Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Revolusi Indonesia

Volume 1, No. 9, Agustus 2021


p-ISSN: 2774-5325, e-ISSN: 2774-5996

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENCIPTA DESAIN GAMBAR YANG


DITIRU OLEH SALAH SATU BRAND FASHION INDONESIA

Mohammad Krismafian
Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Jawa Timur, Indonesia
Email: krismafi@gmail.com

INFO ARTIKEL ABSTRAK


Diterima Perkembangan dunia fashion mengalami peningkatan
17 Juni 2021 yang signifikan dibeberapa dekade terakhir termasuk di
Indonesia. Bahkan Indonesia dicanangkan menjadi kiblat
fashion dunia di tahun 2020. Kemajuan teknologi pun
menjadi salah satu faktor yang membuat industri fashion
Kata kunci: terus berkembang dari waktu ke waktu. Fashion dewasa
fashion; perlindungan ini dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan yang
pencipta design. cukup penting bagi masyarakat khususnya pakaian yang
pada tataran dasarnya berfungsi sebagai penutup dan
perlindungan. Selain itu, fashion juga mempunyai peran
penting dalam pembangunan ekonomi nasional, salah
satunya adalah menjadi bagian dari ekonomi kreatif.
Namun seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, pembajakan mudah sekali terjadi khususnya
dalam dunia fashion. Telah banyak desain, baik model
baju atau sekedar desain gambar yang bermasalah
dengan kasus penggandaan ciptaan dan pendistribusian
barang hasil penggandaan dimaksud secara meluas
untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Maka hal
tersebut mampu memberikan kerugian bagi para
pencipta. Menanggapi hal tersebut, untuk menghindari
kerugian bagi para pencipta maka hak cipta saat ini
sangat diperlukan oleh para pencipta baik sebagai
pelindung ataupun sebagai jaminan kepastian hukum
terhadap karya yang telah dibuat. Pasal 1 Ayat 5
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta yang menjelaskan terkait penerima hak dalam hak
cipta yaitu pelaku pertunjukan produser fonogram atau
lembaga penyiaran

Pendahuluan
Perkembangan dunia fashion mengalami peningkatan yang signifikan dibeberapa
dekade terakhir termasuk di Indonesia. Bahkan Indonesia dicanangkan menjadi kiblat
fashion dunia di tahun 2020. Kemajuan teknologi pun menjadi salah satu faktor yang

981
Mohammad Krismafian

membuat industri fashion terus berkembang dari waktu ke waktu. Fashion dewasa ini
dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan yang cukup penting bagi masyarakat
khususnya pakaian yang pada tataran dasarnya berfungsi sebagai penutup dan
perlindungan. Selain itu, fashion juga mempunyai peran penting dalam pembangunan
ekonomi nasional, salah satunya adalah menjadi bagian dari ekonomi kreatif.
Melihat hal diatas maka persaingan antar pelaku industri ini tentunya akan
semakin ketat, tidak hanya di dalam negeri namun juga dari luar negeri. Oleh karena itu
fashion menawarkan berbagai macam pilihan desain sebagai bentuk inovasi. Fashion
tidak terlepas dari desain keduanya saling berkaitan satu sama lain. Misalnya untuk
membuat sebuah gaun hal pertama yang dilakukan adalah membuat sketsa atau desain
awal gaun, begitu pula dengan sebaliknya dengan desain.
Perkembangan fashion yang semakin ketat yang juga diikuti perkembangan
teknologi, menuntut para pembuat desain yang juga termasuk desain gambar untuk lebih
kreatif. Namun seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pembajakan
mudah sekali terjadi khususnya dalam dunia fashion. Telah banyak desain, baik model
baju atau sekedar desain gambar yang bermasalah dengan kasus penggandaan ciptaan
dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara meluas untuk
mendapatkan keuntungan ekonomi. Maka hal tersebut mampu memberikan kerugian
bagi para pencipta.
Menanggapi hal tersebut, untuk menghindari kerugian bagi para pencipta maka
hak cipta saat ini sangat diperlukan oleh para pencipta baik sebagai pelindung ataupun
sebagai jaminan kepastian hukum terhadap karya yang telah dibuat. Pasal 1 Ayat 5
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang menjelaskan terkait
penerima hak dalam hak cipta yaitu pelaku pertunjukan produser fonogram atau
lembaga penyiaran. Pelaku pertunjukan sendiri adalah seseorang yang menampilkan
suatu ciptaan.
Sebagai pencipta tentu tidak ingin dirugikan dengan hasil karya yang telah dibuat
sehingga semua orang tidak dengan mudah menduplikasi semua karya. Maka dari itu
dengan adanya undang-undang yang mengatur mengenai hak cipta hal tersebut mampu
memperkuat perlindungan hukum bagi para pencipta. Dalam Pasal 8 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta juga menjelaskan hak ekonomi bagi para
pencipta sebagai pemegang hak eksklusif untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
ciptaan.
Hal ini sejalan dengan kasus yang sedang marak dibicarakan akhir-akhir ini yaitu
kasus penggunaan desain jaket Sukajan milik Salah satu Brand yang digunakan serta
diperjual belikan tanpa seizin pemilik desain. Kasus pembajakan tersebut tidak
pertamanya terjadi. Sehingga dengan demikian yang menjadi kendala saat ini adalah
pengetahuan masyarakat tentang hak cipta dan pelanggaran-pelanggarannya masih
kurang, sehingga jika terjadi pelanggaran pun masyarakat belum tentu paham, mungkin
hanya beberapa orang dari kalangan tertentu yang paham jenis pelanggaran yang terjadi.
Seharusnya masyarakat bisa melaporkan tindak pelanggaran terhadap karya desain
grafis mereka dengan mengurus hak cipta desain grafis mereka terlebih dahulu. Demi

