Anda di halaman 1dari 2

1.

Gambaran dan gejala klinis GMO


Gangguan Mental Organik (GMO) merupakan gangguan mental yang
berkaitan dengan gangguan yang berhubungan langsung dengan otak atau ganggguan
sistemik yang mempengaruhi otak secara tidak langsung. Menurut PPDGJ (Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa) III, GMO dapat ditegakkan
diagnosisnya apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak atau penyakit fisik sistemik
yang memiliki hubungan dengan gejala gangguan mental,
2) adanya hubungan waktu (dapat beberapa minggu atau bulan) antara penyakit
yang mendasarinya dengan sindrom gangguan mental,
3) adanya perbaikan dari gangguan mentalnya setelah ada perbaikan atau
dihilangkannya penyebab yang mendasarinya,
4) tidak ada bukti yang mengarahkan pada penyebab lain dari sindroma
gangguan mental tersebut (seperti pengaruh dari genetika atau dicetuskan oleh
distres)

GMO memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:


1) gangguan sensorium dapat berupa penurunan kesadaran, fluktuasinya
kesadaran, dan kesadaran berkabut;
2) gangguan fungsi kognitif dapat berupa gangguan daya ingat, daya pikir;
3) 3P terganggu, yaitu gangguan dalam pemusatan, pertahankan dan pengalihan
perhatian;
4) gangguan dalam orientasi, waktu, tempat dan orang;
5) gangguan persepsi , antara lain berupa halusinasi;
6) gangguan isi pikiran, antara lain berupa waham;
7) gangguan mood, , antara lain berupa depresif, euphoria, dan cemas

Sumber : Wahyuni, Anisa. "Gangguan Mental Organik ec Epilepsi pada


Laki-Laki Usia 17 Tahun: Laporan Kasus." Medical Profession Journal of
Lampung 9.4 (2020): 621-624.

2. Klasifikasi Skizofrenia
Menurut “Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)”
Skizofrenia di klasifikasikan menjadi beberapa tipe, di bawah ini yang termasuk
dalam klasifikasi skizofrenia:
1) Skizofrenia paranoid (F20.0)
Pedoman diagnostik paranoid yaitu:
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis
b. Halusinasi yang menonjol
c. Gangguan afektif, dorongan pembicaraan, dan gejala katatonik relatif
tidak ada
2) Skizofrenia hebefrenik (F20.1)
Pedoman diagnostik pada skizofrenia hebefrenik, yaitu:
a. Diagnostik hanya di tegakkan pertama kali pada usia remaja atau dewasa
muda (15-25 tahun)
b. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas pemalu dan senang
menyendiri
c. Gejala bertahun 2-3 minggu.
3) Skizofrenia katatonik (F20.2)
Pedoman diagnostik pada skizofrenia katatonik antara lain:
a. Stupor (reaktifitas rendah dan tidak mau berbicara)
b. Gaduh-gelisah (aktivitas motorik yang tidak bertujuan tanpa stimuli
eksternal)
c. Diagnostik katatonik tertunda apabila diagnosis skizofrenia belum tegak
di karenakan klien tidak komunikatif
4) Skizofrenia tak terinci (F20.3)
Pedoman diagnostik skizofrenia tak terinci yaitu:
a. Tidak ada kriteria yang menunjukkan diagnosa skizofrenia paranoid,
hebefrenik, dan katatonik.
b. Tidak mampu memenuhi diagnosis skizofrenia residual atau depresi
pasca-skizofrenia.
5) Skizofrenia pasca-skizofrenia (F20.4)
Pedoman diagnostik skizofrenia pasca skizofrenia antara lain:
a. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak mendominasi
b. Gejala depresif menonjol dan mengganggu
6) Skizofrenia reidual (F20.5)
Pedoman diagnostik skizofrenia residual antara lain:
a. Ada riwayat psikotik
b. Tidak dimensia atau gangguan otak organik lainnya
7) Skizofrenia simpleks (F20.6)
Pedoman diagnostik skizofrenia simpleks antara lain:
a. Gejala negatif yang tidak di dahului oleh riwayat halusinasi, waham, atau
manifestasi lain.
b. Adanya perubahan perilaku pribadi yang bermakna
Sumber : Kemenkes. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III (PPDGJ III). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
3. Bagaimana hubungan riwayat hipertensi dengan kasus?
Penelitian yang dilakukan oleh Chen et al., menunjukkan hubungan antara risiko
hipertensi dan perkembangan skizofrenia. Sebuah penelitian telah melaporkan
hubungan semacam itu. Sebaliknya, meta-analisis baru-baru ini tidak menemukan
hubungan antara skizofrenia dan hipertensi. Namun demikian, rentang usia peserta
dalam studi yang termasuk dalam meta-analisis luas, dan hubungan temporal antara
hipertensi dan perkembangan skizofrenia tidak jelas. Selanjutnya, hipertensi dapat
berkontribusi pada perkembangan CVD, termasuk penyakit koroner, hipertrofi
ventrikel kiri, penyakit katup jantung, dan stroke, yang berpotensi terkait dengan
skizofrenia.

Chen, Yi-Lung, et al. "Physical illnesses before diagnosed as schizophrenia: a


nationwide case-control study." Schizophrenia bulletin 46.4 (2020): 785-794.

Anda mungkin juga menyukai