keluarga atau pengasuh sehari-hari.
b) Jalan napas:
i. Pastikan patensi jalan napas (head tilt dan chin-lift pada pasien kasus
medik, dan jaw thrust pada pasien trauma).
ii. Fiksasi leher dan tulang belakang pada pasien dengan risiko cedera
spinal
iii. Identifikasi adanya tanda sumbatan jalan napas (muntah, perdarahan,
gigi patah/hilang, trauma wajah)
iv. Gunakan oropharyngeal airway (OPA) / nasopharyngeal airway
(NPA) jika perlu.
c) Pernapasan:
i. Nilai ventilasi dan oksigenasi
ii. Buka baju dan observasi pergerakan dinding dada; nilai kecepatan dan
kedalaman napas
iii. Nilai ulang status kesadaran
iv. Berikan intervensi jika ventilasi dan atau oksigenasi tidak adekuat
(pernapasan < 12x/menit), berupa: oksigen tambahan, kantung
8
pernapasan (bag-valve mask), intubasi setelah ventilasi inisial (jika
perlu). Jangan menunda defibrilasi (jika diperlukan).
v. Identifikasi dan atasi masalah pernapasan lainnya yang mengancam
nyawa
d) Sirkulasi:
i. Nilai nadi dan mulai Resusitasi Jantung-Paru (RJP) jika diperlukan
1. Jika pasien tidak sadar, nilai arteri karotis
2. Jika pasien sadar, nilai arteri radialis dan bandingkan dengan arteri
karotis
3. Untuk pasien usia ≤ 1 tahun, nilai arteri brakialis3
ii. Atasi perdarahan yang mengancam nyawa dengan memberi tekanan
langsung (direct pressure) dengan kassa bersih.
iii. Palpasi arteri radialis : nilai kualitas (lemah/kuat), kecepatan denyut
(lambat, normal, cepat), teratur atau tidak.
iv. Identifikasi tanda hipoperfusi / hipoksia (capillary refill, warna kulit,
nilai ulang status kesadaran). Atasi hipoperfusi yang terjadi.
Untuk pasien geriatri : Pada pasien geriatri seringkali dijumpai denyut
nadi yang irreguler. Hal ini jarang sekali berbahaya. Akan tetapi frekuensi
nadi, baik itu takikardi (terlalu cepat) maupun bradikardi (terlalu lambat)
dapat mengancam nyawa.
e) Identifikasi prioritas pasien: Segera - Gawat Darurat (label merah),
Sedang - Gawat Tidak Darurat (label kuning), Ringan – Darurat Tidak
Gawat, Tidak Gawat Tidak Darurat (label hijau)
i. Pada pasien trauma yang mempunyai mekanisme cedera signifikan,
lakukan asesmen segera dan terfokus kasus trauma dan imobilisasi
spinal.
ii. Pada pasien medis yang tidak sadar, lakukan asesmen segera dan
terfokus kasus medis
9
Asesmen segera dan terfokus dilakukan setelah prioritas pasien ditentukan
saat asesmen awal. Pasien yang mengalami cedera signifikan atau pasien
medis yang tidak sadar memerlukan asesmen segera dan hendaknya dilakukan
di Instalasi Gawat darurat. Pasien medis yang sadar atau pasien trauma yang
tidak mengalami cedera signifikan dilakukan asesmen terfokus di Instalasi
Gawat Darurat atau di Instalasi Rawat Jalan, bila memungkinkan.
a) Asesmen segera : dilakukan pada pasien yang mengalami mekanisme
cedera signifikan atau pasien medis yang tidak sadar sambil
mempersiapkan transfer pasien.
i. Kasus Medis – Tidak Sadar
1. Pertahankan patensi jalan napas
2. Periksa kepala, leher, dada, abdomen, pelvis, anggota gerak, dan
tubuh bagian belakang
3. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna
4. Nilai SAMPLE:
a. S = sign& symptoms - tanda dan gejala, keluhan utama
b. A = alergi
c. M = medikasi / obat-obatan
d. P = penelusuran riwayat penyakit terkait
e. L = last oral intake / menstrual period – asupan makanan terkini
/ periode mestruasi terakhir
f. E = etiologi penyakit
5. Inisiasi intervensi yang sesuai
6. Transfer sesegera mungkin
7. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
8. Lakukan asesmen berkelanjutan
ii. Kasus trauma : dilakukan pada pasien, baik sadar maupun tidak
sadar, yang mengalami mekanisme cedera signifikan untuk
mengidentifikasi cedera yang mengancam nyawa.
1. Imobilisasi spinal dengan collar-neck
10
2. Nilai status kesadaran dengan GCS
3. Nilai ventilasi dan oksigenasi
4. Periksa kepala, leher, dada, abdomen, pelvis, anggota gerak, dan
punggung belakang; menggunakan DCAP-BTLS:
a. D = deformitas
b. C = contusions – kontusio / krepitasi
c. A = abrasi
d. P = penetrasi / gerakan paradoks
e. B = burns – luka bakar
f. T = tenderness – nyeri
g. L = laserasi
h. S = swelling – bengkak
5. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna.
6. Nilai SAMPLE
7. Inisiasi intervensi yang sesuai
8. Transfer sesegera mungkin
9. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
10. Lakukan asesmen berkelanjutan
b. Asesmen terfokus : dilakukan pada pasien medis yang sadar atau pasien
yang tidak mengalami mekanisme cedera signifikan, dengan fokus pada
keluhan utama pasien dan pemeriksaan fisik terkait.
i. Kasus Medis
1. Asesmen berfokus pada keluhan utama
2. Telusuri riwayat penyakit sekarang (onset, pemicu, kualitas,
penjalaran nyeri, derajat keparahan, durasi)
3. Nilai SAMPLE
4. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna.
5. Inisiasi intervensi yang sesuai
6. Transfer sesegera mungkin
7. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
11
8. Lakukan asesmen berkelanjutan
ii. Trauma
1. Pemeriksaan berfokus pada area/ bagian tubuh yang mengalami
cedera dengan menggunakan DCAP-BTLS
2. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna.
3. Nilai SAMPLE
4. Inisiasi intervensi yang sesuai
5. Transfer sesegera mungkin
6. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
7. Lakukan asesmen berkelanjutan
12
i. Nilai ulang deformitas dan nyeri, jika pasien tidak diimobilisasi
ii. Inspeksi adanya luka, distensi vena jugularis, penggunaan otot
bantu napas, perubahan suara.
iii. Palpasi adanya krepitasi, pergeseran posisi trakea
d) Dada:
i. Inspeksi adanya luka, pergerakan dinding dada, penggunaaan otot
bantu napas
ii. Palpasi adanya nyeri, luka, fraktur, krepitasi, ekspansi paru
iii. Perintahkan pasien untuk menarik napas dalam; inspeksi adanya
nyeri, kesimetrisan, keluarnya udara dari luka.
iv. Auskultasi: ronki, mengi (wheezing), penurunan suara napas pokok.
e) Abdomen:
i. Inspeksi: luka, hematoma, distensi
ii. Palpasi semua kuadran: nyeri, defans muscular
f) Pelvis dan genitourinarius:
i. Palpasi dan tekan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS) secara
bersamaan untuk menilai adanya nyeri, instabilitas, atau krepitasi
ii. Inspeksi dan palpasi: inkontinensia, priapismus, darah di meatus
uretra
iii. Palpasi denyut arteri femoralis
g) Anggota gerak:
i. Inspeksi: angulasi, penonjolan tulang abnormal (protrusion),
simetris
ii. Palpasi: nyeri, krepitasi
iii. Nilai nadi distal : intensitas (kuat/lemah), teratur, kecepatan (lambat,
normal, cepat)
iv. Nilai sensasi (saraf sensorik)
v. Nilai adanya kelemahan / parese (jika tidak ada kecurigaan fraktur):
perintahkan pasien untuk meremas tangan pemeriksa
vi. Nilai pergerakan anggota gerak (jika tidak ada kecurigaan fraktur)
h) Punggung:
13
i. Imobilisasi jika ada kecurigaan cedera tulang belakang.
ii. Palpasi: luka, fraktur, nyeri
iii. Nilai ulang fungsi motorik dan sensorik pasien
5. ASESMEN BERKELANJUTAN
Merupakan bagian dari asesmen ulang. Dilakukan pada semua pasien saat
transfer ke rumah sakit atau selama dirawat di rumah sakit.
Tujuan:
i. Menilai adanya perubahan pada kondisi pasien yang mungkin
membutuhkan intervensi tambahan
ii. Mengevaluasi efektifitas intervensi sebelumnya
iii. Menilai ulang temuan klinis sebelumnya
Pada pasien stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 15 menit
Pada pasien tidak stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 5 menit
i. Nilai ulang status kesadaran
ii. Pertahankan patensi jalan napas
iii. Pantau kecepatan dan kualitas pernapasan
iv. Nilai ulang kecepatan dan kualitas denyut nadi
v. Pantau warna dan suhu kulit
vi. Nilai ulang dan catat tanda vital
Ulangi asesmen terfokus sesuai dengan keluhan pasien
Periksa intervensi:
i. Pastikan pemberian oksigen adekuat
ii. Manajemen perdarahan
iii. Pastikan intervensi lainnya adekuat
6. ASESMEN PEDIATRIK
Penting untuk melakukan pemeriksaan sistematis karena anak sering tidak
dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal.
14
Amati adanya pergerakan spontan pasien terhadap area tertentu yang
dilindungi.
15
tidak diekstensikan seperti pada pasien dewasa. Anak-anak hanya
membutuhkan sedikit ekstensi saja untuk membuka jalan napasnya.
16
Untuk pasien anak-anak :
Frekuensi nadi pada pasien anak-anak normalnya lebih cepat
dibandingkan dengan pasien dewasa.
Pada pasien anak-anak, harus dilakukan pemeriksaan capillary
refilling time. Biasanya kurang dari 2 detik. Pada bayi dan anak-anak,
mekanisme kompensasi saat kehilangan cairan masih bisa berjalan
dengan sangat baik sehingga terkadang bayi dan anak-anak bisa saja
menunjukkan tanda-tanda dan gejala yang masih stabil. Akan tetapi,
shock bisa terjadi dengan cepat secara tiba-tiba. Oleh karena itu,
pemeriksaan capillary refilling time bisa sangat membantu untuk
mengkaji lebih cepat keadaan sirkulasi bayi dan anak-anak.
17
kaki)
Poisoning (keracunan) Burns (luka bakar luas)
Pain (nyeri hebat)
18
iv. suhu dan warna kulit, capillary refill
v. nyeri, gerakan terbatas akibat nyeri
h) Pemeriksaan neurologis
7. ASESMEN NEUROLOGIS
Dilakukan pada pasien dengan cedera kepala atau gangguan neurologis.
