Anda di halaman 1dari 24

PENGOLAHAN LIMBAH PADAT ORGANIK DENGAN BLACK

SOLDIER FLY LARVAE


(Laporan Praktikum Teknologi Pengelolaan Limbah Industri)

OLEH :
FERDY RAHMATULLAH
2010516210017

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN................................................................................................... 1
LATAR BELAKANG ......................................................................................... 1
TUJUAN.............................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 3
METODOLOGI ...................................................................................................... 5
Waktu dan Tempat .............................................................................................. 5
Alat dan Bahan .................................................................................................... 5
Prosedur Kerja ..................................................................................................... 5
Analisis.................................................................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 8
Hasil..................................................................................................................... 8
Pembahasan ......................................................................................................... 8
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 14
Kesimpulan ........................................................................................................ 14
Saran .................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15
LAMPIRAN .......................................................................................................... 17
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
Limbah tersebut dapat berupa limbah padat, limbah cair, maupun limbah gas. Jenis
limbah ini bisa dikeluarkan oleh satu industri dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan nilai ekonomisnya, limbah dibedakan menjadi limbah yang
mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah
yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah dengan cara melalui unit suatu proses
lanjut akan memberikan suatu nilai tambah, sedangkan limbah non-ekonomis yaitu
suatu limbah walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan
memberi nilai tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan.
Peraturan-peraturan tentang masalah pengelolaan limbah telah banyak
dikeluarkan, karena masalah limbah semakin meningkat dan tersebar luas di semua
sektor. Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup sebagai pengganti Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, menempatkan masalah bahan dan limbah
berbahaya sebagai salah satu perhatian utama, akibat dampaknya terhadap manusia
dan lingkungan bila tidak dikelola secara baik. Penanganan limbah merupakan
suatu keharusan guna terjaganya kesehatan manusia serta lingkungan pada
umumnya, namun pengadaan dan pengoperasian saran pengelolah limbah ternyata
masih dianggap memberatkan bagi sebagian Industri.
Salah satu kegiatan sektor ekonomi bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat adalah kegiatan industri. Kegiatan suatu industri adalah
mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput). Pengamatan sumber
pencemar industri dapat dilaksanakan pada masukan, proses maupun pada
keluarannya dengan melihat spesifikasi dan jenis limbah yang diproduksi.
Pencemaran yang ditimbulkan oleh industri diakibatkan adanya limbah yang keluar
dari pabrik dan mengandung bahan beracun dan berbahaya (B-3). Bahan pencemar
2

keluar bersama-sama dengan bahan buangan (limbah) melalui udara, air, dan tanah
yang merupakan komponen ekosistem alam.
Penanganan limbah dalam suatu industri merupakan hal yang penting
karena secara tidak langsung berhubungan dengan proses produksi serta kredibilitas
industri di mata masyarakat. Limbah yang dibuang begitu saja tanpa diolah terlebih
dahulu, dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan yang kemudian
dapat mempengaruhi beberapa aspek lain seperti kesehatan karyawan, kenyamanan
kerja karyawan, dan keseimbangan lingkungan.
Dengan semakin berkembangnya industri dan teknologi yang menuntut agar
suatu industri berwawasan lingkungan, maka dibuat suatu penghargaan bagi
industri yang peduli lingkungan seperti sertifikasi ISO 14000. ISO 14000 terdiri
dari sistem pengelolaan lingkungan, audit lingkungan, evaluasi tampilan
lingkungan, dan pemberian label ramah lingkungan. Apabila suatu industri telah
mendapatkan ISO 14000 maka industri tersebut akan mendapat kepercayaan dari
masyarakat dan dunia. Salah satu syarat standar ISO 14000 adalah minimalisasi
limbah, evaluasi tampilan lingkungan, dan perlindungan lingkungan. Dengan
adanya instalasi pengolahan limbah diharapkan dapat menjadi salah satu aspek
penunjang dalam mendapatkan kepercayaan masyarakat.
TUJUAN

Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari teknik pengolahan limbah


organik dengan BSFL, menerapakan teknik pengolahan limbah organik dengan
BSFL, dan menentukan tingkat efektivitas BSFL dalam mengurangi limbah
organik
TINJAUAN PUSTAKA

Limbah merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan
proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan
sebagainya. Berdasarkan sifatnya limbah dibedakan menjadi 2, yaitu limbah
organik dan limbah anorganik. Limbah organik merupakan limbah yang dapat
diuraikan secara sempurna melalui proses biologi baik aerob maupun anaerob.
Limbah organik yang dapat diurai melalui proses biologi mudah membusuk, seperti
sisa makanan, sayuran, potongan kayu, daun-daun kering, dan sebagainya. Limbah
organik dapat mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan kecil
dan berbau (Latifah, 2011).
Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber
hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Berdasarkan kandungan materinya, sampah dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis yaitu sampah anorganik dan sampah organik. Sampah anorganik ialah sampah
yang berasal dari bahan seperti logam, kaca, styrofoam, plastik dan karet sedangkan
sampah organik ialah sampah yang berasal dari bagian hewan, tumbuhan dan
manusia (Loliwu, dkk, 2020).
Lalat tentara hitam ialah jenis insekta yang termasuk kedalam insekta jenis
Ordo diptera dan kelas Hexapoda yang mempunyai jumlah genus dan spesies
terbesar mencakup 60-70% dari seluruh spesies Anthropoda. Lalat dapat
mengganggu kenyaman hidup manusia, menyerang dan melukai hospesnya baik
manusia maupun hewan serta menularkan penyakit. Sedangkan lalat hitam tentara
ini merupakan spesies yang paling biasa ditemui dalam famili Stratiomyidae,
biasanya terdapat di Eropa, Australia, Afrika tropika, Timur Tengah dan Asia
termasuk Malaysia (Theresia Olivia Itran, 2015 dalam Abdillah, M. P, 2018).
Jambu biji (Psidium guajava) adalah salah satu tanaman buah jenis perdu,
dalam bahasa Inggris disebut Lambo guava. Tanaman ini berasal dari Brazilia
Amerika Tengah, menyebar ke Thailand kemudian ke negara Asia lainnya seperti
Indonesia.Jambu biji sering disebut juga Jambu Klutuk, Jambu Siki, atau Jambu
Batu (Kuntarsih, 2006).
4

Penggunaan jambu biji sebagai bahan dasar pembuatan minuman instan


semakin meningkat pada beberapa tahun terakhir. Hal ini didasarkan pada beberapa
keunggulan yang dimiliki oleh jambu biji. Jambu biji memiliki kadar vitamin C
yang sanggup memenuhi kebutuhan harian anak berusia 13- 20 tahun yang
mencapai 80-100 mg per hari, atau kebutuhan vitamin C harian orang dewasa yang
mencapai 70-75 mg per hari. Sebutir jambu biji dengan berat 275 g per buah dapat
mencukupi kebutuhan harian akan vitamin C pada tiga orang dewasa atau dua anak-
anak. Keunggulan lain dikenal sebagai bahan obat tradisional untuk batuk dan diare.
Jus Jambu Biji "Bangkok" juga dianggap berkhasiat untuk membantu
penyembuhan penderita demam berdarah dengue (Kuntarsih, 2006).
Nutrisi yang dimiliki maggot BSF dapat dilihat pada,Tabel 1. Kandungan
protein maggot cukup tinggi, yaitu 44,26% dengan kandungan lemak 29,65%
sedangkan nilai asam amino, asam lemak dan mineral terkandung pada maggot juga
tidak kalah dengan sumber protein lainnya, oleh sebab itu maggot BSF sebagai
bahan penyusunan pakan ternak (ransum) (Fahmi dkk. 2007).
Maggot dapat dijadikan bahan baku alternatif pakan ikan karena maggot
memiliki sumber protein hewani dengan kadar protein berkisar antara 30-45%
(Amandanisa, A, dan Suryadarma, P, 2020). Selain itu, maggot memiliki
kandungan antimikroba dan anti jamur, sehingga apabila dikonsumsi oleh ikan akan
meningkatkan daya tahan tubuh dari serangan penyakit bakterial dan jamur. Dengan
berbagai kelebihan yang dimiliki oleh maggot, maka perlu dilakukan budidaya
maggot agar dapat mengembangbiakannya (Masrufah, A, dkk, 2020).
METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan pada hari Kamis, 04 Oktober 2022 pukul


09.40-11.20 di Laboratorium Kimia dan Lingkungan Industri, Fakultas Pertanian,
Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah timbangan, alat
ukur DO, sarung tangan, kotak besar, penjepit.

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah limbah organic
padat jambu, larva BSF (Black Soldier Fly) 7-DOL,

Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah:

Ditimbang limbah organik sebanyak 500 gr

Ditimbang larva BSF 7-DOL sebanyak 1 gr

Dicampurkan limbah padat dengan larva dalam box

Diamati efektivitas larva BSF dalam mengurangi limbah organik


dilakukan setiap 3 hari sekali yaitu hari ke 3, 6, dan 9

Dicatat hasil pengamatan

Hasil
6

Analisis

Pada praktikum ini analisis observasi yang digunakan adalah:

A. Tingkat Biokonversi (BCR)


Tingkat Biokonversi (BCR atau biomass conversion ratio) mengindikasikan
kemampuan larva dalam mengkonversi substrat atau substrat menjadi sumber
energi. BCR dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

𝑀𝑝𝑝 − 𝑀𝑖
%𝐵𝐶𝑅 = 𝑥 100
𝐹𝑖𝑛

Dimana:
MI: berat larva awal
MPP : berat larva akhir
Fin : berat substrat atau substrat awal

B. Konsumsi Substrat (WR)


Konsumsi substrat atau waste reduction (WR) digunakan untuk menentukan
kemampuan larva BSF dalam mengkonsumsi substrat selama fase pertumbuhan
berdasarkan pada berat bering. WR dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

𝑥−𝑦
𝑊𝑅 (%) = 𝑥100
𝑥

Dimana:
x : Berat substrat awal (g)
y : Berat substrat akhir (g)

C. Indek Pengurangan Sampah (WRI)


Indeks pengurangan sampah (waste reduction index) menunjukkan tingkat
pengurangan sampah dalam kurun waktu tertentu. Rumus berikut merupakan rumus
untuk menghitung Indeks konsumsi substrat atau WRI (Waste reduction index):
𝐷
𝑊𝑅𝐼 = 𝑥100
𝑡
𝑊−𝑅
𝐷=
𝑊

Dimana:
7

W total substrat organik yang diberikan selama waktu t (g),


R adalah residu setelah waktu t (g),
D adalah pengurangan substrat organik.

D. FCR (feed convertion ratio)

FCR atau feed convertion ratio merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang
digunakan dengan jumlah bobot larva BSF yang dihasilkan. Rumus berikut
merupakan rumus untuk menghitung FCR:

𝐷
𝐹𝐶𝑅 =
𝐿𝑒𝑛𝑑,𝑓𝑟𝑒𝑠ℎ 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎𝑒 − 𝐿𝑠𝑡𝑎𝑟𝑡,𝑓𝑟𝑒𝑠ℎ 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎𝑒

Dimana
D: banyaknya jumlah subtrat yang diberikan pada larva BSF (g),
Lend : adalah biomassa akhir larva BSF (g),
Lstart : adalah biomassa larva awal (g).
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil dari praktikum ini adalah:

Tabel 1: Hasil pengamatan limbah padat


Hari Ke Berat Limbah Berat BSFL Berat Limbah Berat BSFL
Awal (gram) Awal (gram) Akhir (gram) Akhir (gram)

0 339 2,17 339 2,17

3 339 2,17 319 4,72

6 319 4,72 278 3,49

9 278 3,49 257 9

Tabel 2 : Hasil perhitungan (BCR, WRI, FCR)


Hari BCR (%) WRI (%) FCR
Ke
3 0,752 1,967 0,023
6 -0,385 2,133 -0,104
9 1,982 0,833 0,014
Rata2 0,783 1,644 -0,022
Pembahasan

Pada berat limbah padat organik jambu dari hari ke 0 sampai hari ke 9 itu
berkurang sedangkan pada berat BSFL semakin bertambah. Untuk limbah
berkurang dikarenakan maggot tersebut dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya
maka dari itu beratnya menurun. Pada berat BSFL itu bertambah karena maggot
tersebut berkembang biak dan nutrisinya tercukupi. Maggot BSF bisa hidup dengan
optimum pada temperatur 29,3°. Secara ilmiah, maggot dapat dijumpai pada limba-
limbah buah di pasar. Kandungan nutrisi pada limbah buah dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi maggot BSF sehingga limbah buah dapat di gunakan sebagai
media pertumbuhan maggot, namun tidak semua limbah buah dapat di makan oleh
maggot. Limbah buah yang dapat dimakan maggot seperti semangka, apel, jambu,
9

apukat, jeruk dan lain-lain. Sedangkan limbah buah yang tidak dapat dimakan
maggot adalah pisang atau buah yang matang karena di semprotkan CaC2 (karbita).

Dortmans (2017) menyatakan bahwa biowaste atau sampah organik adalah


semua bahan yang dapat diuraikan dan tidak mencemari lingkungan. Pada
dasarnya, sampah organik mudah diuraikan oleh proses alam.

Perbedaan pakan dapat mempengaruhi proses perkembangan maggot BSF dan


kandungan protein. Sehingga diperlukan formulasi yang tepat dalam pemberian
pakan terhadap maggot BSF.

Umumnya, karakteristik media atau pakan yang efektif yang akan diberikan
kepada maggot antara lain (Dormans et al.2017):

1. Sumber pakan harus cukup lembab dengan kadar air sekitar 60%-90%.
2. Bahan yang tinggi kandungan protein dan karbohidrat akan menghasilkan
pertumbuhan yang baik bagi maggot BSF.
3. Karena maggot BSF tidak memiliki mulut untuk mengunyah makanan,
maka penyerapan nutrisi oleh maggot BSF akan lebih mudah jika
substratnya berupa potongan-potongan kecil terutama berupa bubur.

Pada BCR limbah padat organik jambu kemampuan larva dalam mengkonversi
substrat atau substrat menjadi sumber energi yaitu dengan rata-rata 0,783%. Pada
WRI limbah padat organik jambu dengan tingkat pengurangan sampah dalam kurun
waktu 9 hari yaitu dengan rata-rata 1,644%. Pada FCR limbah padat organik jambu
perbandingan antara jumlah pakan yang digunakan dengan jumlah bobot larva BSF
yang dihasilkan adalah -0,022.

Pada BCR di hari ke 3 dan 9 itu larva BSFL bertambah karena larva tersebut
dapat mengkonversi limbah tersebut menjadi sumber energi sedangkan pada hari
ke 6 itu ada kurangnya dikarenakan larva tersebut masih beradaptasi dengan
lingkungannya dalam mengkonversi menjadi sumber energi.

Pada WRI di hari ke 3 itu larva tersebut sudah mengurangi pengurangan


sampah organik tersebut. Namun pada hari ke 6 tingkat pengurangan sampah malah
10

bertambah naik dikarenakan larva tersebut susah untuk mengonsumsi sampah


organik tersebut. Dapat dilihat juga pada hari ke 9 tingkat pengurangan sampahnya
semakin rendah. Ini menandakan larva tersebut berguna dan mengonsumsi sampah
organik tersebut.

Pada FCR dengan rata-rata -0,022 itu menandakan FCR tersebut ideal
dikarenakan FCR ini dipengaruhi oleh spesies, ukuran, parameter lingkungan
sekitar dan sistem budidaya.

Dari berbagai insekta yang dapat dikembangkan sebagai pakan, kandungan


protein larva BSF cukup tinggi, yaitu 40-50% dengan kandungan lemak berkisar
29-32% (Bosch et al. 2014). Rambet et al. (2016) menyimpulkan bahwa tepung
BSF berpotensi sebagai pengganti tepung ikan hingga 100% untuk campuran pakan
ayam pedaging tanpa adanya efek negatif terhadap kecernaan bahan kering (57,96-
60,42%), energi (62,03-64,77%) dan protein (64,59-75,32%), walaupun hasil yang
terbaik diperoleh dari penggantian tepung ikan hingga 25% atau 11,25% dalam
pakan.

Pada dasarnya konsep biokonversi dengan larva serangga adalah sama dengan
pengomposan dan penguraian limbah organik oleh cacing tanah (vermikompos)
yang lebih popular, akan tetapi biokonversi tidak hanya menghasilkan kompos
tetapi juga biomassa agen hayati yang dapat digunakan untuk menghasilkan produk
yang bernilai tambah tinggi (Newton dkk., 2005). Hasil penelitian menggunaan
limbah organik padat sebagai media tumbuh, baik berupa kotoran ayam, sapi,
maupun babi, menunjukkan bahwa terjadi pengkonversian substrat dalam biomassa
tubuh larva Hermetia illucens menjadi sekitar 42% protein dan 35% lemak
(Sheppard dkk., 1994; Dienar dkk., 2009; St-Hilaire dkk., 2007).

H. illucens mampu mereduksi akumulasi sampah organik hingga 50% dalam


waktu singkat sehingga mampu mengurangi polusi lingkungan secara optimal
(Myers dkk., 2008), memiliki kemampuan untuk mengonsumsi berbagai jenis
limbah organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia, daging busuk dan segar,
buah-buahan, sayuran, limbah restoran, limbah dapur, dan limbah berselulosa tinggi
(Nguyen, 2010; Holmes; 2010, Sheppard dkk, 2002; Tomberlin dkk, 2002). Saat
11

ini H. illucens banyak dimanfaatkan dalam bidang bioindustri melalui biokonversi


berbagai limbah organik menjadi produk biomassa prepupa untuk dijadikan sumber
pakan ternak tinggi protein (Diener dkk., 2009) dan tinggi lemak untuk sumber
bahan baku energi alternatif terbarukan (Li dkk., 2012). Larva H. illucens dapat
mengonsumsi materi organik sebanyak 25 mg – 500 mg per larva per hari
tergantung pada ukuran larva, tipe substrat yang tersedia dan kondisi lingkungan
(seperti suhu, kelembaban dan suplai udara) (Makkar dkk., 2014). Hasil yang telah
dilakukan menunjukkan larva H. illucens mampu mendegradasi limbah sayuran
(Kinasih dkk, 2012) serta limbah jerami dan kulit singkong (Putra dkk, 2015).
Untuk limbah restoran dan sayuran juga menunjukkan hasil larva H. illucens
mampu mengonversi limbah tersebut dan menghasilkan biomassa yang cukup
tinggi.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mereduksi sampah organik


menggunakan larva lalat tentara hitam (BSF) yaitu :

1) Pola makan larva Dalam proses memakan makanan dilakukan searah


horizontal dengan makanannya dan bergerak secara vertikal untuk mengekstrak
nutrient pada lindi yang dihasilkan dari proses pembusukan sampah organik yang
diberikan.

2) Kadar oksigen Dibutuhkan kadar oksigen dan karbondioksida yang cukup


dalam reaktor kompos. Kondisi reaktor dengan kadar karbondioksia yang terlalu
tinggi dapat memicu larva untuk mencari oksigen dengan cara keluar dari reaktor,
dalam kondisi larva belum mulai berubah menjadi prepupa.

3) Kadar air sampah Waktu konsumsi larva terhadap sampah yang diberikan
dipengaruhi kadar air di mana kondisi optimum sekitar 60-90%. Tempat yang lebih
kering atau sedikit basah lebih disukai larva daripada tempat dengan kadar air tinggi
yang bisa menyebabkan larva keluar dari rekator.

4) Ketersediaan cahaya Larva BSF cenderung menyukai tempat dengan


intensitas cahaya minim atau gelap karena larva BSF tergolong hewan fotofobia.
12

Dalam proses perubahan menjadi kepompong, prepupa cenderung mencari yang


kering dan gelap.

Larva lalat tentara hitam (BSF) dapat tumbuh dengan baik dan matang dalam
kurun waktu sekitar dua minggu pada kondisi lingkungan yang ideal dan
ketersediaan makanan yang cukup. Adapun faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan larva dan kapasitas reduksi sampah, yaitu :
konsentrasi kandungan Zn, suhu, dan ukuran partikel sampah.

Suhu merupakan salah satu faktor yang berperan dalam siklus hidup BSF. Suhu
yang lebih hangat atau di atas 30°C menyebabkan lalat dewasa menjadi lebih aktif
dan produktif. Suhu optimal larva untuk dapat tumbuh dan berkembang adalah
30°C, tetapi pada suhu 36°C menyebabkan pupa tidak dapat mempertahankan
hidupnya sehingga tidak mampu menetas menjadi lalat dewasa. Pemeliharaan larva
dan pupa BSF pada suhu 27°C berkembang empat hari lebih lambat dibandingkan
dengan suhu 30°C (Tomberlin et al. 2009)

Keberhasilan hidup atau kematian akan mempengaruhi secara langsung pada


sampah organik jambu tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah limbah
tersebut terlalu basah. Ada beberapa larva BSFL yang mati pada limbah jambu
tersebut dikarenakan limbah jambu memiliki kandungan air yang banyak. Hal yang
dapat diatasi adalah dengan memberikan media tumbuh berupa bekatul atau yang
lainnya yang sifatnya menyerap air dari sisa makanan larva BSFL.Kematian BSFL
biasanya dikarenakan terperangkapnya NH3 dan gas metan sehingga kekurangan
oksigen.

Efektifivitas pemanfaatan larva BSFL ditentukan oleh reduksi sampah.


Reduksi sampah dengan larva BSFL dipengaruhi 2 faktor utama yaitu makanan dan
suhu lingkungan. Larva BSF lebih mudah mereduksi sampah organik yang bersifat
lunak seperti sisa makanan, sayuran, buah dan lain-lain yang sudah terfementasi.
Jumlah larva dan frekuensi makanannya akan berpengaruh terhadap nilai
presentasenya. Semakin besat frekuensi makanannya maka akan kecil presentase
reduksinya karena tidak sesuai dengan jumlah makan dari jumlah larva BSF.
13

Pemanfaatan larva BSF sebagai pakan ternak memiliki keuntungan secara


langsung maupun tidak langsung. Larva BSF mampu mengurai limbah organik,
termasuk limbah kotoran ternak secara efektif karena larva tersebut termasuk
golongan detrivora, yaitu organisme pemakan tumbuhan dan hewan yang telah
mengalami pembusukan. Dibandingkan dengan larva dari keluarga lalat Muscidae
dan Calliphoridae, larva ini tidak menimbulkan bau yang menyengat dalam proses
mengurai limbah organik sehingga dapat diproduksi di rumah atau pemukiman.
Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Banks et al. (2014).
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini adalah

1. BSFL adalah sumber protein alternatif untuk budidaya , pakan ternak dan

nutrisi manusia.

2. Nilai BCR pada limbah adalah 0,783%. Nilai WRI adalah 1,644%. Nilai

FCR adalah -0,022.

3. Berat limbah padat organik jambu semakin lama semakin berkurang

sedangkan berat BSFL semakin lama semakin bertambah. Ini

membuktikan bahwa limbah tersebut memenuhi nutrisi BSFL dan BSFL

dapat berkembang biak pada limbah tersebut. BSFL sangat bermanfaat

dikarenakan memiliki kemampuan yang sangat baik dalam penguraian

bahan material organik.

Saran

Saran dari praktikum ini adalah disediakannya masker untuk mahasiswa/i

dikarenakan limbah pada praktikum tersebut sangat berbau tidak sedap.


DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, M. P. (2018). PERBANDINGAN AMPAS KELAPA DENGAN AMPAS


TAHU UNTUK MEDIA PERTUMBUHAN MAGGOT (Doctoral
dissertation, FKIP UNPAS).

Amandanisa, A., & Suryadarma, P. (2020). Kajian Nutrisi dan Budi Daya Maggot
(Hermentia illuciens L.) Sebagai Alternatif Pakan Ikan di RT 02 Desa
Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Jurnal Pusat
Inovasi Masyarakat (PIM), 2(5), 796-804.

Banks IJ, Gibson WT, Cameron MM. 2014. Growth rates of Black Soldier Fly
larvae on fresh human faeces and their implication for improving
sanitation. Trop Med Int Heal. 19:14-22.

Bosch G, Zhang S, Dennis GABO, Wouter HH. 2014. Protein quality of insects as
potential ingredients for dog and cat foods. J Nutr Sci. 3:1-4

Dortmans, B. (2017). Proses Pengolahan Sampah Organik Dengan Black Soldier


Fly (BSF). Switzerland: Eawag – Swiss Federal Institute of Aquatic
Science and Technology.