982 JRI, Vol. 1, No. 9, Agustus 2021


Perlindungan Hukum bagi Pencipta Desain Gambar yang ditiru oleh Salah Satu Brand
Fashion Indonesia

mendapatkan perlindungan hukum yang maksimal, ada baiknya setiap ciptaan


dicatatkan, sehingga dapat menjadi alat bukti yang kuat bila terjadi pelanggaran.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut
dan menuliskannya dalam penulisan penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum
Bagi Pencipta Desain Gambar Yang Ditiru Oleh Salah Satu Brand Fashion Indonesia”.

Metode Penelitian
Metode Penelitian yang akan digunakan adalah metode penelitian yuridis
normatif. karena cara yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah meneliti bahan
pustaka yang berkaitan dengan hukum pidana dalam hal kelalaian dan juga
pertanggungjawaban pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum. Penelitian hukum dilakukan
untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Hasil dan Pembahasan


Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Cipta
Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian pelanggaran adalah “overtredingen”
atau pelanggaran berarti suatu perbuatan yang melanggar sesuatu dan berhubungan
dengan hukum, berarti tidak lain dari pada perbuatan melawan hukum. Sedangkan
menurut Bambang Poernomo mengemukakan bahwa pelanggaran adalah politis-on
recht dan kejahatan adalah crimineel-on recht. Politis-on recht itu merupakan perbuatan
yang tidak mentaati keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara (Prodjodikoro,
2015).
Dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta yang
selanjutnya disebut pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta dijelaskan bahwa Hak cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf (a)
merupakan hak yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Yang berarti bahwa hak
cipta terdiri dari hak moral dan hak ekonomi. Pada hak moral dijelaskan bahwa setiap
orang dapat dikatakan melanggar apabila informasi manajemen hak cipta dan informasi
elektronik hak cipta yang dimiliki pencipta dihilangkan, diubah atau dirusak sesuai pada
Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yaitu
Informasi manajemen Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan informasi
elektronik Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dimiliki Pencipta
dilarang dihilangkan, diubah, atau dirusak. Contoh pelanggaran hak moral yang sering
kita jumpai yaitu pada karya cipta lagu yang seringkali terjadi distorsi ciptaan, mutilasi
ciptaan, modifikasi ciptaan, dan hal-hal lain yang dapat merugikan kehormatan atau
reputasi pencipta.
Tidak hanya hak moral saja, tetapi juga hak ekonomi yang mampu memberikan
pencipta manfaat ekonomi atas ciptaanya. Dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta Memiliki hak ekonomi untuk melakukan :

JRI, Vol. 1, No. 9, Agustus 2021 983


Mohammad Krismafian

a. Penerbitan Ciptaan
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya
c. Penerjemahan Ciptaan
d. Pengadaptasian, pengarasemenan, pentranformasian Ciptaan
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya
f. Pertunjukan Ciptaan
g. Pengumuman Ciptaan
h. Komunikasi Ciptaan, dan
i. Penyewaan Ciptaan
Menurut analisis penulis, pencipta atau pemegang hak cipta memiliki kebebasan
menggunakan ciptaannya untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Sesuai dengan
Pasal diatas maka penulis mengambil contoh pada ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan yaitu buku, yang berarti dalam hal ini buku merupakan ciptaan. Pengarang
suatu buku teks memiliki hak ekonomi untuk memilih suatu penerbit buku untuk
mengalihkan hak ekonomi pengarang ke penerbit buku. Setelah mendapat persetujuan
dari pengarang, maka penerbit buku dapat menggandakan buku tersebut,
mendistribusikan buku tersebut, dan membagi keuntungan ekonomi dari hasil
penggandaan serta penjualan buku kepada pengarang buku. Contohnya saja yaitu pada
Universitas Gadjah Mada yang memiliki penerbitan buku yang bernama Gadjah Mada
University Perss yang selanjutanya disebut UGM Press. Sebagai sebuah penerbit
akademis, UGM Press telah menerbitkan buku-buku untuk kepentingan akademis,
pendidikan dan kebudayaan sejak Juni 1971-2014, UGM Press telah menerbitkan
sekitar 1500-an judul buku. proses pertama dalam penerbitan suatu buku yaitu
kesepakatan perjanjian yang dilakukan antara pengarang dengan penerbit. Penerbit tidak
hanya akan mengeksploitasi buku saja tetepi penerbit akan memberikan royalti kepada
pencipta. Sementara, penerbit tidak akan bertanggung jawab apabila karya cipta/buku
yang ditulis oleh pencipta terdapat plagiasi sebab sebelum menyerahkan buku, pencipta
tersebut terlebih dahulu harus menyerahkan surat pernyataan bahwa karya tersebut
adalah hasil ciptaanya sendiri (Karo, 2015).
Sementara itu, pada Pasal 9 ayat (3) juga dijelaskan setiap orang yang tanpa izin
pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau
penggunaan secara komersial ciptaan. Dengan demikian, dapat dikatakan pelanggaran
terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta apabila terdapat
orang maupun kelompok yang mencoba untuk menggandakan suatu ciptaan dengan
tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta.
Pada Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
dijelaskan ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,
seni dan sastra, terdiri atas:
(a) Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya
tulis lainnya;
(b) Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
(c) Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu Pengetahuan;

984 JRI, Vol. 1, No. 9, Agustus 2021


Perlindungan Hukum bagi Pencipta Desain Gambar yang ditiru oleh Salah Satu Brand
Fashion Indonesia

(d) Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;


(e) Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
(f) Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi,
seni pahat, patung, atau kolase;
(g) Karya seni terapan;
(h) Karya arsitektur;
(i) Peta;
(j) Karya seni batik atau seni motif lain;
(k) Karya fotografi;
(l) Potret;
(m) Karya sinematografi;
(n) Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,
modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
(o) Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya
tradisional;
(p) Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan
Program Komputer maupun media lainnya;
(q) Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya
yang asli;
(r) Permainan video; dan
(s) Program Komputer. Pasal tersebut menjelaskan terkait bentuk-bentuk ciptaan
yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Analisa Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak Cipta (Desain) Dikaitkan dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Pada Uraian 2.1 diatas maka dapat disimpulkan bahwa bentuk pelanggaran hak
cipta terdapat dua bentuk yaitu pelanggaran terhadap hak moral dan pelanggaran
terhadap hak ekonomi. Dari dua bentuk tersebut yang seringkali terjadi yaitu bentuk
pelanggaran hak cipta terhadap hak ekonomi. Dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dijelaskan bahwa “setiap orang dilarang
melakukan penggunaan secara komersial, penggandaan, pengumuman, pendistribusian
dan/atau komunikasi atas potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau
periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dan orang yang dipotret oleh ahli
warisnya”.
Namun kejadian yang terjadi dilapangan seringkali tidak sesuai dengan apa yang
sudah diatur dalam undang-undang hak cipta. Misalnya saja seperti pada kasus yang
penulis teliti saat ini yaitu tentang pelanggaran hak cipta desain grafis antara Seniman
Polandia Norapotwora dengan Salah satu brand Fashion di Indonesia yaitu “Erigo” yang
terjadi pada tahun 2020. Pada kasus ini dijelaskan bahwa Erigo menggunakan desain
gambar milik Norapotwora tanpa sepengetahuan dan izin dari Nora selaku pemilik
desain kedalam desain sebuah jaket yang akan diproduksi secara masal. Desain milik
Nora tersebut di tunjukkan oleh Nora pada website khusus para desaigner menunjukkan
hasil portofolio mereka yaitu “Artstasion”. Sehingga semua orang dapat dengan mudah

JRI, Vol. 1, No. 9, Agustus 2021 985


Mohammad Krismafian

melihat hasil karya dari seorang designer. Tidak hanya satu desain saja yang digunakan
oleh Brand Erigo ini, desain tersebut yaitu berupa gambar singa dan naga (Sukajan)
yang disebut Nora dengan Chinese Dragon.
Sementara, setiap karya cipta selalu memiliki hak ekonomi tanpa harus
didaftarkan terlebih dahulu. Sesuai pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2014 Tentang Hak Cipta bahwa Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan. Ciptaan yang
dimaksud pada Pasal ini yaitu telah dijelaskan pada Pasal sebelumnya yaitu setiap hasil
karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi,
kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang
diekspresikan dalam bentuk nyata. Sehingga pada kasus ini Pencipta Norapotwora
memiliki hak ekonomi atas desain gambar yang Nora miliki. Terlebih lagi desain
gambar milik seniman Norapotwora ini digunakan untuk jual beli, yang dimana
seharusnya Norapotwora mendapatkan Royalti atau lisensi yang dalam hal ini
merupakan manfaat ekonomi atas desain gambar miliknya yang telah digunakan pada
jaket sukajan milik salah satu brand fashion di Indonesia.
Awal mula seniman tersebut mengetahui bahwa karya yang dibuat telah dibajak
oleh orang lain maka melalui akun Twitternya, Seniman Norapotwora menyebutkan
bahwa “Erigo” sudah melanggar hak cipta dan mencuri karya orang tanpa izin untuk
produknya. Seniman tersebut menyindir salah satu Brand Fashion Indonesia melalui
Twitternya dengan mengakatakan bahwa “Erigo pikir kalau melanggar copyright dan
mengambil karya orang tanpa izin adalah cara yang bagus untuk membuat produk”.
Menanggapi tuduhan tersebut “Erigo” pun langsung meminta maaf dan menjelaskan
kronologi masalahnya dan berusaha akan bertanggung jawab atas hal ini.
Masalahnya bermula dari desain yang diberikan kepada pekerja freelance Erigo
yaitu Yudistiart. Yudistiart merupakan pencipta yang bekerja sama dengan erigo sejak
2017. Namun untuk proyek sukajan yang dikeluarkan oleh Erigo ini bukan dikerjakan
oleh Yudistiart melainkan diserahkan kepada asistennya oleh Yudistiart. Kesalahannya
adalah setelah desain gambar itu sudah jadi atau selesai Yudistiart tidak melakukan
pengecekan kembali terhadap keorisinilan desain tersebut.
Dalam Pasal 95 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta dijelaskan bahwa dalam penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat dilakukan melalui
alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan. Pengadilan yang berwenang
dalam hal ini yaitu pengadilan niaga. Sehingga sebelum melalui jalur pengadilan,
pihak-pihak yang bersangkutan terlebih dulu melakukan penyelesaian sengketan melalui
mediasi, khususnya dalam wilayah negara kesatuan republik Indonesia dan diketahui
keberadaannya. Begitu juga pada kasus yang terjadi antara Seniman Norapotwora
dengan salah satu brand fashion di Indonesia yaitu “Erigo” ini berakhir masih pada
tahap awal yaitu penyelesaian sengketa melalui mediasi. Dalam mediasi yang dilakukan
oleh kedua belah pihak tersebut telah ditemukan jalan tengah. Erigo sebagai pihak yang
telah membajak karya Seniman tersebut segera menghubungi Norapotwora dan
menjelaskan jika akan bertanggung jawab penuh atas kesalahannya ini. Erigo juga akan

986 JRI, Vol. 1, No. 9, Agustus 2021


Perlindungan Hukum bagi Pencipta Desain Gambar yang ditiru oleh Salah Satu Brand
Fashion Indonesia

memberikan hak ekonomi milik seniman Norapotwora atau ganti rugi sepenuhnya
sebagai bentuk tanggung jawab atas karya yang telah dicurinya itu. Tidak hanya itu,
Erigo juga membatalkan penjualan jaket sukajan ini dan berniat untuk memberikan
jaket sukajan dengan desain milik Norapotwora kepada pihak-pihak yang memang
membutuhkan. Kasus ini diselesaikan dengan sangat damai, meskipun kedua belah
pihak tidak di satu negara dan tidak bisa bertatap muka.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYA PENCIPTA DESAIN
GRAFIS DARI PLAGIARISME YANG DILAKUKAN OLEH SALAH SATU
BRAND FASHION DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR
28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA
Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan
untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan atau korban, yang dapat diwujudkan
dalam bentuk seperti melalui restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan
hukum (Soekanto, 2014). Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu
gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan keadilan,
ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian (Mandar, 2014).
Menurut Fitzgerald sebagaimana dikutip Satjipto Raharjo awal mula dari
munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau
aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato), dan
Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa
hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara
hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa
hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari
kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.
Sehingga berdasarkan uraian dan pendapat para pakar di atas dapat simpulkan
bahwa perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat
dan martabat manusia serta terhadap hak asasi manusia di bidang hukum. Prinsip
perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia bersumber pada Pancasila dan konsep
Negara Hukum, kedua sumber tersebut mengutamakan pengakuan serta penghormatan
terhadap harkat dan martabat manusia. Perlindungan hukum juga dapat disimpulkan
bahwa perbuatan untuk melindungi setiap orang atas perbuatan yang melanggar hukum,
atau melanggar hak orang lain, yang dilakukan oleh pemerintah melalui aparatur
penegak hukumnya dengan menggunakan cara-cara tertentu berdasarkan hukum atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai upaya pemenuhan hak bagi setiap
warga negara, termasuk atas perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan oleh
penguasa (aparatur penegak hukum itu sendiri).
Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta tersebut juga menjelaskan bahwa Norapotwora memiliki hak baik hak moral
maupun hak ekonomi terhadap karya cipta berupa desain pencipta. Namun pada
kenyataanya, masih terjadi pembajakan terhadap karya cipta desain milik Norapotwora
yang dilakukan oleh salah satu brand fashion Indonesia “Erigo”. Pada Pasal 95 ayat (1)
dijelaskan bahwa penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat dilakukan melalui alternatif

JRI, Vol. 1, No. 9, Agustus 2021 987


Mohammad Krismafian

penyelesaian sengketa, arbitrase atau pengadilan. Sebelum Norapotwora membawa


kasus ini hingga ke pengadilan yang dalam hal ini pengadilan yang berwenang adalah
Pengadilan Niaga, NoraPotwora terlebih dahulu menegur salah satu brand fashion
Indonesia “Erigo” melalui salah satu akun sosial medianya, kemudian salah satu brand
fashion Indonesia “Erigo” tersebut mengetahuinya dan berinisiatif langsung untuk
menghubungi pihak yang bersangkutan yaitu Norapotwora untuk menyelesaikan
masalah ini. Hal ini dapat disebut dengan berkompromi, yaitu dalam KBBI (Kamus
Besar Bahasa Indonesia) memiliki arti persetujuan dengan jalan damai atau saling
mengurangi tuntutan atau persengketaan.
Sehingga dalam hal ini pihak “Erigo” membayar kompensasi sebagai ganti rugi
sepenuhnya atas hak ekonomi Norapotwora. Tidak hanya itu, “Erigo” juga melakukan
pembatalan penjualan jaket sukajan yang menggunakan desain milik Norapotwora dan
memberikan jaket sukajan yang terlanjur dicetak kepada orang-orang yang
membutuhkan. Pembatalan serta pembagian jaket kepada orang-orang yang memang
membutuhkan dilakukan “Erigo” sebagai bentuk penyelesaian sengketa dan ganti rugi
atas plagiasi desin yang telah dilakukan (NN, 2021). Sehingga pada kasus yang penulis
bahas ini tanpa menggunakan hukum represif. Karena kasus ini tidak sampai pada
Pengadilan Niaga yang berarti juga tidak ada denda ataupun hukuman lainnya
melainkan berhenti pada penyelesaian sengketa dengan menggunakan cara negosisasi.
Yang dimana negosisasi disini menggunakan cara Non Litigasi yang dimana
penyelesaiannya diselesaikan diluar persidangan.