Pemeriksaaan status neurologi awal digunakan sebagai dasar untuk
memantau kondisi pasien selanjutnya
Tahapan asesmen berupa:
a) Tanda vital: nilai keadekuatan ventilasi (kedalaman, kecepatan,
keteraturan, usaha napas)
b) Mata: ukuran dan refleks cahaya pupil
c) Pergerakan: apakah keempat ekstremitas bergerak simetris
d) Sensasi: nilai adanya sensasi abnormal (curiga cedera spinal)
e) Status kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS): secara
akurat menggambarkan fungsi serebri.
Pada anak kecil, GCS sulit dilakukan. Anak yang kesadarannya baik dapat
memfokuskan pandangan mata dan mengikuti gerakan tangan pemeriksa,
merespons terhadap stimulus yang diberikan, memiliki tonus otot normal dan
tangisan normal.
Tidak merespons 1
19
Pergerakan Mengikuti perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik diri (withdraw) dari rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri 3
Ekstensi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri 2
Tidak merespons 1
20
Disorientasi / bingung Menangis, gelisah 4
Jawaban tidak sesuai Menangis terhadap rangsang nyeri 3
Suara yang tidak dapat dimengerti Merintih, mengerang 2
(erangan, teriakan)
Tidak merespons Tidak merespons 1
Pergerakan Mengikuti perintah Pergerakan normal 6
Melokalisasi nyeri Menarik diri (withdraw) terhadap 5
sentuhan
Menarik diri (withdraw) dari Menarik diri (withdraw) dari 4
rangsang nyeri rangsang nyeri
Fleksi abnormal anggota gerak Fleksi abnormal anggota gerak 3
terhadap rangsang nyeri terhadap rangsang nyeri
Ekstensi abnormal anggota gerak Ekstensi abnormal anggota gerak 2
terhadap rangsang nyeri terhadap rangsang nyeri
Tidak merespons Tidak merespons 1
8. ASESMEN NUTRISI
A. Kaji status gizi pasien dengan metode skrining, sebagai berikut :
1. Menanyakan identitas pasien ( nama, umur, jenis kelamin )
2. Menanyakan riwayat penyakit pasien :
a. Penyakit sekarang, penyakit yang pernah di derita
b. Hamil ; berat badan menyimpang dari normal
c. Anorexia
d. Mual, muntah
e. Keadaan yang memerlukan penambahan/pengurangan zat gizi
tertentu, seperti ; kanker, mal absorbs, diare
3. Menanyakan riwayat gizi pasien :
21
a. Gangguan mengunyah /menelan, nafsu makan
b. Sering jajan/makan di luar rumah
c. Intake makanan
d. Berdiet yang memungkinkan terjadinya defisiensi gizi, seperti ;
makan cair lebih dari 3 hari, berdiet ketat
4. Tanyakan riwayat sosial pasien ( pendidikan, pekerjaan, penghasi-
lan )
5. Antropometri :
a. Status nutrisi pada dewasa dapat dinilai dengan cara :
Ukur tinggi badan dengan alat pengukur tinggi badan
Timbang berat badan dengan timbangan berat badan
Hitung berat badan ideal
- BB Ideal ( Kg ) = ( Tinggi Badan dalam cm – 100 – 10
% ) atau
- BB Relatif ( % ) = BB x 100 %
( TB-100 )
- IMT = Berat Badan ( kg )
Tinggi Badan ( m² )
Nilai status gizi
- BB Ideal
> 20 %, Obesitas
> 11 %, Over Weight
9 – 11 %, Ideal
7 – 9 %, Under Weight
< 7 %, Severe Under Weight
- BB Relatif
>120 %, Obesitas
>110 %, Over Weight
90 – 110, Normal
<90, Under Weight
- IMT
22
>27, Obesitas
>25 – 27, Over Weight
>18,5 – 25, Normal
17 – 18,5, Under Weight
<17, Severe Under Weight
Pengukuran alternative
Jika tinggi badan dan berat badan tidak diketahui, untuk memperkirakan IMT,
dapat menggunakan pengukuran lingkar lengan atas ( LLA )
Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90 o terhadap siku, dengan
lengan atas paralel di sisi tubuh. Ukur jarak antara tonjolan tulang bahu
(akromion) dengan siku (olekranon). Tandai titik tengahnya.
Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan atasnya, ukur lingkar
lengan atas di titik tengah, pastikan pita pengukur tidak terlalu menempel
terlalu ketat
23
7. Menayakan data laboratorium ( Hb, GDS, SGOT, SGPT )
9. ASESMEN NYERI
Nyeri Merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang
nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan. Dan
bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu nyeri, melalui
pengalaman yang langsung berhubungan dengan luka, yang dimulai dari
awal masa kehidupannya.
Asesmen nyeri dilakukan kepada setiap pasien baik di Instalasi
Gawat Darurat, Instalasi Rawat Jalan maupun Instalasi Rawat Inap.
Tatalaksana asesmen nyeri :
Perawat atau dokter melakukan asesmen awal mengenai nyeri ter-
hadap semua pasien yang datang kebagian IGD, poliklinik, ataupun
pasien rawat inap.
Asesmen nyeri menggunakan NRS (Numerical Rating Scale)
1. Indikasi : digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia >7 tahun
yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas
nyeri yang dirasakannya.
2. Instruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang di-
rasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
0. Tidak ada nyeri.
1. Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan
2. Nyeri seperti melilit atau terpukul.
3. Nyeri seperti perih atau mules.
24
4. Nyeri seperti kram atau kaku
5. Nyeri seperti tertekan atau bergerak.
6. Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
7,8,9. Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien
dengan aktifitas yang bisa dilakukan.
10. Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh pasien.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Metode NRS dan VAS tidak dapat digunakan untuk semua pasien
karena skala tersebut tidak efektif pada pasien yang memiliki gang-
guan kognitif atau motorik, pasien yang tidak responsif, anak usia
muda, pasien umur tua. Untuk pasien-pasien tersebut bisa digunakan
skala nyeri Wong Baker Faces Pain Scale.
25
1. Indikasi: Digunakan pada pasien 3-7 tahun , pasien dewasa yang
tidak kooperatif , pasien manula, pasien lemah , pasien dengan
gangguan konsentrasi, pasien nyeri hebat, pasien kritis .
2. Instruksi: Perawat menilai intensitas nyeri pasien dengan cara meli-
hat mimik wajah dan diberi score antara 0-10.
0 2 4 6 8 10
0 : Tidak ada nyeri
2 : Nyeri dirasakan sedikit saja
4 : Nyeri dirasakan hilang timbul
6 : Nyeri dirasakan lebih banyak
8 : Nyeri dirasakan secara keseluruhan
10 : Nyeri sekali dan menangis
SCORE
KATEGORI
0 1 2
Ekspresi wajah normal Ekspresi wajah, kadang Sering meringis, menggertakkan
WAJAH meringis menahan sakit gigi menahan sakit
ANGGOTA Posisi anggota gerak Anggota gerak bawah (lower Anggota gerak bawah (lower
GERAK BAWAH bawah (lower ekstremits) ekstremitas) kaku, gelisah ekstremitas) menendang - nendang
(LOWER normal atau rileks
EXTREMITAS)
26
Berbaring tenang, posisi Gelisah, berguling-guling Kaku, gerakan abnormal (posisi
AKTIVITAS normal, gerakan normal tubuh melengkung atau gerakan
menyentak)
Tidak menangis (tenang) Mengerang atau merengek, Menangis terus-menerus, menjerit,
kadang-kadang mengeluh sering kali mengeluh
MENANGIS
Bicara atau bersuara Tenang setelah dipegang, Sulit ditenangkan dengan kata-kata
BICARA ATAU normal,sesuai usia dipeluk, digendong atau diajak atau pelukan
BERSUARA bicara
Menangis
0 : Tidak menangis atau menangis dengan nada tinggi (melengking)
1 : Menangis dengan nada tinggi namun bayi mudah ditenangkan
2 : Menangis dengan nada tinggi tetapi bayi tidak dapat ditenangkan
Kebutuhan O2 untuk SaO2 < 95%
0 : Tidak memerlukan oksigen
1 : Oksigen yang diperlukan < 30%
2 : Oksigen yang diperlukan > 30%
Peningkatan tanda-tanda vital (TD dan HR)
0 : Nadi atau tekanan darah tidak berubah atau dibawah nilai normal
1 : Nadi atau tekanan darah meningkat tetapi masih dibawah < 20% nilai dasar
2 : Nadi atau tekanan darah meningkat diatas > 20% nilai dasar
Ekspresi Wajah
0 : Tidak ada ekspresi wajah meringis
1 : Wajah meringis
2 : Wajah meringis, menangis tanpa bersuara
Tidur
0 : Bayi tidur nyenyak
1 : Bayi kadang terbangun
27
2 : Bayi seringkali terbangun
TOTAL SCORE
28
d. Pada nyeri akut lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam sete-
lah pemberian obat.
Manajemen nyeri :
Perawat di rawat inap harus melapor ke dokter yang merawat bila ada pasien
rawat inap yang mengeluh nyeri setelah melakukan asesmen nyeri. Berikan
analgesik sesuai dengan anjuran dokter.
Pada pasien yang kesakitan (nyeri hebat) segera laporkan ke dokter yang mer-
awat atau dokter jaga ruangan untuk segera mendapatkan terapi dan asesmen
lebih lanjut oleh dokter .
Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana nyeri kepada
pasien yang sadar/bangun.
Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri ≥4. Pada nyeri akut asesmen
dilakukan tiap 30 menit -1 jam setelah tatalaksana sampai intensitas nyeri ≤
3. Bila nyeri tidak berkurang laporkan kembali ke dokter yang merawat.
Sebisa mungkin, berikan analgesik melalui jalur yang paling tidak menim-
bulkan nyeri.
Nilai ulang efektivitas pengobatan.
Tatalaksana non – farmakologi :
a. Berikan heat/cold pack
b. Lakukan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien
c. Lakukan relaksasi, seperti tarik napas dalam, bernapas dengan irama/pola
teratur, dan atau meditasi pernapasan yang menenangkan
d. Distraksi/pengalih perhatian.
Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai :
a) Penyakitnya dan perawatan penyakit dirumah.
b) Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri.
c) Dalam hal posisi tubuh sebagai penyebab nyeri.
d) Dalam hal diet kalau ada
e) Menenangkan ketakutan pasien
f) Tatalaksana nyeri
29
g) Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika merasa nyeri se-
belum rasa nyeri tersebut bertambah parah.
