Anda di halaman 1dari 37

Dosen Pengampuh : Rosita, S.ST.,M.

Kes

Mata Kuliah : Kesehatan Reproduksi

“MEMAHAMI KONSEP KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA


BERENCANA”

Disusun Oleh :

KELOMPOK 4

1. SRI REZKI AMALIYA (A1A219049)


2. INDAH AWALIA PUTRI (A1A219037)
3. FADILLAH (A1A219060)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI BIDAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehinggah penulis
berhasil menyelesaikan makalah yang berisi “MEMAHAMI KONSEP
KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA”.

Kami, menyadari bahwa materi yang saya selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari bersifat
membangun guna kesempurnaan materi selanjutnya.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan materi ini dari awal sampai akhir. Serta
kami berharap agar materi-materi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Makassar, 24 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan...........................................................................................................2

BAB II.....................................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

A. Sejarah Kependudukan..................................................................................3

B. Konsep Keluarga Berencana.......................................................................10

BAB III..................................................................................................................27

PENUTUP.............................................................................................................27

A. Kesimpulan.................................................................................................27

B. Saran............................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara terpadat di dunia. Berdasarkan
data dari Prospek Populasi Dunia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
Indonesia adalah negara terpadat keempat di dunia setelah Cina, India dan
Amerika Serikat. Menurut PBB, populasi Indonesia pada 2015 mencapai
sekitar 257,56 juta orang atau sekitar 3,50 persen dari total populasi
dunia.1 Selanjutnya menurut proyeksi penduduk BPS Indonesia 2010-
2035, populasi Indonesia dalam 5 tahun terakhir telah meningkat. Pada
tahun 2011, populasi Indonesia mencapai 241,99 juta orang dan terus
meningkat menjadi 255,46 juta orang pada tahun 2015. Ini memberikan
kontribusi besar terhadap peningkatan populasi dunia dalam beberapa
tahun terakhir karena populasi dunia diperkirakan mencapai 8,5 miliar
orang pada tahun 2030, meningkat menjadi 9,7 miliar pada tahun 2050 dan
tidak ada tanda-tanda angka ini akan menurun (Al Farauqi, 2022)
Pertumbuhan penduduk saat ini semakin meningkat dan itu
menjadi isu yang sangat populer dan mencemaskan bagi negaranegara di
dunia. Di Indonesia hal ini menjadi masalah besar dibandingkan negara
lain, pertumbuhan penduduk mempengaruhi berbagai aspek kehidupan
baik ekonomi maupun sosial, terutama peningkatan mutu kehidupan atau
kualitas penduduk dalam sumberdaya manusia yang dibarengi besarnya
jumlah penduduk yang tidak terkontrol. Semuanya terkait penyediaan
anggaran dan fasilitas kesehatan, pendidikan serta ketersediaan pangan
(Samuel & Mandas, 2018)
Program Keluarga Berencana Nasional diatur dalam Undang-
Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan 3 Keluarga. Dalam UU Nomor 52 Tahun 2009 disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan Keluarga Berencana (KB) adalah upaya
mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur

1
kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak
reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (UU No 52,
2009: 4). Perkembangan program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia
masih belum menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan angka
penggunaan kontrasepsi (CPR) dan penurunan angka unmet need hasil
SDKI dari tahun ke tahun yang belum mencapai target RPJM.
Berdasarkan data World Health Statistic tahun 2025, bila dibandingkan
dengan negara ASEAN lainnya, penggunaan KB di Indonesia sudah
melebihi rata-rata. Namun angkanya masih lebih rendah dibandingkan
dengan Vietnam, Kamboja, dan Thailand. Padahal berdasarkan data
Family Planning Worldwide, jumlah WUS di Indonesia yang tertinggi
diantara negara ASEAN lainnya (Harista, 2017). Dengan kata lain kita
masih harus meningkatkan angka CPR di Indonesia. Untuk itu diperlukan
peran serta aktif dari semua tenaga kesehatan, baik yang berada di pusat,
daerah, dan di unit pelayanan kesehatan dalam meningkatkan penggunaan
KB. (Paedagoria, 2022)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah keluarga berencana ?
2. Bagaimanakah konsep keluarga berencana ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimanakah sejarah keluarga berencana.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah konsep keluarga berencana.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Keluarga Brencana


Di luar negeri upaya keluarga berencana mula-mula timbul atas
prakarsa kelompok orang-orang yang menaruh perhatian pada masalah
kesehatan ibu, yaitu pada awal abad XIX di Inggris yaitu Marie Stopes
(19880-1950) yang menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan
buruh. Di Amerika Serikat dikenal dengan Margareth Sanger (1883-1966)
dengan program “birth control” nya merupakan pelopor KB Modern. Pada
tahun 1917 didirikan National Birth Control League dan pada Nopember
1921 diadakan American National Birth Control Conference yang
pertama. Pada tahun 1925 ia mengorganisir Konperensi International di
New York yang menghasilkan pembentukan International Federation of
Birth Control League. Pada tahun 1948 Margareth Sanger turut aktif di
dalam pembentukan International Committee on Planned Parenthood yang
dalam konferensinya di New Delhi pada tahun 1952 meresmikan
berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF). Federasi
ini memilih Margareth Sanger dan Lady Rama Ran dari India sebagai
pimpinannya. Sejak saat itu berdirilah perkumpulan-perkumpulan keluarga
berencana di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang merupakan
cabang-cabang IPPF tersebut (Ida Prijatni, 2018)

Sejarah KB dalam negeri dibagi menjadi 9 Periode:

1. Periode Perintisan (1950 – 1966)


Sejalan dengan perkembangan KB di luar negeri, di
Indonesia telah banyak dilakukan usaha membatasi kelahiran
secara tradisional dan bersifat individual. Dalam kondisi angka
kematian bayi dan ibu yang melahirkan di Indonesia cukup tinggi,
upaya mengatur kelahiran tersebut makin meluas terutama di
kalangan dokter. Sejak tahun 1950-an para ahli kandungan