Fahmi, MR, Hem S, Subamia IW. 2007. Potensi Maggot Sebagai Salah Satu
Sumber Protein Pakan Ikan. Dalam; Dukungan Tekhnologi Untuk
Meningkatkan Produk Pangan Hewan dalam Rangka Pemenuhan Gizi
Masyarakat. Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII.
Bogor. (Indonesia): Puslitbangnak.

Kuntarsih.2006. Jambu Biji (Psidium guajava). Surabaya: Trubus Agrisarana

Latifah, N. 2011. Limbah Organik, Anorganik, dan B3.

Loliwu, S. j., Rumampuk N.d., Schaduw, J. N., Tilaar, S. O., Lumoindong F.,
Wagey B. T., &Rondonuwu, A. b. (2021. IDENTIFIKASI SAMPAH
ANORGANIK PADA EKOSISTEM MANGROVE DI DESA LESAH
KECAMATAN TAGULANDANG KABUPATEN SITARO.
JURNAL PESISR DAN LAUT TROPIS, 9(2), 44-52

Masrufah, A., Afkar, K., Fawaid, A. S., Alvarizi, D. W., Khoiriyah, L., Khoiriyah,
M., ... & Ramadhan, M. N. (2020). BUDIDAYA MAGGOT BSF
(BLACK SOLDIER FLY) SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF IKAN
LELE (CLARIAS BATRACUS) DI DESA CANDIPARI, SIDOARJO

Muhayyat, M. S., Yuliansyah, A. T., & Prasetya, A. (2016). Pengaruh Jenis Limbah
dan Rasio Umpan pada Biokonversi Limbah Domestik Menggunakan
Larva Black Soldier Fly ( Hermetia illucens ). Jurnal Rekayasa Proses,
10(1), 23–29.

Nyakeri, E.M., Ogola, H.J.O., Ayieko, M.A. & Amimo, E.A., 2017. Valorisation
of Organic Waste Material: Growth Performance of Wild Black Soldier
Fly Larvae (Hermetia illucens) Reared on Different Organic Wastes.
Journal of Insects as Food and Feed, 3(3), pp.193-202.

Rambet V, Umboh JF, Tulung YLR, Kowel YHS. 2016. Kecernaan protein dan
energi ransum broiler yang menggunakan tepung maggot (Hermetia
illucens) sebagai pengganti tepung ikan. J Zootek. 36:13-22.

Suciati, R. H. F. (2017). Efektifitas Media Pertumbuhan Maggots Hermetia illucens


(Lalat Tentara Hitam) Sebagai Solusi Pemanfaatan Sampah Suciati, R.
(2017). Efektifitas Media Pertumbuhan Maggots Hermetia Illucens
(Lalat Tentara Hitam) Sebagai Solusi Pemanfaatan Sampah Organik.
Bi. Biosfer : Jurnal Biologi Dan Pendidikan Biologi, 2(1), 8–13.

Tomberlin JK, Adler PH, Myers HM. 2009. Development of the Black Soldier Fly
(Diptera: Stratiomyidae) in relation to temperature. Enviromental
Entomol. 38:930-934.
17

LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan BCR, WRI, dan FCR
1. Perhitungan BCR
➢ Hari ke-3
4,72−2,17
BCR = 𝑥 100 = 0,752%
339

➢ Hari ke-6
3,49−4,72
BCR = 𝑥 100 = - 0,385%
319

➢ Hari ke-9
9−3,49
BCR = 𝑥 100 = 1,982%
278

2. Perhitungan Indeks WRI


➢ Hari ke-3

𝑊 − 𝑅 339 − 319
𝐷= = = 0,059
𝑊 339
𝐷 0,059
𝑊𝑅𝐼 = 𝑥100 = 𝑥100 = 𝟏, 𝟗𝟔𝟕%
𝑡 3

➢ Hari ke-6

𝑊 − 𝑅 319 − 278
𝐷= = = 0,128
𝑊 319
𝐷 0,128
𝑊𝑅𝐼 = 𝑥100 = 𝑥100 = 𝟐, 𝟏𝟑𝟑%
𝑡 6

➢ Hari ke-9

𝑊 − 𝑅 278 − 257
𝐷= = = 0,075
𝑊 278
𝐷 0,075
𝑊𝑅𝐼 = 𝑥100 = 𝑥100 = 𝟎, 𝟖𝟑𝟑%
𝑡 9

3. Perhitungan FCR

➢ Hari ke-3

𝑊 − 𝑅 339 − 319
𝐷= = = 0,059
𝑊 339
𝐷 0,059
𝐹𝐶𝑅 = = = 0,023
𝐿𝑒𝑛𝑑−𝐿𝑠𝑡𝑎𝑟𝑡 4,72−2,17
➢ Hari ke-6

𝑊 − 𝑅 319 − 278
𝐷= = = 0,128
𝑊 319
𝐷 0,128
𝐹𝐶𝑅 = = = - 0,104
𝐿𝑒𝑛𝑑−𝐿𝑠𝑡𝑎𝑟𝑡 3,49−4,72

➢ Hari ke-9

𝑊 − 𝑅 278 − 257
𝐷= = = 0,075
𝑊 278
𝐷 0,075
𝐹𝐶𝑅 = = = 0,014
𝐿𝑒𝑛𝑑−𝐿𝑠𝑡𝑎𝑟𝑡 9−3,49
Lampiran 2. Larva BSF dan Limbah Jambu Biji pada Hari Ke-0

Lampiran 3. Larva BSF dan Limbah Jambu Biji pada Hari Ke-3

Lampiran 4. Larva BSF dan Limbah Jambu Biji pada Hari Ke-6

Lampiran 5. Larva BSF dan Limbah Jambu Biji pada Hari Ke-9
Lampiran 6. Lembar Kerja Jawaban Soal Diskusi
1. Mengapa penggunaan BSFL sebagai agen biokonversi menjadi sangat penting
untuk pengolahan limbah padat?
2. Pada proses biokonversi, larva yang digunakan adalah larva dengan usia &-
DOL, jelaskan alasannya!
3. Apabila 10 kg limbah ditambhakan dengan larva sebanyak 10 gr, dan setelah 7
hari dilakukan pengamatan dan diperoleh berat limbah akhir adalah 500 gr dan
berat biomassa larva adalah 1 kg, maka tentukan efektivitas larva dalam
mendekomposisi limbah tersebut!
Jawab:

1. Menurut larva BSF yang berperan sebagai agen biokonversi ternyata mampu
mengurangi limbah organik hingga 56%. Dalam teori lain, larva BSF dapat
mengonsumsi serta mendegradasi sejumlah bahan organik yang terkandung
dalam suatu sampah sampai sebesar 70% (Muhayyat et al., 2016). Setidaknya
terdapat tiga produk yang dihasilkan dari pemberdayaan larva BSF, yaitu larva
atau pre-pupa BSF sebagai sumber alternatif protein untuk pakan ternak, kedua
adalah cairan hasil aktivitas larva yang berfungsi sebagai pupuk cair dan yang
ketiga adalah sisa (residu) limbah organik kering yang dapat dijadikan sebagai
pupuk (Suciati, 2017).

2. Larva BSFL yang digunakan pada proses biokonversi adalah larva dengan usia
instar ke-3 dan ke-4 & 7-DOL. Hal ini dikarenakan panen optimal pada fase
larva adalah pada instar ke-3 dan ke-4 pada fase instar ini BSFL sudah cukup
untuk memakan bahan organik dan bersiap untuk tahap hibernasi pada fase
pupa (Nyakeri et al., 2017). Panen maggot dapat dilakukan mulai dari usia 10
hari hingga 24 hari, dimana telur Black Soldier Fly (BSF) sudah menetas dan
memasuki fase larva yang tumbuh sekitar 15-20 mm hingga sebelum masuk
fase pupa.

3. Diketahui :

Berat awal Limbah = 10 kg = 10.000 gram

Berat akhir limbah = 500 gram

Berat larva awal = 10 gram

Berat larva akhir = 1.000 gram

x : Berat substrat awal (g) = 10.000 gram + 10 gram = 10.010 gram

y : Berat substrat akhir (g) = 500 gram + 1.000 gram = 1.500 gram

Ditanyakan: efektivitas larva dalam mendekomposisi limbah?

Pembahasan:

10.010 − 1.500
𝑊𝑅 (%) = 𝑥100
10.010

= 0,85𝑥100

= 0,85𝑥100

= 85%

Anda mungkin juga menyukai