30
sendiri
Tota
l
Kategori:
Resiko tinggi = ≥ 45
Resiko sedang = 25 – 44
Resiko rendah = 0 – 24
Riwayat jatuh :
Jika pasien mengalami kejadian jatuh saat masuk rumah sakit atau terdapat riwayat
kejadian jatuh fisiologis dalam 12 bulan terakhir ini seperti pingsan atau gangguan
gaya berjalan, berikan skor 25. Jika pasien tidak mengalami jatuh, berikan skor 0.
Diagnosis sekunder :
Jika pasien memiliki lebih dari satu diagnosis medis, berikan skor 15; jika tidak,
berikan skor 0.
Alat bantu :
Jika pasien berpegangan pada perabot untuk berjalan, berikan skor 30. Jika pasien
menggunakan tongkat / alat penopang, berikan skor 15. Jik pasien dapat berjalan tanpa
alat bantu, berikan skor 0.
Terapi intravena (terpasang infus) :
Jika pasien terpasang infus, berikan skor 20; jika tidak, berikan skor 0.
Gaya berjalan :
Jika pasien mengalami gangguan gaya berjalan; mengalami kesulitan untuk
bangun dari kursi, menggunakan bantalan tangan kursi untuk mendorong tubuh-
nya, kepala menunduk, pandangan mata terfokus pada lantai, memerlukan ban-
tuan sedang–total untuk menjaga keseimbangan dengan berpegangan pada per-
abot, orang, atau alat bantu berjalan, dan langkah-langkahnya pendek; berikan
skor 20.
31
Jika pasien memiliki gaya berjalan yang lemah; pasien membungkuk; tidak da-
pat mengangkat kepala tanpa kehilangan keseimbangan, atau memerlukan ban-
tuan ringan untuk berjalan; dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor 10.
Jika pasien memiliki gaya berjalan normal, berikan skor 0
Status mental :
Identifikasi asesmen pasien terhadap dirinya sendiri mengenai kemampuannya untuk
berjalan. Jika pasien mempunyai over-estimasi terhadap kemampuan fisiknya, berikan
skor 15. Jika asesmen pasien sesuai dengan kemampuan sebenarnya, berikan skor 0.
b. Asesmen Ulang
- Setiap pasien akan dilakukan asesmen ulang Resiko Jatuh setiap 2
kali sehari, saat transfer ke unit lain, adanya perubahan kondisi
pasien, adanya kejadian jatuh pada pasien.
- Penilaian resiko jatuh akan diperbaharui sesuai dengan hasil ases-
men ulang.
- Untuk mengubah kategori dari resiko tinggi ke resiko rendah,
diperlukan skor < 25 dalam 2 kali pemeriksaan berturut – turut
c. Tatalaksana
1. Tindakan pencegahan umum (untuk semua kategori):
a. Pastikan posisi pagar pengaman tempat tidur terpasang dengan
baik pada pasien yang ditransfer dengan brancard/tempat tidur
b. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
c. Posisikan tempat tidur serendah mungkin, roda terkunci, kedua
sisi pegangan tempat tidur tepasang dengan baik
d. Pastikan ruangan rapi, jalur ke kamar kecil bebas hambatan dan
terang
e. Pastikan bel tempat tidur berfungsi dan dalam jangkauan pasien.
Memanggil petugas dengan bel.
f. Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon
genggam, air minum, kacamata)
32
g. Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan
pasien)
h. Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
i. Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar
(pastikan bersih dan berfungsi)
j. Pantau efek obat-obatan
k. Anjurkan kepada pasien memakai alas kaki anti selip.
l. Amati lingkungan yang berpotensi tidak aman dan segera
laporkan untuk perbaikan.
m. Sediakan dukungan emosional dan psikologis
n. Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan
keluarga
2. Kategori risiko tinggi : lakukan tindakan pencegahan umum dan
hal-hal berikut ini.
a. Beri tulisan di depan kamar pasien ‘Pencegahan Jatuh’
b. Beri penanda berupa gelang berwarna kuning yang dipakaikan
di pergelangan tangan pasien
c. Tawarkan bantuan ke kamar mandi / penggunaan pispot setiap 2
jam (saat pasien bangun), dan secara periodik (saat malam hari)
d. Kunjungi dan amati pasien setiap 2 jam oleh petugas medis
e. Pasang aling-aling di kedua sisi pagar pengaman tempat tidur
f. Lakukan restrain (untuk pasien dengan kondisi gelisah dan tidak
koperatif)
g. Nilai kebutuhan akan:
i. Fisioterapi dan terapi okupasi
ii. Alarm tempat tidur
iii. Tempat tidur rendah (khusus)
iv. Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat (nurse
station)
33
Informasi yang di dapat pada asesmen awal melalui penerapan
kriteria skrining/penyaringan dapat memberi indikasi bahwa pasien
membutuhkan asesmen lebih lanjut atau lebih mendalam tentang status
fungsional. Asesmen lebih mendalam ini mungkin penting untuk
mengidentifikasi pasien yang membutuhkan pelayanan rehabilitasi medis
atau pelayanan lain terkait dengan kemampuan fungsi yang independen
atau pada kondisi potensial yang terbaik.
Untuk itu dikembangkan suatu instrumen skrining untuk status
fungsional pasien. Status fungsional adalah pengkajian terhadap
kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-sehari.
Panduan dalam melakukan asesmen untuk skrining status
fungsional adalah sebagai berikut :
1. Perawat menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien (atau
orang yang dapat mewakili pasien).
