Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
RSUD ULIN KOTA BANJARMASIN

Tanggal 26 September – 01 Oktober 2022

Oleh :
Prima Maya Nitias S.Kep.
NIM. 2230913320019

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
RSUD ULIN KOTA BANJARMASIN

Oleh :

Prima Maya Nitias, S.Kep.


NIM. 2230913320019

Banjarmasin, 26 September – 01 Oktober 2022

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Agianto, Ns., M.N.S., Ph.D. Dian Handrayani, S.Kep., Ns.


NIP. 19820818 200812 1 003 NIP. 19800124 2008012 023
DEFINISI PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit
paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan adanya ETIOLOGI
keterbatsan aliran udara yang persisten dan umumnya
Z(Desti 2017).
bersifat persisten (GOLD, Fitriati,PPOK
2021)merupakan penyakit 1. Penyebab umum: adanya partikel atau zat berbahaya yang masuk, terutama
kronis saluran napas dengan adanya hambatan aliran udara rokok (Umar et al., 2018)
khusus saat ekspirasi yang semakin lama semakin 2. Faktor genetik: defisiensi alpha antitrypsin (Yudhawati & Prasetiyo, 2019)
memburuk (Balitbangkes Kemenkes RI, 2013). PPOK
memiliki karakteristik reversible (NICE, 2010).

PATOFISIOLOGI PPOK KLASIFIKASI PPOK


Adapun patofisiologis dari PPOK (Pakpahan, 2021). 1. Bronkitis Kronik: Batuk lebih dari 3 bulan pertahunnya, selama 2 tahun berturut-
1. Keterbatasan Aliran Udara dan Gas Trapping turut.Pada bronchitis kronik akibat proses inflamasi yang disebabkan oleh peningkatan
- Karena FEV1 dan FEV1/FVC ratio < 70% produksi mukus, serta dapat mengobstrusi saluran napas.
- Udara ekspirasi tidak dapat keluar karena adanya 2. Emfisema: proses inflamasi diakibatkan asap rokok. Dengan konsumsi rokok, dapat
obstruksi jalan napas perifer mengakibatkan meningkatkan reaksi inflamasi sehingga terjadi inaktivasi dan proteinase inhibitor
terperangkapnya udara dan menyebabkan AATP.
hiperinflasi.
2. Gangguan mekanisme pertukaran gas MANIFESTASI KLINIS PPOK
- hipoksemia dan hiperkapnia
- Tingkat keparahan pada emfisema berkorelasi PPOK, ditandai dengan gejala pernafasan seperti batuk berdahak, sesak nafas setelah
dengan nilai PO2 arteri dan tanda lain dari beraktivitas, atau infeksi saluran pernafasan bawah yang bertahan lama (> 2 minggu) (Barnes
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (VA/Q) Peter et al., 2015). Gejala yang terjadi dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien
3. Hipersekresi Mukus dengan PPOK (Galffy et al., 2019; Rachmawati & Sulistyaningsih, 2020).
- Batuk kronik
- Disebabkan oleh metaplasia mukosa yang akan
meningkatkan jumlah sel goblet dan membesarnya PENEGAKAN DIAGNOSIS
kelenjar submukosa
4. Hipertensi Pulmoner Cara kerja tes spirometri adalah pengukuran berat badan tinggi badan terlebih dahulu,
- Karena proses vasokontriksi arteri kecil di paru kemudian melakukan tes dengan menarik nafas dalam-dalam dengan posisi sungkup mulut
- Menurunnya jumlah pembuluh kapiler paru pada terpasang pada mulut. Setelah penuh, tutup bagian mulut, kemudian hembuskan nafas
emfisema menyebabkan meningkatnya tekanan sekencang kencangnya dan semaksimal mungkin hingga udara dalam paruparu keluar
didalam sirkulasi paru sepenuhnya dan paru-paru dalam keadaan kosong (Pakpahan, 2021).
Pada PPOK, biasanya FEV1 mengalami penurunan, sehingga didapatkan perbandingan
GRADE SPIROMETRI (GOLD, 2017)
FEV1/FVC < 70% disebabkan karena terjadinya air trapping. Cara dapat membedakan tes ini
GOLD 1: RINGAN VEP1 ≥ 80% prediksi
dengan asma, yaitu dengan tes provokasi dengan bronkodilator. Pada PPOK tidak adakn
GOLD 2: SEDANG 50% ≤ VEP1 < 80% prediksi
terjadi perubahan nilai dikarenakan sifatnya yang rreversible. Gejala: Dispneu (sesak
GOLD 3: BERAT 30% ≤ VEP1 < 50%
nafas),batuk sputum kronik dan faktor gas berbahaya (rokkok, dll).
GOLD 4: SANGAT BERAT VEP1 < 30% prediksi
EKSASERBASI PEMERIKSAAN PENUNJANG
Eksaserbasi atau serangan PPOK terjadi akibat peningkatan 1. Analisa Gas Darah (AGD): membantu mendetiksi kondisi hipoksemia atau
peradangan pada saluran pernafasan serta efek sistemik dari hioerkapnia terutama pada pasien dengan tingkat keparahan penyakit yang berat
inflamasi. Eksaserbasi dipicu oleh infeksi pada pernafasan baik atau selama terjadinya eksaserbasi akut.
oleh virus atau bakteri (Barnes Peter et al., 2015). Bakteri yang 2. Pemeriksaan sputum: mengetahui jenis kuman dan memilih antibiotik yang tepat.
dapat menyebabkan eksaserbasi umumnya adalah H.influenzae,
Penyebab utama terjadinya eksaserbasi akut adalah akibat infeksi saluran napas
S.pneumoniae dan Moxarella catarrhalis, infeksi rhinovirus dapat
berulang, yang disebabkan paling banyak yaitu bakteri gram negatif
memproduksi peptida dan menyebabkan eksaserbasi pada pasien
PPOK (King et al, 2013; Rachmawati & Sulistyaningsih, 2020). 3. Pemeriksaan Darah: mengetahui apa faktor pencetus, peningkatan leukosit akibat
infeksi pada eksaserbasi akut, polisitemia pada hipoksemia kronik dan deteksi
Gejala eksaserbasi PPOK terjadinya komplikasi.
1. Sesak bertambah 4. Radiologi Foto toraks PA dan lateral: untuk menyingkirkan diagnosis banding
2. Produksi sputum meningkat penyakit paru lainnya. Seperti pada emfisema akan terlihat gambaran hiperinflasi,
3. Perubahan warna sputum hiperlusen, melebarnya ruang retrosternal dan sela iga, Diafragma yang mendatar,
Jantung.

