PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai bencana yang telah terjadi di Indonesia memberikan banyak pembelajaran bagi
masyarakat Indonesia dan dunia bahwa banyaknya korban jiwa dan harta benda dalam musibah
tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan ketidaksiapan masyarakat dalam mengantisipasi
bencana. Di samping itu, kejadian-kejadian bencana tersebut pun semakin menyadarkan banyak
pihak tentang pentingnya perencanaan dan pengaturan dalam penanggulangan bencana.
Pengalaman terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Nias (Sumatera
Utara) tahun 2004 telah membuka wawasan pengetahuan di Indonesia dan bahkan di dunia.
Kejadian tersebut mengubah paradigma manajemen penanggulangan bencana dari yang bersifat
tanggap darurat menjadi paradigma pencegahan dan pengurangan risiko bencana (PRB).
Penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia dilakukan pada berbagai tahapan
kegiatan, yang berpedoman pada kebijakan pemerintah yaitu Undang-Undang No.24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah terkait lainnya yang telah
memasukkan Pengurangan Risiko Bencana. Pentingnya pemahaman mengenai dasar-dasar
penanggulangan bencana akan menjadi landasan atau dasar dalam mengembangkan pengurangan
risiko bencana dalam penanggulangan bencana.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Manajemen Bencana?
2. Bagaimana Tahapan Manajemen Bencana?
3. Apa Prinsip Penanggulangan Bencana?
4. Apa Prinsip Penanggulangan Bencana Internasional?
5. Bagaimana Sistem Penanggulangan Bencana dalam Pembangunan ?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui defenisi manajemen bencana
2. Untuk memahami dan mengetahui tahapan manajemen bencana
3. Untuk mengetahui prinsip penanggulangan bencana
4. Untuk mengetahui penanggulangan bencana internasional
5. Untuk mengetahui sistem penanggulangan bencana dalam pembangunan
BAB II
PEMBAHASAN
A. MANAJEMEN BENCANA
1. Definisi Manajemen Bencana
Tirah baring yang lama,maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrissi ke
jaringan ,jika hal in dbiarkan akan terjadi ischemia,Hyperemis dan akan normal
kembal jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasse untuk meningkatkan suplai darah.
2) Manajemen Kedaruratan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada
faktor-faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta penanganan
pengungsi saat terjadinya bencana dengan fase nya yaitu :
a. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
3) Manajemen Pemulihan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada
faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan
hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan,
prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh
setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenya nya yaitu :
a. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.
b. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
Dimana dalam piagam ini ada penjelasan khusus tentang prinsip-prinsip khusus
dalam konteks “konflik bersenjata”, tentang prinsip “pembedaan antara
pemanggul senjata dan yang bukan”; dan “prinsip tidak mengusir paksa”.
b. Prinsip Perlindungan
Dalam suatu aksi kemanusiaan sebenarnya terdiri dari dua pilar utama yaitu :
perlindungan dan bantuan. Prinsip Perlindungan dalam SPHERE adalah sebagai
jawaban bahwa orang yang mendapat ancaman atau bahaya dalam suatu bencana
atau konflik harus tetap mendapat perlindungan. Prinsip ini akan menjadi
panduan bagi lembaga kemanusiaan bagaimana mereka menyelenggarakan
perlindungan dalam suatu aksi kemanusiaan.
Ada empat prinsip perlindungan dasar dalam suatu aksi kemanusiaan
dalam SPHERE yaitu :
Menghindari terjadinya bantuan kemanusiaan yang semakin
menyengsarakan orang yang terkena dampak bencana
Memastikan setiap orang memiliki akses terhadap bantuan kemanusiaan yang
proposional sesuai kebutuhan mereka tanpa diskriminasi.
Melindungi orang yang terkena dampak bencana dari kekerasan secara fisik
dan mental akibat adanya tindak kekerasan dan pemaksaan.
Mendampingi orang yang terkena dampak bencana untuk menyuarakan hak –
hak mereka dan memberikan akses penyembuhan atau rehabilitasi akibat dari
suatu tindak kekerasan.
1. LEGISLASI
a. Yang sifatnya nasional, mulai UU No. 24 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah
ada 3 : PP 21/2008 ttg penyelenggaraan penanggulangan bencana, PP22/2008
ttg pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana, PP23/2008 ttg peran serta
lembaga internasional dan lembaga asing non pemerintah dalam
penanggulangan bencana. Perpres No. 8 Tahun 2008 ttg BNPB, peraturan
menteri terkait penanggulangan bencana, peraturan Kepala BNPB (liat di
www.bnpb.go.id) dsb
b. Yang sifatnya daerah : perda, pergub, perbup, perwali, qanun biasanya
mengatur mengenai penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah,
pembentukan BPBD.
2. KELEMBAGAAN
Kelembagaan penanggulangan bencana dapat dibagi 2 : formal dan non formal Untuk
formal : di pusat ada BNPB, di provinsi ada BPBD provinsi dan dikab/kota ada
BPBD kab/kota. Dengan melihat umur UU No. 24 Tahun 2007 baru jalan 5 tahun,
capaian kelembagaan per 1 agustus 2011 untuk sudah terbentuk 34 BPBD
Provinsi dan 506 BPBD kab/kota. BNPB sebagaimana dengan BPBD Prov dan
BPBD kab/kota terdiri dari unsur pelaksana dan unsur pengarah, yang membedakan
hanya jumlah dan komposisi unsur pengarah.
3. PERENCANAAN
Perencanaan dalam penanggulangan bencana dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Perencanaan yang berlaku untuk semua jenis bencana, yaitu rencana
penanggulangan bencana, yang kemudian didiskripsikan menjadi rencana aksi.
b. Perencanaan untuk 1 (satu) jenis bencana, yaitu :
Rencana mitigasi : pra bencana tanpa potensi bencana, satu jenis
bencana, upaya mitigasi (struktural dan non struktural), siapa melakukan apa,
budget
Rencana kontijensi : pra bencana dengan potensi bencana, satu jenis
bencana, gunakan skenario kejadian yang paling mungkin, siaps melakukan
apa, budget, dokumen komitmen antar stakeholder
Rencana operasi : saat bencana, melaksanakan rencana kontijensi
Rencana pemulihan : pasca bencana, dasar wilayah terdampak, apa saja
yang dipulihkan, siap melakukan apa, budget.
4. PENDANAAN
Pendanaan dalam penangulangan bencana dikelompokkan menjadi 2 :
1) Pendanaan dari pemerintah, dibedakan menjadi 4 berdasarkan
peruntukkannya :
Kegiatan rutin dan operasional untuk pengurangan risiko bencana digunakan
dana DIPA, termasuk Dana Alokasi Khusus,
Kegiatan penanganan kesiapsiagaan dengan Dana Kontigensi
Untuk bantuan kemanusiaan pada saat terjadi bencana digunakan Dana
Siap Pakai (ON CALL), yang penggunaannya dengan kemudahan akses
(rincian baca : PP22/2008),
Kegiatan pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi) pasca bencana dengan
Dana Bantuan Sosial Berpola Hibah.
2) Iptek
Bagaimana penguasaan iptek di daerah mis : sudah menggunakan
komputer atau masih pakai kalkulator dan mesin ketik untuk olah data, fax,
email, udahkah digunakan penerapan iptek terapan untuk pembangunan
rumah tahan gempabumi, sistem peringatan dini,
Berapa banyak aparat BPBD/stakehoder lain yang sudah mempelajari
penanggulangan bencana lewat jalur perguruan tinggi ? Mengingat
beberapa perguruan tinggi sudah membuka program khusus tentang
penanggulangan bencana seperti UGM, ITB, IPB, Untar (Univ.
tarumanegara), Unhan (univ. pertahanan) dsb.
Meningkatkan kapasitas koordinasi, komando dan pelaksanaan
penanggulangan bencana termasuk pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan mengenai bencana yang
telah terjadi di Indonesia memberikan banyak pembelajaran bagi masyarakat Indonesia.
1. Karakteristik responden di Kota bukittinggi sebagian besar berjenis kelamin perempuan
dengan persentase sebanyak 50,2%,golongan usia sebagian besar berada pada usia 41-50
tahun denganpersentase sebanyak 39,4%, tingkat pendidikan sebagian
besarberpendidikan SMA dengan persentase sebanyak 54,2%, jenis pekerjaansebagian
besar memiliki pekerjaan sebagai IRT dengan persentasesebanyak 38,3%
2. Kesiapsiagaan yang dimiliki oleh masyarakat kota bukiittinggi sebagian besar berada
pada kategori yang siapsiaga.
3. Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat sebagian besar berada pada kategori
baik tentangkesiapsiagaan menghadapi bencana alam gunung meletus
4. Sikap yang dimiliki oleh masyarakat sebagian besar berada pada kategori kurang tentang
kesiapsiagaanmenghadapi bencana alam gunung meletus.enghadapi bencana alam
gunung meletus
5. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan masyarakatdengan kesiapsiagaan
masyarakat menghadapi bencana alam gunungmeletus di kota bukittinggi
6. Terdapat hubungan yang signifikan antara sikapmasyarakat dengankesiapsiagaan
masyarakat menghadapi bencana alam gunung meletus
7. Terdapat hubungan yang signifikan antara peran petugas kesehatan dengan kesiapsiagaan
masyarakat menghadapi bencana alam gunung meletus .
B. SARAN
1. Bagi masyarakat setempat sebaiknya terus siap siaga dalam menghadapi bencana alam
gunung meletus, mengikuti berbagai pelatihan terkait penanganan bencana, selalu
mengikuti informasi terbaru dari keadaan gunung apabila menunjukkan keadaan yang
berbahaya
2. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan sebaiknya dalam penelitian selanjutnya
memperhatikan hal-hal yang dapat diteliti yang belum tercantum dalam penelitian ini.
Contohnya sistem informasi bencana yang ada di daerah bukuttinggi dan Pengelolaan
Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK).Bagi pemerintah sebaiknya membentuk
komunitas masyarakat darurat bencana agar masyarakat lebih mandiri dan
berpengalaman serta mengetahui tindakan yang harus dilakukan ketika terjadi bencana
3. Bagi pelayanan kesehatan, sebaiknya petugas kesehatan yang berada dekat dengan lokasi
gunung membuat program kesehatan terkait manajemen bencana alam seperti pengadaan
sosialisasi bahaya gunung meletus bagi kesehatan, ketersediaan fasilitas yang cukup dan
memadai dan berperan sebagai pemberi informasi dan motivasi yang baik kepada
masyarakat.