2. Perawat memberitahu bahwa akan menanyakan beberapa hal
berkaitan dengan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari. Perawat
ingin mengetahui apakah pasien mampu untuk melakukan kegiatan-
kegiatan itu secara mandiri tanpa bantuan, dengan bantuan atau
bahkan sama sekali tidak bisa melakukan kegiatan-kegiatan tersebut
sama sekali sesuai dengan kondisi pasien saat ini.
3. Perawat akan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan melakukan
penilaian sesuai dengan yang ditetapkan di bawah ini
N Pertanyaan Skor Penilaian
34
bepergian)
Atau tidak mampu melakukan sama sekali kecuali dalam keadaan emergensi 0
dengan pengaturan khusus seperti menggunakan ambulans
3 Dapatkah anda pergi berbelanja kebutuhan rumah tangga atau pakaian..
Tanpa bantuan (dengan dosis yang tepat dan waktu yang tepat) 2
Dengan bantuan (mampu minum obat sendiri jika ada seseorang yang 1
menyiapkan dan/atau mengingatkan anda untuk minum obat)
Atau tidak mampu minum obat sendiri sama sekali 0
Tidak perlu menanyakan 2 pertanyaan berikut ini jika pasien mendapat skor 2 pada semua pertanyaan diatas
(dapat melakukan semua aktifitas diatas tanpa bantuan). Pada pasien yang mendapatkan skor 2 untuk semua
hal diatas maka berikan penilaian angka 9 untuk menunjukkan bahwa anda tidak menanyakan 2 pertanyaan
dibawah ini.
6 Dapatkah anda berjalan..
Tanpa bantuan 2
Catatan :
Jika tidak dapat dijawab, skor X
Beri penilaian berdasarkan apa yang mereka mampu lakukan sekarang. Dalam mengkaji kemampuan, per-
hitungkan bukan hanya fungsi secara fisik saja tetapi juga fungsi kognitif (seperti masalah yang ditim-
bulkan karena dementia atau ketidakmampuan intelektual) dan perilaku (seperti perilaku agresif yang tidak
dapat diprediksi). Pada pasien yang hanya bisa menyelesaikan suatu pekerjaan secara verbal saja tidak bole
dianggap mandiri (hanya diberikan skor 1). Dalam memberikan penilaian terhadap hal yang irrelevant (se-
35
bagai contoh tidak ada toko yang dekat atau tidak sedang mengkonsumsi obat), berikan penilaian sesuai
kemampuan mereka jika hal-hal tersebut terjadi pada mereka.
Nomor 6 (berjalan). Pasien yang menggunakan kursi roda diberi skor 1 jika mereka bisa menggunakannya
secara mandiri atau skor 0 jika tidak mampu mandiri.
36
Pasien mendapat skor < 2 pada pertanyaan no. 4
(minum obat) atau no. 5 (pengaturan keuangan) dan
telah dipastikan bahwa pasien tidak mempunyai cacat
fisik atau masalah dengan bahasa yang bisa mempen-
garuhi jawaban atas pertanyaan ini.
Pasien mendapat skor 0 pada pertanyaan no. 8
d. Perilaku
Jika :
Pasien mendapat skor < 2 pada pertanyaan no. 4
(minum obat) atau no. 5 (pengaturan keuangan) dan
telah dipastikan bahwa pasien tidak mempunyai cacat
fisik atau masalah dengan bahasa yang bisa mempen-
garuhi jawaban atas pertanyaan ini.
Pasien mendapatkan skor 0 pada pertanyaan no. 9
37
rumah sakit. Berbagai staf yang berkualifikasi memadai dapat terlibat dalam
proses asesmen ini. Faktor terpenting adalah bahwa asesmen lengkap dan
tersedia bagi mereka yang merawat pasien. Asesmen ekonomis dapat dikaji
melalui data sosial pasien yang mencakup pekerjaan dan status pembiayaan
(pribadi atau asuransi/perusahaan)
Asesmen psikososial ini dikaji terhadap pasien rawat jalan dan rawat
inap dalam asesmen awal keperawatan.
38
hal-hal yang menyebabkan suatu penyakit sulit untuk diprediksi
perkembangannya. Perjalanan penyakit kearah perbaikan dan kesembuhan
merupakan harapan yang ingin diwujudkan oleh pasien, keluarga dan
petugas medis yang memberikan pelayanan kesehatan.
Pemantauan terhadap proses ini hendaknya harus dilakukan seoptimal
mungkin sesuai dengan situasi dan kondisi pasien. Pemantauan ini dijalankan
dengan melakukan asesmen ulang.
Asesmen ulang oleh para pemberi pelayanan kesehatan adalah kunci
untuk memahami apakah keputusan pelayanan sudah tepat dan efektif.
Pasien dilakukan asesmen ulang selama proses pelayanan pada interval
tertentu sesuai dengan kebutuhan dan rencana pelayanan atau sesuai dengan
kebijakan dan prosedur.
Asesmen ulang oleh dokter adalah terintegrasi dalam proses pelayanan
pasien. Dokter melakukan asesmen ulang setiap hari, termasuk akhir minggu
dan bila ada perubahan signifikan pada kondisi pasien.
Beberapa hal yang hendaknya dijadikan panduan umum dalam
melakukan asesmen ulang adalah sebagai berikut :
1. Dilakukan dalam interval yang regular selama pelayanan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ada.
- Dokter melakukan asesmen ulang dengan visite rutin setiap hari pada
seluruh kasus baik akut maupun tidak.