KOMPLIKASI PENATALAKSANAAN
Infeksi saluran napas sering muncul pada pasien PPOK akibat Prinsip Tatalaksana PPOK Farmakologi
mekanisme pertahanan normal paru yang terganggu dan penurunan 1) Berhenti Merokok 1) Bronkodilator
imunitas. Infeksi saluran napas pada status pernapasan yang sudah 2) Terapi farmakologis dapat 2) Methylxanthine
terganggu dapat menyebabkan gagal napas sehingga menjadi alasan mengurangi gejala, mengurangi 3) Kortikosteroid
pasien PPOK dirawat inap di rumah sakit. Bleb yang pecah dapat frekuensi dan beratnya eksaserbasi 4) Antikolinergik
menyebabkan pneumotoraks spontan. Pneumotoraks yang terjadi dan memperbaiki status kesehatan dan 5) Phospodiesterase-4 inhibitor
merupakan pneumotoraks tertutup dan memerlukan pemasangan toleransi aktivitas. 6) Farmakologi lainnya
selang dada untuk membantu pengembangan paru. 3) Regimen terapi farmakologis sesuai - Vaksin
Pada malam hari sering terjadi dispnea saat pasien tidur dengan pasien spesifik, tergantung - Alpha 1 (Augmentation Therapy)
sehingga pasien sering terjaga. Selama pasien tidur, terjadi beratnya gejala, risiko eksaserbasi, - Antibiotik
penurunan tonus otot dan penurunan aktivitas otot pernapasan. Hal availabilitas obat dan respon pasien. - Mukolitik (mukokinetik,
ini menyebabkan hipoventilasi dan peningkatan resistensi saluran 4) Vaksinasi Influenza dan mukoregulator, dan antioksidan)
napas hingga terjadi ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi Pneumococcal - Immunoregulators
yang akhirnya pasien PPOK mengalami hipoksemia (Black & 5) Semua pasien dengan napas pendek (immunostimulators, imunomodulator)
Hawks, 2014). ketika berjalan harus diberikan - Antitusif
rehabilitasi - Vaodilatasi

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas (00031) 4) Intoleransi aktivitas (00006)
2) Ketidakefektifan Pola Napas (00032) 5) Gangguanpertukaran gas (00030)
3) Gangguan Pola Tidur (0056)
ASUHAN KEPERAWATAN

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas (00031) Ketidakefektifan Pola Napas (00032) Intoleransi aktivitas (00006)

NOC: Status Pernapasan: Ventilasi NOC: Toleransi terhadap aktivitas (0005)


