Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

LANDASAN KEPENDIDIKAN

JUDUL :
LANDASAN HISTORIS DAN LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN
(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan
Kependidikan)

Dosen Pengampu:
Dr. Khairuddin, M.Pd
NIP. 195903111985031002

Disusun oleh :
Saifan
Syarifah Nargis
Budiyarto

MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr Wb,,

Puji  dan  syukur  senantiasa  kita panjatkan  kehadirat  Allah  SWT  yang telah memberikan
rahmat serta hidayah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas untuk membuat makalah
Landasan Pendidikan yang berjudul “Landasan Historis Pendidikan dan Landasan Yuridis
Pendidikan”.

Tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Landasan Kependidikan.
Dalam penulisan makalah tentu kami sadar bahwa masih terdapat banyak kekurangan, oleh 
karena itu kami mengharapkan masukan dan saran guna dapat kami perbaiki di lain
kesempatan.

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada Bapak Dr. Khairuddin, M.Pd selaku dosen
pengampu pada mata kuliah Landasan Kependidikan, teman-teman yang telah membantu
penyusunan makalah ini, dan teman-teman pada Magister Administrasi Pendidikan tahun
ajaran 2022/2023 yang kami banggakan.

Kami  mohon  maaf  jika  terdapat  ketidak sempurnaan dalam penyusunan makalah ini,
selain daripada hal  ini  karena  keterbatasan  kami, juga karena kami yakin bahwa
kesempurnaan hanya milik Allah SWT.  Semoga  makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca semua. Amin. 

Wassalamua‟alaikum Wr Wb.

Darussalam, 29 Agustus 2022


DAFTAR ISI
 
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan

BAB II LANDASAN HISTORIS DAN LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah 

Dewasa ini hampir seluruh negara-negara di dunia menghadapi tantangan pendidikan untuk
mewujudkan keunggulan daya saing negaranya dalam percaturan global. Sistem yang
canggih dan berbagai pengembangan strategi pendidikan terus di improvisasi demi mencapai
tujuan pendidikan yang telah diterapkan dan disepakati bersama. Khusus bagi Indonesia,
tujuan pendidikan telah tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor
20 Tahun 2003 Pasal 3, yaitu

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak


serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.

Standar nasional pendidikan diciptakan untuk membatasi kriteria minimum tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh desentralisasi sistem
pendidikan dalam kerangka pemerintahan Indonesia yang menganut asas otonomi daerah.
Terciptanya mekanisme ini tidak lepas dari perjalanan pendidikan Indonesia yang dipengaruhi
oleh berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Bagian ini mengarah pada historis
pendidikan Indonesia yang menganut berbagai paham, aliran, dan konsep-konsep pendidikan
dari berbagai tokoh-tokoh Indonesia sendiri.

Sejak awal tahun 1970 sistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan terus menerus,
sejalan dengan program pembangunan di bidang pendidikan yang mulai dilaksanakan secara
terprogram sejak 40 tahun yang lalu (Suryadi, 2014: 40). Berbagai rintisan program dalam
pelayanan pendidikan tercermin dalam kurikulum yang dinamis dan menggambarkan
periodisasi pendidikan. Perubahan zaman yang dialami menuntut peningkatan kualitas
sumber daya manusia yang dihasilkan dari proses pendidikan. Sejarah perjuangan bangsa
pada masa lampau juga berimplikasi terhadap sistem pendidikan yang terjadi pada hari ini.
Segala unsur yang menjadi faktor di dalamnya membentuk penciptaan individu sebagai insan
pendidikan.

Mempelajari sejarah sangatlah penting karena dengan mempelajari sejarah manusia


memperoleh banyak informasi dan manfaat sehingga menjadi lebih arif dan bijaksana dalam
menentukan sebuah kebijakan.Sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam
kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan
informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-
cita, bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007: 109).

Mengingat sejarah dan belajar darinya akan membuat refleksi pada sebuah tujuan dan
merupakan titik balik menuju suatu kebangkitan pendidikan. Sejarah yang dispesifikasi ke
dalam kajian filsafat pendidikan akan menjadi perbandingan. Karena perubahan akan
semakin mudah bila belajar dari perbandingan dan kesalahan masa lalu. Demikian halnya
dalam aspek pendidikan, sejarah dibutuhkan sebagai bahan pembelajaran dan refleksi untuk
perbaikan sistem pendidikan yang lebih baik dan berkualitas.

Pada kesempatan ini, ijinkan kami dari kelompok IV (empat) memaparkan makalah kami
yang berjudul Landasan Historis dan Landasan Yuridis di Indonesia.

2. Rumusan Masalah 
 Bagaimanakah landasan historis pendidikan indonesia?
 Siapa saja Tokoh yang mempengaruhi pendidikan Dunia dan Indonesia?
 Apa saja yang menjadi landasan yuridis pendidikan indonesia?

3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar setiap mahasiswa dapat mengerti dan
memahami landasan historis dan landasan yuridis pendidikan di Indonesia, serta mengenal
para tokoh yang mempengaruhi pendidikan dunia dan Indonesia dengan harapan makalah ini
dapat bermanfaat untuk semua kalangan di kemudian hari.
BAB II
LANDASAN HISTORIS DAN LANDASAN YURIDIS
DALAM PENDIDIKAN

A. Landasan Historis Pendidikan

Pentingnya mengetahui sejarah dalam berpendidikan, Seorang ahli pendidikan sebelum


menangani pendidikan maka terlebih dahulu mereka memeriksa sejarah tentang pendidikan
baik yang bersifat nasional maupun internasional (Pidarta 2007:110). Dengan melihat sebuah
sejarah maka mereka bisa melihat tujuan dari pendidikan tersebut apakah sudah cocok
dengan kondisi pada saat ini. Landasan historis memberikan peranan yang penting karena
dari sebuah landasan historis atau sejarah bisa membuat arah pemikiran kepada masa kini.
Menurut Pidarta , (2007 : 109) Sejarah adalah kejadian masa lampau dengan segala macam
kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan
informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-
cita, bentuk dan sebagainya.

Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada
umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau
(Pidarta, 2007: 110). Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan
merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Ada beberapa
zaman yang memiliki pengaruh pada dunia pendidikan yaitu zaman-zaman: Zaman Realisme,
Zaman Rasionalisme, Zaman Naturalisme, Zaman Developmentalisme, Zaman Nasionalisme,
hingga sampai pada zaman Reformasi di Indonesia.

Oleh karena itu, landasan (pendidikan) merupakan tempat bertumpu, titik tolak atau dasar
pijakan dalam melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu landasan sangat diperlukan dalam
dunia pendidikan sebagai dasar, kekuatan, tumpuan, pedoman maupun sumber untuk
melaksanakan pendidikan.

Pendidikan adalah hal terpenting yang harus didapatkan dalam kehidupan manusia, bahkan
Pendidikan merupakan adalah hak asasi manusia setiap warga negara yang dijamin dengan
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28C Ayat (1) berbunyi, Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan
dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Secara sederhana,
pendidikan dapat menjadi sarana individu supaya dapat terhindarkan dari kebodohan.
Semakin tinggi pendidikan maka akan semakin tinggi pula pengetahuan yang akan
didapatkan.

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok


orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran,
pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering kita temui dalam bentuk bimbingan dari orang
lain, akan tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Secara Etimologi kata pendidikan itu
sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu ducare, berarti “menuntun, mengarahkan, atau
memimpin” dan awalan e, berarti “keluar”. Jadi, pendidikan berarti kegiatan “menuntun ke
luar”. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau
tindakan dapat dianggap pendidikan. 
Pendidikan nasional Indonesia dewasa ini terkait dengan praktik-praktik pendidikan pada
masa lalu, dan sekaligus mengarah ke masa depan untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional yang telah ditetapkan. Terdapat berbagai pengetahuan dan nilai sejarah dalam
praktik pendidikan bangsa kita di masa lalu, yang dapat kita ambil hikmahnya demi
pembangunan pendidikan di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Namun
pendidikan Indonesia saat ini jauh dari sempurna dan terkadang menyeleweng dari landasan
hukum pendidikan indonesia dan pendidikan indonesia belum sepenuhnya merata. Padahal
banyak anak-anak indonesia yang cerdas dan pandai menginginkan bisa mengenyam
pendidikan.

1. Landasan Historis Pendidikan Dunia dan Tokoh-Tokoh Nya

Perjalanan sejarah pendidikan dunia telah lama berlangsung, mulai dari zaman Hellenisme
(150 SM-500), zaman pertengahan (500-1500), zaman Humanisme atau Renaissance serta
zaman Reformasi dan Kontra Reformasi (1600-an). dapat dilihat dan dipahami bahwa
Pendidikan yang mulai menunjukkan perbedaan eksistensinya dengan pendidikan-pendidikan
sebelumnya. 

1.1. Zaman Realisme


Realisme menghendaki pikiran yang praktis (Pidarta, 2007: 111-114). Menurut aliran ini,
pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga
melalui persepsi penginderaan. Zaman realisme pendidikan diarahkan pada kehidupan
dunia dan bersumber dari keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan
sebelumya yang banyak berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan akhirat.

 Aristoteles mengungkapkan bahwa sumber realita terdiri dari pengertian, dasar


metafisika dan logika. Dan segala sesuatu adalah riil, terpisah dari alam pikiran karena
ia memandang dunia dalam tema material.
 Johan Amos Comenius digolongkan dalam realisme religius. Ia mengemukakan bahwa
pendidikan harus memberikan keselamatan dan kebahagian hidup abadi serta
memberikan keadaan hidup yang sejahtera dan damai. Ia juga menyatakan bahwa
pendidikan harus universal, seragam dari pendidikan paling rendah sampai pendidikan
tinggi yang disesuaikan dengan derajatnya.
 John Locke menduga realitas bebas merupakan perkembangan pengalaman sedangkan
esensi realita materi penyelidikannya adalah pengalaman dan pengetahuan manusia.
Intinya ia berkeyakinan bahwa kebenaran itu apabila didasarkan pada pengalaman
inderawi yang bersifat induksi.

1.2. Zaman Rasionalisme


Aliran ini memberikan kekuasaan pada manusia untuk berfikir sendiri dan bertindak
untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan bertindak
untuk dirinya. Paham ini muncul karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat
menumbangkan kekuasaan Raja Perancis yang memiliki kekuasaan absolut. 

Dalam perkembangannya Rasionalisme diusung oleh banyak tokoh, masing-masingnya


dengan ajaran-ajaran yang khas, namun tetap dalam satu koridor yang sama. Tokoh-
tokoh terpenting aliran rasionalisme adalah:
 René Descartes Ia mengemukakan bahwa manusia ada karena manusia berpikir.
Gagasan inilah yang kemudian melandasi rasionalisme modern. Semboyannya yang
terkenal adalah “cotigo ergo sum” (saya bepikir, jadi saya ada)
 Baruch de Spinoza Ia berpandangan bahwa kebanaran pada dalil-dalil ilmu ukur
sudah tidak perlu dibuktikan lagi. Suatu gagasan akan diterima sebagai kebenaran
mutlak ketika individu mampu memahami makna dari gagasan tersebut.

Tokoh pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah John Locke. Teorinya yang
terkenal adalah leon Tabularasa atau a blank sheet of paper, yaitu mendidik seperti
menulis di atas kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimilikinya
manusia digunakan untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan
jiwa manusia ini bisa mengarah kepada hal-hal yang negatif, seperti intelektualisme,
individualisme, dan materialisme (Ibid.: 114-115). 

Proses belajar menurut John Locke ada tiga langkah, yaitu: 


 Mengamati hal-hal yang ada di luar diri manusia
 Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan
 Berpikir, yaitu mengolah bahan-bahan yang telah diperoleh tadi, ditimbang-timbang
untuk diri sendiri (Ibid.: 114)

1.3. Zaman Naturalisme


Sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme, pada abad ke-18 muncullah aliran
Naturalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan yang
tidak wajar sebagai akibat dari Rasionalisme, seperti korupsi, gaya hidup yang dibuat-
buat dan sebagainya. 

Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati dan alam-
lah yang menjadi guru, sehingga pendidikan dilaksanakan secara alamiah (pendidikan
alam) (ibid.: 115-16). Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh
kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri
(Mudyahardjo, 2008: 118). Menurut Rousseau ada tiga asas mengajar, yaitu:

1. Asas pertumbuhan, pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-anak


bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka, sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhannya.
2. Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak akan menjadi aktif, yang akan
memberikan pengalaman, yang kemudian akan menjadi pengetahuan  mereka.
3. Asas individualitas, dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan
individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang menurut alamnya
sendiri. (Ibid.: 116)

1.4. Zaman Developmentalisme


Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang
pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut
gerakan psikologis dalam pendidikan.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Pestalozzi, Johann Friedrich Herbart, Friedrich Wilhelm
Frobel di Jerman, dan Stanley Hall Amerika Serikat. Intisari konsep pendidikan yang
dikembangkan oleh aliran ini meliputi: 
 Mengaktualisasi semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila
dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat social manusia.
 Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak
(Pidarta, 2007: 116-20) yang melalui observasi dan eksperimen (Mudyahardjo,
2008: 114)
 Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang
baik (nurture).
 Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan
pengembangan pendidikan universal (Mudyahardjo, 2008: 114)

1.5. Zaman Nasionalisme


Zaman nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya membentuk patriot-patriot
bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Tokoh-tokohnya adalah La
Charolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat). Konsep
pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini adalah:
 Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara,
 Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan,
 Materi pelajarannya meliputi: bahasa dan kesusastraan nasional, pendidikan
kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi Negara, dan pendidikan
jasmani.

Akibat negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chauvinisme di Jerman, yaitu
kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa negara,
seperti di Jerman, yang akhirnya menimbulkan pecahnya Perang Dunia I (Pidarta, 2007:
120-21).

1.6. Zaman Liberalisme, Positivisme dan Individualisme


Zaman ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat
untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam bidang
ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa
yang kemudian mengarah pada individualisme. Sedangkan positivisme percaya
kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama
semakin melemah. Tokoh aliran positivisme adalah August Comte (Ibid.: 121).

1.7. Zaman Sosialisme


Aliran sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap dampak
liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokoh-tokohnya adalah Paul Natorp dan
George Kerchensteiner di Jerman serta John Dewey di Amerika Serikat. Aliran ini
berpendapat, masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Ibarat atom,
individu tidak ada artinya bila tidak berwujud benda. Oleh karena itu, pendidikan harus
diabadikan untuk tujuan-tujuan sosial (ibid.: 121-24)

Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang


pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut
gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah
 Pestalozzi tujuan pendidikannya adalah meningkatkan derajat sosial seluruh umat
manusia.
 Johan Friedrich Herbart tujuan pendidikannya adalah membentuk watak susila,
melalui pengembangan minat yang seluas-luasnya. 
 Friedrich Wilhelm Frobel tujuan pendidikan adalah mengembangkan semua kapasitas
dan kekuatan yang laten pada anak-anak sehingga semua potensi menjadi aktual.
 Stanley Hall tujuan pendidikan adalah mengembangkan semua kekuatan-kekuatan
yang ada sehingga memperoleh kepribadian yang harmonis.

2. SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA

2.1. Zaman Pengaruh Hindu Dan Budha Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia
sekitar abad ke-5. 
Hinduisme dan Buddhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia
keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur
Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang
Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika, secara etimologis berasal dari keyakinan
tersebut (Mudyahardjo, 2008: 215) Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan
tujuan kedua agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan
pembinaan kehidupan beragama Hindu dan Budha.

2.2. Zaman Pengaruh Islam


Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar
Nusantara pada abad ke-16. Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan
perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus
kebudayaan. Pendidikan Islam pada zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional.

Tujuan pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi
sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh Nabi
Muhammad s.a.w. untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pendidikan Islam
ini tidak diselenggarakan secara terpusat, tetapi secara perorangan melalui para ulamanya
di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali Songo.
Menurut buku Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia karya Sofyan Rofi (2016),
pendidikan Islam pertama kali dilakukan dengan sistem halaqoh, yakni proses
pengajaran yang dilakukan di berbagai tempat ibadah, seperti Mushola, Masjid, dan juga
rumah-rumah para ulama. Pada awalnya, tahap pengenalan pendidikan Islam di
Indonesia memang dilakukan secara informal. Jadi, tidak ada jadwal ataupun waktu
tertentu untuk belajar secara tetap.

Hal inilah yang kemudian memicu munculnya sistem pendidikan formal yang lebih
terencana dengan waktu, tempat, dan materi tertentu yang telah terstruktur. Adapun
macam-macam lembaga formal Islam pertama di Indonesia antara lain sebagai berikut.

2.3. Zaman Pengaruh Nasrani (Katolik Dan Kristen) 


Bangsa Portugis pada abad ke-16 di samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan
(gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula
menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katolik (gospel).  Franciscus Xaverius dari
ordo Jesuit memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama
(Nasution, 2008: 4). Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang
datang pertama kali tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan
untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka,
pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC. Sikap VOC
terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di
Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan
menyebarkan agama Kristen.

2.4. Zaman Kolonial Belanda Kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan
masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan
intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial.
Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda selama setengah
abad ke-19. Pada tahun 1899 terbit sebuah artikel oleh Van Deventer berjudul Hutang
Kehormatan dalam majalah De Gids. Ia menganjurkan agar pemerintahan lebih
memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia (politik etis).

Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang
pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini masih
bersifat terbatas dan telah menimbulkan elite intelektual baru. Golongan baru inilah yang
kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih
bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo
pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928.
Selain itu tokoh-tokoh pendidik pada lainnya adalah
 Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School di
Sumatera Barat pada Tahun 1926. Maksudnya adalah mendidik anak-anak agar dapat
berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka.
 Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta. Sifat, sistem, dan
metode pendidikannya diringkas ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa,
Panca Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlambang.
 Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Agama Islam pada tahun 1912 di
Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan Agama Islam.
Pendidikan Muhammadiyah ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan
agama Islam.

Perjuangan dilanjutkan dengan dilakukannya Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Dari isi
sumpah ini terlihat bahwa persatuan bangsa Indonesia semakin kuat. Ketika perjuangan
fisik berakhir, maka wujud-wujud nilai–nilai 45 (berani berbuat, rela berkorban, kompak
bersatu, rasa senasib dan sepenanggungan, pantang menyerah, mendahulukan
kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi, patuh kepada pimpinan, cinta akan
kebenaran dan keadilan, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa) sudah mengkristal dan
menjadi lebih jelas.

2.5. Zaman Kolonial Jepang


Ada sisi positif dari zaman penjajahan Jepang diantaranya: memberikan pendidikan
militer, menghapus dualisme penjajahan Belanda, pemakaian bahasa Indonesia secara
luas. Ketiga hal ini memberi kemudahan kepada bangsa kita, khususnya para pejuang,
untuk merealisasi Indonesia merdeka yang akhirnya menjadi kenyataan pada tanggal 17
Agustus 1945.
2.6. Zaman Kemerdekaan
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur
pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah
Jepang terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai
dengan yang diharapkan bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat
dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar
yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.

2.7. Zaman ‘Orde Lama’


Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang dapat membangun
bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di dalam maupun di
luar; pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang berPancasila dan
melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian
Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan
Manipol yaitu membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang
sampai Merauke, menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan
makmur, lahir-batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan dunia baru, tanpa
penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan nasional
yang sejati dan abadi (Mudyahardjo, 2008: 403).

2.8. Zaman ‘Orde Baru’


Bidang pendidikan dikembangkan link and match. Link berarti pendidikan memiliki
kaitan fungsional dengan kebutuhan pasar, sedangkan match berarti lulusan yang mampu
memenuhi tuntutan para pemakai. Di samping kebijakan di atas beberapa inovasi
pendidikan juga sudah dilakukan diantaranya PPSP yaitu mencobakan belajar dengan
modul, SD pamong, SD Inpres. Pembangunan di bidang pendidikan masih banyak
menghadapi hambatan karena dinilai baru berhasil secara kuantitatif tetapi tidak dari segi
kualitatif. Bisa dilihat dari munculnya kenakalan remaja, maraknya kolusi di berbagai
kalangan, dan tingginya tingkat korupsi. Keberhasilan di bidang pendidikan yang terlihat
menonjol yaitu: tingginya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan ajaran agama,
persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali dan pertumbuhan ekonomi yang
meningkat.

2.9. Masa Reformasi


Kelemahan-kelemahan masa reformasi yaitu ekonomi bertambah terpuruk, korupsi,
hukum belum benar-benar ditegakkan, kekacauan tampak meluas seperti demonstrasi,
terorisme dan narkoba juga belum bisa dibersihkan.

Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan


munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan
sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan
perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional Instrumen-
instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Keterampilan Hidup), dan TQM
(Total Quality Management). Yang sangat menonjol di zaman demokrasi adalah
pendidikan berdemokrasi rakyat dengan diselenggarakannya Pilpres secara langsung
pada tahun 2004. 
3. IMPLIKASI SEJARAH TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN NASIONAL
INDONESIA.
Masa lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan yang kita
miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah
pengalaman bangsa kita pada masa yang telah lalu (Nasution, 2008). Pembahasan tentang
landasan sejarah di atas memberi implikasi konsep-konsep pendidikan sebagai berikut :

1. Tujuan Pendidikan diharapkan bertujuan dan mampu mengembangkan berbagai macam


potensi peserta didik serta mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis.
Serta diarahkan untuk mengembangkan aspek keagamaan, kemanusiaan, kemanusiaan,
serta kemandirian peserta didik.
2. Proses pendidikan terutama proses belajar-mengajar dan materi pelajaran harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, melaksanakan metode global
untuk pelajaran bahasa, mengembangkan kemandirian dan kerjasama siswa dalam
pembelajaran, mengembangkan pembelajaran lintas disiplin ilmu, demokratisasi dalam
pendidikan, serta mengembangkan ilmu dan teknologi.
3. Inovasi-inovasi Pendidikan harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di
Indonesia, bukan sekedar konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan pada
akhirnya membentuk konsep-konsep pendidikan yang bercirikan Indonesia.

B. LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN


a. Pengertian Landasan Yuridis Pendidikan
Landasan yuridis adalah landasan hukum yang mendasari semua kegiatan pendidikan
mengenai hak-hak yang penting seperti komponen struktur, kurikulum, pengelolaan,
pengawasan dan ketenangan.

Sebagai penyelenggaraan pendidikan nasional yang utama, perlu pelaksanaannya


berdasarkan undang-undang karena hakikatnya pendidikan nasional adalah perwujudan
dari kehendak UUD 1945 utamanya pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan,
pasal 31:
1. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendid ikan dasar pemerintah wajib
membiayainya.
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.
4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20%    anggaran
pendapatan dan belanja negara.
5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
Pada hakikatnya pendidikan nasional adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945 utamanya
pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan. Keberadaan undang-undang sangat penting
sebagai penjamin kelangsungan hidup bangsa indonesia. Landasan yuridis sebagai landasan
penyelenggaraan pendidikan sekaligus dijadikan alat untuk mengatur. Hak warga negara :
“Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” (Pasal 31 ayat (1) UUD 1945).
Pasal 5 UU RI No. 20 Tahun 2003:
1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu.
2. Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus.
3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang
terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Warga negara yang
memiliki potensi kecerdasan bakat istimewa berhak meperoleh pendidikan khusus.
4. Setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan
sepanjang hayat.

Kewajiban Warga Negara:


”Mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” (Pasal 31 ayat 2 UUD
1945). 
Sebagai Orang tua berkewajiban dan berhak : “Memilih pendidikan dan memperoleh
informasi perkembangan pendidikan anaknya” (Pasal 7 UU RI No. 20 Tahun 2003). 
serta Masyarakat berkewajiban dan berhak : “Berperan ikut serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan” (Pasal 8 dan 9 UU RI Tahun
2003).
b. Badan hukum Pendidikan pasal 53 UU RI nomor 20 tahun 2023
1. Penyelenggara dan satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau
masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
2. Badan hukum pendidikan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan
pelayanan pendidikan kepada peserta didik.
3. Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berprinsip nirlaba dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
4. Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri.
Pendidikan Anak Usia DIni
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia 6 tahun.
Pasal 28 UU RI No. 20 Tahun 2003 :
(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal,
informal dan nonformal.

Pendidikan 
(1)Pendidikan Kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh
departemen atau lembaga pemerintahan nondepartemen.
(2)Pendidikan Kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam
pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen
atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(3)Pendidikan Kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
(4)Ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintahan.

Pendidikan keagamaan
(1)Pendidikan Keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan kelompok masyarakat
dari pemeluk agama sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
(2)Pendidikan Keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama dan menjadi ahli
ilmu agama.
(3)Pendidikan Keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal
dan informal.
(4)Pendidikan Keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja,
samanera dan bentuk lain yang sejenis.

Pendidikan Jarak jauh


Pendidikan Jarak Jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan
pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi, komunikasi dan
informasi.
Pasal 31 :
(1)Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada jalur, jejang dan jenis pendidikan.
(2)Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pedidikan kepada kelompok
masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka.
(3)Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan canggupan
yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu
kelulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Kurikulum 
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran secara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan.

Bahasa pengantar
(1)Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan
nasional.
(2)Bahasa daerah dapat menjadi bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan
(3)Bahasa asing digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu. 
BAB III
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai