Nomor : 248/RSIA/DIR/IV/2018
BAB I
PENDAHULUAN
1
I.2 DEFINISI
Jatuh adalah suatu peristiwa dimana seseorang mengalami jatuh, dengan atau tanpa
disaksikan orang lain, tidak disengaja/ tidak direncanakan, dengan arah jatuh ke lantai/tempat yang
lebih rendah, dengan atau tanpa mencederai dirinya, dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.
4) Gaya berjalan
Perubahan gaya berjalan terjadi seiring dengan meningkatnya usia. Kendati perubahan
tersebut tidak telalu menonjol untuk dianggap patologis, kondisi perubahan gaya berjalan
tersebut dapat meningkatkan kejadian jatuh. Terutama pada orang dengan usia lanjut,
mereka tidak dapat mengangkat atau menarik kakinya cukup tinggi sehingga cenderung
mudah terantuk (trip). Orang usia lanjut laki-laki cenderung memiliki gaya berjalan
dengan kedua kaki melebar dan langkah pendek-pendek (wide-based, short stepped gaits),
sedangkan perempuan usia lanjut sering kali berjalan dengan kedua kaki yang menyempit
(narrow based) dan gaya bergoyang-goyang (waddling gait).
5) Refleks postural karena proses penuaan.
2
Strategi postural yang sering digunakan pada usia lanjut adalah strategi panggul, oleh
karena penggunaan strategi pergelangan kaki membutuhkan informasi somatosensorik
yang adekuat semetara pada usia lanjut mungkin terdapat kelemahan sendi atau sulit
melakukan rotasi pada pergelangan kaki, hilangnya sensasi somatosensorik perifer, dan
kelemahan otot distal. Walaupun demikian, penggunaan strategi panggul membutuhkan
informasi verstibuler yang adekuat dan gerakan pada panggul akan meningkatkan gaya
horisontal antara pijakan dan telapak kaki sehingga risiko untuk terpeleset dan jatuh
menjadi lebih besar. Jika respon ayunan postural tidak dapat mempertahankan
keseimnbangan saat ada gangguan dan diperlukam strategi melangkah, usia lanjut
cenderung melakukan beberapa langkah untuk mengembalikan keseimbangan
Sinkop, drop attacks, dan dizziness sering disebut merupakan penyebab jatuh pada
orang usia lanjut. Beberapa penyebab sinkop pada orang usia lanjut yang perlu dikenali
antara lain respons vasovagal, gangguan kardiovaskular (bradi dan takiaritmia, stenosis
aorta), gangguan neurologis akut (Transient Ischemic Attack, strok, atau kejang), emboli
paru, dan gangguan metabolik.
Drop attacks merupakan kelemahan tungkai bawah mendadak yang menyebabkan
jatuh tanpa kehilangan kasadaran. Kondisi tersebut seringkali dikaitkan dengan
insufisiensi vertebrobasiler yang dipicu oleh perubahan posisi kepala.
Dizziness atau rasa tidak stabil merupakan keluhan yang sering diutarakan oleh orang
usia lanjut yang mengalami jatuh. Pasien yang mengeluh rasa ringan di kepala harus
dievaluasi secermat mungkin akan adanya hipotensi postural atau deplesi volume
intravaskular. Di sisi lain, vertigo merupakan gejala yang lebih spesifik walaupun
merupakan pemicu jatuh yang lebih jarang. Kondisi ini dikaitkan dengan kelainan pada
telinga bagian dalam seperti labirinitis, sindrom Meniere, dan Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV). Isemia dan infark vertebrobasiler, serta infark serebelum juga
dapat menyebabkan vertigo.
Kebanyakan pasien dengan gejala dizziness dan unsteadiness merasa cemas, depresi,
sangat takut jatuh, sehingga evaluasi gejala mereka menjadi sulit. Beberapa pasien,
terutama pada mereka dengan gejala ke arah vertigo, memerlukan pemeriksaan otologi,
termasuk uji auditori, yang dapat membedakan lebih jelas antara gejala akibat gangguan
telinga dalam atau adanya keterlibatan sistem saraf pusat.
