Anda di halaman 1dari 38

Lampiran 1 : Keputusan Direktur RSI Arofah Kab.

Mojokerto
Nomor : 027/RSIA/DIR/I/2018
Tanggal : 8 Januari 2018
PANDUAN ASESMEN PASIEN
BAB I
DEFINISI

1. Definisi
a. asesmen pasien: adalah serangkaian proses yang berlangsung sejak dari fase
pre-rumah sakit hingga manajemen pasien di rumah sakit.
b. asesmen tempat kejadian: suatu tindakan yang dilakukan oleh paramedis saat
tiba di tempat kejadian.
c. asesmen awal: suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi
yang mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien, stabilisasi
leher dan tulang belakang, menjaga patensi jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi.
d. Asesmen segera-kasus trauma: dilakukan terhadap pasien yang mengalami
cedera signifikan untuk mengidentifikasi cedera yang berpotensi mengancam
nyawa. Perkirakan juga derajat keparahan cedera, tentukan metode transfer,
dan pertimbangkan Bantuan Hidup Lanjut.
e. Yang dimaksud dengan cedera signifikan adalah tabrakan motor; tabrakan
mobil-pejalan kaki; penetrasi pada kepala, dada, atau perut; terjatuh melebihi
jarak 6 meter (dewasa) dan 3 meter (anak).
f. Asesemen segera-kasus medis: dilakukan terhadap pasien yang tidak sadar,
delirium, atau disorientasi; berupa identifikasi segera kondisi yang berpotensi
mengancam nyawa.
g. Asesmen terfokus-kasus trauma: dilakukan terhadap pasien yang tidak
mengalami cedera signifikan, dan telah dipastikan tidak memiliki cedera yang
dapat mengancam nyawa. Berfokus pada keluhan utama pasien.
h. Asesmen terfokus-kasus medis: dilakukan pada pasien yang sadar, memiliki
orientasi baik, dan tidak mempunyai kondisi yang mengancam nyawa.
Berfokus pada keluhan utama pasien.
i. Asesmen secara mendetail: hanya dilakukan jika terdapat jeda waktu di tempat
kejadian saat menunggu ambulans tiba atau pada saat transfer ke rumah sakit.

1
Pemeriksaan dilakukan dari kepala-kaki untuk mengidentifikasi masalah yang
tidak mengancam nyawa yang dimiliki oleh pasien.
j. Asesmen berkelanjutan: dilakukan selama transfer terhadap semua pasien,
untuk mengidentifikasi adanya perubahan pada kondisi pasien, berupa
perburukan/perbaikan kondisi.
k. Perawat adalah salah satu anggota team pemulangan pasien dan sebagai
perawat pemulangan pasien mengkaji setiap pasien dengan mengumpulkan
dan menggunakan data yang berhubungan untuk mengidentifikasi masalah
aktual dan potensial, menentukan tujuan dengan atau bersama pasien dan
keluarga, memberikan tindakan khusus untuk mengajarkan dan mengkaji
secara individu dalam mempertahankan atau memulihkan kembali kondisi
pasien secara optimal dan mengevaluasi kesinambungan Asuhan
Keperawatan. Merupakan usahan keras perawat demi kepentingan pasien
untuk mencegah dan meningkatkan kondisi kesehatan pasien, dan sebagai
anggota tim kesehatan, perawat berkolaborasi dengan tim lain untuk
merencanakan, melakukan tindakan, berkoordinasi dan memfasilitasi total care
dan juga membantu pasien memperoleh tujuan utamanya dalam meningkatkan
derajat kesehatannya.

2. Tujuan
a. pengumpulan data yang komprehensif untuk menilai kondisi dan masalah
pasien
b. identifikasi kondisi yang mengancam nyawa
c. intervensi segera
d. tatalaksana cedera yang tidak mengancam nyawa dan manajemen transfer

2
BAB II
RUANG LINGKUP

Asesmen ini diterapkan pada seluruh pasien tanpa kecuali. Asesmen ini terbagi
menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Asesmen tempat kejadian
b. Asesmen awal
c. Asesmen segera dan terfokus
d. Asesmen secara mendetail
e. Asesmen berkelanjutan
f. Asesmen Pediatrik
g. Asesmen Neurologis
h. Asesmen Status Nutrisi
i. Asesmen Resiko Jatuh
j. Asesmen Nyeri
k. Asesmen Keperawatan
Semua pasien yang dilayani di RSI Arofah Kabupaten Mojokerto harus
diidentifikasi kebutuhan pelayanannya melalui suatu asesmen yang baku. Ketika
pasien diterima di rumah sakit untuk pelayanan/ pengobatan rawat inap atau rawat
jalan, perlu dilakukan asesmen lengkap untuk menetapkan alasan kenapa pasien
perlu datang berobat ke rumah sakit. Pada tahap ini, rumah sakit membutuhkan
informasi khusus dan prosedur untuk mendapat informasi, tergantung pada
kebutuhan pasien dan jenis pelayanan yang harus diberikan (contoh rawat inap atau
rawat jalan). Kebijakan dan prosedur rumah sakit menetapkan bagaimana proses
ini berjalan dan informasi apa yang harus dikumpulkan dan didokumentasikan.
Yang diperlukan dalam asesmen baku :
a. Kebijakan dan prosedur rumah sakit menegaskan asesmen informasi
yang harus diperoleh dari pasien rawat inap dan rawat jalan.
b. Kebijakan rumah sakit mengidentifikasikan tentang informasi yang
harus didokumentasikan untuk asesmen.
c. Acuan dari PMK 269/ Menkes/ Per/ III/ 2008.

3
RSI Arofah Kabupaten Mojokerto telah menetapkan isi minimal asesmen
berdasarkan undang-undang, peraturan dan standar profesi. Agar asesmen
kebutuhan pasien konsisten, rumah sakit menetapkan dalam kebijakan, isi minimal
dari asesmen yang harus dilaksanakan oleh dokter, perawat dan staf disiplin klinis
lainnya. Asesmen dilaksanakan oleh setiap disiplin dalam lingkup praktek/profesi,
perizinan, undang-undang dan peraturan terkait atau sertifikasi. Hanya mereka yang
kompeten yang melaksanakan asesmen. Setiap formulir asesmen yang digunakan
mencerminkan kebijakan ini. Rumah sakit menetapkan aktivitas asesmen pada
pelayanan pasien rawat inap maupun rawat jalan. Rumah sakit menetapkan elemen
yang umum untuk semua asesmen dan menetapkan perbedaan, bila mungkin,
dalam lingkup asesmen pelayanan medis umum dan asesmen pelayanan medis
spesialistis. Asesmen yang ditetapkan dalam kebijakan dapat dilengkapi oleh lebih
dari satu orang yang kompeten, dan dalam waktu yang berbeda. Semua isi asesmen
harus tersedia apabila pengobatan dimulai.
a. Isi minimal asesmen ditetapkan oleh setiap disiplin klinis yang
melakukan asesmen dan merinci elemen yang dibutuhkan pada
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
b. Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan
peraturan yang berlaku dan sertifikasi dapat melakukan asesmen.
c. Isi minimal dari asesmen pasien rawat inap ditetapkan dalam
kebijakan
d. Isi minimal dari asesmen pasien rawat jalan ditetapkan dalam
kebijakan.
Asesmen awal setiap pasien meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis,
sosial dan ekonomi, termasuk pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Asesmen
awal dari seorang pasien, rawat jalan atau rawat inap, sangat penting untuk
mengidentifikasi kebutuhan pasien dan untuk memulai proses pelayanan. Asesmen
awal memberikan informasi untuk :
a. Memahami pelayanan apa yang dicari pasien
b. Memilih jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien
c. Menetapkan diagnosis awal
d. Memahami respon pasien terhadap pengobatan sebelumnya

