Anda di halaman 1dari 2

Dalam sebuah pekerjaan pasti ada tantangannya apalagi dalam lingkungan sekolah baik itu pada

siswa, rekan sejawat, atasan, atau masyarakatnya.

Seperti halnya saya pernah mengalami masa-masa dimana ada tantangan dalam pekerjaan yang
saya jalani. Pada tahun 2016 saya baru masuk menjadi guru honorer di sekolah, sekolah saya berada
tidak jauh dari tempat tinggal saya. Sekolah tersebut termasuk dalam golongan yang
memprihatinkan karena memiliki murid kurang dari 100 siswa (saat itu). Setiap penerimaan siswa
baru saya selalu khawatir berapa murid baru yang akan masuk ke sekolah tempat saya mengajar.
Karena sekolah tersebut berdekatan dengan Madrasah Ibtidaiyah (MI). Dilingkungan saya mengajar
masyarakatnya sangat kental dengan ilmu agamanya sehingga mereka berpikir bahwa sekolah yang
terbaik hanya Madrasah Ibtidaiyah (MI) tersebut. Sehingga banyak masyarakat yang enggan untuk
mendaftar di SD tempat saya mengajar.

Dari hal yang sudah saya jelaskan, merupakan tantangan dalam pekerjaan yang saya jalani karena
saya harus dapat memiliki strategi-strategi saat mulai memasuki penerimaan siswa baru, karena saya
tinggal di dekat sekolah sehingga ini merupakan tanggungjawab saya untuk lebih mengembangkan
keadaan jumlah siswa di sekolah saya. Saya yakin dengan adanya niat yang baik pasti akan
mendapatkan hasil yang diinginkan pula.

Memang memaksakan kehendak seseorang sangatlah sulit, apalagi yang berhubungan dengan
masyarakat luas. Tapi dengan keyakinan dan kerjasama baik dari semua pihak dilingkungan sekolah
pasti akan dapat mengembangkan sekolah tempat saya mengajar.

Upaya yang saya lakukan untuk melakukan pendekatan dengan masyarakat yaitu dengan cara
mensosialisasikan sekolah dari rumah ke rumah. Saya memberi penjelasan dan meyakinkan
orangtua agar putra-putrinya bersekolah di tempat saya mengajar. Dari pengalaman saya ada juga
yang langsung menolak untuk disekolahkan di SD saya mengajar, tetapi saya tidak putus asa untuk
mencari murid di lingkungan saya. Ada juga orangtua yang tadinya enggan menyekolahkan anaknya
di SD saya setelah saya datangi dan mendengarkan penjelasan saya mereka berminat untuk
mendaftarkan anak-anaknya.

Tantangan yang saya hadapi menurut saya sangatlah kompleks, karena waktu saya mendaftar di
sekolah tersebut hanya memiliki kurang dari 100 siswa, dan partisipasi komite sekolah juga sangat
kurang ditambah lagi sekolah tersebut sangat berdekatan dengan Madrasah Ibtidaiyah (MI). Saya
yang sebagai guru baru di sekolah tersebut merasa inilah tantangan saya dalam menjalani pekerjaan
saya.

Pertimbangan saya mengambil langkah untuk mensosialisasikan sekolah dari rumah ke rumah
karena saya merasa harus terjun langsung dan menghadapi langsung masyarakat yang ada di desa
saya. Dilingkungan saya sangat kental dengan ilmu agamanya sehingga masyarakatnya pun memilih
untuk sekolah di MI karena mereka memandang dalam pembelajaran di MI lebih banyak ilmu
agamanya daripada yang ada di SD kami. Sebagai warga di desa tersebut dan guru di sekolah yang
ada di desa tersebut juga, cara ini sangatlah efektif karena dengan komunikasi langsung dengan
masyarakat sekitar akan membawa perubahan yang baik walaupun tidak langsung bertambah secara
signifikan. Tetapi dengan cara ini pula saya tahu titik permasalahan dan apa kemauan masyarakat
sekitar, dan bagaimana langkah selanjutnya untuk mengembangkan sekolah tempat saya mengajar.

Saya mengambil keputusan tersebut juga tidak melangkahi atasan saya, saya awalnya meminta izin
terlebih dahulu kepada kepala sekolah untuk mensosialisasikan sekolah kemasyarakat sekitar. Saat
saya mengunjungi masyarakat yang memiliki anak-anak yang usia SD, kebanyakan dari mereka
sangat menyambut baik kedatangan saya. Memang ada juga setelah saya menjelaskan tentang
sekolah kami ada yang langsung menolak untuk di sekolahkan kekami, karena mereka sudah sangat
berpegang teguh dengan pilihan mereka untuk tidak menyekolahkan anaknya di sekolah kami.

Selain dengan mensosialisasikan sekolah kami kepada masyarakat langsung, saya juga mengambil
tindakan untuk memberikan les baca kepada anak-anak yang belum sama sekali TK/RA dan pada
anak-anak yang sudah lulus TK/RA tetapi belum lancar membaca sehingga mereka mempunyai
sedikit bayangan materi SD.

Dari tindakan yang saya ambil, sedikit membawa perubahan, yang tadinya murid baru paling 10
siswa, empat tahun belakang setiap penerimaan siswa baru meningkat, sedikitnya menjadi 20 siswa
baru. Dan orangtuapun banyak yang berpikir jika ilmu agama juga sudah didapat dari sekolah MDA,
walau di SD tidak terlalu banyak.

Tindakan-tindakan tesebut biasanya saya lakukan menjelang pendaftaran baru, sehingga menarik
minat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah tempat saya mengajar.

Anda mungkin juga menyukai