Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA

A. PENGERTIAN
Pneumonia adalah peradangan yang biasanya mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiulus terminalis mencakup bronkiolus respiratori, alveolus, dan menimbulkan
konsolidasi jaringan paru (Padila, 2013)
Pneumonia adalah keadaan dimana terjadi infeksi radang kantung udara di salah satu atau
kedua paru-paru. Kantung udara dapat berupa berisi cairan atau nanah, menyebabkan batuk
berdahak, demam, menggigil, dan kesulitan bernafas (Gumelar & Universa, 2020)
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah infeksi yang
mengakibatkan terjadinya peradangan pada parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
mencakup bronkiolus respiratori, alveoli, dan menyebabkan batuk berdahak, demam,
menggigil dan kesulitan bernafas.

B. KLASIFIKASI
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2003 menyebutkan
tiga klasifikasi pneumonia, yaitu:
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
2. Berdasarkan bakteri penyebab:
a. Pneumonia bakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan
dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja,
dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien
yang terkebelakangan mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita
penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem
kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu. Pada
saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak
paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun
seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru
kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru,
infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri
Pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia
bakteri tersebut. Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran
napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu).
Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia
disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap
masuk ke dalam paru-paru. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang
seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal
disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
b. Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan
bakteri hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa
menyebabkan pneumonia juga). Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama
seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan
kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah,
dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir. Tipe
pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu
yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi
bakterial adalah keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.
c. Pneumonia jamur,
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita
dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
3. Berdasarkan predileksi infeksi:
a. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar
dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
b. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi
pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau
bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia,
kantong udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan
demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan
mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita
kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah
terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian
keadaannya, tentu tambah sulit penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi
demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh.

C. TANDA DAN GEJALA


Menurut (Gumelar & Universa, 2020) tanda dan gejala pneumonia termasuk :
1. Nyeri dada saat bernafas atau batuk
2. Batuk, batuk berdahak
3. Demam tinggi, berkeringat dan menggigil
4. Lebih rendah dari suhu tubuh normal (pada orang dewasa yang lebih tua dari usia 65
tahun dan orang dengan sistem kekebalan yang lemah), hal ini bisa terjadi
5. Mual, muntah atau diare
6. Sesak nafas
7. Mudah Lelah atau kelelahan
8. Bayi baru lahir atau bayi mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi. Atau
mereka mungkin muntah, demam, dan batuk, tampak gelisah, atau Lelah dan tanpa
alergi, atau mengalami kesulitan bernafas dan makan
9. Kebingungan atau perubahan kesadaran mental (pada orang dewasa usia 65 tahun
keatas)

D. PATOFISIOLOGI
Sistem pertahanan tubuh terganggu menyebabkan virus masuk ke dalam tubuh setelah
menghirup kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi. Mekanisme pertahanan lanjut berupa
sekresi IgA lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi
organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi
atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen.
Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah
dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun.
Ketika mikroorganisme penyebab pneumonia berkembang biak, mikroorganisme tersebut
mengeluarkan toksin yang mengakibatkan peradangan pada parenkim paru yang dapat
menyebabkan kerusakan pada membran mukus alveolus. Hal tersebut dapat memicu
perkembangan edema paru dan eksudat yang mengisi alveoli sehingga mengurangi luas
permukaan alveoli untuk pertukaran karbondioksida dan oksigen sehingga sulit bernafas.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang
bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan
terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar,
penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah.
Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital.
Peningkatan aliran darah yang melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya
pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan
terjadinya hipoksemia.  Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja
jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif
dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi
setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan
dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura,
supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat
berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan
pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).
POHON MASALAH
Infeksi saluran napas Virus, bakteri, jamur,
Sistem daya tahan protozoa masuk ke
bawah
tubuh menurun dalam tubuh

Peradangan pada
bronkus menyebar ke
parenkim paru

Edema Terjadi
trakeal/far konsolidasi
ingeal dan pengisian
rongga
alveoli oleh
Peningkatan eksudat
produksi
sekret
Penurunan
jaringan
Batuk efektif paru
produktif dan
kerusakan
membrane
alveolar-
Penurunan kapiler
kemampuan
batuk efektif

Sesak napas
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif Gangguan
pertukaran gas
Penekanan intra
Penekanan diafragma
abdomen