3
berusaha mencegah angka kematian yang terlalu tinggi dengan
merintis Bagian Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Diantara
pelopor keluarga berencana tersebut Dr. Sulianti Saroso. Pada
tahun 1953, sekelompok kecil masyarakat yang terdiri dari
berbagai golongan, khususnya dari kalangan kesehatan, memulai
prakarsa kegiatan keluarga berencana. Kegiatan ini berkembang
hingga berdirilah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI) tahun 1957. Mula-mula Departemen Kesehatan merupakan
penunjang bagi Kegiatan-kegiatan PKBI, dengan menyediakan
BKIA- BKIA serta tenaga kesehatan sebagai sarana pelayanan
keluarga berencana (Depkes RI, 1985) dalam (Ida Prijatni,
2018)Namun dalam kegiatan penerangan dan pelayanan masih
dilakukan terbatas mengingat PKBI, sebagai salah satu kegiatan
penerangan dan pelayanan masih dilakukan terbatas mengingat
PKBI, sebagai salah satunya organisasi sosial yang bergerak dalam
bidang KB masih mendapat kesulitan dan hambatan, terutama
KUHP nomor 283 yang melarang penyebarluasan gagasan
keluarga berencana. Pada tahun 1967 PKBI diakui sebagai badan
hukum oleh Departemen Kehakiman.
2. Periode Keterlibatan Pemerintah dalam program KB
Di dalam Kongres Nasional I PKBI di Jakarta diambil keputusan
diantaranya bahwa PKBI dalam usahanya mengembangkan dan
memperluas usaha keluarga berencana (KB) akan bekerjasama
dengan instansi pemerintah. Pada tahun 1967 Presiden Soeharto
menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang berisikan
kesadaran betapa pentingnya menentukan atau merencanakan
jumlah anak, dan menjarangkan kelahiran dalam keluarga sebagai
hak asasi manusia. Pada tanggal 16 Agustus 1967 di depan Sidang
DPRGR, Presiden Soeharto pada pidatonya “Oleh karena itu kita
harus menaruh perhatian secara serius mengenai usaha- usaha
pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang

4
dapat dibenarkan oleh moral agama dan moral Pancasila”. Sebagai
tindak lanjut dari Pidato Presiden tersebut, Menkesra membentuk
Panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan program
KB dijadikan Program Nasional. Selanjutnya pada tanggal 7
September 1968 Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26
tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya
antara lain:
a. Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala
aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga
Berencana.
b. Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau
Lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di
bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas unsur
Pemerintah dan masyarakat.

Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Mankesra pada tanggal


11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No.
35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang Pembentukan Tim yang akan
mengadakan persiapan bagi Pembentukan Lembaga Keluarga
Berencana. Setelah melalui pertemuan-pertemuan Menkesra
dengan beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat
yang terlibat dalam usaha KB. Maka pada tanggal 17 Oktober 1968
dibentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan
Surat Keputusan No. 36/KPTS/Kesra/X/1968. Lembaga ini
statusnya adalah sebagai Lembaga Semi Pemerintah.

3. Periode Pelita I (1969-1974)


Periode ini mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun
1970 dan sebagai Kepala BKKBN adalah dr. Suwardjo
Suryaningrat. Dua tahun kemudian, pada tahun 1972 keluar
Keppres No. 33 Tahun 1972 sebagai penyempurnaan Organisasi

5
dan tata kerja BKKBN yang ada. Status badan ini berubah menjadi
Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan
langsung dibawah Presiden. Untuk melaksanakan program
keluarga berencana di masyarakat dikembangkan berbagai
pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan program dan
situasi serta kondisi masyarakat. Pada Periode Pelita I
dikembangkan periode Klinik (Clinical Approach) karena pada
awal program, tantangan terhadap ide keluarga berencana masih
sangat kuat untuk itu pendekatan kesehatan paling tepat.
4. Periode Pelita II (1974-1979)
Kedudukan BKKBN dalam Keppres No. 38 Tahun 1978
adalah sebagai lembaga pemerintah non-departemen yang berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas
pokoknya adalah mempersiapkan kebijaksanaan umum dan
mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional dan
kependudukan yang mendukungnya, baik di tingkat pusat maupun
di tingkat daerah serta mengkoordinasikan penyelenggaraan
pelaksanaan di lapangan. Periode ini pembinaan dan pendekatan
program yang semula berorientasi pada kesehatan ini mulai
dipadukan dengan sector-sektor pembangunan lainnya, yang
dikenal dengan Pendekatan Integratif (Beyond Family Planning).
Dalam kaitan ini pada tahun 1973-1975 sudah mulai dirintis
Pendidikan Kependudukan sebagai pilot project.
5. Periode Pelita III (1979-1984)
Periode ini dilakukan pendekatan Kemasyarakatan
(partisipatif) yang didorong peranan dan tanggung jawab
masyarakat melalui organisasi/institusi masyarakat dan pemuka
masyarakat, yang bertujuan untuk membina dan mempertahankan
peserta KB yang sudah ada serta meningkatkan jumlah peserta KB
baru. Pada masa periode ini juga dikembangkan strategi
operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava

6
Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga
diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Pada periode
ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan
kontrasepsi yang merupakan bentuk “Mass Campaign” yang
dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”.
6. Periode Pelita I (1983-1988)
Pada masa Kabinet Pembangunan IV ini dilantik Prof. Dr.
Haryono Suyono sebagai Kepala BKKBN menggantikan dr.
Suwardjono Suryaningrat yang dilantik sebagai Menteri
Kesehatan. Pada masa ini juga muncul pendekatan baru antara lain
melalui Pendekatan koordinasi aktif, penyelenggaraan KB oleh
pemerintah dan masyarakat lebih disinkronkan pelaksanaannya
melalui koordinasi aktif tersebut ditingkatkan menjadi koordinasi
aktif dengan peran ganda, yaitu selain sebagai dinamisator juga
sebagai fasilitator. Disamping itu, dikembangkan pula strategi
pembagian wilayah guna mengimbangi laju kecepatan program.
Pada periode ini secara resmi KB Mandiri mulai dicanangkan pada
tanggal 28 Januari 1987 oleh Presiden Soeharto dalam acara
penerimaan peserta KB Lestari di Taman Mini Indonesia Indah.
Program KB Mandiri dipopulerkan dengan kampanye LIngkaran
Biru (LIBI) yang bertujuan memperkenalkan tempat-tempat
pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.
7. Periode Pelita V (1988-1993)
Pada masa Pelita V, Kepala BKKBN masih dijabat oleh
Prof. Dr. Haryono Suyono. Pada periode ini gerakan KB terus
berupaya meningkatkan kualitas petugas dan sumberdaya manusia
dan pelayanan KB. Oleh karena itu, kemudian diluncurkan strategi
baru yaitu Kampanye Lingkaran Emas (LIMAS). Jenis kontrasepsi
yang ditawarkan pada LIBI masih sangat terbatas, maka untuk
pelayanan KB LIMAS ini ditawarkan lebih banyak lagi jenis
kontrasepsi, yaitu ada 16 jenis kontrasepsi. Pada periode ini juga

7
ditetapkannya UU No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan Garis-
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 khususnya sub sektor
keluarga sejahtera dan Kependudukan, maka kebijaksanaan dan
strategi gerakan KB nasional diadakan untuk muwujudkan
keluarga Kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan,
penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan
peningkatan kesejahteraan keluarga.
8. Periode Pelita VI (1993-1998)
Dalam Kabinet Pembangunan VI sejak tanggal 19 Maret
1993 sampai dengan 19 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono
ditetapkan sebagai Menteri Negara Kependudukan/ Kepala
BKKBN, sebagai awal dibentuknya BKKBN setingkat
Kementerian. Pada tangal 16 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono
Suyono diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan merangkap
sebagai Kepala BKKBN. Dua bulan berselang dengan terjadinya
gerakan reformasi, maka Kabinet Pembangunan VI mengalami
perubahan menjadi Kabinet Reformasi Pembangunan Pada tanggal
21 Mei 1998, Prof. Haryono Suyono menjadi Menteri Koordinator
Bidang Kesra dan Pengentasan Kemiskinan, sedangkan Kepala
BKKBN dijabat oleh Prof. Dr. Ida Bagus Oka sekaligus menjadi
Menteri Kependudukan. Pada pelita VI, fokus kegiatan diarahkan
pada pelayanan keluarga berencana dan pembangunan keluarga
sejahtera, yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan
keluarga untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat
melaksanakan fungsinya secara optimal. Kegiatan yang
dikembangkan dalam pelaksanaan pembangunan keluarga sejahtera
diarahkan pada tiga gerakan, yaitu Gerakan Reproduksi Sejahtera
(GRKS), Gerakan Ketahanan Keluarga Sejahtera (GKSS), dan
Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera dapat melaksanakan

8
fungsinya secara optimal. Kegiatan yang dikembangkan dalam
pelaksanaan pembangunan keluarga sejahtera diarahkan pada tiga
gerakan, yaitu Gerakan Reproduksi Sejahtera (GRKS), Gerakan
Ketahanan Keluarga Sejahtera (GKSS), dan Gerakan Ekonomi
Keluarga Sejahtera (GEKS).
9. Periode Reformasi
Pada Periode Kabinet Persatuan Indonesia, Kepala BKKBN
dirangkap oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yang
dijabat oleh Khofifah Indar Parawansa. Setelah itu digantikan oleh
Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir pada tahun 2001 dan meninggal
dunia pada akhir 2003 akibat penyakit kanker dan yang kemudian
terjadi kekosongan. Pada tanggal 10 November 2003, Kepala
Litbangkes Departemen Kesehatan dr. Sumarjati Arjoso, SKM
dilantik menjadi Kepala BKKBN oleh Menteri Kesehatan Ahmad
Sujudi sampai beliau memasuki masa pensiun pada tahun 2006.
Setelah itu digantikan oleh Dr. Sugiri Syarief, MPA yang dilantik
sebagai Kepala BKKBN yang baru oleh Menteri Kesehatan DR.dr.
Siti-Fadilah Supari, SPJP (K), Menteri Kesehatan pada tanggal 24
Nopember 2006. Pada tahun 2009, diterbitkan Undang Undang No.
52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, BKKBN berubah dari Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Sebagai tindak lanjut
dari UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera, di mana BKKBN kemudian
direstrukturisasi menjadi badan kependudukan, bukan lagi badan
koordinasi, maka pada tanggal 27 September 2011 Kepala
BKKBN, Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA akhirnya dilantik sebagai
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN)
oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih. Setelah dr.
Sugir Syarief memasuki masa pensiun, terjadi kevakuman selama

9
hampir sembilan bulan. Pada tanggal 13 Juni 2013 akhirnya
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan mantan Wakil
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Fasli Jalal sebagai
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) (Fatimah & Nuryaningsih, 2021)

B. Konsep Keluarga Berencana


1. Pengertian Keluarga Berencana
Definisi dari Keluarga Berencana menurut World Health
Organisation (WHO) expert committee pada tahun 1970, yang
dimaksud dengan KB adalah tindakan yang dilakukan untuk
membantu pasangan suami istri untuk menunda atau terhindar
terjadinya kehamilan yang belum dikehendaki, membantu Agar proses
perolehan keturunan yang diinginkan oleh pasangan secepatnya
terealisasi, melakukan pengaturan jarak antara kehamilan pertama dan
kedua dan seterusnya, melakukan pengawasan terhadap proses
melahirkan sehingga hubungan yang terjalin pada pasangan saat
melahirkan sangatlah penting yang ini terkait dengan usia yang
dimiliki oleh si perempuan, dan terakhir adalah bagaimana pasangan
secara komitmen dalam menentukan jumlah anak.(Yuhedi &
Kurniawati, 2013) dalam (Fatimah & Nuryaningsih, 2021)
Keluarga Berencana (KB) menurut Organisasi Kesehatan Dunia
atau WHO (World Health Organisation) adalah tindakan yang
membantu individu atau pasangan suami istri untuk :
a. mengindari kelahiran yang tidak diinginkan
b. mendapatkan kelahiran yang diinginkan
c. mengatur jarak kelahiran
d. mengontrol waktu kelahiran dalam hubungan dengan umur
suami dan istri
e. menetukan jumlah anak dalam keluarga (Ariani, 2018) dalam
(Ati et al., 2019)

10
Definisi Keluarga Berencana (KB) secara umum juga didefiniskan
suatu suatu bentuk upaya guna melakukan pengaturan banyaknya
jumlah kehamilan, sehingga mempunyai dampak positif bagi ibu,
bapak dan keluarga yang bersangkutan sehingga tidak akan terjadi
adanya dampak yang tidak diinginkan Yang disebabkan karena
membuat keputusan untuk hamil sehingga ada pengaruh yang di luar
yang diharapkan. Karenanya sangatlah penting melakukan rencana atas
keputusan yang diambil keluarga terhdapat keputusan untuk hamil,
karena jika hal tersebut menjadi sesuatu yang diharaokan maka
dipastikan akan tidak terjadi sesuatu diluar yang diprediksi, karena
hamil adalah sesuatu yang telah diputuskan secara matang, sehingga
terhindar dari keputusan yang tidak logis diantara adanya adalah
adanya alasan karena tidaksiapan sehingga harus memutuskan untuk
mengakhir kehamilan dengan berbagai cara termasuk dengan cara
aborsi.
Keluarga Berencana (KB) adalah upaya untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas melalui promosi, perlindungan, dan bantuan
dalam mewujudkan hak-hak reproduksi serta penyelenggaraan
pelayanan, pengaturan dan dukungan yang diperlukan untuk
membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal, mengatur jumlah,
jarak, dan usia ideal melahirkan anak, mengatur kehamilan dan
membina ketahanan serta kesejahteraan anak (BKKBN, 2015) dalam
(Ati et al., 2019)
Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program
yang penting dalam meningkatkan kesejahteraan perempuan, baik
secara individu maupun sebagai bagian dari keluarga dan
komunitasnya. Salah satu tujuan dari program KB adalah
meningkatkan status kesehatan ibu dan kualitas reproduksi di
indonesia. Secara spesifik, program KB ini bermanfaat untuk
menurunkan risiko terjangkitnya kanker rahim dan kanker servik pada
perempuan, menurunkan angka kematian maternal serta peningkatan

11
indeks pembangunan manusia (IPM), menghindari kehamilan yang
tidak diinginkan, meningkatkan Kesehatan ibu hamil dan anak,
mencegah penularan penyakit berbahaya, menjamin tumbuh kembang
bayi dan anak, meningkatkan kesejahteraan keluarga, turut menjamin
pendidikan anak, serta meningkatkan kualitas sebuah keluarga (RI,
2021)
KB adalah merupakan salah satu usaha untuk mencapai
kesejahteraan dengan jalan memberikan nasehat
perkawinan,pengobatan kemandulan dan penjarangan kelahiran. KB
merupakan tindakan membantu individu atau pasangan suami istri
untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan
kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara
kelahiran. KB adalah proses yang disadari oleh pasangan untuk
memutuskan jumlah dan jarak anak serta waktu kelahiran (Matahari et
al., 2018)
Program Keluarga Berencana adalah upaya pengendalian populasi
yang vital, dalam merekonstruksi masyarakat untuk memisahkan
kehidupan pribadinya (masalah reproduksi) menjadi masalah sosial
(kelebihan penduduk). Saya berpendapat bahwa pelaksanaan Program
Keluarga Berencana adalah upaya pemerintah Indonesia untuk
mendisiplinkan masyarakat di bawah wacana Norma Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera (NKKBS). Dengan menggunakan konsep Foucault
tentang governmentalitas, penelitian ini akan menjelaskan rasionalitas,
pembuatan wacana, problematisasi, wacana, dan mode subjektivasi
dari governmentalitas dari adanya program ini dalam kehidupan
sehari-hari di Indonesia. Penelitian ini akan menggunakan penelitian
literatur dan wawancara mendalam dengan para pemangku
kepentingan dan objek-objek kebijakan (Rahmayanti et al., 2022)

2. Tujuan Keluarga Berencana

12
a. Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan
keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian
kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia.
b. Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia
yang bermutu dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.

3. Sasaran Program Keluarga Berencana


a. Sasaran langsung Pasangan usia subur yang bertujuan untuk
menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan
kontrasepsi secara berkelanjutan.
b. Sasaran tidak langsung Pelaksana dan pengelola KB, dengan
cara menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan
kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai
keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera (Handayani,2010;
29) dalam (Yulizawati et al., 2019)

4. Ruang Lingkup Program Keluarga Berencana


Ruang lingkup program KB,meliputi:
a. Komunikasi informasi dan edukasi
b. Konseling
c. Pelayanan infertilitas
d. Pendidikan seks
e. Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan
f. Konsultasi genetic
(Matahari et al., 2018)

5. Manfaat Usaha Kb Dipandang Dari Segi Kesehatan


Peningkatan dan perluasan pelayanan KB merupakan salah satu
usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang
semakin tinggi akibat kehamilan yang dialami wanita. (Ida Prijatni,
2018)

13
6. Akseptor Keluarga Berencana
Akseptor KB adalah proses yang disadari oleh pasangan untuk
memutuskan jumlah danjarak anak serta waktu kelahiran. Adapun
jenis - jenis akseptor KB, yaitu :
a. Akseptor Aktif
Akseptor aktif adalah kseptor yang ada pada saat ini
menggunakan salah satu cara / alat kontrasepsi untuk
menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.
b. Akseptor aktif kembali Akseptor aktif kembali adalah pasangan
usia subur yang telah menggunakan kontrasepsi selama 3 (tiga)
bulan atau lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan, dan
kembali menggunakan cara alat kontrasepsi baik dengan cara
yang sama maupun berganti cara setelah berhenti / istirahat
kurang lebih 3 (tiga) bulan berturut– turut dan bukan karena
hamil.
c. Akseptor KB Baru Akseptor KB baru adalah akseptor yang
baru pertama kali menggunakan alat / obat kontrasepsi atau
pasangan usia subur yang kembali menggunakan alat
kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus.
d. Akseptor KB dini Akseptor KB dini merupakan para ibu yang
menerima salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 2 minggu
setelah melahirkan atau abortus.
e. Akseptor KB langsung Akseptor KB langsung merupakan para
istri yang memakai salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 40
hari setelah melahirkan atau abortus.
f. Akseptor KB dropout Akseptor KB dropout adalah akseptor
yang menghentikan pemakaian kontrasepsi lebih dari 3 bulan
(BKKBN, 2007) dalam (Fatimah & Nuryaningsih, 2021)

14
7. Kontrasepsi
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra
berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah
pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang
mengakibatkan kehamilan. Maksud dari konsepsi adalah
menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya
pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan
maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yan membutuhkan kontrasepsi
adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-
duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki
kehamilan. Kontrasepsi adalah usaha - usaha untuk mencegah
terjadinya kehamilan, usaha itu dapat bersifat sementara dapat bersifat
permanen. Adapun akseptor KB menurut sasarannya, meliputi:
a. Fase Menunda Kehamilan
Masa menunda kehamilan pertama sebaiknya dilakukan
oleh pasangan yang istrinya belum mencapai usia 20
tahun.Karena usia di bawah 20 tahun adalah usia yang
sebaiknya menunda untuk mempunyai anak dengan berbagai
alasan.Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu kontrasepsi
dengan pulihnya kesuburan yang tinggi, artinya kembalinya
kesuburan dapat terjamin 100%. Hal ini penting karena pada
masa ini pasangan belum mempunyai anak, serta efektifitas
yang tinggi. Kontrasepsi yang cocok dan yang disarankan
adalah pil KB, AKDR.
b. Fase Mengatur/Menjarangkan
Kehamilan Periode usia istri antara 20 - 30 tahun
merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan, dengan
jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2 – 4
tahun.Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu efektifitas
tinggi, reversibilitas tinggi karena pasangan masih

15
mengharapkan punya anak lagi.Kontrasepsi dapat dipakai 3-4
tahun sesuai jarak kelahiran yang direncanakan.
c. Fase Mengakhiri Kesuburan
Sebaiknya keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur
istri lebih dari 30 tahun tidak hamil. Kondisi keluarga seperti
ini dapat menggunakan kontrasepsi yang mempunyai efektifitas
tinggi, karena jika terjadi kegagalan hal ini dapat menyebabkan
terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak.
Di samping itu jika pasangan akseptor tidak mengharapkan
untuk mempunyai anak lagi, kontrasepsi yang cocok dan
disarankan adalah metode kontap, AKDR, implan, suntik KB
dan pil KB (Yulizawati et al., 2019)

8. Jenis-jenis KB di Indonesia
Metode KB dapat dibedakan menjadi KB cara modern dan cara
tradisional. Metode KB cara modern adalah sterilisasi, pil, IUD, suntik,
susuk KB, kondom, intravagina/diafragma, kontrasepsi darurat dan
Metode Amenorea Laktasi (MAL). Sedangkan cara tradisional
misalnya pantang berkala dan senggama terputus.
a. Metode Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal merupakan salah satu metode
kontrasepsi yang paling efektif dan reversibel untuk mencegah
terjadinya konsepsi (Baziad, 2008). Kontrasepsi hormonal
merupakan kontrasepsi dimana estrogen dan progesteron
memberikan umpan balik terhadap kelenjar hipofisis melalui
hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap folikel dan proses
ovulasi (Manuaba, 2010). Metode kontrasepsi hormonal pada
dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu kombinasi (mengandung hormon
progesteron dan estrogen sintetik) dan yang hanya berisi
progesteron saja. Kontrasepsi hormonal kombinasi terdapat pada
pil dan suntikan/injeksi. Sedangkan kontrasepsi hormon yang berisi

16
progesteron terdapat pada pil, suntik dan implant (Handayani,
2010) dalam (Ati et al., 2019)
1) PIL KB
KB pila atau pil yang digunakan dengan cara
diminum (oral/ mulut) akan menggantikan produksi normal
estrogen dan progesteron oleh ovarium. Pil akan menekan
hormon pada rahim selama siklus haid yang normal,
sehingga mencegah ovulasi atau pembuahan. Pemberian pil
bukan hanya untuk mencegah pembuahan, tetapi juga dapat
menimbulkan gejala-gejala pseudo pregnancy atau
kehamilan palsu seperti mual, muntah, payudara membesar,
dan terasa nyeri perut. Efektifitas KB pil mencapai 99%
atau 0,1-5 kehamilan/100 wanita, pada pemakaian ditahun
pertama bila dilakukan dengan tepat (Vienalia, 2011:15)
dalam (Ati et al., 2019). Jenis KB Pil yaitu :
a) Monofasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21
tablet mengamdung hormon aktif estrogen atau
progestin, dalam dosisi yang sama, dengan 7 tablet
tanpa hormon aktif, jumlah dan porsi hormonnya
konstan setiap hari.
b) Bifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormon aktif estrogen, progestin,
dengan dua dosis berbeda 7 tablet tanpa hormon
aktif, dosis hormon bervariasi.
c) Trifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormon aktif estrogen atau progestin,
dengan tiga dosis yang berbeda 7 tablet tanpa
hormon aktif, dosis hormone bervariasi setiap hari.
Sulistyawati (2013) dalam (Ati et al., 2019)

Keuntungan KB Pil

17
a) Tidak mengganggu hubungan seksual
b) Siklus haid menjadi teratur (mencegah anemia)
c) Dapat digunakan sebagai metode jangka panjang
d) Dapat digunakan pada masa remaja hingga
menopouse
e) Mudah dihentikan setiap saat
f) Kesuburan cepat kembali setelah penggunaan pil
dihentikan
g) Membantu mencegah: kehamilan ektopik, kanker
ovarium, kanker endometrium, kista ovarium, acne,
disminorhea.

Efek samping dari penggunaan kontrasepsi hormonal Pil


dapat berbeda-beda sesuai dengan respon tubuh pada
wanita tersebut, sehingga reaksi yang di timbulkan bias saja
berbeda. Ada perempuan yang cocok menggunakan KB Pil
dan adapula yang tidak begitu cocok akibat reaksi yang
ditimbulkan.

2) KB Suntik
Kontrasepsi Suntik KB suntik dibagi menjadi 2
macam yaitu DMPA (Depot Medroksiprogesterone Asetat)
dan kombinasi. Suntik DMPA berisi depot diberikan dalam
suntikan tunggal 150 mg/ml setiap 12 minggu (3 bulan) dan
Suntik Kombinasi yang berisi 2 hormon yakni estrogen dan
progesteron yang diberikan setiap 1 bulan sekali . KB
suntik 3 Bulan memiliki efektivitas yang tinggi dengan 0,3
kehamilan per 100 perempuan dalam satu tahun pemakaian
(BKKBN, 2003) dalam (Ati et al., 2019)
Jenis kontrasepsi Suntik yaitu :

18
1) Depo Mendroksi Progesteron (DMPA),
mengandung 150 mg DMPA yang diberikan setiap
tiga bulan dengan cara di suntik (di daerah pantat).
2) Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat),
mengandung 200 mg Noretindron Enantat,
diberikan setiap dua bulan dengan cara di suntik
Sulistyawati (2013) dalam (Ati et al., 2019)

Keuntungan dan Kerugian Kontrasepsi Suntik yaitu :

Keuntungan pengguna KB suntik yaitu sangat


efektif, pencegah kehamilan jangka panjang, tidak
berpengaruh pada hubungan seksual, tidak mengandung
estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit
jantung dan gangguan pembekuan darah, tidak
mempengaruhi ASI, efek samping sangat kecil, klien tidak
perlu menyimpan obat suntik, dapat digunakan oleh
perempuan usia lebih 35 tahun sampai perimenopause,
membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan
ektopik, menurunkan kejadian tumor jinak payudara, dan
mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul
(Sulistyawati, 2013) dalam (Ati et al., 2019)

Adapun keterbatasan dari kontrasepsi Suntik


menurut Sulistyawati (2013) dalam (Ati et al., 2019) yaitu:
Gangguan haid, Leukorhea atau Keputihan,
Galaktorea/mengeluarkan ASI mesti tidak sedang
menyusui, Jerawat , Rambut Rontok, Perubahan Berat
Badan, Perubahan libido atau keinginan untuk berhubungan
seksual.

