Kondisi dingin yang disebabkan oleh posisi kampung yang tinggi menyebabkan
penghuni menghindari aliran angin masuk ke dalam rumahnya. Kearifan masyarakat
Kampung Demaisi mengatasi iklim ekstrim dingin dataran tinggi tropis ini terwujud dalam
desain ibeiya (Kaki Seribu).
Rumah adat ibeiya (Kaki Seribu) pada umumnya dipakai oleh penduduk yang tinggal
di daerah pegunungan dan berhawa dingin. Rumah ini dibuat berukuran tinggi untuk
menghindari serangan hewan buas. Rumah ini juga tidak memiliki jendela, hal ini
dimaksudkan agar suhu di dalam rumah tetap hangat.
Karena Rumah Adat ibeiya (Kaki Seribu) tidak memiliki jendela, maka satu-satunya
jalan untuk menciptakan sirkulasi udara adalah melewati pintu. Rumah tersebut memiliki dua
pintu, yakni pintu depan dan pintu belakang. Isi rumah tidak terbagi menjadi kamar - kamar
seperti rumah modern tapi dibagi menjadi dua bagian. Bagian kiri untuk kaum wanita
(ngimsi), sedangkan bagian kanan untuk kaum pria (ngimdi). Di dalamnya juga terdapat
perapian untuk menghangatkan seisi ruangan. Sama dengan rumah panggung tradisional
lainnya, Rumah Adat Kaki Seribu biasanya dihuni oleh beberapa keluarga yang tinggal
bersama di dalamnya.
Gambar 1. Ilustrasi Aliran Angin
Bagi masyarakat Arfak, Rumah Adat Kaki Seribu merupakan tempat bernaung,
mendidik anak dan kegiatan pesta. Terdapat celah - celah di lantai yang memungkinkan udara
masuk ke dalam rumah sehingga sirkulasi udara dapat terjaga dengan baik.
Terdapat celah kotak yang sangat kecil yang dapat dibuka tutup dari dalam rumah
berukuran 10 cm X 15 cm, dua buah di depan dan dua buah di belakang. Dimana fungsi
kotak kecil ini bukan untuk mengalirkan udara atau memasukkan cahaya seperti fungsi
jendela pada umumnya melainkan sebagai sarana untuk mengintip keadaan luar apakah ada
bahaya atau ancaman dari luar dan juga sebagai salah satu Pencahayaan dari luar ke dalam
rumah.
Desain ibeiya yang memiliki letak perapian di sisi kiri dan kanan rumah menyebabkan
adanya pola aliran asap seperti yang tampak di gambar bawah. Karena adanya asap,
masyarakat membuat jarak antara dinding dan atap rumah sekitar 10-25 cm agar asap dapat
keluar. Konstruksi ibeiya yang memiliki banyak pori-pori juga membantu keluarnya asap dan
memudahkan cahaya matahari pada pagi hari dan cahaya bulan pada malam hari untuk dapat
masuk ke dalam rumah.
Rumah adat ibeiya di desain dengan berukuran tinggi untuk menghindari serangan
hewan buas. Rumah ini juga tidak memiliki jendela, hal ini dimaksudkan agar suhu di dalam
rumah tetap hangat.
Kondisi iklim yang dingin membuat masyarakat Kampung Demaisi tidak tinggal diam
tetapi menciptakan perapian (atremti) di dalam rumah. Letak perapian berada pada sisi kiri
dan kanan rumah, terletak di samping ruang tidur laki-laki (nghimma) dan ruang tidur wanita
(nghimma). Di atas atremti terdapat para-para untuk menaruh persediaan kayu bakar.
Uniknya ketika beristirahat di ruang nghimma, posisi tidur adalah sisi kaki menghadap
langsung dengan atremti. Cara tidur demikian untuk menghangatkan kaki masyarakat
Kampung Demaisi ketika tidur.
Rumah Adat ibeiya (Kaki Seribu) tidak memiliki jendela, maka satu-satunya jalan
untuk menciptakan sirkulasi udara adalah melewati pintu. Rumah tersebut memiliki dua
pintu, yakni pintu depan dan pintu belakang, jarak antara dinding dan atap rumah sekitar 10-
25 cm dan Konstruksi ibeiya yang memiliki banyak pori-pori juga membantu keluarnya asap
dan memudahkan cahaya matahari pada pagi hari dan cahaya bulan pada malam hari untuk
dapat masuk ke dalam rumah.
Terdapat celah kotak yang sangat kecil yang dapat dibuka tutup dari dalam rumah
berukuran 10 cm X 15 cm, dua buah di depan dan dua buah di belakang. Dimana fungsi
kotak kecil ini bukan untuk mengalirkan udara atau memasukkan cahaya seperti fungsi
jendela pada umumnya melainkan sebagai sarana untuk mengintip keadaan luar apakah ada
bahaya atau ancaman dari luar dan juga sebagai salah satu Pencahayaan dari luar ke dalam
rumah.