Deficit nutrisi
Anoreksia
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan diagnostic pada pasien dengan pneumonia
adalah :
1. Sinar X : mengidentifikasi distribusi structural (missal : lobar, bronchial) dapat juga
menyatakan abses
2. Biopsi paru : untuk menetapkan diagnosis
3. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah : untuk dapat mengidentifikasi semua
organism yang ada
4. Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis organism khusus
5. Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paru – paru, menetapkan luas berat penyakit
dan membantu diagnosis keadaan
6. Spirometrik static : untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronkostopsi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Klien diposisikan dalam keadaan semi fowler dengan sudut 45o. Kematian sering kali
berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis, dan penekanan susunan saraf pusat,
maka penting untuk dilakukan pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan asam-basa
dengan baik, pemberian O2 yang adekuat untuk menurunkan perbedaan O2 di alveoli-arteri,
dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian O2 sebaiknya dalam konsentrasi yang tidak
beracun untuk mempertahankan PO2 arteri sekitar 60-70 mmHg dan juga penting mengawasi
pemeriksaan analisa gas darah.
Pemberian cairan intravena IV line dan pemenuhan hidrasi tubuh untuk mencegah
penurunan dan volume cairan tubuh secara umum. Bronkodilator seperti aminofilin dapat
diberikan untuk memperbaiki drainase secret dan distribusi ventilasi. Kadang-kadang
mungkin timbul dilatasi lambung mendadak, terutama jika pneumonia mengenai lobus
bawah yang dapat menyebabkan hipotensi. Jika hipotensi terjadi, segera atasi hiposekmia
arteri dengan cara memperbaiki volume intravascular dan melakukan dekompresi lambung.
Kalau hipotensi tidak dapat diatasi, dapat dipasang kateter Swan-Ganz dan infus Dopamin.
Bila perlu dapat diberikan analgesic untuk menyatasi nyeri pleura.
Pemberian antibiotic terpilih seperti Penisilin diberikan secara intramuscular 2 x 600.000
unit sehari. Penisilin diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu sampai klien tidak
mengalami sesak napas lagi selama tiga hari dan tidak ada komplikasi lain. Klien dengan
abses paru dan empyema memerlukan antibiotic lebih lama. Untuk klien yang alergi terhadap
penisilin dapat diberikan eritromisin. Tetrasiklin jarang digunakan untuk pneumonia karena
banyak yang resisten.
Pemberian sefalosporin harus hati-hati untuk klien yang alergi terhadap penisilin karena
dapat menyebabkan alergi hipersensitif silang terutama dari tipe alafilaksis. Dalam 12-36
jam, setelah pemberian penisilin, suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan menurun serta
nyeri pleura menghilang.

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Identitas pasien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, status, pendidikan,
pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register dan
dx.medis.
Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, hubungan dengan pasien, pekerjaan
dan alamat.
2. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, warna kulit, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS, pola nafas, posisi klien dan respon verbal klien.
3. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan pneumonia untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk, dan peningkatan suhu tubuh/demam.
4. Riwayat penyakit saat ini
Apabila keluhan utama adalah batuk, maka perawat harus menanyakan sudah berapa
lama keluhan batuk muncul. Pada klien dengan pneumonia, keluhan batuk biasanya
timbul medadak dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk yang biasa ada
dipasaran. Pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya akan
berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulent kekuning-kuningan,
kehijau-hijauan, kecokelatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk. Klien
biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil. Adanya keluhan nyeri dada
pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan nyeri kepala.
5. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah mengalami infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala seperti luka tenggorok, kongesti nasal,
bersin, dan demam ringan.
6. Psiko-sosio-spiritual
Pada konsidi klinis, klien dengan pneumonia sering mengalami kecemasan bertingkat
sesuai dengan keluhan yang dialaminya. Hal lain yang perlu ditanyakan adalah kondisi
pemukiman di mana klien bertempat tinggal, klien dengan pneumonia sering dijumpai
bila bertempat tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk.
7. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan :
a. Tekanan darah
b. Pulse rate
c. Respiratory rate
d. Suhu
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan pneumonia biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh lebih dari 40oC, frekuensi pernapasan meningkat dari frekuensi
normal, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu dan frekuensi
pernapasan, dan apabila tidak melibatkan infeksi sistemis yang berpengaruh pada
hemodinamika kardiovaskuler tekanan darah biasanya tidak masalah.
8. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan pemeriksaan fokus,
berurutan pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1) Inspeksi
Gerakan pernapasan simetris. Pada klien denga pneumonia sering ditemukan
peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan
intercostal space (ISC). Napas vuping hidung pada sesak berat dialami. Saat
dilakukan pengkajian batuk pada klien dengan pneumonia, biasanya didapatkan
batuk produktif disertai adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum
yang purulen.
2) Palpasi
Pada palpasi klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya
normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Taktil fremitus pada klien
dengan pneumonia biasanya normal
3) Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya didapatkan bunyi
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi pada klien
dengan pneumonia didapatkan apabila bronchopneumonia menjadi satu sarang
(kunfluens).
4) Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah dan bunyi napas
tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa
untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya
ronkhi.
b. B2 (Blood)
Pada klien dengan pneumonia pengkajian yang didapat meliputi:
Inspeksi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
Palpasi : denyut nadi perifer melemah
Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran
Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
c. B3 (Brain)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan kesadaran, didapatkan
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif,
wajah klien tampak meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu,
perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal
dari syok
e. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penuruna
berat badan.
f. B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan ketergantungan
klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membra alveolus-kapiler
3. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan
I. INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas 1. Untuk mengetahui
nafas tidak efektifa asuhan keperawatan  Monitor pola nafas pola nafas px
b.d secret yang selama 3x24 jam (frekuensi, kedalaman, 2. Untuk mengetahui
tertahan diharapkan bersihan usaha nafas) adanya sputum
jalan napas bersih  Monitor sputum 3. Untuk memberikan
dengan kriteria hasil: (jumlah, warna, kenyamanan
1. Batuk efektif aroma) 4. Agar secret mudak
meningkat  Posisikan semi-fowler keluar
2. Produksi sputum atau fowler 5. Untuk memudahkan
menurun  Berikan minum hangat pengeluaran sekret
3. Gelisah menurun  Lakukan fisioterapi 6. Memudahkan
4. Frekuensi nafas dada, jika perlu pengeluaran secret
membaik  Ajarkan Teknik batuk 7. Untuk merawat paru
5. Pola nafas efektif
membaik
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

2. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi 1. Untuk evaluasi


pertukaran gas asuhan keperawatan  Monitor frekuensi, derajat distress
berhubungan selama ... x 24 jam, irama, kedalaman dan pernafasan
dengan perubahan diharapkan upaya nafas 2. Untuk mengetahui
membra alveolus - pertukaran gas
kapiler meningkat dengan  Monitor pola nafas pola nafas px
kriteria hasil:  Monitor kemampuan 3. Untuk mengetahui
 Tingkat batuk efektif kemampuan batuk
kesadaran  Monitor adanya efektif px
meningkat produksi sputum 4. Untuk mengetahui
 Bunyi nafas  Monitor adanya adanya sputum
tambahan sumbatan jalan nafas 5. Untuk mengetahui
menurun  Jelaskan tujuan dan apakah ada
 Gelisah menurun prosedur pemantauan sumbatan

 PCO2 meningkat 6. Agar px memahami

 PO2 meningkat
 Pola nafas
meningkat

3. Deficit nutrisi b.d Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi 1. Untuk mengetahui


ketidakmampuan asuhan keperawatan  Identifikasi status status nutrisi px
mencerna makanan selama ... x 24 jam, nutrisi 2. Untuk mengetahui
diharapkan nutrisi  Identifikasi alergi dan adanya alergi
px membaik dengan intoleransi makanan 3. Untuk memudahkan
kriteria hasil :  Identifikasi makanan pemberian nutrisi
 Porsi makan yang disukai 4. Untuk
yang dihabiskan  Monitor asupan menyeimbangkan
meningkat makanan asupan makanan px
 Berat badan  Berikan makanan 5. Untuk mencegah
membaik tinggi serat untuk konstipasi
 Frekuensi makan mencegah konstipasi 6. Untuk
membaik  Berikan makanan meningkatkan

 Nafsu makan tinggi kalori dan kebutuhan nutrisi

membaik tinggi protein 7. Untuk memberikan

 Anjurkan posisi duduk


 Membrane jika mampu kenyamanan px
mukosa  Kolaborasi dengan 8. Untuk
membaik ahli gizi untuk meningkatkan
menentukan jumlah kebutuhan nutrisi px
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

J. IMPLEMENTASI
Dilakukan sesuai dengan intervensi.

K. EVALUASI
1. Evaluasi Formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisi terhadap klien
terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
2. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsi observasi dan analisis
mengenai status kesehatan klien terhadap waktu). (Poer, 2012)
DAFTAR PUSTAKA

Bennete, M.J. 2013. Pneumonia. http://Medicine.medcare.com/967822-overview

Bulechek, Goria M,. dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Ed 6. United
Kingdom : Elsevier.

Corwin, J.E. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.

Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia
Lanjut Edisi 1. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Moorhead, Sue,. Dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Ed 5. United Kingdom :
Elsevier.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta : ECG.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN PNEUMONIA

OLEH

A.A SAYU RISMA KUSUMA DEWI

NIM. P07120218012

SEMESTER IV/ S.Tr KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
B. EVALUASI

No Tgl / jam Catatan Perkembangan Paraf

Anda mungkin juga menyukai