Anda di halaman 1dari 16

PRINSIP 

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DI RUMAH SAKIT DAN DI


KOMUNITAS

A. Prinsip asuhan keperawatan di rumah sakit


1. Discharge planning
Discharge planning adalah proses untuk mempersiapkan klien
untuk meninggalkan satu unit pelayanan kesehatan ke unit yang lain di
dalam atau di luar suatu agen pelayanan kesehatan umum (Kozier,
2004).
Discharge planning digunakan untuk memfasilitasi keberlanjutan
suatu pelayanan kesehatan dari suatu lingkungan ke lingkungan lain
dan untuk memberikan informasi kepada klien dan keluarganya
tentang hal-hal yang perlu diperhatikan atau dihindari selama proses
penyembuhan/pemulihan kesehatan klien.
Identifikasi kebutuhan klien sejak awal masa perawatan dan
perkembangannya hingga hari terakhir masa perawatan di RS menjadi
dasar pembuatan discharge planning. Discharge planning mencakup
pengkajian berkelanjutan untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik
dan unutk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah
pulang (Capernito, 2010).
Perawat sebagai salah satu anggota tim discharge planner bertugas
mengkaji setiap klien dengan mengumpulkan dan menggunakan data
yang berhubungan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan yang
aktual dan potensial, menentukan tujuan bersama klien dan keluarga.
Setiap klien memiliki discharge planning, namun ada beberapa kondisi
seperti klien yang menderita penyakit terminal atau klien dengan
kecacatan permanen, tidak memerlukan discharge planning (Potter &
Perry, 2006). Klien dan keluarga harus mendapatkan informasi tentang
rencana pemulangan.
Prinsip pembuatan discharge planning pada dasarnya bergantung
pada pihak yang berwenang diwilayah tersebut. Prinsip discharge
planning di Indonesia secara umum seharusnya mengacu kepada
Depkes (Kmenkes). Beberapa prinsip yang harus diikuti/diperhatikan
antara lain (Lister & Dougherty, 2004), yaitu:
1) Discharge planning merupakan proses multidisiplin, dimana sumber-
sumber untuk mempertemukan kebutuhan klien dengan pelayanan
kesehatan ditempatkan pada satu tempat.
2) Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten dengan
kualitas tinggi pada semua klien.
3) Kebutuhan pemberi asuhan (care giver) juga harus dikaji.
4) Klien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan
adekuat.
5) Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal yang
utama.
6) Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan
antara tim kesehatan dengan klien/care giver, dan kemampuan terakhir
disediakan dalam bentuk tertulis tentang perawatan berkelanjutan.
7) Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya klien harus dipertimbangkan
ketika menyusun discharge planning.
Discharge planning mencakup kebutuhan fisik klien, psikologis,
sosial, budaya, dan ekonomi (Potter& Perry, 2006). Discharge
planning merupakan salah satu bentuk asuhan keperawatan sehingga
prosesnya pun dimulai dari pengkajian, penarikan diagnosa,
perencanaan, penatalaksaan hingga evaluasi dari discharge planning
yang telah diberikan. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan pada tiap
tahapannya (Potter & Perry, 2006):