3) Kontrasepsi Implant

19
Implant Susuk KB/Implant atau alat kontrasepsi
bawah kulit (AKBK) adalah Satu, dua atau enam batang
silastik (sebesar bata korek api) yang berisi hormone
progesterone yang dimasukkan dibawah kulit lengan atas.
Implant satu dan dua batang dapat digunakan selama 3
tahun, sedangkan yang enam batang dapat digunakan
selama 5 tahun. Aman bagi hampir semua wanita yang
menggunakan, namun segera dilepas apabila sudah habis
batas waktu penggunaan. Implan sangat efektif karena
memiliki tingkat kegagalan 0,2-1,0 kehamilan per 100
perempuan artinya jika terjadi kegagalan hanya 1 dari 100
wanita yang gagal dalam berKB. Jenis yang paling efektif
yakni 5 tahun untuk Norplant, 3 tahun untuk Jadena,
Indoplant, dan Implanon. (BKKBN dan Kemenkes RI,
2012) dalam (Ati et al., 2019)
Jenis kontrasepsi Implant yaitu :
a) Norplant: terdiri dari 6 batang silastik lembut
berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter
2,4 mm, yang diisi dengan 3,6 mg levonorgestrel
dan lama kerjanya 5 tahun.
b) Implanon: terdiri dari satu batang putih lentur
dengan panjang kira-kira 40 mm, dan diameter 2
mm, yang diisi dengan 68 mg 3- Keto-desogestrel
dan lama kerjanya 3 tahun.
c) Jadena dan indoplant: terdiri dari 2 batang yang diisi
dengan 75 mg. Levonorgestrel dengan lama kerja 3
tahun (BKKBN, 2006) dalam (Yulizawati et al.,
2019)

Keuntungan kontrasepsi Implant yaitu : Perlindungan


jangka panjang, Efektif 5 tahun untuk norplant, 3 tahun

20
untuk jenis Implan Jedena, Indoplant, atau Implanon,
Nyaman dan daya guna tinggi, Dapat dipakai oleh semua
ibu dalam usia reproduksi, Kesuburan segera kembali
setelah implan dicabut d. Aman dipakai pada masa laktasi,
Tidak memerlukan pemeriksaan dalam saat pemasangan,
Tidak mengganggu dari kegiatan senggama, Mengurangi
nyeri dan jumlah darah saat haid, Mengurangi dan
memperbaiki anemia, Melindungi terjadinya kanker
endometrium/rahim dan Melindungi diri dari beberapa
penyebab penyakit radang panggul. (Saifuddin, 2010)
dalam (Ati et al., 2019)

Kerugian kontrasepsi Implant yaitu : Perubahan pola


haid berupa perdarahan bercak (spooting), Hipermenorea
atau meningkatnya jumlah darah haid dan
Amenorrhea/tidak mens selama >3 bulan. (Saifuddin, 2010)
dalam (Ati et al., 2019)

4) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


AKDR Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
atau IUD (Intrauterine Device) adalah metode kontrasepsi
yang efektif terutama pada wanita yang sedang berada pada
periode setelah bersalin, atau bersalin (Zaconeta, et al,
2019) AKDR atau IUD pada kontrasepsi AKDR memiliki
efektifivitas 99,2%-99,8% dalam tahun pertama
penggunaan dan angka kegagalan di tahun pertama Cu T
380a 0,6-0,8%, setelah penghentian pemakaian Cu T 380a
pengguna AKDR akan kembali subur dengan kemungkinan
hamil kembali 82% pada 1 tahun pertama dan 89% pada 2
tahun pelepasan (Hardeman & Weisss, 2014) dalam (Ati et
al., 2019)
Keuntungan pemakaian kontrasepsi IUD

21
a) Dapat segera aktif setelah pemasangan
b) Metode jangka panjang (5-10 tahun), tidak
mempengaruhi produksi dan jumlah ASI
c) Kesuburan cepat kembali setelah IUD dilepas.
d) Dapat di pasang segera setelah melahirkan.
e) Meningkatkan kenyamanan hubungan suami istri
karena rasa aman terhadap resiko kehamilan Sangat
efektif 0,6 – 0,8 kehamilan / 100 perempuan dalam
1 tahun pertama pemakaian.
f) Dapat segera aktif setelah pemasangan.
g) Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
h) Tidak ada efek samping hormonal.
i) Dapat digunakan hingga menopause.
j) Tidak ada interaksi dengan obat-obatan. Saifuddin
(2010) dalam (Ati et al., 2019)

Efek samping IUD menurut Saifuddin (2010) dalam (Ati et


al., 2019) antara lain :

a) Haid lebih banyak dan lama


b) Nyeri saat haid
c) perdarahan berupa bercak/spoting
d) kehamilan In Situ.
e) Infeksi dapat terjadi saat pemasangan yang tidak
steril.
f) Ekspulsi (IUD yang keluar atau terlepas dari rongga
rahim).
g) Wanita yang pernah mengalami pedarahan yang
hebat Saifuddin (2010) dalam (Ati et al., 2019)

b. Metode Kontrasepsi Mantap (KONTAP)

22
Kontrasepsi Mantap (KONTAP) Kontrasepsi mantap
adalah suatu tindakan untuk membatasi kehamilan dalam jangka
waktu yang tidak terbatas, yang dilakukan terhadap salah seorang
dari pasangan suami istri atas permintaan oleh yang bersangkutan,
secara mantap dan sukarela. Kontap dapat diikuti oleh pria maupun
wanita yang yang sehat tanpa adanya kontra indikasi. Metode
kontrasepsi mantap, yakni:
a) Metode Operatif Wanita (MOW) sering dikenal dengan
tubektomi karena prinsip metode ini adalah memotong atau
mengikat saluran tuba/tuba falopii sehingga mencegah
pertemuan antara ovum dan sperma.
b) Metode Operatif Pria (MOP) sering dikenal dengan nama
vasektomi, vasektomi yaitu memotong atau mengikat saluran
sperma vas deferens,sehingga cairan sperma tidak dapat
keluar atau ejakulasi (Handayani, 2010) dalam (Ati et al.,
2019)
Kelebihan Vasektomi
a) Termasuk dalam kategori operasi ringan
b) Tidak perlu rawat inap di Rumah Sakit
c) Tidak mengganggu kehidupan seksual. Nafsu seks dan
potensi lelaki tetap, dan waktu melakukan koitus, terjadi
pula ejakulasi, tetapi yang keluar hanya semacam lendir
(cairan semen) yang tidak mengandung sperma.
d) Termasuk dalam metode kontrasepsi yang sangat aman,
sederhana, dan sangat efektif. Dalam pelaksanaan operasi
sangat singkat dan tidak memerlukan anestesi umum.
e) Jarang ada keluhan sampingan untuk seterusnya
f) Pasangan terhindar dari kehamilan

Kekurangan Vasektomi

a) Tindakan operatif seringkali menakutkan

23
b) Nyeri setelah dioperasi
c) Pasangannya harus memakai metode kontrasepsi yang lain.

c. Metode Kontrasepsi Sederhana/Alamiah


Metode Amenore Laktasi (MAL), Coitus Interuptus,
metode Kalender, Metode Lendir Serviks (MOB), Metode Suhu
Basal Badan, dan Simtotermal yaitu perpaduan antara suhu basal
dan lendir serviks
1) Metode Kalender
Metode ini digunakan prinsip pantang berkala, yaitu
tidak melakukan masa subur istri. Untuk menentukan masa
subur istri digunakan 3 patokan : Ovulasi terjadi 14 hari
kurang lebih sebelum haid yang akan dating Sperma dapat
hidup selama 48 jam setelah ejakulasi Ovum dapat hidup
24 jam setelah ovulasi Apabila konsepsi ingin dicegah
koitus harus dihindari sekurang-kurangnya selama tiga hari
atau 72 jam, yaitu 48 jam sebelum ovulasi dan 24 jam
setelah ovulasi. Metode ini hanya digunakan pada wanita
yang daur menstruasinya teratur.
2) Senggama Terputus (Coitus Interuptus)
Coitus Interuptus atau yang sering diisebut
Senggama Terputus merupakan metode kontrasepsi
sederhana dengan cara mengeluarkan alat kelamin pria
(penis) sebelum ejakulasi sehingga sperma tidak masuk
kedalam vagina dan kehamilan dapat dicegah. Sebagai
catatan metode ini tidak dianjurkan dilakukan pada masa
subur. Manfaat dari metode ini yaitu tidak mengganggu
produksi ASI, tidak ada efek samping , dapat digunakan
setiap waktu, tidak membutuhkan biaya, meningkatkan
keterlibatan pria dalam KB dan memungkinkan hubungan

24
lebih dekat dan pengertian yang sangat dekat antar
pasangan.

d. Metode Kontrasepsi Sederhana Dengan Alat


Kondom Prinsipnya yaitu menghalangi masuknya sperma
kedalam vagina sehingga pertumbuhan dapat dicegah. Ada 2 jenis
kondom yaitu kondom yang terbuat dari karet, usus domba dan
kondom karet lebih elastis dan murah sehingga banyak digunakan.
Secara teoritis kegagalan kondom hanya terjadi jika kondom
tersebut sobek karena kurang hati-hati, pelumas kurang atau karena
tekanan pada waktu ejakulasi. Keuntungan dari penggunaan
kondom yaitu murah, mudah didapat, tidak memerlukan
pengawasan dan mengurangi kemungkinan penyakit menular
kelamin. Pada jumlah kecil kasus tersebut terdapat alergi terhadap
kondom karet. Efektivitas kondom 15-20% jadi bisa dikatakan
memiliki tingat kegagalan yang tinggi.( George., Dimitri, 2015)
dalam (Ati et al., 2019)

e. Kontrasepsi Darurat (Kondar)


Kontrasepsi Darurat (Emergency Contraception) atau
disebut sebagai kontrasepsi pascasenggama karena digunakan
setelah berhubungan seksual. Kontrasepsi ini disebut Morning
After Pil atau Morning After Treatment, juga berfungsi untuk
mengurangi angka kegagalan kontrasepsi seperti penggunaan
kondom yang sobek dan dikhawatirkan akan menyebabkan
kehamilan yang tidak direncanakan. Waktu meminum pil
kontrasepsi darurat kombinasi sedini mungkin dalam waktu 72 jam
sesudah hubungan seksual tanpa pelindung (Kondom) dan juga
dapat meminum pil kontrasepsi darurat kombinasi antara 72 jam
hingga 120 jam sesudah hubungan seksual tanpa pelindung. Perlu
diketahui bahwa efektivitas pil kontrasepsi darurat tergantung pada

25
jarak waktu antara hubungan seksual tanpa pelindung terakhir
dengan waktu meminum pil kontrasepsi darurat. (WHO, 2009)
dalam (Ati et al., 2019)

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keluarga Berencana menurut World Health Organisation (WHO)
expert committee pada tahun 1970, yang dimaksud dengan KB adalah
tindakan yang dilakukan untuk membantu pasangan suami istri untuk
menunda atau terhindar terjadinya kehamilan yang belum dikehendaki,
membantu Agar proses perolehan keturunan yang diinginkan oleh
pasangan secepatnya terealisasi, melakukan pengaturan jarak antara
kehamilan pertama dan kedua dan seterusnya, melakukan pengawasan
terhadap proses melahirkan sehingga hubungan yang terjalin pada
pasangan saat melahirkan sangatlah penting yang ini terkait dengan usia
yang dimiliki oleh si perempuan, dan terakhir adalah bagaimana pasangan
secara komitmen dalam menentukan jumlah anak.

B. Saran
Penulis berharap makalah ini dapat menambah informasi dan
pengetahuan bagi para pembaca khusnya masyarakat agar dapat
mengetahui program keluarga berencana (KB) termasuk sejarah keluarga
berencana agar dapat diterapkan dalam kehidupan berumah tangga.
Penulis juga berharap kritik dan saran dari para pembaca untuk
kesempurnaan makalah selanjutnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Al Farauqi, M. D. A. (2022). Analisis Governmentalitas Dan Reproduksi Wacana


Dalam Sejarah Munculnya Program Keluarga Berencana Di Indonesia Tahun
1970. Jurnal Politik Profetik, 10(1), 38–60.
https://doi.org/10.24252/profetik.v10i1a3

Ati, E. P., Rahim, H., Rospia, E. D., Putri, H. A., Ismiati, Dewi, L. P., Rahmawati,
S. A., & Huda, N. (2019). MODUL KADER MATAHARIKU (Informasi
Tambahan KontrasepsiKu). Universitas ’Aisyiyah Yogyakarta, 1–46.

Fatimah, & Nuryaningsih. (2021). KONSEP KEPENDUDUKAN DAN KIE


DALAM PELAYANAN KB.

Ida Prijatni, S. R. (2018). KESEHATAN REPRODUKSI DAN KELUARGA


BERENCANA.

Matahari, R., Utami, F. P., & Sugiharti, S. (2018). Buku Ajar Keluarga Berencana
Dan Kontrasepsi. Pustaka Ilmu, 1, viii+104 halaman.
http://eprints.uad.ac.id/24374/1/buku ajar Keluarga Berencana dan
Kontrasepsi.pdf

Paedagoria, S. N. (2022). Evaluasi Program Keluarga Berencana Metode


Kontrasepsi Jangka Panjang. 2(1), 278–285.

Rahmayanti, N., Publik, M. A., & Malikussaleh, U. (2022). Melihat Keikutsertaan


Suami Dalam Program Lhokseumawe. 3(1), 14–27.
https://doi.org/10.24815/gaspol.v3i1.26115

RI, K. K. (2021). PEDOMAN KONSELING MENGGUNAKAN LEMBAR BALIK


ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN BER-KB.

