Anda di halaman 1dari 32

INTERSEPSI HUJAN

Daniel Murdiyarso

Laboratorium Hidrometeorologi
Departemen Geofisika dan Meteorologi – IPB
Apakah intersepsi itu?
‰ Curah hujan yang ditahan oleh tajuk dan permukaan
vegetasi lainnya dan dievaporasikan selama dan
setelah hujan
‰ Bagian yang diintersepsi akan ditahan terlebih dahulu
oleh permukaan daun dan kulit batang, sebelum
dikembalikan ke atmosfer melalui proses evaporasi
‰ Evaporasi dari permukaan vegetasi
‰ Selisih antara curah hujan bruto dengan curah hujan
netto:
I = Pg - Pn

2
Curah hujan bruto (gross rainfall, Pg)
‰ Salah satu bentuk pengembalian air yang telah
diuapkan ke atmosfer menuju ke permukaan bumi
sebelum mengalami intersepsi
‰ Diukur di atas tajuk vegetasi atau ditempat terbuka,
untuk menghindari galat pengukuran akibat turbulensi di
atas permukaan vegetasi, dimana tempat tersebut
cukup terhindar dari efek tepi hutan atau tofografi
‰ Satu hari hujan adalah periode 24 jam dimana
terkumpul CH setinggi 0,5 mm atau lebih
‰ Karakteristik hujan yang penting dalam intersepsi:
‰ jeluk (depth)
‰ intensitas (intensity)
‰ distribusi

3
Curah hujan neto (net rainfall, Pn)

‰ Sejumlah air hujan yang benar-benar mencapai


permukaan tanah setelah mengalami intersepsi
‰ Penjumlahan curahan tajuk (throughfall, Tf) dan aliran
batang (stemflow, Sf)

Pn = Tf + Sf

‰ Pn dapat diukur secara langsung atau dengan


mengukur Tf dan Sf secara terpisah.

4
Curahan tajuk (throughfall, Tf)
‰ Bagian hujan yang jatuh ke permukaan tanah dari tajuk
setelah menerpa dedaunan ranting dan cabang pohon
(canopy drip )
‰ Bagian hujan yang jatuh ke permukaan tanah melalui
celah2 daun tanpa menyentuh permukaan tajuk
vegetasi (free throughfall)
‰ Besarnya ditentukan oleh curah hujan bruto dan juga
dipengaruhi oleh kerapatan penutupan tajuk (1 - p),
dimana p adalah kesarangan atau porositas tajuk dalam
meloloskan air hujan

5
Aliran batang (stemflow, Sf)

‰ Bagian hujan yang jatuh ke tajuk vegetasi kemudian


sampai ke permukaan tanah melalui batang
‰ Evaporasi dari batang << evaporasi tajuk - diabaikan
‰ Besarnya ditentukan oleh curah hujan bruto dan
dipengaruhi oleh kapasitas batang (St) dan koefisien
input batang (pt)

6
Pengukuran curahan tajuk,Tf
dan aliran batang, Sf

Pengukuran throughfall Pengukuran stemflow

7
Pengukuran curahan tajuk,Tf
dan aliran batang, Sf

8
Pengukuran hujan neto, Pn

Pg

Pn
9
Kapan tajuk benar-benar basah?
Gross and net rainfall (mm)

I = Pg - Pn

EI

Pg
Pn

10
Time (minutes)
Evaoprasi tajuk basah + transpirasi
Evaporation Gross Rainfall Evaporation Transpiration
from canopy Pg from trunks from dry canopy

EI=Ep EI=Ep C/S Et=eEp Et=eEp Ct/St ET= Rad + Aer rs/ra

Ct≥St Ct<St  rs
C≥S C<S Canopy Free Trunk
Input, Throughfall, input,
(1-p-pt)P pPg ptP
Wet canopy Dry canopy
ra

C_
S_
Ct
St

Drainage,
D= Ds exp {b(C-S)}

Throughfall, Tf Stemflow, Sf

11
Net Rainfall, Pn
Faktor-faktor yang mempengaruhi
intersepsi hujan
1. Faktor2 cuaca/iklim (curah hujan, radiasi surya, suhu dan
kelembaban udara, dan kecepatan angin)
→ Intensitas hujan menentukan periode basah tajuk
tumbuhan
Semakin lama periode basah ⇒ Ea = Ep tercapai lebih lama
→ Intensitas hujan menentukan kapasitas intersepsi suatu tajuk
→ Intensitas hujan menentukan pengisian simpanan tajuk
→ Parameter cuaca yang lain (radiasi surya, suhu dan
kelembaban udara dan kecepatan angin) ⇒ laju evaporasi
air yang diintersepsi → musim dan struktur tajuk (biomass)

12
Faktor-faktor yang mempengaruhi
intersepsi hujan
2. Parameter2 tajuk
→ kapasitas tajuk, porositas tajuk, kapasitas
batang, koefisien input batang, simpanan tajuk dan
tahanan aerodinamik

→ Perbedaan spesies
bentuk batang, kekasaran/kehalusan kulit
batang, diameter batang, sudut antara cabang
dengan batang utama, bentuk tajuk, tebal
lapisan tajuk, bentuk dan tekstur daun

13
Parameter tajuk
‰ Kapasitas tajuk, S
Kemampuan optimum tajuk menyimpan air yang
diintersepsi
‰ Porositas tajuk, p
Kondisi penutupan tajuk yang menentukan kelolosan
hujan mencapai permukaan tanah
‰ Input batang, pt
‰ Hantaran aerodinamik, ga (1/ra)

‰ Simpanan tajuk, C

14
Penentuan kapasitas tajuk, S
Curah Hujan Neto, Pn (mm)

Curah Hujan Bruto, Pg (mm)

15
Kapasitas tajuk
berbagai jenis tanaman
Kerapatan Kapasitas tajuk
Tanaman Umur (pohon/ha) (mm)

Hutan Pinus 40 1870 1.02


Hutan daun lebar (oak) 70 666 1.00
Paku-pakuan - - 2.00

16
Penentuan porositas tajuk, p

.
Curahan Tajuk, Tf

Tf = p Pg + b .
.
.
.
Curah Hujan Bruto, Pg

17
Penentuan input batang, pt
Aliran batang, Sf

Sf = pt Pg + b .
.
.
.
Curah Hujan Bruto, Pg

18
Penentuan hantaran aerodinamik, ga
(Splitting method)
t


I = E Ip + C
0
t t

∫0

= E radiasi + E aerodinamik + C
0
ra
I – F1 (mm)

t t

∫ ∫
I − E radiasi = E aerodinamik + C
ra
Slope:1/ra = ga o 0

I - F1 = ∫ F2/ra + C

I - F1 = 1/ra F2’ + C
}C y = ax + b

F2’ (x 10-3 s)

19
Parameter iklim dan pengaruhnya
Umur CH Intensitas Intersepsi
Species Lokasi (tahun) Tahunan Hujan (%) Sumber
(mm) (mm jam-1)
Coniferous forest
Picea sitchensis Wales 33 3200 1,32 39,6 Murdiyarso (1985)
Scotland 29 802 1,37 32 Gash et al. (1980)
Pinus sylvestris East Anglia 44 595 1,71 36 Gash and Stewart (1977)
Scotland 41 493 1,22 42 Gash et al. (1980)

Broad-leaved forest
Tropical forest W. Malaysia 2381 21,8 Manokaran (1979)
Tanzania 21,5 Jackson (1975)
Suriname 25 Mohr and van Baren (1954)
West Java 3400 10,54 21,7 Murdiyarso (1985)
Acacia auriculiformis West Java 5 13,2 11-18 Bruijnzeel and Wiersum (1986)
A. catechu India 7 15,5 Gupta (1986)
Eucalyptus globulus India 12 27,2 Samraj et al. (1977)
Tectona grandis India 20,8 Dabral and Rao (1968)
20
Pengaruh parameter tajuk terhadap
evaporasi dan transpirasi
Satuan Hutan konifer Hutan tropis

Evaporasi
• Laju, EI mm/j 0.22 0.18
• Total, EI mm/th 790 596
• Pg mm 3000 3000
• EI /Pg % 40 20
• Simpanan tajuk, C mm 0.16 0.81
• Kapasitas tajuk, S mm 1.50 0.80
• Porositas tajuk, p - 0.01 0.31
• Tahanan aerodinamik, ra s/m 4.6 8.1
Transpirasi
• Laju, ET mm/j 0.18 0.31
• Total, ET mm/th 310 886
• Tahanan tajuk, rc s/m

21
Kepekaan intersepsi
terhadap perubahan S dan p

Kapasitas tajuk, S
Porositas tajuk, p
0.5 1.0 1.5

0 280 330 370


0.1 269 315 354
0.2 255 299 336
0.3 239 281 316
0.4 223 262 294

22
Pemodelan Intersepsi
‰ Model Regresi
‰ Model Neraca Air Bergerak (Rutter, 1965)
‰ Model Analitik (Gash, 1979)
‰ Model Ambang-batas (Calder, 1976)

23
Model Regresi
‰ Model empirik → site specific
‰ Banyak menggunakan asumsi
‰ Tidak memperhitungkan karakteristik
hujan dan parameter tajuk
‰ Tidak baik untuk jeluk hujan rendah
→ kapasitas tajuk permukaan tidak terisi
‰ Untuk meminimalkan pengaruh dari
variasi parameter cuaca yang tinggi
maka:
‰ pengukuran dilakukan berdasarkan
musim
‰ data parameter cuaca dikelompokkan
berdasarkan selang-selang

24
Model Neraca air bergerak
Model Rutter:
‰ Disusun berdasarkan proses2 fisik
neraca air tajuk
‰ Mempertimbangkan CH sebagai input dan
variabel cuaca yang mengendalikan
evaporasi sebagai output
‰ Menggunakan persamaan evaporasi
Penman-Monteith
‰ Persamaan umum neraca air tajuk:

= k exp [b C] − (1 − p ) Pg + E I
dC
− untuk C ≥ S
dt
= k exp [b C] − (1 − p ) Pg + E I .
dC C
− untuk C < S
dt S

25
Model Analitik
Model Gash:
‰ Mempertahankan kesederhanaan Model Regresi
namun tetap menggunakan penalaran fisik yang
mendasar yang terdapat dalam Model Rutter
‰ Mengintegrasikan evaporasi dari komponen-komponen
yang memiliki hubungan analitik dengan curah hujan
yang terjadi sejak hujan turun hingga tajuk menjadi
kering kembali

26
Model Analitik
Evaporasi dari m hujan kecil yang tidak
dapat menjenuhkan tajuk
(1 − p − p t )∑mj=1 Pg j

Evaporasi dari n hujan yang cukup n (1 − p − p t ) Pg' − nS


untuk menjenuhkan tajuk
⎛−⎞
⎜E⎟ n (
⎜⎜ − ⎟⎟∑ j=1 Pg j − Pg')
Evaporasi dari batas jenuh sampai hujan
berakhir
⎝R⎠

Evaporasi setelah hujan berakhir nS

q St + p t ∑ j=1
m + n −q
Total evaporasi dari batang untuk semua Pg j
kejadian hujan selama q hari hujan

27
Keterangan
m : jumlah kejadian hujan kecil (Pg < Pg’)
n : jumlah kejadian hujan besar (Pg > Pg’)
q : jumlah kejadian hujan yang menjenuhkan batang
⎛ S ⎞
⎜⎜ Pg > t ⎟⎟
⎝ pt ⎠
Pg’ : Hujan yang dibutuhkan untuk menjenuhkan tajuk
⎛ − ⎡ −
⎤⎞
⎜ RS ⎢ E ⎥⎟

⎜ − ln 1 − − ⎟
⎜ E ⎢ R (1 − p − p ) ⎥ ⎟
⎝ ⎣ t ⎦⎠

E : rata-rata laju evaporasi

R : rata-rata intensitas hujan
28
Keterangan
™ Berdasarkan model regresi:

I = a Pg + b

ditunjukkan oleh Gash (1979) bahwa kemiringan


(slope) garis regresi, yaitu:

E
a= −
R

™ Jika karakteristik tajuk diketahui maka perhitungan


intersepsi dapat dilakukan hanya dengan
menggunakan data hujan.
29
Model Ambang-batas (Threshold model)
‰ Modifikasi Model Rutter, yang menggambarkan bahwa
laju drainase tajuk merupakan fungsi linear dari
simpanan tajuk
‰ Fungsi tersebut menjadi peka terhadap C setelah
simpanan tajuk mencapai ambang, T tertentu
‰ Fungsi linear tersebut secara praktis sama dengan
fungsi eksponensial

30
Model Ambang-batas
Perumusan Model Rutter dapat diadopsi untuk Model Ambang sbb:

= b1 C − (1 − p ) Pg + E I untuk C > T
dC

dt

= b2 C − (1 − p ) Pg + E I untuk C ≤ T
dC

dt

dimana T adalah nilai ambang (mm) yang secara fisik adalah sama
dengan S dalam model Rutter.
™ Menurut Calder, modifikasi ini dapat memecahkan persoalan yang
dihadapi oleh model Rutter dalam menduga intersepsi dari kondisi
tajuk kering.

31
Intersepsi netto
‰ Pada saat tajuk mengintersepsi hujan, permukaan
daun dan stomata daun tertutup oleh film air
‰ Karena itu terdapat sejumlah air yang batal untuk
ditransfer ke atmosfer melalui proses transpirasi
‰ Intersepsi yang benar-benar terjadi yang
memperhitungkan besarnya transpirasi yang
dibatalkan pada saat permukaan tajuk basah adalah
intersepsi neto:

I n = E Ig − ET

32

Anda mungkin juga menyukai