NOC: Status Pernafasan: Kepatenan jalan nafas (0403) Setelah dilakukan tindakan keperawatan
(0410) Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam dapat menunjukan
Setelah dilakukan tindakan keperawatanselama 1 X 60
menit bersihan jalan nafas pasien lebih efektif dengan
keperawatans elama 1x 60 menit pola intoleransi aktifitas dengan kriteria :
kriteria hasil: nafas pasien lebih efektif dengan 1. Tidak ada penurunan saturasi oksigen
kriteria hasil: ketika beraktvitas dari skala 2 (banyak
1. Frekuensi pernapasan dari skala 2 (deviasi 1. Tidak ada suara napas tambahan terganggu) menjadi skala 3 (cukup
yang cukup berat) menjadi skala 4 (deviasi dari skala 2 (berat) menjadi terganggu)
yang ringan) skala 3 (cukup) 2. Kemudahan dalam melakukan aktivitas
2. Tidak ada retraksi dinding dada hidup harian dari skala 2 (banyak
2. Irama pernapasan dari skala 2 (deviasi yang
dari skala 2 (berat) menjadi terganggu) menjadi 3 (cukup terganggu)
cukup berat) menjadi skala 4 (deviasi yang
skala 3 (cukup)
ringan)
NIC: Terapi Aktivitas (4310)
NIC: Manajemen jalan nafas ( 3140) NIC: Monitor Pernafasan (3350) 1) Tentukan keterbatasan klien terhadap
1. Perawat melakukan pengkajian 1. Monitor
terkait kecepatan, irama, aktivitas
keadalaman serta pergerakan dada kedalaman dan kesulitan dalam 2) Motivasi klien untuk mengungkapkan
bernafas perasaan tentang keterbatasan
2. Perawat melakukan pemeriksaan asukultasi 2. Auskultasi suara nafas 3) Observas asupan nutrisi sebagai sumber
adanya suara nafas tambahan tambahan energi yang adekuat.
3. Perawat melakukan tindakan suction jika 3. Monitor nilai fungsi paru
terdapat suara nafas tambahan. 4. Monitor hasil foto thorax

NIC: Terapi Oksigen (3320)


1. Bersihkan mulut, hidung dan
trakea dari sekret.
2. Pertahankan patensi jalan napas
3. Berikan terapi oksigen
4. Monitor aliran oksigen.
Gangguan Pertukaran Gas (00030) Gangguan Pola Tidur (0056)

NOC : Status Pernafasan: Ventilasi (0403) NOC: Istirahat (0003)


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan
diharapkan gangguan pola tidur pasien dapat teratasi dengan gangguan pola tidur pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
kriteria hasil :
1. Frekuensi pernafasan normal dari skala 2 (berat) menjadi 1. Pola istirahat mengalami perbaikan dari skala 2 (banyak terganggu)
skala 3 (cukup) menjadi skala 3 (cukup terganggu)
2. Tidak ada gangguan suara saat auskultasi dari skala 2 2. Kualitas istirahat mengalami perbaikan dari skala 2 (banyak terganggu)
(berat) menjadi skala 3 (cukup) menjadi skala 3 (cukup terganggu)
3. Energi pulih setelah istirahat dari skala 2 (banyak terganggu) menjadi
NIC: Terapi Oksigen (3320) skala 3 (cukup terganggu)
1. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
3. Atur peralatan oksigenasi NIC: Peningkatan tidur (1850)
4. Monitor respirasi dan status oksigen, dan aliran oksigen 1. Monitor pola tidur pasien
2. Sesuaikan lingkungan
3. Monitor intake dan output sebelum tidur
4. Ajarkan pasien bagaimana melakukan relaksasi otot autogeni untuk
memancing tidur.
PATHWAY PPOK

Infeksi Merokok Faktor risiko


Polusi Allergen
: paparan gas berbahaya Genetic
(rokok, asap dapur, dll) dan faktor genetik

Masuk ke saluran pernapasan

Iritasi mukosa saluran pernapasan

Reaksi inflamasi

Hipertropi dan hiperplasma mukosa


bronkus

Metaplasia sel globet Produksi sputum meningkat

Ketidakefektifan
Gangguan pola
Pola Napas Penyempitan saluran pernapasan Ketidakefektifan
Ketidakefektifan
napas
Bersihan
bersihan Jalan
jalan
napas Napas
Obstruksi
Penurunan ventilasi
Hambatan
Hambatan
Penyebaran udara ke alveoli
pertukaran
Pertukarangas
Gas
Suplai oksigen
menurun Vasokontriksi pembuluh darah paru-paru

Kelemahan
Suplai oksigen berkurang

Intoleran aktifitas Sesak napas


Intoleransi Aktivitas
Gangguan
Gangguan
Kebutuhan tidur tidak efektif pola tidur
Pola Tidur
DAFTAR PUSTAKA

Desti Fitriati, dan I. G. (2021). Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Meningitis


menggunakan Metode Forward Chaining. Universitas Muhammadiyah
Jakarta, 12(1), 284–290. https://jurnal.umj.ac.id/index.php/just-it/index

Pakpahan, E. A. (2021). Case Report Malnutrisi Pada Pasien Pneumonia. Jurnal


Kedokteran Methodist, 14(2).

Rachmawati, A. D., & Sulistyaningsih. (2020). Review Artikel: Penyakit Paru


Obstruktif Kronik (Ppok) Afina. Farmaka, 18(1), 1–15.

Umar, T. P., Stevanny, B., Maretzka, A., & Andrean, A. (2018). Deteksi Dini
Penyakit Paru Obstruktif Kronis dengan Metode CaptureTM: Potensi
Skrining Rutin di Layanan Kesehatan Primer. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kedokteran Indonesia, 6(2), 100–108. https://bapin-ismki.e-
journal.id/jimki/article/view/165

Yudhawati, R., & Prasetiyo, Y. D. (2019). Imunopatogenesis Penyakit Paru


Obstruktif Kronik. Jurnal Respirasi, 4(1), 19. https://doi.org/10.20473/jr.v4-
i.1.2018.19-25

Anda mungkin juga menyukai