Samuel, I., & Mandas, T. (2018). Evaluasi Kebijakan Kependudukan Program


Keluarga Berencana di Provinsi Sulawesi Utara (Studi di BKKBN Prov.
Sulawesi Utara). Jurnal Administrasi Publik, 4(62), 92–98.

iii
Yulizawati, Iryani, D., B, L. E. S., & Aldina Ayunda Insani. (2019). Asuhan
Kebidanan Keluarga Berencana. In Indomedia Pustaka.

iii
SOAL KASUS

1. Seorang perempuan, usia 35 tahuan sudah memilki 2 orang anak, 3 tahun


dan 1 tahun, datang ke puskesmas untuk ber KB. Hasil pengkajian pasien
belum pernah ber KB. Pada dokumentasi bidan menggaris bawahi usia
pasien. Apakah alasan bidan menganggap usia penting diperhatikan pada
kasus tersebut?
a. Usia 35 tahaun batas resiko
b. Pasien terlambat ber KB
c. Pasien belum pernah ber KB
d. Karena pasien sudah memiliki 2 anak
e. Untuk penentuan alternatife KB yang dipilih
Jawaban : E
2. Seorang perempuan berusia 26 tahun datang ke BPM. Ingin menggunakan
kontrasepsi jangka panjang AKDR untuk tidak memiliki anak lagi. Hasil
pemeriksaan planotes (-) dan sedang haid hari ke 3. Apakah tindakan awal
dilakukan bidan tersebut?
a. Melakukan pemasangan AKDR
b. Memberkan inform consent
c. Member konseling KB AKDR
d. Mepersiapkan peralatan AKDR
e. Memberikan inform choice kontrasepsi lainnya

Jawaban : B

3. Bidan datang ke rumah seseorang perempuan berusia 35 tahun. Keluhan 1


bulan post partum anak ke 4 dan ingin menghentikan kehamilannya
dengan menggunakan alat kontrasepsi. Dari hasil pemeriksaan TD 110/80
mmHg, N 70 x/menit, RR 6 x/menit, perdarahan post partum ( ). Apakah
alat kontrasepsi yang sebaiknya disarankan untuk perempuan tersebut?
a. Metode kontrasepsi sederhana tanpa alat

iii
b. Kontrasepsi sederhana dengan alat
c. Kontrasepsi hormonal
d. Kontrasepsi non hormonal
e. Kontrasepsi mantap

Jawaban : E

4. Scoarang perempuan umur 29 tahun datang ke BPM. Keluhan melahirkan


40 hari yang lalu, anak pertama, sedang menyusui dan belum mau
melakukan hubungan intim karena takut hamil. Dari hasil pemeriksaan TD
110/70 mmHg, N 80 x/menit, RR 24x/menit, suhu 36,50C. Apa pil
kemasan isi 28 yang diberikan bidan untuk kasus tersebut?
a. 75 norgestrel
b. 00 norgestrel
c. 200 norgestrel
d. 300 norgestrel
e. 350 norgestrel

Jawaban : A

5. Seorang perempuan usia 28 tahun datang ke klinik bersalin. Keluhan telah


memakai pil kombinasi selama 1 tahun, sekarang mengalami bercak-
bercak perdarahan di luar haid. Dari hasil pemeriksaan TTV normal, muka
berjerawat dan BB meningkat 15 kg. Apakah masalah gangguan haid pada
kasus di atas?
a. Menoragia
b. Metroragia
c. Polimenorhea
d. Oligomenorhea
e. Hipermenorhea

Jawaban : D

6. Seorang perempuan usia 26 tahun datang ke klinik bersalin, keluhan telah


melahirkan 6 bulan yang lalu, belum KB, ingin memakai alat kontrasepsi

iii
dan sedang menyusui. Hasil pemeriksaan TD 120/70 mmHg, planotest (-)
dan masa pemberian ASI eksklusif. Apakah tindakan yang paling utama
dilakuakn bidan pada perempuan tersebut?
a. Pemeriksaan fisik pada klien
b. Pemberian alat kontrasepsi pada klien
c. Lakukan konseling KB pada klien
d. Memberikan informed choice pada klien
e. Memberikan inform consent pada klien

Jawaban : C

7. Bidan datang ke rumah seorang perempuan berusia 27 tahun, telah


melahirkan anak ke 5 dua bulan yang lalu. Dengan keluhan ingin
menghentikan kehamilannya, sedang menyusui, dan ingin memakai KB.
Hasil pemeriksaan terdapat varices berat pada tungkai, TD 50/100 mmHg
dan pernah terkena penyakit stroke. Apa yang digunakan untuk klien
tersebut dengan metoge kontrasepsi maksimal?
a. 8 tahun
b. 5 tahun
c. 3 tahun
d. 7 tahun
e. 2 tahun

Jawaban : B

8. Seoarang perempuan usia 23 tahun, menikah 1 bulan yang lalu datang ke


klinik bersalin. Denagn keluahn belum ingin memiliki anak, suamia
bekerja diluar kota dan akan menggunakan KB kondom. Dari hasil
anamnesa suami mempunyai riwayat ejakulasi dini. Apakah efek samping
utama pada penggunaan KB tersebut?
a. Ekspulsi
b. Keputihan
c. Reaksi alergi

iii
d. Infeksi saluran uretra
e. Timbul cairan vagina yang berbau

Jawaban : C

9. Seorang ibu umur 25 tahun memiliki anak 1 dengan usia 6 bulan, datang
ke klinik menyatakan belum ingin mempunyai anak lagi, dan ingin
menggunakan kontrasepsi implant. Hasil pemeriksaan dalam batas normal,
saat ini sedang haid hari kedua. Apakah isi kandungan dari alat kontrasepsi
pada kasus diatas?
a. 36 levonorgestrel
b. 75 levonorgestrel
c. 36 levonorgestrel +3 keto-desogestrel
d. 68 levonorgestrel + 3 keto-desogestrel
e. 75 levonorgestrel + 36 keto-desogestrel

Jawaban : B

10. Seorang ibu usia 27 tahun melahirkan anak kedua berusia 2 bulan, masih
menyusui dan belum mendapatkan haid. Datang ke bidan dengan maksud
ingin ber KB yang tidak mengganggu kelancaran ASI, hasil pemeriksaan
TTV normal. Apakah konseling jenis kontrasepsi yang tepat diberikan
bidan pada kasusu tersebut?
a. Kontap
b. Implant
c. Suntikan
d. Pil kombinasi
e. Mal sampai bayi berusia 6 bulan

Jawaban : E

iii
i

Anda mungkin juga menyukai