Sekitar 10-20% orang usia lanjut mengalami hipotensi ortostatik yang sebagian besar
tidak bergejala. Namun demikian, beberapa kondisi dapat menyebabkan hipotensi
3
ortostatik yang berat sehingga memicu timbulnya jatuh. Kondisi-kondisi tersebut antara
lain curah jantung rendah akibat gagal jantung atau hipovolemia, disfungsi otonom
(sebagai akibat Diabetes Mellitus), gangguan aliran balik vena (insufisiensi vena), tirah
baring lama dengan deconditioning otot dan refleks, serta beberapa obat. Hubungan
hipotensi ortostatik dengan hipertensi perlu dipahami sehingga tatalaksana hipertensi yang
baik amat diperlukan untuk mencegah timbulnya hipotensi ortostatik tersebut.
Berbagai penyakit, terutama penyakit kardiovaskular dan neurologis, dapat berkaitan
dengan jatuh. Sinkop dapat merupakan gejala stenosis aorta dan merupakan indikasi
perlunya evaluasi pasien akan adanya stenosis aorta yang memerlukan penggantian katup.
Beberapa pasien memiliki baroreseptor karotis yang sensitif dan rentan mengalami sinkop
karena refleks tonus vagal yang meningkat akibat batuk, mengedan, atau berkemih
sehingga terjadi bradikardia atau hipotensi.
Strok akut dapat menyebabkan jatuh atau memberikan gejala jatuh. Transient Ischemic
Attack (TIA) sirkulasi anterior dapat menyebabkan kelemahan unilateral dan memicu
jatuh. TIA sirkulasi posterior (vertebrobasiler) mungkin juga dapt mengakibatkan vertigo,
namun perlu disertai dengan satu atau lebih lapangan pandang. Insufisiensi vertebrobasiler
seringkali disebut sebagai penyebab drop attacks; kompresi mekanik arteri vertebralis oleh
osteofit spina vertebra servikal manakala kepala diputar disebutkan pula sebagai penyebab
ketidakstabilan dan jatuh.
Penyakit lain pada otak dan sistem saraf pusat dapat pula menyebabkan jatuh. Penyakit
Parkinson dan Hidrosefalus tekanan normal menyebabkan instabilitas dan jatuh.
Gangguan serebelum, tumor intrakranial, dan hematoma subdural juga menyebabkan
ketidakstabilan (unsteadiness) dengan kecenderungan mudah jatuh.
4
c. Penggunaan obat Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drug (NSAID) untuk
mengobati rematik meningkatkan faktor risiko osteoporosis sehingga apabila pasien
jatuh, besar kemungkinan terjadi fraktur dan nyeri.
2) Alat bantu berjalan
Alat bantu berjalan yang kurang tepat memungkinkan terjadinya jatuh, oleh karena itu
pemilihan alat bantu dapat disesuaikan dengan keadaan fisik pasien, dan penyakit yang
diderita.
3) Lingkungan yang tidak mendukung
Berbagai faktor lingkungan tersebut antara lain lampu ruangan yang kurang terang,
lantai yang licin/basah/tidak rata, furnitur yang terlalu rendah atau tinggi, tangga yang
tak aman, kamar mandi dengan bak mandi/closet terlalu rendah atau tinggi dan tak
memiliki alat bantu untuk berpegangan, tali atau kabel yang berserakan di lantai, karpet
yang tidak rata.
4) Konsumsi alkohol.
5
BAB II
RUANG LINGKUP
2.2 MANFAAT
Panduan Risiko Jatuh digunakan sebagai panduan untuk
a. Pencegahan kejadian jatuh pada pasien
b. Penanganan/penatalaksanaan pasien jatuh
2.3 TUJUAN
2.3.1 Tujuan Umum:
Terlaksananya sistem asuhan penatalaksanaan pasien yang aman dan bertanggung jawab di
Rumah Sakit Islam Arofah.