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis dalam skripsi yang telah dibahas
sebelumnya maka penulis memberikan keismpulan bahwa sebagai berikut:
a. Bentuk pelanggaran hukum terhadap hak cipta telah dijelaskan dalam Pasal 4
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta yaitu dibagi menjadi dua
yaitu pelanggaran terhadap hak moral dan pelanggaran terhadap hak ekonomi.
Begitu juga dengan desain yang termasuk hak dalam ciptaan yang dilindungi oleh
pemerintah.
b. Perlindungan hukum yang diberikan pemerintah kepada pencipta sebuah karya
atau Pemegang hak cipta merupakan hak ekslusif terdapat pada Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yang selanjutnya disingkat menjadi
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dapat dilakukan dengan cara,
pertama dengan pengawasan oleh pemerintah dan melibatkan badan hukum yang
sudah memiliki wewenang bedasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014,
peran masyarakat pun penting karena masyarakat dapat melaporkan
pelanggaran-pelanggaran hak cipta atau hak terkait sesuai Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, kedua dengan melakukan sosialisasi baik
terhadap para pencipta sebuah karya atau Pemegang hak cipta dari suatu
produk hak terkait tentang pentingnya mendaftarkan atau pencatatan ciptaan

988 JRI, Vol. 1, No. 9, Agustus 2021


Perlindungan Hukum bagi Pencipta Desain Gambar yang ditiru oleh Salah Satu Brand
Fashion Indonesia

bedasarkan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang


Hak Cipta, maupun terhadap masyarakat tentang budaya menghargai dalam
bidang hak kekayaan intelektual dapat dilaksanakan dengan baik.
c. Upaya hukum yang dilakukan oleh Norapotwora sebagai pencipta yang karyanya
dibajak, pertama-tama Norapotwora melakukan teguran melalui sosial media
terlebih dahulu dan berusaha mengancam. Apabila melalui teguran tersebut tidak
ada itikad baik dari pihak Erigo maka kasus ini akan segera dibawa oleh
Norapotwora ke dalam pengadilan. Namun teguran oleh Norapotwora tersebut
langsung di sambut baik oleh pihak Erigo terutama oleh Tim desain. Tim desain
Erigo mengakui kesalahan atas plagiarisme yang telah mereka perbuat, baik tim
desain dan Erigo berusaha untuk mengganti rugi atas kesalahan yang telah diperbuat
dengan membayar kompensasi. Selain itu juga membatalkan penjualan salah satu
produk yang menggunakan desain gambar milik norapotwora dan membagikannya
kepada orang-orang yang membutuhkan.
.

JRI, Vol. 1, No. 9, Agustus 2021 989


Mohammad Krismafian

BIBLIOGRAFI

Karo, R. P. P. (2015). http://twitter.com/erigostore Diakses pada tanggal 12 April 2021


Jam 12.11 WIB. Jurnal Penelitian Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada, 2(1), 37–44.

Mandar, P. (2014). Status Hukum.

NN. (2021). Erigo Batalkan Penjualan Jaket Sukajan karena Kasus Plagiarisme
Desain.

Prodjodikoro, W. (2015). Asas-asas hukum pidana di Indonesia.

Soekanto, S. (2014). Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press.

990 JRI, Vol. 1, No. 9, Agustus 2021

Anda mungkin juga menyukai