Proses Keperawatan Hal-hal yang perludiperhatikan

a. Pengkajian 1. Pengkajian kebutuhan berdasarkan riwayat kesehatan


dan juga diskusi dengan klien serta keluarga.
2. fokus pada pengkajian berkelanjutan terhadap
kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual serta tingkat
pengetahuan klien dan keluarga.
3. Kaji kebutuhan klien dan keluarga terhadap
pendidikan kesehatan berhubungan dengan
bagaimana menciptakan terapi di rumah, penggunaan
alat-alat medis, larangan sebagai akibat gangguan
kesehatan, dan kemungkinan terjadinya komplikasi.
4. Kaji cara pembelajaran yang lebih diminati klien
(seperti membaca, menonton video, mendengarkan
petunjuk-petunjuk).
5. Kaji bersama-sama dengan klien dan keluarga
terhadap setiap faktor lingkungan di dalam rumah
yang mungkin menghalangi dalam perawatan diri.
6. Berkolaborasi dengan dokter dan staf pada profesi lain
(seperti dokter pemberi terapi) dalam mengkaji
kebutuhan untuk rujukan kepada pelayanan
perawatan rumah.
7. Kaji persepsi klien dan keluarga terhadap
keberlanjutan perawatan kesehatan di luar rumah
sakit.
8. Kaji penerimaan klien terhadap masalah kesehatan
berhubungan dengan pembatasan.
b. Diagnosa Penentuan diagnosa berfokus pada kebutuhan individu
serta peran serta keluarga. Beberapa diagnose yang
mungkin muncul seperti, ansietas, kurangnya
pengetahuan terhadap perawatan dirumah dan
sebagainya.

c. Perencanaan Hasil yang diharapkan jika seluruh prosedur telah lengkap


dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Klien atau keluarga sebagai care giver mampu


menjelaskan bagaimana keberlangsungan pelayanan
kesehatan di rumah, penatalaksanaan pemberian obat
dan juga akibat yang ditimbulkan.
2) Klien mampu mendemonstrasikan aktivitas perawatan
diri (atau anggota keluarga mampu melakukan aturan
perawatan).
3) Rintangan kepada pergerakan klien dan ambulasi telah
diubah dalam setting rumah. Hal-hal yang dapat
membahayakan klien akibat kondisi kesehatannya
telah diubah.
d. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu
penatalaksanaan yang dilakukan sebelum hari
pemulangan, dan penatalaksanaan yang dilakukan
pada hari pemulangan.

- Persiapan sebelum hari pemulangan klien


1. Menganjurkan cara untuk merubah keadaan rumah
demi memenuhi kebutuhan klien.
2. Mempersiapkan klien dan keluarga dengan
memberikan informasi tentang sumber-sumber
pelayanan kesehatan komunitas. Rujukan dapat
dilakukan sekalipun klien masih di rumah.
3. Setelah menentukan segala hambatan untuk belajar
serta kemauan untuk belajar, mengadakan sesi
pengajaran dengan klien dan keluarga secepat
mungkin selama dirawat di rumah sakit.
4. Komunikasikan respon klien dan keluarga terhadap
penyuluhan dan usulan perencanaan pulang kepada
anggota tim kesehatan lain yang terlibat dalam
perawatan klien.
5. Penatalaksanaan pada hari pemulangan
6. Biarkan klien dan keluarga bertanya dan diskusikan
isu-isu yang berhubungan dengan perawatan di
rumah.
7. Periksa instruksi pemulangan dokter, masukkan dalam
terapi, atau kebutuhan akan alat-alat medis yang
khusus.
8. Tentukan apakah klien dan keluarga telah
dipersiapkan dalam kebutuhan transportasi menuju ke
rumah.
9. Persiapkan klien dengan prescription atau resep
pengobatan klien sesuai dengan yang diinstruksikan
oleh dokter. Lakukan pemeriksaan terakhir untuk
kebutuhan informasi atau fasilitas pengobatan yang
aman untuk administrasi diri.
10. Berikan informasi tentang petunjuk untuk janji
follow up ke kantor dokter.
11. Bantu klien menuju kursi roda atau usungan dan
gunakan sikap tubuh dan teknik pemindahan yang
sopan. Dampingi klien memasuki unit dimana
transportasi yang dibutuhkan sedang menunggu.
Kunci roda dari kursi roda. Bantu klien pindah ke
mobil pribadi atau kendaraan untuk transportasi.
Bantu keluarga menempatkan barang-barang pribadi
klien ke dalam kendaraan.
12. Kembali ke bagian, dan laporkan waktu pemulangan
kepada departemen pendaftaran/penerimaan. Ingatkan
bagian kebersihan untuk membersihkan ruangan
klien.
e. Evaluasi 1. Minta klien dan anggota keluarga menjelaskan tentang
penyakit, pengobatan yang dibutuhkan, tanda-tanda
fisik atau gejala yang harus dilaporkan kepada dokter.
2. Minta klien atau anggota keluarga mendemonstrasikan
setiap pengobatan yang akan dilanjutkan di rumah.
3. Perawat yang melakukan perawatan rumah
memperhatikan keadaan rumah, mengidentifikasi
rintangan yang dapat membahayakan bagi klien, dan
menganjurkan perbaikan.
Discharge planning dibuat dalam bentuk form, terdapat beberapa
unsur yang harus ada pada sebuah form perencanaan pemulangan
antara lain:

