ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
b. Umur (terjadi pada semua usia)
c. Jenis Kelamin ((lebih sering terjadi pada wanita dan meningkatnya insidennya
sesuai pertambahan usia dan aktivitas seksual)
d. Status
e. Pekerjaan
f. Suku/bangsa
g. Pendidikan
h. Pekerjaan
i. Alamat
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama pasien dengan karsinoma paru biasanya bervariasi seperti keluhan
batuk, batuk produktif, batuk darah, dan sesak napas.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Riwayat penyakit saat ini biasanya keluhan hampir sama dengan jenis penyakit
paru lain dan tidak mempunyai awitan (onset) yang khas. Sering kali karsinoma
ini menyerupai pneumonitis yang tidak dapat ditanggulangi. Batuk merupakan
gejala umum yang sering kali diabaikan oleh klien atau dianggap sebagai akibat
merokok atau bronkhitis. Nila karsinoma bronkhus berkembang pada klien
dengan bronkhitis kronis, batuk akan timbul lebih sering dan volume sputum
bertambah.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat penyakit sebelumnya, walaupun tidak terlalu spesifik biasanya akan
didapatkan adanya keluhan batuk jangka panjang dan penurunan berat badan
secara signifikan. Terdapat juga bukti bahwa anggota keluarga dari klien dengan
kanker paru beresiko lebih besar mngalami penyakit ini, walupun masih belum
dapat dipastikan apakah hal ini benar-benar karena faktor herediter atau karena
faktor faktor familial.
3. Pemeriksaan Fisik
Menurut Tamher dan Mia (2009), melalui metode inspeksi, palsai, perkusi, dan
auskultasi dapat dikaji fungsi pernafasan. Pasien sebaiknya telajang pada bagian atas
tubuh sampai batas pinggang. Pada wanita perlu diterangkan untuk membuka bagian
dada tersebut guna pemeriksaan jantung dan paru.
a. Inspeksi
Frekuensi Pernafasan
Torakal, misanya pada pasien sakit tumor dalam perut.
Abdominal, Misalnya pasien PPOK lanjut.
Pada wanita sehat, umumnya pernafasan torakal lebih dominan dan disebut
torako-abdominal. Sedangkan pada laki-laki sehat, pernafasan abdomen lebih
dominan dan disebut abdomino-torakal. Keadaan ini disebabkan bentuk anatomi
dada dan perut wanita berbeda dengan laki-laki. Perhatikan juga apakah terdapat
pemakaian otot-otot banut pernafasan misalnya pada pasien tuberculosis paru
lanjut atau PPOK. Disamping itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal
dalam pernafasan dan bila ada, keadaan ini menunjukan adanya gangguan pada
daerah tersebut.
Jenis pernafasan lain adalah :
Pernafasan dengan purse lips, pernafasan seperti menghembus sesuatu
melalui mulut, misalnya pada pasien PPOK.
Pernafasan cuping hidung, misalnya pada balita dengan pneumonia.
Irama pernafasan
Suara batuk ( kering atau berdahak ), menunjukan adanya gangguan dalam
saluran bronkus/bronkiolus.
Suara mengi (Wheezing ), suara nafas seperti music yang terdengar selama
masa inspirasi dan ekspirasi karena terjadi penyempitan jalan udara.
Stridor, suara nafas yang berkerok secara teratur. Terjadi karena adanya
penyumbatan daerah laring. Stridor dapat berupa inspiratoir ekspiratoir,
yang terbanyak aalah stidor inspiratoir, misalnya pada tumor, peradangan
pada trakea, atau benda asing pad trakea.
Suara serak ( hoarsenese), terjadi karena kelumpuhan saraf laring atau
peradangan pita suara.
Disamping itu pemeriksaaan inspeksi dada tersebut diatas pemeriksa
hendaknya juga memperhatikan adanya kelainan pada akstremitas atas yang
berhubungan dengan penyakit paru seperti :
Clubbing finger, pada penyakit paru supuratif dan kanker paru
Sianosis perifer ( kuku tangan ) menunjukan hipoksemia
Karat nikotin, pada perokok berat
Otot-otot tangan dan lengan yang mengecil karena penekanan nervus 1
oleh tumor paru di apeks paru ( syndrome Pancoast )
Selanjutnya dilihat juga kelainan pada daerah kepala yang menunjukan
gangguan pada paru seperti :
Mata yang mengecil, pada syndrome horner
Sianosis pada ujung lidah pada hipoksemia
b. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c. Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor.
d. Auskultasi
Didapatkan bunyi stridor lokal, wheezing unilateral didapatkan apabila karsinoma
melibatkan penyempitan bronkus dan ini merupakan tanda khas pada tumor
bronkus. Penyebaran lokal tumor ke struktur mediastinum dapat menimbulkan
suara serak akibat terserangnya saraf rekuren, terjadi disfagia akibat keterlibatan
esofagus, dan paralisis hemidiafragma akibat keterlibatan saraf frenikus (Alsagaff
dalam Mutaqqin, 2008).
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas bd. obstruksi bronkial sekunder karena invasi
tumor
b. Ketidakefektifan Pola Napas bd. obstruksi bronkus, deformitas dinding dada, keletihan
otot pernapasan
c. Nyeri Akut bd. agen cidera (karsinoma), penekanan saraf oleh tumor paru
3.4 Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Setelah dilakukan tindakan Airway suction
bd. obstruksi bronkial sekunder karena keperawatan selama 1 x 24 jam Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
invasi tumor bersihan jalan napas klien kembali Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah
efektif dibuktikan dengan kriteria suctioning
hasil : Informasikan pada klien dan keluarga tentang
Mendemonstrasikan batuk efektif suctioning
dan suara napas yang bersih, tidak Minta klien napas dalam sebelum suction
ada sianosis dan dispneu (mampu dilakukan
mengeluarkan sputum, mampu Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
bernapas dengan mudah, tidak ada memfasilitasi suction nasotrakeal
pursed lips) Gunakan alat yang steril setiap melakukan
Menunjukkan jalan napas yang tindakan
paten (klien tidak merasa tercekik, Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
irama napas, frekuensi pernapasan dalam setelah kateter dikeluarkan dari
dalam rentang normal, tidak ada nasotrakeal
suara napas abnormal) Monitor status oksigen pasien
Mampu mengidentifikasi dan
Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
mencegah faktor yang dapat
suction
menghambat jalan napas
Hentikan sution dan dan berikan oksigen
apabila menunjukkan bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll
Airway Management
Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi pasien seperlunya pemasangan alat
jalan napas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara napas, catat adanya suara
napas tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara kasa basah NaCl
lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
Monitor respirasi dan status O2
2 Ketidakefektifan Pola Napas bd. Setelah dilakukan tindakan Airway Management
obstruksi bronkus, deformitas dinding keperawatan selama 1 x 24 jam, Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau
dada, keletihan otot penrnapasan pola napas klien kembali efektif jaw thrust bila perlu
ditunjukkan dengan kriteria hasil : Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Mendemonstrasikan batuk efektif ventilasi
dan suara napas yang bersih, tidak Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
ada sianosis dan dispneu (mampu jalan napas buatan
mengeluarkan sputum, mampu Pasang mayo bila perlu
bernapas dengan mudah, tidak ada Lakukan fisioterapi dada jika perlu
pursed lips) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Menunjukkan jalan napas yang Auskultasi suara napas, catat adanya suara
paten (klien tidak merasa tercekik, tambahan
irama napas, frekuensi pernapasan
Lakukan suction pada mayo
dalam rentang normal, tidak ada
Berikan bronkodilator bila perlu
suara napas abnormal)
Berikan pelembab udara kasa basah NaCl
Tanda-tanda vital dalam rentang
lembab
normal (tekanan darah, nadi,
Atur intak untuk cairan mengoptimalkan
pernapasan)
keseimbangan
Monitor respirasi dan status O2
Oxygen Therapy
Bersihkan mulut, hidung, dan sekret trakea
Pertahankan jalan napas yang paten
Atur peralatan oksigen
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
Vital Sign Monitoring
Monitoring TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3 Nyeri Akut bd. agen cidera (karsinoma), Setelah dilakukan tindakan Pain Management
penekanan saraf oleh tumor paru keperawatan selama 1 x 24 jam Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
nyeri klien dapat berkurang termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
sampai dengan hilang ditunjukkan frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
dengan kriteria hasil : Observasi reaksi nonverbal dari
Mampu mengontrol nyeri (tahu ketidaknyamanan
penyebab nyeri, mampu Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
menggunakan teknik mengetahui pengalaman nyeri pasien
nonfarmakologi untuk mengurangi Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
nyeri, mencari bantuan) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Melaporkan bahwa nyeri Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
berkurang dengan menggunakan lain tentang ketidakefektifan control nyeri
manajemen nyeri masa lampau
Mampu mengenali nyeri (skala, Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
intensitas, frekuensi dan tanda menemukan dukungan
nyeri) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri, seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan
nyeri berkurang kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi, dan
interpersonal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Evidance Based Nursing (EBN)
Judul Jurnal : Pijat Terapeutik Sebagai Evidance Based Practice Pada Pasien Kanker untuk
Mengurangi Distress.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rika Fadmadona, 2015 menjelaskan
bahwa terapi pijat merupakan terapi komplementer yang aman digunakan sebagai tindakan
keperawatan dengan masalah atau gangguan fisik pada pasien penyakit kronis, terutama
kanker. Tujuan dari penelitian memaparkan aplikasi pijat terapeutik untuk mengurangi
distress sebagai suatu evidance based nursing (EBN) di ruang rawat inap Teratai Rumah
Sakit Dharmais, Jakarta. Terapi komplementer dengan sentuhan yang memberikan rasa
nyaman dengan memberikan tekanan dan melakukan pergerakan ditubuh, adalah terapi
paling banyak digunakan pada pasien kanker dewasa, karena efisien dari segi biaya, non
invasif, dan berpengaruh positif terhadap pengurangan gejala, seperti ansietas, depresi, dan
nyeri pada pasien kanker.
Pijatan yang bermakna bagi kesejahteraan atau kesembuhan pasien disebut juga
dengan pijat terapeutik (Cavaye dalam Fadmadona, 2015). Pijatan Terapeutik
diklasifikasikan sebagai terapi berbasis sentuhan yang secara tradisional menggunakan
berbagai teknik tekanan (stroke), usapan ( effleurage), dan remasan (kneding). Terapi pijat
dapat menjadi pilihan intervensi non farmakologi serta non invasif yang aplikatif dalam
mengurangi distres pasien, dapat dilakukan oleh perawat ruangan dengan melalui pelatihan
singkat tentang prosedur teknis pijat terapeutik. Jenis pijatan yang diberikan yaitu jenis
pijatan yang ringan, merilekskan dapat diberikan dengan aman pada pasien kanker apa saja.
Tumor atau sisi pengobatan hindari dipijat untuk mencegah ketidaknyamanan atau terlalu
menekan area kanker atau organ dibawahnya. Dari berbagai penelitian, jenis pijatan yang
diberikan relatif aman untuk pasien kanker adalah effleurage. Effleurage adalah gerakan
seperti mengusap sepanjang kontur badan.
Dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa respon pasien setelah menjalani ses pijat
terapeutiki melaporkan badannya lebih segar dan tidurnya lebih nyenyak. Pada pasien yang
mengeluhkan nyeri hebat dengan pemberian pijat terapeutik yang sebelumnya telah
diberikan analgesik, dan teknik relaksasi, diketahui dengan pemberian pijat terapeutik
walaupun belum mampu menurunkan nyeri secara drastis, pasien dapat beradaptasi dengan
nyerinya, koping pasien lebih konstruktif.