2.3.2 Tujuan Khusus:
1. Terciptanya lingkungan rumah sakit yang aman dan dapat meminimalisasi kemungkinan
pasien jatuh (di kamar, di kamar mandi, lantai, tangga, halaman).
2. Terdeteksinya kondisi pasien yang berisiko untuk jatuh/ identifikasi pasien yang mempunyai
risiko jatuh (keseimbangan kurang, pandangan kabur, sepatu/alas kaki licin, memakai
tongkat/kruk).
3. Terlindungnya pasien dari risiko jatuh dari tempat tidur, dengan pemasangan hand-rail
(bedside rel) yang hanya dibuka oleh perawat.
4. Optimalisasi penggunaan asesmen pasien risiko jatuh untuk menentukan kategori risiko
jatuh.
6
2.4 FAKTOR RISIKO
Faktor risiko jatuh dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu:
1. Intrinsik
Berhubungan dengan kondisi pasien, termasuk kondisi psikologis
2. Ekstrinsik
Berhubungan dengan lingkungan
Selain itu, faktor risiko juga dapat dikelompokkan menjadi kategori dapat diperkirakan
(anticipated) dan tidak dapat diperkirakan (unanticipated). Faktor risiko yang dapat
diperkirakan merupakan hal-hal yang diperkirakan dapat terjadi sebelum pasien jatuh.
7
Peralatan rusak
Tempat tidur ditinggalkan
dalam posisi tinggi
Tidak dapat Kejang Reaksi individu terhadap
diperkirakan Aritmia jantung obat-obatan (diuretik,
(unanticipated) Stroke atau Serangan jantung, anti depresan,
Iskemik Sementara = TIA sedatif, hipoglikemia, anti
(Transient Ischaemic psikotik)
Attack) Alat-alat bantu berjalan
Pingsan tidak pas
Serangan jatuh (Drop Konsumsi alkohol
Attack)
Gangguan metabolic
Dizziness (Benign
Paroxysmal Positional
Vertigo =BPPV).
8
BAB III
TATA LAKSANA
9
g. Pantau efek obat-obatan, pertimbangkan efek puncak obat yang diresepkan yang
mempengaruhi tingkat kesadaran, dan gait (gaya berjalan)
h. Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keluarga
i. Anjurkan pasien untuk memakai alas kaki anti slip
j. Sediakan kursi roda yang terkunci di samping tempat tidur pasien
k. Pastikan bahwa jalur ke kamar kecil bebas dari hambatan dan terang
l. Anjurkan pasien meminta bantuan yang diperlukan
m. Pastikan lorong bebas hambatan
n. Evaluasi kursi dan tinggi tempat tidur
o. Mengamati lingkungan untuk kondisi berpotensi tidak aman, dan segera laporkan untuk
perbaikan
p. Jangan biarkan pasien berisiko jatuh tanpa pengawasan saat di daerah diagnostik atau terapi
q. Apabila perawat memerlukan bantuan tenaga, mintakan bantuan pada keluarga pasien
r. Sarankan pasien untuk tidak langsung berdiri dari posisi tidur/ berbaring, tetapi duduk dulu
selama ± 3 menit sebelum bangkit/ berdiri.
3.3 INTERVENSI BILA TERJADI PASIEN JATUH
10
3.4 PROSEDUR IMPLEMENTASI
A. Asesmen awal di Front Desk
Setiap pasien yang datang ke meja Informasi dan Registrasi diamati/dinilai memakai Formulir
Asesmen Awal Keperawatan Rawat Jalan:
Pada kolom Hambatan Fisik: beri centang untuk:
□ Berjalan tidak seimbang
□ Menggunakan alat bantu jalan
□ Riwayat Jatuh
Pada kolom Risiko Jatuh: beri centang untuk:
□ Ya □ Tidak
Apabila ya (pernah jatuh/ seringkali jatuh), petugas Front Desk menyiapkan
kursi roda dan siap/siaga membantu pasien.
C. Asesmen ulang
1. Pada pasien dilakukan asesmen ulang Pengkajian Pasien Risiko Jatuh:
Bila ada perubahan kondisi pasien, bila transfer ke unit lain, bila ada kejadian jatuh pada
pasien dan adanya perubahan obat.
2. Penilaian menggunakan Pengkajian Pasien Risiko Jatuh dan Rencana Keperawatan akan
diperbaharui/dimodifikasi sesuai dengan hasil asesmen
3. Untuk mengubah kategori dari risiko tinggi ke risiko rendah, diperlukan skor
< 44 dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut.
11
ALGORITMA PASIEN SAAT MASUK RUMAH SAKIT
Riwayat jatuh:
Jika pasien mengalami kejadian jatuh saat masuk rumah sakit atau terdapat riwayat kejadian jatuh
fisikologis dalam 12 bulan terakhir ini, seperti pingsan atau gangguan gaya berjalan, berikan skor
25.
Jika pasien tidak mengalami jatuh dalam 12 bulan terakhir ini, berikan skor 0.
Diagnosis sekunder:
Jika pasien memiliki lebih dari satu diagnosis medis, berikan skor 15; jika hanya satu diagnosis,
berikan skor 0.
Alat bantu:
Jika pasien berpegangan pada perabot untuk berjalan, berikan skor 30. Jika pasien menggunakan
tongkat /alat penopang, berikan skor 15. Jika pasien dapat berjalan tanpa alat bantu, berikan skor
0.
Gaya berjalan:
1. Jika pasien mengalami gangguan gaya berjalan; mengalami kesulitan untuk bangun dari
kursi, menggunakan bantalan tangan kursi untuk mendorong tubuhnya, kepala
menunduk, pandangan mata terfokus pada lantai, memerlukan bantuan sedang – total
untuk menjaga keseimbangan dengan berpegangan pada perabot, orang, atau alat bantu
berjalan, dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor 20.
2. Jika pasien memiliki gaya berjalan yang lemah; pasien membungkuk; tidak dapat
mengangkat kepala tanpa kehilangan keseimbangan, atau memerlukan bantuan ringan
untuk berjalan; dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor 10.
3. Jika pasien memiliki gaya berjalan normal, berikan skor 0
13
Status mental:
Identifikasi asesmen pasien terhadap dirinya sendiri mengenai kemampuannya untuk berjalan.Jika
pasien mempunyai over-estimasi terhadap kemampuan fisiknya, berikan skor 15.Jika asesmen
pasien sesuai dengan kemampuan sebenarnya, berikan skor 0.
Asesmen Risiko Jatuh ini dilakukan saat pasien masuk RS bersamaan dengan Asesmen Awal
Keperawatan Rawat Jalan.
14
BAB IV
DOKUMENTASI
15
BAB V
PENUTUP
Panduan Risiko Jatuh di Rumah Sakit Islam Arofah adalah upaya menerapkan sistem dan
proses yang dapat mencegah risiko jatuh pasien, pengunjung maupun petugas rumah sakit. Disadari
bahwa setiap upaya pencegahan tidak terlepas dari tanggap dan kejelian para petugas dalam
melakukan asesmen terhadap pasien yang berisiko jatuh.
Faktor intrinsik pasien dapat dideteksi untuk mencegah pasien jatuh, sedangkan faktor
ekstrinsik seperti pengaruh obat-obatan yang diminum oleh pasien, alat bantu berjalan yang kurang
tepat, faktor lingkungan rumah sakit dan konsumsi alkohol, sedapat mungkin dideteksi oleh petugas
maupun oleh pasien sendiri.
Upaya untuk mengurangi risiko pasien cedera karena jatuh telah disesuaikan dengan standar
pelayanan keselamatan Rumah Sakit Islam Arofah.
DIREKTUR,
dr. H. Soekiran
16