1) Pengobatan di rumah: mencakup resep baru, obat yang sangat


dibutuhkan, dan pengobatan yang harus dihentikan.
2) Daftar obat: harus mencakup nama, dosis, frekuensi, dan efek
samping yang umum terjadi.
3) Kebutuhan akan hasil test laboratorium yang dianjurkan, dan
pemeriksaan lain, disertai petunjuk untuk memperoleh dan bilamana
waktu akan diadakannya.
4) Bagaimana melakukan pilihan gaya hidup dan tentang perubahan
aktivitas, latihan, diet makanan yang dianjurkan dan pembatasannya.
5) Petunjuk perawatan diri (perawatan luka, kolostomi, ketentuan
insulin, dan lain-lain).
6) Kapan dan bagaimana perawatan atau pengobatan selanjutnya yang
akan dihadapi setelah dipulangkan. Nama pemberi layanan, waktu,
tanggal, dan lokasi setiap janji untuk kontrol .
7) Apa yang harus dilakukan pada keadaan darurat dan nomor telepon
yang bisa dihubungi untuk melakukan peninjauan ulang petunjuk
pemulangan.
8) Bagaimana mengatur perawatan lanjutan (jadwal pelayanan di rumah,
perawat yang menjenguk, penolong, pembantu jalan; walker , kanul,
oksigen, dan lain-lain) beserta dengan nama dan nomor telepon setiap
institusi yang bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan.
Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin klien mampu
melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis
setelah meninggalkan rumah sakit (Potter&Perry, 2006). Hal ini dapat
dilihat dari kesiapan klien untuk menghadapi pemulangan, yang
diukur dengan kuesioner. Form discharge planning juga membantu
klien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di instansi pelayanan
kesehatan yang lebih dekat dengan komunitas (Puskesmas).