- Perawat mencatat perkembangan pasien secara periodik sesuai kebu-
tuhan dan keadaan pasien.
2. Dilakukan sebagai respons apabila terjadi perubahan kondisi pasien
yang signifikan.
3. Dilakukan bila diagnosa pasien berubah dan kebutuhan asuhan memer-
lukan perubahan rencana.
4. Dilakukan untuk menetapkan keberhasilan obat dan hasil pengobatan
sehingga pasien dapat dipindahkan atau keluar rumah sakit.
5. Temuan dari semua asesmen di luar rumah sakit harus dinilai ulang dan
diverifikasi pada saat pasien diterima sebagai pasien rawat inap.
39
6. Asesmen ulang harus didokumentasikan di dalam rekam medis.
40
a. Asesmen tempat kejadian. Asesmen ini dilakukan oleh petugas
medis saat tiba di tempat kejadian yaitu pada saat evakuasi atau
adanya permintaan penjemputan pasien dari luar rumah sakit.
b. Asesmen awal. Asesmen ini dilakukan sesuai dengan fungsi triage
untuk memberikan respons yang sesuai dengan keadaan pasien
yang bersangkutan.
c. Asesmen segera dan terfokus, untuk pasien medis (non trauma)
maupun trauma.
d. Asesmen menyeluruh
e. Asesmen berkelanjutan
2. Intervensi medis dilakukan sesuai dengan hasil asesmen yang diper-
oleh. Intervensi medis harus dilakukan secara cepat dan tepat.
3. Setelah keadaan gawat daruratnya diatasi, pasien ditentukan apakah
bisa menjalani perawatan rawat jalan atau harus mendapatkan
pelayanan rawat inap
41
2. Dokter melakukan asesmen awal dan menentukan apakah pasien bisa
dilayani di Instalasi Rawat Jalan atau seharusnya mendapatkan
pelayanan segera di Instalasi Gawat Darurat. Pasien yang harus men-
dapatkan pelayanan segera ditransfer ke Instalasi Gawat Darurat.
3. Dokter melakukan asesmen terfokus kasus medis atau trauma sesuai
dengan kondisi pasien.
4. Dokter melakukan anamnesa dengan menanyakan atau meminta pasien
untuk menceritakan keluhan yang dirasakan sehingga membuat pasien
datang untuk berobat. Dokter menambahkan atau memberikan per-
tanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan pasien sehingga
keluhan pasien menjadi lebih lengkap dan terperinci.
5. Dokter menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita dan riwayat
alergi atau pemakaian obat sebelumnya.
6. Perawat melakukan pengukuran tanda-tanda vital : kesadaran, tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan dan suhu badan serta berat
badan, terutama untuk pasien anak-anak. Apabila perawat atau dokter
meragukan hasil pemeriksaan yang dilakukan maka dokter akan
melakukan sendiri pemeriksaannya.
7. Dokter melakukan asesmen menyeluruh dan terarah sesuai dengan
keluhan pasien.
8. Perawat mengkaji status nyeri dan status psikologis pada setiap pasien
rawat jalan. Pengkajian status nyeri dilakukan berdasarkan asesmen status
nyeri yang telah ditetapkan.
9. Apabila diperlukan, dokter menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan
penunjang baik laboratorium atau radiologi dan pemeriksaan penunjang
lainnya seperti patalogi anatomi dan lain-lain untuk membantu mene-
gakkan diagnosa penyakit pasien secara lebih pasti.
10. Dokter membuat kesimpulan dari semua informasi yang diperoleh se-
lama proses rawat jalan berupa diagnosa sementara dan differensial
diagnosa.
42
11. Dokter memberikan pengobatan dan/atau rencana pelayananan selanjut-
nya seperti rawat inap, konsultasi spesialisasi lain atau tindakan lainnya.
Untuk rawat inap, pasien dan keluarga diarahkan ke prosedur pasien rawat
inap. Konsultasi spesialisasi harus dilakukan secara tertulis melalui lem-
baran konsultasi dan hasil konsultasi dicatat dalam rekam medis.
12. Tindakan dilakukan setelah adanya persetujuan tindakan medis (informed
consent) dari pasien atau keluarga pasien.
13. Semua informasi diatas wajib diperoleh dari pasien dan/atau keluarga
pasien dan harus dicatat secara lengkap dan terperinci dalam status rawat
jalan dan didokumentasikan dalam buku rekam medis.
14. Untuk pelayanan kesehatan gigi di Poliklinik Gigi ditambahkan odon-
togram dalam rekam medisnya.
43
Isi minimal asesmen pasien rawat jalan Rumah Sakit Santa Maria
Pekanbaru mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 dan pedoman dari Komite Akreditasi Rumah
Sakit (KARS) adalah sebagai berikut :
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesa, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit, status psikologis dan ekonomi serta riwayat pemakaian atau
alergi obat sebelumnya
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik serta skala nyeri
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan/atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik, dan
j. Persetujuan tindakan bila diperlukan
44
Prosedur dan pedoman asesmen pasien rawat inap Rumah Sakit
Santa Maria adalah sebagai berikut:
1. Identitas pasien rawat inap harus selalu dikonfirmasi pada awal pem-
berian pelayanan kesehatan.
2. DPJP melakukan asesmen sesuai dengan kondisi pasien saat diperiksa.
Bisa berupa asesmen awal kembali, asesmen segera dan terfokus,
asesmen menyeluruh maupun asesmen berkelanjutan.
3. Berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan, DPJP memberikan pengo-
batan dan merencanakan pelayanan selanjutnya atau tindakan yang di-
butuhkan oleh pasien. DPJP dapat melakukan pemeriksaan-pemeriks-
aan penunjang lainnya bila diperlukan.
4. DPJP memberikan penjelasan mengenai semua hal yang berkaitan
dengan kondisi pasien meliputi keadaan penyakit, pengobatan yang
diberikan, pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dilakukan, ren-
cana pelayanan dan tindakan selanjutnya, perkiraan lama rawatan dan
rencana pemulangan (discharge plan) kepada pasien dan keluarganya.
DPJP juga memberikan penjelasan terhadap pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh pasien dan/atau keluarga.
5. DPJP dapat melakukan konsultasi ataupun perawatan bersama dengan
dokter bidang spesialisasi lainnya bila diperlukan dengan mengisi
lembaran konsultasi yang telah ada.
6. DPJP melakukan asesmen dan asesmen ulang setiap hari dengan me-
lakukan visite dan menjelaskan perkembangan keadaan penyakit pa-
sien dan rencana pengobatan kepada pasien dan keluarga atau penan-
ggung jawab pasien.
7. Perawat menjalankan pelayanan sesuai dengan rencana pengobatan
yang diistruksikan oleh DPJP.
8. Perawat melakukan asesmen keperawatan sesuai dengan pedoman dan
panduan yang telah ditetapkan.
9. Perawat melakukan asesmen nyeri dan asesmen jatuh pada setiap pa-
sien rawat inap sesuai dengan pedoman dan panduan yang ada.
45
10. Pengkajian ulang pasien dilakukan sesuai dengan perubahan kondisi
pasien yang bisa terjadi secara tiba-tiba. Setiap perubahan dan pe-
rkembangan dari kondisi pasien harus diketahui dan dilaporkan kepa-
da DPJP.
11. Setiap tindakan yang dilakukan kepada pasien harus mendapat perse-
tujuan dari pasien atau keluarga/penanggung jawab. Tindakan di-
lakukan setelah adanya persetujuan (informed consent).
12. Seluruh informasi yang diperoleh dan tindakan pengobatan serta pela-
yanan yang diberikan kepada pasien harus didokumentasikan secara
terintegrasi dalam rekam medis dan dapat diakses sewaktu-waktu apa-
bila diperlukan.
13. DPJP membuat resume medis berupa ringkasan dari seluruh pelaya-
nan kesehatan yang telah diberikan selama perawatan saat pemulan-
gan pasien.
14. Untuk pelayanan kesehatan gigi ditambahkan odontogram dalam rekam
medisnya.
46
i) Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
j) Ringkasan pulang (Discharge summary)
k) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan ter-
tentu yang memberikan pelayanan kesehatan
l) Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu, dan
m) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.
Isi minimal asesmen pasien rawat inap Rumah Sakit Santa Maria
Pekanbaru mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 dan pedoman dari Komite Akreditasi Rumah
Sakit (KARS) adalah sebagai berikut :
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesa, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit, status psikologis dan ekonomi serta riwayat pemakaian atau
aleri obat sebelumnya
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik serta
e. Penilaian skala nyeri dan manajemennya
f. Penilaian resiko jatuh dan manajemennya
g. Diagnosis
h. Rencana penatalaksanaan dan rencana pulang (discharge plan)
i. Pengobatan dan/atau tindakan
j. Catatan observasi klinis yang terintegrasi dan hasil pengobatan
k. Ringkasan pulang (discharge summary)
l. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (informasi menge-
nai penyakit, edukasi kepada pasien dan keluarga)
m. Persetujuan tindakan bila diperlukan
n. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan ter-
tentu yang memberikan pelayanan kesehatan
o. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
47
E. DOKUMENTASI HASIL ASESMEN
Seluruh hasil asesmen dan pengobatan serta tindakan yang dilakukan
dan diberikan kepada pasien selama proses pelayanan medis di Instalasi mana
pun dalam Rumah Sakit Santa Maria harus dicatat secara jelas, benar dan
teratur serta didokumentasikan di rekam medis dalam tempat yang sama, aman
dan mudah diakses oleh pihak-pihak yang membutuhkan sewaktu-waktu.
48
Jadi untuk pasien gawat darurat, asesmen harus segera dilakukan dan untuk
kelompok pasien tertentu harus dinilai lebih cepat dari 24 jam.
Apabila asesmen medis awal dilaksanakan di luar rumah sakit sebelum
dirawat, maka hal ini harus terjadi sebelum 30 hari. Apabila telah lebih dari 30
hari maka riwayat kesehatan harus diperbaharui dan dilakukan pemeriksaan
fisik ulang. Untuk asesmen medis yang dilakukan dalam waktu 30 hari
sebelum rawat inap, maka setiap perubahan kondisi pasien harus dicatat pada
waktu mulai dirawat.
IV. DOKUMENTASI
Untuk mempermudah dan sebagai bukti dokumentasi, proses-proses asesmen
diatas dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen asesmen yang telah
disediakan dan pencatatan dilakukan juga di dalam catatan terintegrasi. Instrumen-
instrumen yang ada yang digunakan dalam proses asesmen terhadap pasien
terlampir dalam buku panduan ini.
49