4
Untuk mendapat informasi ini, asesmen awal termasuk evaluasi kondisi
medis pasien melalui pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatannya. Asesmen
psikologis menetapkan status emosional pasien (contoh: pasien depresi, ketakutan
atau agresif dan potensial menyakiti diri sendiri atau orang lain). Pengumpulan
informasi sosial pasien tidak dimaksud untuk mengelompokkan pasien. Tetapi,
konteks sosial, budaya, keluarga, dan ekonomi pasien merupakan faktor penting
yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit dan pengobatan.
Keluarga dapat sangat menolong dalam asesmen untuk perihal tersebut dan untuk
memahami keinginan dan preferensi pasien dalam proses asesmen ini. Faktor
ekonomis dinilai sebagai bagian dari asesmen sosial atau dinilai secara terpisah bila
pasien dan keluarganya yang bertanggung jawab terhadap seluruh atau sebagian
dari biaya selama dirawat atau waktu pemulangan pasien. Berbagai staf kompeten
dapat terlibat dalam proses asesmen pasien. Faktor terpenting adalah bahwa
asesmen lengkap dan tersedia bagi mereka yang merawat pasien.
a. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan mendapat assessmen awal
yang termasuk riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam kebijakan rumah sakit
b. Setiap pasien mendapat asesmen psikologis awal yang sesuai dengan
kebutuhannya.
c. Setiap pasien mendapat asesmen sosial dan ekonomis awal sesuai
kebutuhannya.
d. Asesmen awal menghasilkan suatu diagnosis awal.
Kebutuhan pelayanan medis dan keperawatan ditetapkan berdasarkan
asesmen awal dan dicatat pada catatan klinisnya. Asesmen awal medis dan
keperawatan pada pasien emergensi harus didasarkan atas kebutuhan dan
keadaannya. Hasil utama asesmen awal pasien adalah untuk memahami kebutuhan
pelayanan medis dan pelayanan keperawatan sehingga pelayanan dan pengobatan
dapat dimulai. Untuk mencapai ini, rumah sakit menetapkan isi minimal dari
asesmen awal medis dan keperawatan serta asesmen lain, kerangka waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan asesmen dan persyaratan dokumentasi asesmen.
Selain asesmen medis dan keperawatan adalah penting untuk inisiasi pelayanan,
kemungkinan diperlukan asesmen tambahan dari praktisi pelayanan kesehatan lain

5
termasuk asesmen khusus dan asesmen individual. Semua asesmen ini harus
terintegrasi dan kebutuhan pelayanan yang paling urgen harus di identifikasi.
Pada keadaan gawat darurat, asesmen awal medis dan keperawatan, dapat
dibatasi pada kebutuhan dan kondisi yang nyata. Juga apabila tidak ada waktu
untuk mencatat riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang lengkap dari seorang
pasien gawat darurat yang perlu dioperasi, dibuat catatan pada diagnosis praoperatif
sebelum tindakan dilaksanakan.
a. Kebutuhan medis pasien ditetapkan melalui asesmen awal. Riwayat
kesehatan terdokumentasi, juga pemeriksaan fisik dan asesmen lain
yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan pasien yang teridentifikasi.
b. Kebutuhan keperawatan pasien ditetapkan melalui asesmen
keperawatan yang didokumentasi, asesmen medis, dan asesmen lain
yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan pasien.
c. Kebutuhan medis yang teridentifikasi dicatat dalam rekam medis.
d. Kebutuhan keperawatan yang teridentifikasi dicatat dalam rekam
medis.
e. Kebijakan dan prosedur mendukung praktik yang konsisten dalam
semua bidang.
f. Untuk pasien gawat darurat, asesmen medis berdasarkan kebutuhan
dan kondisinya.
g. Untuk pasien gawat darurat, asesmen keperawatan berdasarkan
kebutuhan dan kondisinya.
h. Apabila operasi dilakukan, maka sedikitnya ada catatan ringkas dan
diagnosis pra-operasi dicatat sebelum tindakan.
Asesmen harus selesai dalam kerangka waktu yang ditetapkan rumah
sakit. Untuk memulai pengobatan yang benar dan sesegera mungkin, asesmen awal
harus diselesaikan secepat mungkin. Rumah sakit menetapkan kerangka waktu
untuk menyelesaikan asesmen, khususnya asesmen medis dan keperawatan.
Kerangka waktu yang akurat tergantung atas beberapa faktor, termasuk tipe pasien
yang dilayani rumah sakit, kompleksitas dan durasi/lamanya pelayanan serta
dinamika lingkungan pelayanan. Dengan pertimbangan ini, maka rumah sakit dapat

6
menetapkan kerangka waktu asesmen yang berbeda untuk masing-masing unit
kerja dan pelayanan.
Bila asesmen sebagian atau seluruhnya dilaksanakan diluar rumah sakit
(misalnya, dipraktek dokter bedah), maka temuan dinilai ulang dan atau diverifikasi
pada saat masuk sebagai pasien rawat inap sesuai waktu antara asesmen di luar
dengan masuk rawat inap dan sifat temuan yang penting, sesuai dengan
kompleksitas pasien, rencana pelayanan dan pengobatan ( misalnya, penilaian
ulang mengkonfirmasi kejelasan diagnosis dan setiap rencana tindakan atau
pengobatan; adanya hasil foto radiologi yang diperlukan untuk operasi, adanya
perubahan pada kondisi pasien, seperti pengendalian gula darah dan identifikasi
hasil laboratorium yang penting dan perlu diperiksa ulang).
a. Kerangka waktu yang benar untuk melaksanakan asesmen harus
ditetapkan untuk semua jenis dan tempat pelayanan.
b. Asesmen diselesaikan dalam kerangka waktu yang ditetapkan rumah
sakit.
c. Temuan dari semua asesmen diluar rumah sakit harus dinilai ulang
dan diverifikasi pada saat pasien masuk rawat inap untuk
memperbaharui atau mengulang bagian-bagian dari asesmen medis
yang sudah lebih dari 30 hari.
Asesmen awal dan keperawatan harus lengkap dalam waktu 24 jam
setelah pasien masuk rawat inap atau lebih cepat tergantung kondisi pasien atau
sesuai kebijakan rumah sakit. Asesmen awal medis dan keperawatan harus lengkap
dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk rawat inap dan tersedia untuk
digunakan bagi mereka yang memberikan pelayanan kepada pasien. Bila kondisi
pasien mengharuskan, maka asesmen awal medis dan keperawatan dilaksanakan
dan tersedia lebih dini/cepat. Jadi, untuk pasien gawat darurat, asesmen harus
segera dilakukan dan kebijakan dapat menetapkan bahwa kelompok pasien tertentu
harus dinilai lebih cepat dari 24 jam.
Bila asesmen medis awal dilaksanakan di ruang praktek pribadi dokter
atau diluar rumah sakit sebelum dirawat di rumah sakit, maka hal ini harus terjadi
sebelum 30 hari. Apabila waktu 30 hari terlampaui maka riwayat kesehatan harus
diperbaharui dan pemeriksaan fisik diulangi. Untuk asesmen medis yang dilakukan

7
dalam waktu 30 hari sebelum dirawat inap, maka setiap perubahan penting dari
kondisi pasien harus dicatat sejak asesmen atau pada waktu admisi. Proses
memperbaharui dan atau pemeriksaan ulang ini dapat dilakukan seseorang yang
kompeten.
a. Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat
inap atau lebih dini/ cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah
sakit.
b. Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak
rawat inap atau lebih cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah
sakit.
c. Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap,
atau sebelum tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh
lebih dari 30 hari, atau riwayat medis telah diperbaharui dan
pemeriksaan fisik telah diulangi.
d. Untuk asesmen kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi pasien
yang signifikan, sejak asesmen dicatat dalam rekam medis pasien
pada saat masuk rawat inap.
Temuan pada asesmen didokumentasikan dalam rekam medis pasien dan
siap tersedia bagi para penanggungjawab asuhan pasien. Temuan pada asesmen
digunakan sepanjang proses pelayanan untuk mengevaluasi kemajuan pasien dan
untuk memahami kebutuhan untuk asesmen ulang. Oleh karena itu sangat perlu
bahwa asesmen medis, keperawatan dan asesmen lain yang berarti,
didokumentasikan dengan baik dan dapat dengan cepat dan mudah ditemukan
kembali dalam rekam medis atau dari lokasi lain yang ditentukan standar dan
digunakan oleh staf yang melayani pasien. Secara khusus, asesmen medis dan
keperawatan terdokumentasi dalam waktu 24 jam setelah penerimaan sebagai
pasien rawat inap. Hal ini tidak menghalangi penempatan tambahan hasil asesmen
yang lebih detail pada lokasi lain yang terpisah dalam rekam medis pasien,
sepanjang tetap mudah diakses bagi mereka yang melayani pasien.
a. Temuan pada asesmen dicatat dalam rekam medis pasien.

8
b. Mereka yang memberi pelayanan kepada pasien dapat menemukan
dan mencari kembali hasil asesmen di rekam medis pasien atau di
lokasi tertentu yang lain yang mudah diakses dan terstandar.
c. Asesmen medis dicatat dalam rekam medis pasien dalam waktu 24
jam setelah pasien di rawat inap.
d. Asesmen keperawatan dicatat dalam rekam medis pasien dalam waktu
24 jam setelah pasien dirawat inap.
Asesmen medis awal harus didokumentasikan sebelum tindakan anestesi
atau bedah. Hasil asesmen medis dan setiap pemeriksaan diagnostik dicatat dalam
rekam medis pasien sebelum tindakan anastesi atau bedah.
a. Kepada pasien yang direncanakan operasi, dilaksanakan asesmen
medis sebelum operasi.
b. Asesmen medis pasien bedah dicatat sebelum operasi.
Setiap pasien di skrining untuk status gizi dan kebutuhan fungsional serta
dikonsul untuk asesmen lebih lanjut dan pengobatan apabila dibutuhkan. Informasi
yang didapat pada asesmen awal medis dan atau keperawatan, melalui penerapan
kriteria skrining/penyaringan, dapat memberi indikasi bahwa pasien membutuhkan
asesmen lebih lanjut / lebih mendalam tentang status gizi atau status fungsional,
termasuk asesmen risiko jatuh. Asesmen lebih mendalam ini mungkin penting
untuk mengidentifikasi pasien yang membutuhkan intervensi nutrisional, dan
pasien yang membutuhkan pelayanan rehabilitasi medis atau pelayanan lain terkait
dengan kemampuan fungsi yang independen atau pada kondisi potensial yang
terbaik.
Cara yang paling efektif untuk mengidentifikasi pasien dengan kebutuhan
gizi atau fungsional adalah melalui kriteria skrining. Contoh, formulir asesmen
awal keperawatan dapat memuat kriteria ini. Pada setiap kasus kriteria skrining
dikembangkan oleh staf yang kompeten yang mampu melakukan asesmen lanjutan,
dan bila perlu, membuat persyaratan pengobatan pasien. Contoh, kriteria skrining
untuk risiko nutrisional dapat dikembangkan oleh perawat yang akan menerapkan
kriteria tersebut, ahli gizi yang akan menyediakan intervensi diet yang
direkomendasikan dan nutrisionis yang mampu mengintegrasikan kebutuhan
nutrisi dengan kebutuhan lain dari pasien.

9
a. Staf yang kompeten (qualified) mengembangkan kriteria untuk
mengidentifikasi pasien yang memerlukan asesmen nutrisional lebih
lanjut.
b. Pasien diskrining untuk risiko nutrisional sebagai bagian dari asesmen
awal.
c. Pasien dengan risiko masalah nutrisional menurut kriteria akan
mendapat asesmen gizi.
d. Staf yang kompeten mengembangkan kriteria untuk mengidentifikasi
pasien yang memerlukan asesmen fungsional lebih lanjut.
Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan
dilakukan asesmen apabila ada rasa nyeri. Pada saat asesmen awal dan asesmen
ulang, prosedur skrining dilakukan untuk mengidentifikasi pasien dengan rasa
sakit, pasien dapat diobati di rumah sakit atau dirujuk untuk pengobatan. Lingkup
pengobatan berdasarkan pelayanan yang tersedia di rumah sakit. Bila pasien diobati
di rumah sakit, dilaksanakan asesmen yang lebih komprehensif. Asesmen
disesuaikan dengan umur pasien dan mengukur intensitas dan kualitas rasa nyeri,
seperti karakter rasa nyeri, frekuensi, lokasi dan durasi. Asesmen ini dicatat
sedemikian rupa agar memfasilitasi /memudahkan asesmen ulang yang reguler dan
follow up sesuai kriteria yang dikembangkan oleh rumah sakit dan kebutuhan
pasien.
a. Pasien di skrining untuk rasa sakit.
b. Apabila diidentifikasi ada rasa sakit pada asesmen awal, pasien
dirujuk atau rumah sakit melakukan asesmen lebih mendalam, sesuai
dengan umur pasien, dan pengukuran intensitas dan kualitas nyeri
seperti karakter, kekerapan/frekuensi, lokasi dan lamanya.
c. Asesmen dicatat sedemikian sehingga memfasilitasi asesmen ulangan
yang teratur dan tindak lanjut sesuai kriteria yang dikembangkan oleh
rumah sakit dan kebutuhan pasien.
Rumah sakit melaksanakan asesmen awal individual untuk populasi
tertentu yang dilayani rumah sakit. Asesmen awal dari tipe-tipe pasien atau
populasi pasien tertentu memerlukan modifikasi proses asesmen. Modifikasi ini
didasarkan atas karakteristik yang unik atau menentukan setiap populasi pasien.

10
Setiap rumah sakit mengidentifikasi kelompok pasien khusus dan memodifikasi
proses asesmen untuk memenuhi kebutuhan khusus ini. Secara khusus, apabila
rumah sakit, melayani satu atau lebih pasien atau populasi dengan kebutuhan
khusus seperti daftar di bawah ini, maka rumah sakit melakukan asesmen
individual untuk :
-       Anak-anak
-       Dewasa Muda
-       Lanjut usia yang lemah
-       Sakit terminal
-       Pasien dengan rasa nyeri yang kronis dan intens
-       Wanita dalam proses melahirkan
-       Wanita dalam proses terminasi kehamilan
-       Pasien dengan kelainan emosional atau gangguan jiwa
-       Pasien diduga ketergantungan obat atau alkohol
-       Korban kekerasan atau terlantar
-       Pasien dengan infeksi atau penyakit menular
-       Pasien yang mendapatkan kemoterapi atau radiasi
-       Pasien yang daya imunnya direndahkan
Asesmen pasien yang diduga ketergantungan obat dan atau alkohol dan
asesmen pasien korban kekerasan dan yang terlantar, dipengaruhi oleh budaya dari
populasi dimana pasien berada. Asesmen disini tidak dimaksudkan untuk
penemuan kasus secara proaktif. Tetapi asesmen pasien tersebut merupakan
respons terhadap kebutuhan dan kondisi yang dapat diterima oleh budaya dan
diperlakukan konfidensial.
Proses asesmen dimodifikasi agar konsisten dengan undang-undang dan
peraturan dan standar profesi terkait dengan populasi dan situasi demikian dengan
melibatkan keluarga bila perlu.
a. Rumah Sakit menetapkan kriteria tertulis tentang asesmen tambahan,
khusus atau lebih mendalam perlu dilaksanakan.
b. Proses asesmen untuk populasi pasien dengan kebutuhan khususnya
dimodifikasi secara tepat sehingga mencerminkan kebutuhan pasien.

11
Kepada pasien yang akan meninggal dan keluarganya, dilakukan asesmen
dan asesmen ulang sesuai kebutuhan individual mereka. Asesmen dan asesmen
ulang perlu dilaksanakan secara individual untuk memenuhi kebutuhan pasien dan
keluarga apabila pasien mendekati kematian. Asesmen dan asesmen ulang, sesuai
kondisi pasien, harus mengevaluasi :
a. Gejala seperti mau muntah dari kesulitan pernapasan
b. Faktor-faktor yang meningkatkan dan membangkitkan gejala fisik
c. Manajemen gejala saat ini dan hasil respon pasien
d. Orientasi spritual pasien dan keluarga dan kalau perlu keterlibatan
kelompok agama
e. Urusan dan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga, seperti putus asa,
penderitaan, rasa bersalah atau pengampunan
f. Status psikososial pasien dan keluarga seperti hubungan keluarga,
lingkungan rumah yang memadai apabila diperlukan perawatan di
rumah, cara mengatasi dan reaksi pasien dan keluarga atas penyakit
pasien
g. Kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan (respite services)
bagi pasien, keluarga dan pemberi pelayanan lain
h. Kebutuhan akan alternatif atau tingkat pelayanan lain
i. Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan
potensi reaksi patologis atas kesedihan.
Asesmen awal termasuk penetapan kebutuhan untuk tambahan asesmen
khusus. Proses asesmen awal yang dapat mengidentifikasi kebutuhan akan asesmen
lain seperti untuk gigi, pendengaran, mata dan seterusnya. Rumah sakit merujuk
pasien untuk asesmen tersebut apabila pelayanan ini tersedia di rumah sakit atau
dilingkungannya.
a. Bila teridentifikasi kebutuhan tambahan asesmen khusus, pasien
dirujuk didalam atau diluar rumah sakit.
b. Asesmen khusus yang dilakukan didalam rumah sakit dilengkapi dan
dicatat dalam rekam medis pasien.
Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan
pasien (discharge). Kontinuitas pelayanan mempersyaratkan persiapan dan

12
pertimbangan khusus untuk beberapa pasien tertentu seperti rencana pemulangan
pasien. Rumah sakit mengembangkan mekanisme seperti daftar kriteria untuk
mengidentifikasi pasien, yang rencana pemulangannya kritis, antara lain karena
umur, kesulitan mobilitas /gerak, kebutuhan pelayanan medis dan keperawatan
berkelanjutan atau bantuan dalam aktivitas hidup sehari-hari. Karena perencanaan
proses pemulangan pasien dapat membutuhkan waktu agak lama, maka proses
asesmen dan perencanaan dapat dimulai segera setelah pasien diterima sebagai
pasien rawat inap.
a. Ada proses untuk identifikasi pasien yang rencana pemulangannya
kritis.
b. Rencana pemulangan bagi pasien seperti ini dimulai segera setelah
pasien diterima sebagai pasien rawat inap.
Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar
kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respons terhadap pengobatan dan untuk
merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan pasien. Asesmen ulang oleh
para praktisi pelayanan kesehatan adalah kunci untuk memahami apakah keputusan
pelayanan sudah tepat dan efektif. Pasien dilakukan asesmen ulang selama proses
pelayanan pada interval tertentu berdasarkan kebutuhan dan rencana pelayanan
atau sesuai kebijakan dan prosedur rumah sakit. Hasil asesmen ulang dicatat dalam
rekam medis pasien untuk informasi dan digunakan oleh semua staf yang memberi
pelayanan.
Asesmen ulang oleh dokter terintegrasi dalam proses asuhan pasien yang
sedang berlangsung. Dokter melakukan asesmen pasien gawat darurat setiap hari,
termasuk akhir minggu, dan bila sudah ada perubahan yang signifikan pada kondisi
pasien.
Asesmen ulang dilaksanakan dan hasilnya dicatat dalam rekam medis
pasien :
-       Pada interval yang reguler selama pelayanan (contoh, secara periodik
perawat mencatat tanda-tanda vital sesuai kebutuhan berdasarkan kondisi
pasien).
-       Setiap hari oleh dokter pada pasien akut atau lebih jarang sesuai
kebijakan rumah sakit.

13
-       Sebagai respons terhadap perubahan kondisi pasien yang signifikan.
-       Bila diagnosis pasien telah berubah dan kebutuhan asuhan memerlukan
perubahan rencana.
-       Untuk menetapkan apakah obat-obatan dan pengobatan lain telah
berhasil dan pasien dapat dipindahkan atau dipulangkan.
Asesmen ulang harus diulang sesuai dengan kebutuhan pasien dan
terintegritas. Adapun kegiatan asesmen ulang :
a. Pasien dilakukan asesmen ulang untuk menentukan respons mereka
terhadap pengobatan.
b. Pasien dilakukan asesmen ulang untuk perencanaan pengobatan
lanjutan atau pemulangan pasien.
c. Pasien dilakukan asesmen ulang dalam interval sesuai dengan kondisi
pasien dan bilaman terjadi perubahan yang signifikan pada kondisi
mereka, rencana asuhan, kebutuhan individual atau sesuai kebijakan
dan prosedur rumah sakit.
d. Dokter melakukan asesmen ulang sekurang-kurangnya setiap hari,
termasuk akhir minggu, selama fase akut dari perawatan dan
pengobatannya.
e. Untuk pasien nonakut, kebijakan rumah sakit menetapkan keadaan,
dan tipe pasien atau populasi pasien, dimana asesmen oleh dokter bisa
kurang dari sekali sehari dan menetapkan interval minimum untuk
jadwal asesmen ulang bagi kasus seperti ini.
f. Asesmen ulang didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
Staf yang kompeten yang melaksanakan asesmen dan asesmen ulang.
Asesmen dan asesmen ulang pasien adalah proses yang penting yang
membutuhkan pendidikan khusus, pelatihan, pengetahuan dan ketrampilan. Jadi,
untuk setiap jenis asesmen, ditetapkan individu yang kompeten untuk
melaksanakan asesmen dan tanggung jawabnya dibuat tertulis. Secara khusus,
mereka yang kompeten untuk melakukan asesmen gawat darurat atau dan asesmen
terhadap kebutuhan pelayanan keperawatan harus diidentifikasi dengan jelas.
Asesmen dilaksanakan oleh setiap disiplin dalam lingkup prakteknya, perizinan,
undang-undang dan peraturan yang berlaku atau sertifikasi.

14
a. Petugas yang kompeten yang melakukan asesmen pasien dan asesmen
ulang ditetapkan oleh rumah sakit.
b. Hanya mereka yang diizinkan dengan lisensi, sesuai undang-undang
dan peraturan yang berlaku, atau sertifikasi, yang dapat melakukan
asesmen.
c. Asesmen gawat darurat dilaksanakan oleh petugas yang kompeten.
d. Asesmen keperawatan dilaksanakan oleh mereka yang kompeten.
e. Mereka yang kompeten melaksanakan asesmen dan asesmen ulang
terhadap pasien, dan tanggung jawabnya ditetapkan secara tertulis.
Staf medis, keperawatan dan staf lain yang bertanggungjawab atas
pelayanan pasien, bekerjasama dalam menganalisis dan mengintegrasikan asesmen
pasien. Dalam melaksanakan pelayanan kebutuhan pelayanan yang paling urgen
atau paling penting diidentifikasi. Pasien mungkin menjalani banyak jenis asesmen
diluar dan didalam rumah sakit oleh berbagai unit kerja dan berbagai pelayanan.
Akibatnya, terdapat berbagai informasi, hasil tes dan data lain di rekam medis
pasien. Manfaatnya akan besar bagi pasien, apabila staf yang bertanggung jawab
atas pasien bekerja sama menganalisis temuan pada asesmen dan
mengkombinasikan informasi dalam suatu gambaran komprehensif dari kondisi
pasien. Dari kerja sama ini, kebutuhan pasien di identifikasi, ditetapkan urutan
kepentingannya dan dibuat keputusan pelayanan. Integrasi dari temuan ini akan
memfasilitasi koordinasi pemberian pelayanan.
Proses kerja sama adalah sederhana dan informal bila kebutuhan pasien
tidak kompleks. Pada pasien dengan kebutuhan yang kompleks kebutuhannya yang
tidak jelas, mungkin diperlukan pertemuan formal tim pengobatan, rapat kasus dan
ronde pasien. Pasien, keluarga dan orang lain yang membuat keputusan atas nama
pasien dapat di ikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan, bila perlu.
a. Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.
b. Mereka yang bertanggungjawab atas pelayanan pasien diikutsertakan
dalam proses.
c. Kebutuhan pasien disusun skala prioritasnya berdasarkan hasil
asesmen.

15
d. Pasien dan keluarga diberi informasi tentang hasil dari proses asesmen
dan setiap diagnosis yang telah ditetapkan apabila diperlukan.
e. Pasien dan keluarganya diberi informasi tentang rencana pelayanan
dan pengobatan dan diikutsertakan dalam keputusan tentang prioritas
kebutuhan yang perlu dipenuhi.

16
BAB III
TATA LAKSANA

1. Asesmen Tempat Kejadian


a) Amankan area
b) Gunakan alat pelindung diri
c) Kenali bahaya dan hindari cedera lebih lanjut
d) Panggil bantuan (ambulans, polisi, pemadam kebakaran)
e) Observasi posisi pasien
f) Identifikasi mekanisme cedera
g) Pertimbangkan stabilisasi leher dan tulang belakang
h) Rencanakan strategi untuk melindungi barang bukti dari tempat
kejadian.

2. Asesmen Awal
a) Keadaan umum:
i. identifikasi keluhan utama/mekanisme cedera
ii. tentukan status kesadaran (dengan Glasgow Coma Scale-GCS)
dan orientasi
iii. temukan dan atasi kondisi yang mengancam nyawa
b) Jalan napas:
i. pastikan patensi jalan napas (head tilt dan chin-lift pada pasien
kasus medik, dan jaw thrust pada pasien trauma).
ii. fiksasi leher dan tulang belakang pada pasien dengan risiko
cedera spinal
iii. identifikasi adanya tanda sumbatan jalan napas (muntah,
perdarahan, gigi patah/hilang, trauma wajah)
iv. gunakan oropharyngeal airway (OPA) / nasopharyngeal
airway (NPA) jika perlu.

c) Pernapasan:

17
i. lihat (look), dengar (listen), rasakan (feel); nilai ventilasi dan
oksigenasi
ii. buka baju dan observasi pergerakan dinding dada; nilai
kecepatan dan kedalaman napas
iii. nilai ulang status kesadaran
iv. berikan intervensi jika ventilasi dan atau oksigenasi tidak
adekuat (pernapasan < 12x/menit), berupa: oksigen tambahan,
kantung pernapasan (bag-valve mask), intubasi setelah
ventilasi inisial (jika perlu). Jangan menunda defibrilasi (jika
diperlukan).
v. Identifikasi dan atasi masalah pernapasan lainnya yang
mengancam nyawa

d) Sirkulasi:
i. Nilai nadi dan mulai Resusitasi Jantung-Paru (RJP) jika
diperlukan
1. Jika pasien tidak sadar, nilai arteri karotis
2. Jika pasien sadar, nilai arteri radialis dan bandingkan
dengan arteri karotis
3. Untuk pasien usia ≤ 1 tahun, nilai arteri brakialis
ii. Atasi perdarahan yang mengancam nyawa dengan memberi
tekanan langsung (direct pressure)dengan kassa bersih.
iii. Palpasi arteri radialis: nilai kualitas (lemah/kuat), kecepatan
denyut (lambat, normal, cepat), teratur atau tidak.
iv. Identifikasi tanda hipoperfusi / hipoksia (capillary refill, warna
kulit, nilai ulang status kesadaran). Atasi hipoperfusi yang
terjadi.
e) Identifikasi prioritas pasien: kritis, tidak stabil, berpotensi tidak
stabil, stabil.
i. Pada pasien trauma yang mempunyai mekanisme cedera
signifikan, lakukan asesmen segera-kasus trauma dan
imobilisasi spinal.

18
ii. Pada pasien medis yang tidak sadar, lakukan asesmen segera-
kasus medis

3. Asesmen Segera Dan Terfokus


a) Asesmen segera: dilakukanpada pasien yang mengalami mekanisme
cedera signifikan atau pasien medis yang tidak sadar di tempat
kejadian sambil mempersiapkan transfer pasien.
i. Kasus Medis – Tidak Sadar
1. Pertahankan patensi jalan napas
2. Periksa kepala, leher, dada, abdomen, pelvis, anggota
gerak, dan tubuh bagian belakang
3. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan,
suhu, warna
4. Nilai SAMPLE:
a. S = sign& symptoms - tanda dan gejala,
keluhan utama
b. A = alergi
c. M = medikasi / obat-obatan
d. P = penelusuran riwayat penyakit terkait
e. L = last oral intake / menstrual period –
asupan makanan terkini / periode mestruasi
terakhir
f. E = etiologi penyakit
5. Inisiasi intervensi yang sesuai
6. Transfer sesegera mungkin
7. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
8. Lakukan asesmen berkelanjutan

ii. Trauma
1. Dilakukan pada pasien, baik sadar maupun tidak sadar,
yang mengalami mekanisme cedera signifikan untuk
mengidentifikasi cedera yang mengancam nyawa.

19
2. Imobilisasi spinal dengan collar-neck
3. Nilai status kesadaran dengan GCS
4. Periksakepala, leher, dada, abdomen, pelvis, anggota
gerak, dan punggung belakang; menggunakan DCAP-
BTLS:
a. D = deformitas
b. C = contusions – kontusio / krepitasi
c. A = abrasi
d. P = penetrasi / gerakan paradoks
e. B = burns – luka bakar
f. T = tenderness – nyeri
g. L = laserasi
h. S = swelling – bengkak
5. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan,
suhu, warna.
6. Nilai SAMPLE
7. Inisiasi intervensi yang sesuai
8. Transfer sesegera mungkin
9. Lakukan asesmen berkelanjutan

b) Asesmen terfokus: dilakukan pada pasien medis yang sadar atau


pasien yang tidak mengalami mekanisme cedera signifikan, dengan
fokus pada keluhan utama pasien dan pemeriksaan fisik terkait.
i. Kasus Medis
1. Asesmen berfokus pada keluhan utama
2. telusuri riwayat penyakit sekarang (onset, pemicu,
kualitas, penjalaran nyeri, derajat keparahan, durasi)
3. nilai SAMPLE
4. nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu,
warna.
5. Inisiasi intervensi yang sesuai
6. Transfer sesegera mungkin

20
7. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
8. Lakukan asesmen berkelanjutan
ii. Trauma
1. Pemeriksaan berfokus pada area/ bagian tubuh yang
mengalami cedera dengan menggunakan DCAP-
BTLS
2. nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu,
warna.
3. nilai SAMPLE
4. Inisiasi intervensi yang sesuai
5. Transfer sesegera mungkin
6. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
7. Lakukan asesmen berkelanjutan

4. Asesmen Secara Mendetail


Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh dan sistematis untuk
mengidentifikasi masalah yang tidak mengancam nyawa pada pasien tetapi
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
a) Nilai tanda vital
b) Kepala dan wajah:
i. Inspeksi: deformitas, asimetris, perdarahan
ii. Palpasi: deformitas, nyeri, krepitasi
iii. Nilai ulang potensi sumbatan jalan napas: gigi palsu,
perdarahan, gigi patah, muntah, tidak adanya refleks batuk
iv. Mata: isokoritas danrefleks cahayapupil, benda asing, lensa
kontak
v. Hidung: deformitas, perdarahan, sekret
vi. Telinga: perdarahan, sekret, hematoma di belakang telinga
(Battle’s sign)
c) Leher:
i. Nilai ulang deformitas dan nyeri, jika pasien tidak
diimobilisasi

21
ii. Inspeksi adanya luka, distensi vena jugularis, penggunaan otot
bantu napas, perubahan suara.
iii. Palpasi adanya krepitasi, pergeseran posisi trakea
d) Dada:
i. Inspeksi adanya luka, pergerakan dinding dada, penggunaaan
otot bantu napas
ii. Palpasi adanya nyeri, luka, fraktur, krepitasi, ekspansi paru
iii. Perintahkan pasien untuk menarik napas dalam; inspeksi
adanya nyeri, kesimetrisan, keluarnya udara dari luka.
iv. Auskultasi: ronki, mengi (wheezing), penurunan suara napas
pokok.
e) Abdomen:
i. Inspeksi: luka, hematoma, distensi
ii. Palpasi semua kuadran: nyeri, defans muskular
f) Pelvis dan genitourinarius:
i. Palpasi dan tekan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS)
secara bersamaan untuk menilai adanya nyeri, instabilitas, atau
krepitasi
ii. Inspeksi dan palpasi: inkontinensia, priapismus, darah di
meatus uretra
iii. Palpasi denyut arteri femoralis
g) Anggota gerak:
i. Inspeksi: angulasi, penonjolan tulang abnormal (protrusion),
simetris
ii. Palpasi: nyeri, krepitasi
iii. Nilai nadi distal: intensitas (kuat/lemah), teratur, kecepatan
(lambat, normal, cepat)
iv. Nilai sensasi (saraf sensorik)
v. Nilai adanya kelemahan / parese (jika tidak ada kecurigaan
fraktur): perintahkan pasien untuk meremas tangan pemeriksa
vi. Nilai pergerakan anggota gerak (jika tidak ada kecurigaan
fraktur)

22
h) Punggung:
i. Imobilisasi jika ada kecurigaan cedera tulang belakang.
ii. Palpasi: luka, fraktur, nyeri
iii. Nilai ulang fungsi motorik dan sensorik pasien

5. Asesmen Berkelanjutan
a) Dilakukan pada semua pasien saat transfer ke rumah sakit
b) Tujuan:
i. menilai adanya perubahan pada kondisi pasien yang mungkin
membutuhkan intervensi tambahan
ii. mengevaluasi efektifitas intervensi sebelumnya
iii. menilai ulang temuan klinis sebelumnya
c) Pada pasien stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 15 menit
d) Pada pasien tidak stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 5 menit
i. Nilai ulang status kesadaran
ii. Pertahankan patensi jalan napas
iii. Pantau kecepatan dan kualitas pernapasan
iv. Nilai ulang kecepatan dan kualitas denyut nadi
v. Pantau warna dan suhu kulit
vi. Nilai ulang dan catat tanda vital
e) Ulangi asesmen terfokus sesuai dengan keluhan pasien
f) Periksa intervensi:
i. Pastikan pemberian oksigen adekuat
ii. Manajemen perdarahan
iii. Pastikan intervensi lainnya adekuat

6. Asesmen Pediatrik
 Penting untuk melakukan pemeriksaan sistematis karena anak sering tidak
dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal.
 Amati adanya pergerakan spontan pasien terhadap area tertentu yang
dilindungi.
 Tahapan asesmen berupa:

23
a) keadaan umum:
i. tingkat kesadaran, kontak mata, perhatian terhadap lingkungan
sekitar
ii. tonus otot: normal, meningkat, menurun / flaksid
iii. respons kepada orang tua / pengasuh: gelisah, menyenangkan
b) kepala:
i. tanda trauma
ii. ubun-ubun besar (jika masih terbuka): cekung atau menonjol
c) wajah:
i. pupil: ukuran, kesimetrisan, refleks cahaya
ii. hidrasi: air mata, kelembaban mukosa mulut
d) leher: kaku kuduk

e) dada:
i. stridor, retraksi sela iga, peningkatan usaha napas
ii. auskultasi: suara napas meningkat/menurun, simetris kiri dan
kanan, ronki, mengi (wheezing); bunyi jantung: regular,
kecepatan, murmur
f) abdomen: distensi, kaku, nyeri, hematoma
g) anggota gerak:
i. nadi brakialis
ii. tanda trauma
iii. tonus otot, pergerakan simetris
iv. suhu dan warna kulit, capillary refill
v. nyeri, gerakan terbatas akibat nyeri
h) pemeriksaan neurologis

7. Asesmen Neurologis
 Dilakukan pada pasien dengan cedera kepala atau gangguan neurologis.
 Pemeriksaaan status neurologi awal digunakan sebagai dasar untuk memantau
kondisi pasien selanjutnya
 Tahapan asesmen berupa:

24
a) Tanda vital: nilai keadekuatan ventilasi (kedalaman, kecepatan,
keteraturan, usaha napas)
b) Mata: ukuran dan refleks cahaya pupil
c) Pergerakan: apakah keempat ekstremitas bergerak simetris
d) Sensasi: nilai adanya sensasi abnormal (curiga cedera spinal)
e) Status kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS): secara
akurat menggambarkan fungsi serebri.
i. Pada anak kecil, GCS sulit dilakukan. Anak yang
kesadarannya baik dapat memfokuskan pandangan mata dan
mengikuti gerakan tangan pemeriksa, merespons terhadap
stimulus yang diberikan, memiliki tonus otot normal dan
tangisan normal.

Glasgow Coma Scale Dewasa


Mata Terbuka spontan 4
Terbuka saat dipanggil/diperintahkan 3
Terbuka terhadap rangsang nyeri 2
Tidak merespons 1
Verbal Orientasi baik 5
Disorientasi / bingung 4
Jawaban tidak sesuai 3
Suara yang tidak dapat dimengerti (erangan, teriakan) 2
Tidak merespons 1
Pergerakan Mengikuti perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik diri (withdraw) dari rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal anggota gerak terhadap rangsang 3
nyeri
Ekstensi abnormal anggota gerak terhadap rangsang 2
nyeri
Tidak merespons 1

25
Total skor: mata + verbal + pergerakan = 3-15
 Skor 13 – 15 = ringan
 Skor 9 – 12 = sedang
 Skor 3 – 9 = berat

Glasgow Coma Scale Anak

> usia 2 tahun < usia 2 tahun skor


Mata Terbuka spontan Terbuka spontan 4
Terbuka terhadap suara Terbuka saat dipanggil 3
Terbuka terhadap rangsang nyeri Terbuka terhadap rangsang nyeri 2
Tidak merespons Tidak merespons 1
Verbal Orientasi baik Berceloteh 5
Disorientasi / bingung Menangis, gelisah 4
Jawaban tidak sesuai Menangis terhadap rangsang 3
nyeri
Suara yang tidak dapat dimengerti Merintih, mengerang 2
(erangan, teriakan)
Tidak merespons Tidak merespons 1
Pergerak Mengikuti perintah Pergerakan normal 6
an Melokalisasi nyeri Menarik diri (withdraw) 5
terhadap sentuhan
Menarik diri (withdraw) dari Menarik diri (withdraw) dari 4
rangsang nyeri rangsang nyeri
Fleksi abnormal anggota gerak Fleksi abnormal anggota gerak 3
terhadap rangsang nyeri terhadap rangsang nyeri
Ekstensi abnormal anggota gerak Ekstensi abnormal anggota gerak 2
terhadap rangsang nyeri terhadap rangsang nyeri
Tidak merespons Tidak merespons 1

Total skor: mata + verbal + pergerakan = 3-15


 Skor 13 – 15 = ringan
 Skor 9 – 12 = sedang
 Skor 3 – 9 = berat

26
8. Asesmen Status Nutrisi
 Status nutrisi dinilai dengan menggunakan kriteria Malnutrition Universal
Screening Tool (MUST), yang betujuan untuk mengidentifikasi dan
menatalaksana pasien dewasa yang mengalami gizi buruk, kurang gizi, atau
obesitas.
 Kelima langkah MUST adalah sebagai berikut:
a) Langkah 1: hitung Indeks Massa Tubuh (IMT) pasien dengan
menggunakan kurva di bawah ini dan berikanlah skor.

27
Pengukuran alternatif:
i. Jika tinggi badan tidak dapat diukur, gunakan pengukuran
panjang lengan bawah (ulna) untuk memperkirakan tinggi
badan dengan menggunakan tabel di bawah ini.

ii. Untuk memperkirakan IMT, dapat menggunakan pengukuran


lingkar lengan atas (LLA).

Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90o
terhadap siku, dengan lengan atas paralel di sisi tubuh.
Ukur jarak antara tonjolan tulang bahu (akromion)
dengan siku (olekranon). Tandai titik tengahnya.

Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan
atasnya, ukur lingkar lengan atas di titik tengah,
pastikan pita pengukur tidak terlalu menempel terlalu
ketat

28

LLA < 23,5 cm = perkiraan IMT < 20 kg/m2

LLA > 32 cm = perkiraan IMT > 30 kg/m2

29
b) Langkah 2: nilai persentase kehilangan berat badan yang tak
direncanakan menggunakan tabel di bawah ini, dan berikanlah skor.

30
c) Langkah 3:nilai adanya efek/pengaruh akut dari penyakit yang
diderita pasien, dan berikan skor (rentang antara 0-2). Sebagai contoh,
jika pasien sedang mengalami penyakit akut dan sangat sedikit / tidak
terdapat asupan makanan > 5 hari, diberikan skor 2.
d) Langkah 4:tambahkan skor yang diperoleh dari langkah 1, 2, dan 3
untuk menilai adanya risiko malnutrisi.
i. Skor 0 = risiko rendah
ii. Skor 1 = risiko sedang
iii. Skor ≥ 2 = risiko tinggi
e) Langkah 5: gunakan panduan tatalaksana untuk merencanakan
strategi keperawatan berikut ini.
i. Risiko rendah
 Perawatan rutin: ulangi skrining pada pasien di rumah
sakit (tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap
bulan), masyarakat umum dengan usia > 75 tahun (tiap
tahun).
ii. Risiko sedang
 Observasi:
o Catat asupan makanan selama 3 hari
o Jika asupan adekuat, ulangi skrining: pasien di
rumah sakit (tiap minggu), pada pasien rawat
jalan (tiap bulan), masyarakat umum (tiap 2-3
bulan).
o Jika tidak adekuat, rencanakan strategi untuk
perbaikan dan peningkatan asupan nutrisi,
pantau dan kaji ulang program pemberian
nutrisi secara teratur.
iii. Risiko tinggi
 Tatalaksana:
o Rujuk ke ahli gizi
o Perbaiki dan tingkatkan asupan nutrisi

31
o Pantau dan kaji ulang program pemberian
nutrisi: pada pasien di rumah sakit (tiap
minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan),
masyarakat umum (tiap bulan).
 Untuk semua kategori:
a) Atasi penyakit yang mendasari dan berikan saran dalam pemilihan
jenis makanan
b) Catat kategori risiko malnutrisi
c) Catat kebutuhan akan diet khusus dan ikuti kebijakan setempat.

9. ASESMEN RISIKO JATUH


 Faktor predisposisi untuk risiko jatuh:
Intrinsik (berhubungan dengan Ekstrinsik (berhubungan
kondisi pasien) dengan lingkungan)
Dapat diperkirakan  Riwayat jatuh sebelumnya  Lantai basah/silau, ruang
 Inkontinensia berantakan, pencahayaan
 Gangguan kognitif/psikologis kurang, kabel
 Gangguan longgar/lepas
keseimbangan/mobilitas  Alas kaki tidak pas
 Usia > 65 tahun  Dudukan toilet yang
 Osteoporosis rendah
 Status kesehatan yang buruk  Kursi atau tempat tidur
beroda
 Rawat inap
berkepanjangan
 Peralatan yang tidak aman
 Peralatan rusak
 Tempat tidur ditinggalkan
dalam posisi tinggi

Tidak dapat  Kejang  Reaksi individu terhadap


diperkirakan  Aritmia jantung obat-obatan
 Stroke atau Serangan Iskemik
Sementara (Transient
Ischaemic Attack-TIA)
 Pingsan
 ‘Serangan jatuh’ (Drop
Attack)

32
 Etiologi jatuh:
a) Ketidaksengajaaan: 31%
b) Gangguan gaya berjalan / keseimbangan: 17%
c) Vertigo: 13%
d) Serangan jatuh (drop attack): 10%
e) Gangguan kognitif: 4%
f) Hipotensi postural: 3%
g) Gangguan visus: 3%
h) Tidak diketahui: 18%
 Asesmen risiko jatuh menggunakan
a. Humpty Dumpty Untuk pasien anak-anak,
b. Morse Fall Scale (Skala Jatuh Morse) untuk pasien dewasa
c. Sydney ontorio scoring untuk pasien geriatri (usia diatas 65 tahun).
(Contoh asesmen terlampir)
Contoh Morse Fall Scale:
skor
faktor risiko skala poin
pasien
riwayat jatuh ya 25  
tidak 0  
diagnosis sekunder (≥ 2 diagno- ya 15  
sis medis) tidak 0  
alat bantu Berpegangan pada perabot 30  
tongkat/alat penopang 15  
tidak ada/kursi roda/perawat/tirah baring 0  
terpasang infuse ya 20  
tidak 0  
gaya berjalan terganggu 20  
lemah 10  
normal/tirah baring/imobilisasi 0  
status mental sering lupa akan keterbatasan yang dim-
15  
iliki
sadar akan kemampuan diri sendiri 0  
    Total  

Kategori:
Tidak beresiko = 0-24
Risiko rendah = 25 – 50
Risiko tinggi = > 51

33
 Setiap pasien akan dinilai ulang , saat transfer ke unit lain, saat terdapat
perubahan kondisi pasien, saat pasien mendapat therapy baru yang
mengakibatkan resiko jatuh (Post mendapat anestesi, dll)
 Untuk mengubah kategori dari risiko tinggi ke risiko rendah, diperlukan skor <
25 dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut. Dan dilakukan setiap 24 jam
sekali.
 Pencegahan risiko jatuh:
a) Tindakan pencegahan umum(untuk semua kategori):
i. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
ii. Posisi tempat tidur rendah, roda terkunci, kedua sisi pegangan
tempat tidur tepasang dengan baik
iii. Ruangan rapi
iv. Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon
genggam, tombol panggilan, air minum, kacamata)
v. Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan
pasien)
vi. Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
vii. Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar
(pastikan bersih dan berfungsi)
viii. Pantau efek obat-obatan
ix. Sediakan dukungan emosional dan psikologis
x. Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan
keuarga

b) Kategori risiko tinggi: lakukan tindakan pencegahan umum dan hal-


hal berikut ini.
i. Beri tulisan di depan kamar pasien ‘Pencegahan Jatuh’
ii. Beri penanda berupa gelang berwarna kuning yang dipakaikan
di pergelangan tangan pasien
iii. Sandal anti-licin
iv. Tawarkan bantuan ke kamar mandi / penggunaan pispot
v. Kunjungi dan amati pasien setiap 2 jam oleh petugas medis

34
vi. Nilai kebutuhan akan:
 Fisioterapi dan terapi okupasi
 Alarm tempat tidur
 Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat
(nurse station)

10. Asesmen Nyeri


a) Perawat atau dokter melakukan asesmen awal mengenai nyeri terhadap semua
pasien yang datang ke bagian IGD, poliklinik, ataupun pasien rawat inap.
b) Asesmen nyeri dilakukan baik pada pasien dewasa maupun anak, dengan
menggunakan :
1. CRIES Scale untuk pasien berusia 0 – 6 bulan
2. FLACC ( Face,Leg,Activity,Cry,Consolability ) Scale untuk pasien berusia
> 7 bulan s/d anak berusia < 7 tahun
3. Wong Baker Faces Scales untuk pasien berusia lebih dari 7 tahun dan
pasien dewasa
4. Functional Scale untuk pasien geriatri (Usia diatas 65 tahun)
5. Visual Analog Scale( VAS) untuk pasien-pasien post operasi di Ruang
Pulih sadar / Recovery Room (RR)
c) Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri kepada pasien
d) Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:
a) lokasi nyeri
b) kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran
c) onset, durasi, dan faktor pemicu
d) riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya
e) efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari
f) obat-obatan yang dikonsumsi pasien
 Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang,
asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon
berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.

35
 Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa
jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
a) Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien
b) Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah
tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/ bangun),
pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien,
dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
c) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen
ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena
d) Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam
setelah pemberian obat nyeri.
 Tatalaksana nyeri:
a) Berikan analgesik sesuai dengan anjuran dokter
b) Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana nyeri
kepada pasien yang sadar / bangun
c) Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri ≥ 4. Asesmen
dilakukan tiap 1 jam setelah tatalaksana nyeri sampai intensitas nyeri ≤
3.
d) Sebisa mungkin, berikan analgesik melalui jalur yang paling tidak
menimbulkan nyeri
e) Nilai ulang efektifitas pengobatan.
f) Tatalaksana non-farmakologi:
i. Berikan heat / cold pack
ii. Lakan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien
iii. Latihan relaksasi, seperti tarik napas dalam, bernapas dengan
irama / pola teratur, dan atau meditasi pernapasan yang
menenangkan
iv. Distraksi / pengalih perhatian
 Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai:
a) Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri
b) Menenangkan ketakutan pasien

36
c) Tatalaksana nyeri
d) Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika merasa nyeri
sebelum rasa nyeri tersebut bertambah parah

11. Asesmen Keperawatan


a. Merupakan asesmen yang mendasar dan penting dalam langkah perawatan
pasien.
b. Perawat memeriksa pasien dari kepala hingga kaki dan membuat asesmen
awal.
c. Asesmen awal merupakan pegangan bagi perawat lain dalam memantau
perkembangan pasien, menyorot masalah-masalah yang dimiliki pasien dan
merencanakan strategi keperawatan.
d. Contoh formulir rekam medik saat pasien masuk rumah sakit terdapat di
lampiran.

37
BAB IV
DOKUMENTASI

Semua Kegiatan asesmen pasien di RSI Arofah Kabupaten Mojokerto


didokumentasikan dalam data rekam medis yang tersimpan di Instalasi Rekam
Medis Pelayanan. Data-data informasi pasien tentang riwayat penyakit. Adapun
kategori asesmen pasien tentang :
a. Asesmen Tempat Kejadian
b. Asesmen Awal
c. Asesmen Segera dan Terfokus
d. Asesmen Secara Mendetail
e. Asesmen Berkelanjutan
f. Asesmen Pediatrik
g. Asesmen kebidanan
h. Asesmen Neurologis
i. Asesmen Status Nutrisi
j. Asesmen Resiko Jatuh
k. Asesmen Nyeri
l. Asesmen Keperawatan.

DIREKTUR RSI AROFAH


KABUPATEN MOJOKERTO

dr. Soekiran

38

Anda mungkin juga menyukai