2. Sistem rujuk
Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik,
baik vertikal maupun horizontal, maupun strukctural dan fungsional
terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan
kesehatan (Pasal 42 ayat (1) UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit).
Sistem rujukan menurut tata hubungannya terdiri dari rujukan
internal dan rujukan eksternal. Rujukan internal merupakan rujukan
horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam institusi tersebut.
Misalnya dari puskesmas pembantu ke puskesmas induk. Rujukan
eksternal merupakan rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal maupun vertikal. Secara vertikal
misalnya dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah.
Menurut lingkup pelayanannya:
1. Rujukan medis adalah rujukan pelayanan yang meliputi upaya
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Rujukan
medis ini melayani konsultasi pasien untuk keperluan pemeriksaan
diagnostik, laboratorium, pengobatan, tindakan operatif, dan lain-
lain. Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis
(jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit
umum daerah. Selain itu dapat dilakukan dengan mendatangkan
atau mengirim tenaga yang lebih kompeten (ahli) untuk
meningkatkan mutu pelayanan.
2. Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang berkaitan
dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan
pencegahan (preventif) masalah kesehatan masyarakat. Contohnya,
merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi
(pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan
kerja ke klinik sanitasi puskesmas (pos Unit Kesehatan Kerja).
Syarat rujukan, diantaranya sebagai berikut:
1. Rujukan harus dibuat oleh orang yang mempunyai kompetensi dan
wewenang untuk merujuk, mengetahui kompetensi sasaran/tujuan
rujukan dan mengetahui kondisi serta kebutuhan objek yang
dirujuk.
2. Rujukan dan rujukan balik mengacu pada standar rujukan
pelayanan medis Daerah
3. Agar rujukan dapat diselenggarakan tepat dan memadai, maka
suatu rujukan hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Adanya unit yang mempunyai tanggung jawab dalam rujukan,
baik yang merujuk atau yang menerima rujukan.
b. Adanya Tenaga kesehatan yang kompeten dan mempunyai
kewenangan melaksanakan pelayanan medis dan rujukan medis
yang dibutuhkan.
c. Adanya pencatatan/kartu/dokumen tertentu berupa :
Formulir rujukan dan rujukan balik sesuai contoh.
Kartu Jamkesmas, Jamkesda dan kartu Assuransi lain.
Pencatatan dan dokumen hasil pemeriksaan penunjang
d. Adanya pengertian timbal balik antara pengirim dan penerima
rujukan.
e. Adanya pengertian petugas tentang sistem rujukan.
f. Rujukan dapat bersifat horizontal dan vertikal, dengan prinsip
mengirim ke arah fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih
mampu dan lengkap.
4. Untuk menjamin keadaan umum pasien agar tetap dalam kondisi
stabil selama perjalanan menuju ketempat rujukan, maka :
a. sarana transportasi yang digunakan harus dilengkapi alat
resusitasi, cairan infus, oksigen dan dapat menjamin pasien
sampai ke tempat rujukan tepat waktu;
b. didampingi oleh tenaga kesehatan yang mahir tindakan
kegawat daruratan;
c. sarana transportasi/petugas kesehatan pendamping memiliki
sistem komunikasi;
5. Rujukan pasien/specimen ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
lebih tinggi dan atau lengkap hanya dapat dilakukan apabila :
a. dari hasil pemeriksaan medis, sudah terindikasi bahwa keadaan
pasien tidak dapat diatasi;
b. pasien memerlukan pelayanan medis spesialis dan atau
subspesialis yang tidak tersedia di fasilitas pelayanan semula;
c. pasien memerlukan pelayanan penunjang medis yang lebih
lengkap yang tidak tersedia di fasilitas pelayanan semula;
d. pasien atau keluarganya menyadari bahwa rujukan
dilaksanakan karena alasan medis;
e. rujukan dilaksanakan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat
yang diketahui mempunyai tenaga dan sarana yang dibutuhkan
menurut kebutuhan medis atau penunjang medis sesuai dengan
rujukan kewilayahan;
f. rujukan tanpa alasan medis dapat dilakukan apabila suatu
rumah sakit kelebihan pasien ( jumlah tempat tidur tidak
mencukupi);
g. rujukan sebagaimana dimaksud huruf f dirujuk ke rumah sakit
yang setara atau sesuai dengan jaringan pelayanannya;
h. khusus untuk pasien Jamkesda dan pemegang Assuransi
Kesehatan lainnya, harus ada kejelasan tentang pembiayaan
rujukan dan pembiayaan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tujuan Rujukan
i. khusus untuk pasien Jamkesda hanya dapat dirujuk ke rumah
sakit yang setara yaitu ke PPK1 atau PPK 2 lainnya yang
mengadakan kerjasama dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat;
j. Fasilitas Pelayanan Kesehatan/tenaga kesehatan dilarang
merujuk dan menentukan tujuan rujukan atas dasar
kompensasi/imbalan dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

B. Prinsip Asuhan keperawatan di Komunitas


Dalam konteks Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas (PKJK), prinsip
pelayanan adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan
pelayanan.
Berikut diuraikan prinsip Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas secara
nasional dan universal.
1. Prinsip Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan jiwa komunitas, adalah sebagai berikut:
a. Keterjangkauan
Keterjangkauan yang utama ialah dalam biaya dan jarak. Biaya
pelayanandan jarak yang terjangkau memudahkan setiap orang
memelihara kesehatannya secara berkesinambungan.
b. Keadilan
 Pelayanan kesehatan jiwa harus menjamin setiap orang
mendapatkan pelayanan secara merata tanpa memandang status
sosial.
c. Perlindungan Hak Azasi Manusia
Hak azasi fundamental individu dengan gangguan jiwa harus
terjamin dan dihormati, sebagaimana pada penderita penyakit fisik.
d. Terpadu, Terkoordinasi dan Berkelanjutan
Pelayanan kesehatan jiwa komunikasi dikelola sebagai suatu
kesatuan dari berbagai pelayanan dan program yang berbeda,
dengan mempertimbangkan berbagai aspek di samping kesehatan
seperti aspek sosial, kesejahteraan, perumahan, pekerjaan,
pendidikan dan lain-lain, secara terkoordinasi dan berkelanjutan.
e. Efektif
Pelayanan kesehatan jiwa komunitas harus berbasis bukti dan
efektif  Yang dimaksud berbasis bukti adalah bila setiap tindakan
memberikan hasil yang konsisten berdasarkan penelitian.
Pelayanan komunitas yang efektif memadukan pendekatan biologis
dan penanganan psikososial untuk meningkatkan keberhasilan dan
kualitas hidup individu.
f. Hubungan Lintas Sektoral
Pelayanan kesehatan jiwa komunitas harus membangun jejaring
dengan upaya dan pelayanan kesehatan lain dan oleh sektor lain,
baik milik pemerintah maupun masyarakat.
g. Pembagian wilayah pelayanan
Untuk pengembangan dan pengoperasian pelayanan kesehatan jiwa
komunitas dilakukan pembagian wilayah (catchment area), yaitu
pelayanan kesehatan jiwa dikaitkan dengan wilayah geografis
tertentu
h. Kewajiban
Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas bertanggung jawab terhadap
kondisikesehatan jiwa seluruh populasi di wilayah kerjanya.

Daftar Hak Pasien Hak Pasien


1.  Hak memperoleh akses atas sumber daya kesehatan
2.  Hak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau
3. Hak menentukan sendiri dan bertanggung jawab terhadap
pelayanan kesehatan yang diperlukan
4. Hak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan.
5. Hak memperoleh informasi, tindakan dan pengobatan yangditerima
dari tenaga kesehatan
6. Hak menerima atau menolak, tindakan pertolongan setelah
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan yangakan
diterimanya
7. Hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi.
8. Hak menuntut ganti rugi terhadap penyelenggara kesehatanvang
menimbulkan kerugian akibat pelayanan kesehatanyang diterima.
Sumber: UU. No.23/1992

Daftar Kewajiban Pasien Kewajiban Pasien


1. Mentaati peraturan dan tata tertib pelayanan setelah mendapat
informasi yang benar dan jelas
2. Mematuhi instruksi tenaga kesehatan dalam pelayanan setelah
mendapat informasi yang benar dan jelas.
3. Memberikan informasi dengan jujur dan lengkap tentang kondisi
kesehatannya
4. Melunasi semua biaya pelayanan.
5. Mentaati hal-hal yang telah disepakati.
Sumber: UU. No.23/1992

C. Mekanisme Pelayanan
Mekanisme dari sisi petugas kesehatan adalah proses penyediaan
pelayanan kepada masyarakat, sedangkan dari sisi masyarakat adalah
proses untukmendapatkannya. Prosesnya di mulai dari menghubungi /
mendatangi fasilitas,mendapatkan pelayanan, sampai dengan kembali
kerumah.Berikut adalah mekanisme pokok dalam pelayanan kesehatan
jiwa komunitas
1. Mekanisme pelayanan kesehatan jiwa komunitas tingkat primer

Pusat pelayanan kesehatan berada di Puskesmas. Puskesmas


menerima kasus secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung kasus datang sendiri atau dibawa oleh keluarga atau
pengantar. Secara tidak langsung kasus dirujuk oleh pihak lain yang
ada di masyarakat baik perorangan maupun lembaga. Kasus juga bisa
dijemput oleh Puskesmas setelah mendapat laporan/permintaan dari
masyarakat. Selain itu, kasus juga dapat dirujuk dari fasiltas dengan
tingkat yang lebih tinggi seperti Rumah Sakit atau lembaganon-
kesehatan yang ada di masyarakat.

2. Mekanisme Pelayanan kesehatan jiwa komunitas tingkat sekunder


Pusat pelayanan kesehatan berada di Rumah Sakit Umum. Rumah
Sakit Umum menerima kasus secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung kasus datang sendiri atau dibawa oleh
keluarga/pengantar maupun dari Puskesmas. Secara tidak langsung
kasus dirujuk oleh pihak lain yang adadi masyarakat baik perorangan
maupun lembaga. Kasus dapat dirujuk kembalidari fasilitas dengan
tingkat yang lebih tinggi seperti Rumah Sakit Jiwa.

3. Mekanisme Pelayanan kesehatan jiwa komunitas tingkat tersier


Pusat pelayanan kesehatan berada di Rumah Sakit Jiwa. Rumah
Sakit Jiwa menerima kasus secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung individu dapat datang sendiri atau dibawa oleh
keluarga/pengantar maupun dirujuk dari Puskesmas atau Rumah Sakit
Umum. Secara tidak langsung individu dapat dirujuk oleh pihak lain
yang ada di masyarakat baik perorangan maupun lembaga atau dari
penjemputan/ pengambilan individu oleh petugasdari Rumah Sakit
Jiwa (RSJ). Kasus dapat dirujuk kembali dari Rumah SakitJiwa ke
fasilitas pelayanan sekunder maupun primer.
4. Mekanisme Pelayanan kesehatan jiwa komunitas di saranan non
kesehatan

Pusat pelayanan kesehatan berada di lembaga non-kesehatan


(Posbindu/Pesantren/ Panti Pemulihan). Kasus dapat dirujuk langsung
olehpihak lembaga non-kesehatan yang ada di masyarakat ke
Puskesmas, Rumah Sakit Umum atau Rumah Sakit Jiwa. Kasus juga
bisa dijemput oleh Puskesmas maupun oleh Rumah sakit Jiwa.
Sedangkan pelayanan yang diperoleh : Penyuluhan, Pelatihan,
Deteksi Dini, Konseling, Terapi Okupas
DAFTAR PUSTAKA
Allender, J. A. & Spradley, B. W. (2001). Community Health Nursing: concepts
and practice. 5th. Philadelphia: Lippincott.
Anderson, E. T. (2000). Community as Partner: Theory and Practice in Nursing.
3rd edition. Philadelphia : Lippincott.

Bukit, Evi Karota. (2008). Perawatan Kesehatan di Rumah (Home Health Care).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3585/1/Eva%20Karota
%20Bukit.pdf. Diakses tanggal 11 Maret 2012 pukul 20.00 WIB.

Efendi, F. dan Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan


praktik dalam keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Helwiah. (2004). Home Care Sebagai Bentuk Praktik Mandiri Perawat di Rumah
dalam Juornal Keperawatan Universitas Padjadjaran Bandung Vol 5 No. IX
Tahun 2004. PSIK FK Unpad Bandung.
Makhfudi dan Ferry Efendi. (2009). Perawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. http://books.google.co.id/books?
id=LKpz4vwQyT8C&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summar
y_r&cad=0#v=onepage&q&f=false. Diakses tanggal 9 Maret 2012 pukul
12.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai