Anda di halaman 1dari 50

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

A DENGAN MORBILI
DI RUANGAN RAWAT INAP ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PARIAMAN

Laporan Akhir Ners


Diajukan Untuk Memenuhi Laporan Akhir Ners

Disusun Oleh:

Rayendra ,S.kep
Nim :211014901056

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SUMATRA BARAT

TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Ilmiah Ners yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada An.
R Dengan Perilaku Kekerasan Di Punggung Lading Kec. Pariaman Selatan”.
Laporan Akhir Ners ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan tugas Laporan Akhir Ners. Dalam penyelesaian laporan
akhir ners ini penulis banyak mendapat masukan, bantuan, dukungan,
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan
hati dan penuh penghargaan penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu DR. Hj. Nurtati, SE, MM selaku Rektor Universitas Sumatera
Barat
2. Ibu Ns. Sri Burhani Putri, M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan
3. Ibu Ns. Renty Ahmalia, M.Kep selaku Ketua Prodi Profesi Ners yang
telah membimbing dan mengarahkan selama menjalani praktek profesi
ini
4. Ibu Ns. M.Kep selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan bimbingan dan petunjuk
yang amat berharga selama penyusunan Laporan Akhir Ners ini
5. Teristimewa keluarga tersayang yang selalu memberikan perhatian,
mendoakan, dan memberikan dorongan semangat baik moril maupun
materil selama dalam penyusunan Laporan Akhir Ners ini
Penulis menyadari adanya kekuarangan dalam penulisan laporan ini.
Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini penulis terima dengan senang hati.
Dengan segala kerendahan hati semoga laporan ini berguana dan
bermanfaat bagi pihak yang memerlukan terutama sekali bagi penulis
sendiri.

Lubuk Alung, 23 juni 2021

Rayendra,S.Kep

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................

1.1. Latar Belakang........................................................................................

1.2. Rumusan Masalah...................................................................................

1.3. Tujuan Penulisan.....................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI........................................................................


2.1 Pengertian Morbili....................................................................................
2.2 Etiologi Morbili........................................................................................
2.4Gejala Klinis Morbili.................................................................................
2.5 Epidemiologi Morbili...............................................................................
2.6 Pathway Morbili.......................................................................................
2.7 Patogenesis Morbili..................................................................................
2.8 Komplikasi Morbili..................................................................................
2.9 Pencegahan Morbili..................................................................................
3.0 Reaksi KIPI..............................................................................................
3.1 Tatalaksana ..............................................................................................
3.2 Pemeriksaan Penunjang............................................................................
3.3 Konsep Asuhan Keperawatan terkait Morbili..........................................
BAB III TINJAUAN KASUS......................................................................
BAB 1V PENUTUP......................................................................................
3.4 Kesimpulan ..............................................................................................
3.5 Saran.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Morbili adalah penyakit yang disebabkan oleh virus anggota family
paramiksoviridae yang sama seperti gondongan dan virus sinsitial pernapasan.virus
ini adalah virus RNA negative beruntai tunggal (Olson & nurdin tahun 2018,hal.303)
Campak merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak,
sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal (4 hari sebelum muncul
ruam) sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam.1,2 Campak timbul karena
terpapar droplet yang mengandung virus campak. Sejak program imunisasi campak
dicanangkan, jumlah kasus menurun, namun akhir-akhir ini kembali meningkat.4,6 Di
Amerika Serikat, timbul KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan 147 kasus sejak awal
Januari hingga awa. Februari 2019.
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa
Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam
bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris.
Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus,
dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran
pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna
merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit.
Berdasarkan data WHO bahwa kasus morbili selama juni-november 2017,ada
tujuh negara di benua afrika dan asia termasuk Indonesia memiliki kasus morbili lebih
dari 1000 kasus dan ada 28 negara yang memiliki kasus morbili berkisar antara 100-
999 kasus. Kematian akibat morbili berkurang lebih dari tiga perempat di semua
wilayah WHO kecuali asia tenggara (Najmah 2016) morbili merupakan penyakit yang
membahayakan terutama untuk ibu hamil trimester 1 bisa menimbulkan keguguran
(WHO dan kementerian kesehatan RI 2017,2019)
Incidence rate morbili per 100.000 penduduk di Indonesia pada tahun 2011-2017
menunjukan kecenderungan penurunan,dari 9,2 menjadi 5,6 per 100.000 penduduk.
Namun demikian,incidence rate cenderung naik dari tahun 2015 sampai dengan
2017, yaitu dari 3,2 menjadi 5,6 per 100.000 penduduk. Kasus morbili dalam tiga
tahun terakhir juga menunjukan peningkatan dibeberapa provinsi. Namun ada juga
beberapa provinsi yang mengalami penurun. Terdapat 18 provinsi (52,9%) yang

1
mengalami peningkatan kasusdalam tiga tahun terakhir, yaitu Sumatra utara, riau,
jambi, Sumatra selatan, Bengkulu, kepulauan riau, jawa timur, banten, bali, NTB,
NTT, kalimatan barat, Kalimantan tengah, kalimatan timur, Sulawesi selatan,
Sulawesi tengara, maluka, dan papua barat. Provinsi banten dan jawa timur
mengalami peningkatan yang signifikan di antara 18 provinsi tersebut. Pada saat
tertentu adanya peningkatan kasus di suatu wilayah menyebabkan penetepan status
kejadian luar biasa (KLB) pada wilayah tersebut. KLB suspect morbili terjadi ketika
ditemukan 5 atau lebih suspect morbili dalam waktu 4 minggu berturut-turut, terjadi
mengelompok dan memiliki hubungan epidomilogi. KLB morbili pasti terjadi ketika
KLB suspect morbili dengan hasil laboratorium. Kasus morbili pada pelaporan rutin
dan kasus KLB di laporkan tiap bulan. Kedua jenis kasus tersebut menunjukan
peningkatan pada bulan-bulan tertentu, namun pola yg ditunjukan tidak sama dalam
tiga tahun terakhir 2015-2017 (KEMENKES RI 2018).

2. Rumusan Masalah
a. Menjelaskan Pengertian Morbili
b. Menjelaskan anatomi fisiologi
c. Menjelaskan etiologi
d. Menjelaskan patofisiologi
e. Menjelaskan tanda dan gejala
f. Menjelaskan tindakan medis
g. Menjelaskan penatalaksanaan medis
h. Menjelaskan penatalaksanaan keperawatan
i. Menjelaskan Reaksi KIPI
j. Menjelaskan Tatalaksana
k. Menjelaskan Pemeriksaan penunjang
l. Menjelaskan Konsep Asuhan Keperawatan Terkait Morbili

3. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar penulis mampu mengungkapkan konsep dasar teori dan konsep dasar
keperawatan dalam menyelesaikan masalah kesehatan pasien secara komprehensif
sehingga mendapat gambaran bagaimana asuhan keperawatan pada pasien An. L

2
Dengan Gangguan Sistem Imunologi: Morbili Di ruang rawat inap anak RSUD
pariaman .

2. Tujuan Khusus
a. Agar penulis mampu melaksanakan pengkajian pada pasien An. A Dengan
Gangguan Pada Sistem Imunologi: Morbili di ruangan rawat inap anak rsud pariaman
b. Agar penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien An.A
Dengan Gangguan Pada Sistem Imunologi: Morbili di ruang rawat inap anak rsud
pariaman
c. Agar penulis mampu menyusun intervensi keperawatan pada pasien An. A Dengan
Gangguan Pada Sistem Imunologi: Morbili ruang rawat inap anak rsud pariaman
d. Agar penulis mampu melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien An. A
Dengan Gangguan Pada Sistem Imunologi: Morbili Di ruang rawat inap anak rsud
pariaman
e. Agar penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien An. L Dengan
Gangguan Pada Sistem Imunologi: Morbili Di ruang rawat inap anak rsud pariaman

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh tiga stadium yaitu
stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi & Rita Yuliani,
2017)
Morbili adalah penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan oleh infeksi
virus umumnya menyerang anak yang ditandai dengan 3 stadium yaitu kataral
(prodomal), erupsi, dan konvalensi. (Nurarif & Kusuma, 2018)
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan oleh infeksi
virus umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri
dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: (1) stadium masa tunas
berlangsung kira-kira 10-12 hari. (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan
batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik),
faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan keluarnya
ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam
timbul didahului dengan suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi
menghitam dan mengelupas. (Sumarmo, 2015)
Virus morbili yang berasal dari secret saluran pernafasan, darah, dan urine dari
orang yang terinfeksi. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan droplet
dari orang yang terinfeksi. dimana periode yang sangat menular adalah hari pertama
hingga hari ke 4setelah timbulnya rash (pada umumnya pada stadium kataral) (Suriati
& Rita, 2017)
Kesimpulannya, morbili atau campak adalah penyakit infeksi virus yang sangat
menular dengan ditandai dengan 3 stadium: Stadium kataral, stadium erupsi, dan
stadium konvalensi
B. Anatomi Fisiologis
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan
organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat
tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter
persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak,
umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus

4
dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak
tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan
dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu
lapisan jaringan ikat.
1.Epedermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel
berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal
epidermis berbeda- beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak
tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit.
Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
terdalam) :
1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum GranulosumDitandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya
ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan
granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel
Langerhans.
4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk
mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada
tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum
dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut
sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat
dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.
Epidermis diperbaharui setiap 28 hari. untuk migrasi ke permukaan, hal ini
tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung
melanosit.
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan
sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan
5
alergen (sel Langerhans).
2.Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai
“True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal
pada telapak kaki sekitar 3 mm Dermis terdiri dari dua lapisan :
A. Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
B. Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal,
kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa.
Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin
berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak
mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah.
Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat
epidermis di dalam dermis Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength,
suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi
3.Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah
di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis
untuk regenerasi Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi
panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

C. Etiologi
Virus morbili yang berasal dari secret saluran pernafasan, darah, dan urine dari
orang yang terinfeksi. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan droplet
dari orang yang terinfeksi. Masa inkubasi selama 10-20 hari, dimana periode yang
sangat menular adalah hari pertama hingga hari ke 4setelah timbulnya rash (pada
umumnya pada stadium kataral) (Suriati & Rita, 2019)
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus
Morbilivirus, family Paramyxoviridae. Virus ini dari family yang sama dengan virus
6
parainfluenza, virus human metapneumovirus, dan RSV (Respiratory Syncytial
Virus).
Virus campak berukuran 100-250 nm dan mengandung inti untai RNA tunggal
yang diselubungi dengan lapisan pelindung lipid. Virus campak memiliki 6 struktur
protein utama. Protein H (Hemagglutinin) berperan penting dalam perlekatan virus ke
sel penderita. Protein F (Fusion) meningkatkan penyebaran virus dari sel ke sel.
Protein M (Matrix) di permukaan dalam lapisan pelindung virus berperan penting
dalam penyatuan virus. Di bagian dalam virus terdapat protein L (Large), NP
(Nucleoprotein), dan P (Polymerase phosphoprotein). Protein L dan P berperan dalam
aktivitas polimerasi RNA virus, sedangkan protein NP berperan sebagai struktur
protein nucleocapsid. Karena virus campak dikelilingi lapisan pelindung lipid, maka
mudah diinaktivasi oleh cairan yang melarutkan lipid seperti eter dan kloroform.
Selain itu, virus juga dapat diinaktivasi dengan suhu panas (>37oC), suhu dingin
(<20oC), sinar ultraviolet serta kadar (pH) ekstrim (pH <5 dan >10). Virus ini jangka
hidupnya pendek (short survival time), yaitu kurang dari 2 jam (Soegijanto, 2018).

D. Patofisiologi
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet udara, menempel dan berbiak.
Infeksi mulai saat orang yang rentan menghirup percikan mengandung virus dari
secret nasofaring pasien campak. Di tempat masuk kuman, terjadi periode pendek
perbanyakan virus local dan penyebaran terbatas, diikuti oleh viremia primer singkat
bertiter rendah, yang memberikan kesempatan kepada agen untuk menyebar ketempat
lain, tempat virus secara aktif memperbanyak diri di jaringan limfoid. Viremia
sekunder yang memanjang terjadi, berkaitan dengan awitan prodromal klinis dan
perluasan virus. Sejak saat itu ( kira-kira 9 sampai 10 hari setelah terinfeksi ) sampai
permulaan keluarnya ruam, virus dapat dideteksi di seluruh tubuh, terutama di traktus
respiraturius dan jaringan limfoid. Virus juga dapat ditemukan di secret nasofaring,
urine, dan darah.pasien paling mungkin menularkan pada orang lain dalam periode 5
sampai 6 hari. Dengan mulainya awitan ruam ( kira-kira 14 hari setelah infeksi awal ),
perbanyakan virus berkurang dan pada 16 hari sulit menemukan virus, kecuali di
urine, tempat
virus bisa menetap selama beberapa hari lagi. Insiden bersamaan dengan
munculnya eksantema adalah deteksi antibody campak yang beredar dalam serum
yang ditemukan pada hampir 100% pasien dihari ke dua timbulnya ruam. Perbaikan

7
gejala klinis dimulai saat ini, kecuali pada beberapa pasien, dimulai beberapa hari
kemudian karena penyakit sekunder yang disebabkan oleh bakteri yang bermigrasi
melintasi barisan sel epitel traktus respiraturius. Terjadi sinusitis, otitis media,
bronkopneumonia sekunder akibat hilangnya pertahanan normal setempat.
Sebanyak 10% pasien memperlihatkan pleositosis dalam cairan serebrospinalis
dan 50% memperlihatkan kelainan elektroensefalografi di puncak serangan penyakit.
Namun, hanya 0,1% yang memperlihatkan gejala dan tanda ensefalomielitis.
Beberapa hari setelah serangan akut, terlihat kelainan system saraf pusat, saat serum
antibody berlimpah dan virus menular tidak lagi dapat dideteksi.hal ini diperkirakan
ensefalitik autoimun. Pada pasien SSPE, hilangnya virus campak dari system saraf
pusat beberapa tahun kemudian setelah infeksi campak primer menekankan perlunya
penjelasan lebih lanjut tentang interaksi virus dengan system saraf pusat, baik secara
akut maupun kronis. SSPE bisa disebut sebagai ensefalitis virus campak lambat.
Seorang wanita yang pernah menderita campak atau pernah mendapatkan
imunisasi campak akan meneruskan daya imunitasnya pada bayi yang dikandungnya.
Kekebalan ini akan bertahan selama satu tahun pertama setelah anak dilahirkan.

8
WOC MORBILI (CAMPAK)

1.
Paramyxoviridae Mengendap Saluran
Morbili Virus pada Organ Cerna
Kulit
Epitel
Masuk Sel Nafas Saluran Hiperplasi
Ditangkap Oleh Napas Jaringan
Makrofag Poliferasi Sel Limfoid
Endotel Kapiler Fungsi Silia
dalam Korium Iritasi Mukosa
Usus
Menyebar ke Sekret
Eksudasi
Kelenjar Limpa Reflek Batuk
Serum/Eritrosit Sekresi
Regional
dalam Epidermis

Mengalami Peristaltik
Ruam Ketidakefektifan
Replikasi Diare
Bersihan Jalan
Nafas
Virus Dilepas ke
Dehidrasi
Aliran Darah
(Viremia Primer) Gang. Gang.
Citra Diri Integritas
Kulit Ketidakseimbangan
Virus sampai RES Cairan & Elektrolit

Histamin
Replikasi Kembali

Gatal (Nyeri
Peningkatan Suhu Tubuh
Virus sampai ke Ringan)
multiple tissue site
(viremia sekunder) Hipertemi
Gang. Rasa
Nyaman
Reaksi Radang
 Nafsu Makan
Set Poin Meningkat
Pengeluaran
Mediator Kimia Intake Nutrisi

Mempengaruhi Ketidakseimbangan Nutrisi


Termostat dalam Kurang dari Kebutuhan
Hipotalamus Tubuh
9
E. Tanda dan gejala
Penyakit morbili terdiri dari 3 stadium:
A. Stadium kataral (prodromal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam, malaise,
batuk, fotofobia, konjungtivitis, dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24
jam sebelum timbul bercak Koplik. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar
ujung jarum timbul pertama kali pada mukosa yang menghadap gigi molar dan
menjelang kira-kira hari ke3 atau 4 dari masa prodromal dapat meluas sampai seluruh
mukosa mulut. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering
didiagnosis sebagai influenza.
B. Stadium erupsi
Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya timbul adalah
koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum dan palatum
mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya ruam atau eritema yang
berbentuk macula-papula disertai dengan naiknya suhu badan. Mula-mula eritema
timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk, sepanjang rambut dan bagian
belakang bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan abdomen dan
akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan menghilang
dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari.
C. Stadium konvalensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi)
yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak
sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi
normal kecuali bila ada komplikasi. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan UI, 1985)

F. Tindakan medis
Menurut Halim dalam Jurnal Campak pada Anak (2016):
Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah baring,
antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat diberikan sampai setiap 4 jam),
cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A. Vitamin A dapat berfungsi
sebagai imunomodulator yang meningkatkan respon antibody terhadap virus campak.
Pemberian vitamin A dapat menurunkan angka kejadian komplikasi diare dan
pneumonia. Vitamin A diberikan satu kali per hari selama 2 hari dengan dosis sebagai
berikut:

10
A. 200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih
B. 100.000 IU pada anak umur 6-11 bulan
C. 50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan
D. Pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal dengan dosis sesuai
umur penderita diberikan antara minggu ke-2 sampai ke-4 pada anak dengan gejala
defisiensi vitamin A Pada campak dengan komplikasi otitis media dan/atau
pneumonia bacterial dapat diberi antibiotic. Komplikasi diare diatasi dehidrasinya
sesuai derajat dehidrasinya.
Suplemen vitamin A pada situasi khusus: Bila ada kejadian luar biasa (KLB),
campak, dan infeksi lain, maka suplementasi vitamin A diberikan pada:
A. Seluruh balita yang ada di wilayah tersebut diberi 1 (satu) kapsul vitamin A
dengan dosis sesuai umurnya.
B. Balita yang telah menerima kapsul vitamin A dalam jangka waktu kurang dari
30 hari (sebulan) pada saat KLB, maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi
untuk diberi kapsul.
Untuk pengobatan xerophtalmia, campak, dan gizi buruk:

Bila ditemukan kasus xerophtalmia, campak, dan gizi burul (marasmus,


kwashiorkor, dan marasmik kwashiorkor), pemberian vitamin A mengikuti aturan
sebagai berikut:
a. Saat ditemukan: Berikan satu kapsul vitamin A merah atau biru sesuai umur
anak.
b. Hari berikutnya: Berikan lagi satu kapsul vitamin A merah atau biru sesuai
umur anak.
c. Dua minggu berikutnya: Berikan satu kapsul vitamin A merah atau biru sesuai
umur anak.

(Kemenkes RI Bina Gizi Masyarakat, 2015)

G. Penatalaksanaan

a.Medik
pemberian suplemsi vitamin A, tirah baring selama periode demam, pengobatan
simtomatik dengan anti piretika bila suhu badan tinggi, sedativum obat batuk dan
memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain adalah pencegahan / pengobatan

11
segera terhadap komplikasi yang timbul anti piretik antibody untuk mencegah
infeksi bakteri sekunderpada anak beresiko tinggi.
b. Keperawatan
Isolasi sampai ruam hari ke-5 ; bila dihospitalisasi, lakukan kewaspadaan
pernafasan, perhatikan tirah baring selama prodromal, berikan aktivitas tenang.
    Demam :-anjurkan orangtua memberikan anti piretik
-hindari menggigil
- bila cenderung kejang, lakukan kewaspadaan yang tepat
(puncak demam dapat mencapai 400C hari ke-5 dan ke-5)
     Perawatan mata : -beri cahaya redup bila terjadi fotofogia
-bersihakan kelopaka mata dengan larutan salin
hangat untuk menghilangkan secret.
-jaga anak tidak menggosok mata
-periksa mata (kornea) untuk tanda ulserasi
      Koriza / batuk : -gunakan vaporizer embun dingin
-lindungi kulit sekitar hidung dengan lapisan petroleum
-anjurkan agar mngkonsumsi makanan dan cairan
  Perawatan kulit : -jaga agar kulit tetap bersih
-gunakan mandi air hangat bila perlu
H. Patogenesis
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat
menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui
udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam.
Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat
ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik local, bebas maupun
berhubungan dengan sel mononuclear, kemudian mencapai kelenjar getah bening
regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah
penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel mononuclear yang
terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin),
sedangkan limfosit-T (termasuk T-supressor dan T-helper) yang rentan terhadap
infeksi, turut aktif membelah.

12
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara
lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah focus infeksi yaitu ketika
virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring,
konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.
Pada hari ke 9-10, focus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan
konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel.
Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan
menimbulkan manifestasi klinis dari system saluran nafas diikuti dengan batuk pilek
disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah
proses peradangan epitel pada system saluran pernapasan diikuti dengan manifestasi
klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil
pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang dapat tanda pasti untuk
menegakkan diagnosis.
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respon delayed
hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14
sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit.
Kejadian ini tampak pada kasus yang mengalami deficit sel-T.
Focus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara
mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian
dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigen campak dan
diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan
saluran pernafasan memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa
bronkopneumonia, otitis media, dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia
juga dapat terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang (Sumarmo,
2015).

13
Hari Patogenesis
0 Virus campak dalam droplet terhirup dan melekat pada
permukaan konjungtiva. Infeksi terjadi di sel epitel dan virus
bermultiplikasi.
1-2 Infeksi menyebar ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Virus bermultiplikasi di epitel saluran napas, virus melekat
pertama kali, juga di sistem retikuloendotelial regional dan
kemudian menyebar
5-7 Viremia sekunder
7-11 Timbul gejala infeksi di kulit dan saluran napas
11-14 Virus terdapat di darah, saluran napas, kulit, dan organ-organ
tubuh lain
15-17 Viremia berkurang dan menghilang
Sumber: Halim (2016). Jurnal Campak pada Anak vol.43 no.3

I. Komplikasi
Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun sehingga data
terjadi energi (uji berkulin yang semula positif berubah menjadi negative). Keadaan
ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut,
ensefalitis, bronkopneumonia.
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus morbili atau oleh pneumococcus,
Streptopcoccus, Stayphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematin
bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energy protein, penderita penyakit
menahun (missal tuberculosis ), leukemia, dan lain lain. Oleh karena itu pada keadaan
tertentu perlu dilakukan pencegahan.
Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia,
gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis.
Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang
menderita morbili atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin
virus morbili hidup (ensefalitis morbili akut), pada penderita yang sedang mendapat
pengobatan imunosupresif (immunosuppressive measles encephalopathy) dan
sebagai subacute sclerosing panenchepalitis (SSPE).

14
Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksanten, angka kematian rendah
dan sisa deficit neurologis sedikit. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili
ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup
adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis
SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat.
Penyakit ini progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang dewasa.
Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba- tiba seperti kekacauan mental, disfungsi
motorik, kejang dan koma. Perjalanan klinis lambat dan sebagian besar penderita
meninggal dunia dalam 6 bulan- 3 tahun setelah terjadi gejala pertama. Meskipun
demikian remisi spontan masih bisa terjadi.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti- bukti bahwa virus morbili memegang
peranan dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum umur
2tahun sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun setelah morbili. SSPE yang
terjadi setelah vaksinasi morbili didapatkan kira- kira 3 tahun kemudian.
Kemungkinan penderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5 – 1,1 tiap 10juta,
sedangkan setelah infeksi morbili sebesar 5,2 – 9,7 tiap 10 juta. Immunosuppressive
measles encephalopathy didapatkan pada anak dengan morbili yang menderita
defisiensi imunologik karena keganasan atau karena pemakaian obat- obatan
imunosupresif. Diafrika didapatkan kebutaan sebagai komplikasi morbili pada anak
yang menderita malnutrisi. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI)
J. Pencegahan
Imunisasi aktif
Ini dilakukan dengan pemberian “Live attenuated measles vaccine“. Mula-mula
digunakan strain Edmonston B, tetapi karena “strain” ini menyebabkan panas tinggi
dan eksantem ada hari ketujuh sampai hari kesepuluh setelah vaksinasi, maka strain
Edmonston B diberikan bersama-sama dengan globulingama pada lengan yang lain.
Sekarang digunakan starin Schwarz dan Moraten dan tidak diberikan globulin-
gama. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang
berlangsung lama. Pada penyelidikan serologis ternyata bahwa imunitas tersebut
mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan untuk memberikan vaksin
morbili tersebut pada anak berumur 15 bulan yaitu karena sebelum umur 15 bulan
diperkirakan anak tidak dapat nenbentuk antibody secara baik karena masih ada
antibody dari ibu. Tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal didaerah endemis
morbili dan terdapat banyak tuberculosis diberikan vaksinasi pada umur 6 bulan dan

15
revaksinasi dilakukan pada umur 5 bulan. Diketahui dari penelitian Linnemann dkk.
(1982) pada anak yang divaksinasi sebelum umur 10 bulan tidak ditemukan antibody,
begitu pula setelah revaksinasi kadang-kadang titer antibody tidak naik secara
bermakna. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada
anak berumur 9 bulan ke atas. Vaksin morbili tersebut di atas dapat pula diberikan
pada orang yang alergi terhadap telur, karena vaksin morbili ini ditumbuhkan dalam
biakan jaringan janin ayam yang secara antigen adalah berbeda dengan protein telur.
Hanya bila terdapat suatu penyakit alergi sebaiknya vaksinasi ditunda sampai 2
minggu sembuh. Vaksin morbili juga dapat diberikan kepada penderita tuberculosis
aktif yang sedang mendapat tuberkulostatika. Vaksin morbili tidak boleh diberikan
kepada wanita hamil, anak dengan tuberculosis yang tidak diobati, penderita leukemia
dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif.
Vaksin morbili dapat diberikan sebagai vaksin morbili saja atau sebagai vaksin
measles- mumps- rubella (MMR)
Di Indonesia digunakan pula vaksin morbili buatan perum biofarma yang terdiri
dari virus morbili yang hidup dan sangat dilemahkan, strain Scwarz dan ditumbuhkan
dalam jaringan janin ayam dan kemudian di beku- keringkan. Tiap dosis dari vaksin
yang sudah dilarutkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1.00 TCID50 dan
neomisin B sulfat tidak lebih dari 50 mikrogram
Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml pada umur 9 bulan. Terjadi
anergi terhadap tuberculin selama 2 bulan setelah vaksinasi. Bila seseorang telah
mendapat immunoglobulin atau transfuse darah maka vaksinasi dengan vaksin
morbili harus ditangguhkan sekurang – kurangnya 3 bulan. Vaksin ini tidak boleh
diberikan kepada anak dengan infeksi saluran pernafasan akut atau infeksi akut
lainnya yang disertai demam, anak dengan defisiensi imunologik, anak yang sedang
diberi pengobatan intensif dengan obat imunosupresif
Imunisasi pasif
Baik diketahui bahwa morbili yang perjalanan penyakitnya diperingan dengan
pemberian globulin- gama dapat mengakibatkan ensefalitis dan penyebaran proses
tuberculosis. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985)
Imunisasi Campak
Pada tahun 1954, Peebles dan Enders pertama kali berhasil mengembangbiakkan
virus campak pada kultur jaringan. Virus campak tersebut berasal dari darah kasus
campak bernama David Edmonston.

16
Saat ini ada beberapa macam vaksin campak,
a. Monovalen
b. Kombinasi vaksin campak dengan vaksin rubella (MR)
c. Kombinasi dengan mumps dan rubella (MMR)
d. Kombinasi dengan mumps, rubella dan varisela (MMRV)
Telah dikeluarkan Permenkes no 42 tahun 2013 mengenai pemberian imunisasi
untuk campak diberikan 2 kali, yaitu pada umur 9 bulan sebagai imunisasi dasar dan
pada umur 2 tahun sebagai imunisasi lanjutan. Kemudian pada anak usia sekolah
dasar, diberikan imunisasi campak yang ketiga pada Bulan imunisasi Anak Sekolah
(BIAS).
Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi primer,
pasien TB yang tidak boleh diobati, pasien keganasan atau transplantasi organ,
mereka yang mendapat pengobatan imunosupresif jangka panjang atau
anakimunokompromais yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa
immunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan terhadap campak bisa mendapat
imunisasi campak.
Kesulitan untuk mencapai dan mempertahankan angka cukup yang tinggi
bersama-sam dengan keinginan untuk menunda pemberian imunisasi sampai antibody
maternal hilang merupakan suatu hal yang berat dalam pengendalian campak. Pada
anak-anak di Negara berkembang, antibody maternal akan hilang pada usia 9 bulan,
dan pada anak-anak di Negara maju setelah 15 bulan.

Dosis dan cara pemberian:


a. Dosis vaksin campak 0,5 ml
b. Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan walaupun
dapatdiberikan secara intramuscular
c. Imunisasi campak diberikan lagi pada umur 2 tahun masuk sekolah SD
(program BIAS)
(Rezeki, Sri, 2014)
K. Reaksi KIPI
REAKSI KIPI (Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi) yang dapat terjadi pasca-
vaksinasi campak berupa demam pada 5-15% kasus, yang dimulai pada hari 5-6
sesudah imunisasi, dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai pada 5%
resipien, yang timbul pada hari ke 7 sampai 10 sesudah imunisasi dan berlangsung 2-4

17
hari. Reaksi KIPI dianggap berat jika ditemukan gangguan system saraf pusat, seperti
ensefalitis dan ensefalopati pasca-imunisasi. Risiko kedua efek samping tersebut
dalam 30 hari sesudah imunisasi diperkirakan 1 di antara 1.000.000 dosis vaksin.
Reaksi KIPI vaksinasi MMR yang dilaporkan pada penelitian mencakup 6000
anak berusia 1-2 tahun berupa malaise, demam, atau ruam 1 mingu setelah imunisasi
dan berlangsung 2-3 hari (Soegijanto, 2011).
Vaksinasi MMR dapat menyebabkan efek samping demam, terutama karena
komponen campak. Kurang lebih 5-15% anak akan mengalami demam >39,4 oC
setelah imunisasi MMR. Reaksi demam tersebut biasanya berlangsung 7-12 hari
setelah imunisasi, ada yang selama 1-2 hari. Dalam 6-11 hari setelah imunisasi, dapat
terjadi kejang demam pada 0,1% anak, ensefalitis pasca-imunisasi terjadi pada
<1/1.000.000 dosis (Soegijanto, 2011).
L. Pemeriksaan Penunjang
a. Serologi
Pada kasus atopic, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk memastikannya.
Tehnik pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah fiksasi complement, inhibisi
hemaglutinasi, metode antibody fluoresensi tidak langsung.
b. Patologi anatomi
Pada organ limfoid dijjumpai: hyperplasia folikuler yang nyata, senterum
germinativum yang besar, sel Warthin-Finkeldey (sel datia berinti banyak yang
tersebar secara acak, sel ini memiliki nucleus eosinofilik dan jisim inklusi dalam
sitoplasma, sel ini merupakan tanda patognomonik sampak). Pada bercak koplik
dijumpai : nekrosis, neutrofil, neovaskularisasi.
c. Darah tepi
Jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri.
d. Pemeriksaan antibody IgM anti campak.
e. Pemeriksaan untuk komplikasi
Ensefalopati / ensefalitis (dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar
elektrolit darah dan analisis gas darah), enteritis (feces lengkap),
bronkopneumonia (dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah)

18
M. Konsep Asuhan Keperawatan terkait Morbili
Asuhan Keperawatan Morbili yang ditulis oleh Tri Atmoko (2016):
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistemik dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Langlah – langkah
dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa data serta perumusan
diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan
masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial
dan lingkungn pasien
a. Identitas Pasien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya :
Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penanggungjawab ( Mutaqqin & Sari 2013).
b. Identitas Penanggungjawab
Identitas penanggungjawab meliputi : nama, umur, pendidikan, pekerjaan, dan
hubungan dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya pada morbili muncul gejala seperti batuk,filek,sakit
tenggorokan,demam dan ruam kulit bercak kemerahan.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien dengan morbili mengalami peningkatan suhu tubuh ,gatal-
gatal dan bercak merah,batuk dan mual muntah
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyebab pada yang menderita morbili yaitu berasal dari secret saluran
pernafasan,darah,urine dan dari orang yg terinfeksi melalui kontak
langsung dengan orang yang terinfeksi ..
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit morbili ini bukan di sebabkan oleh penyakit keturunan,penyakit
morbili di sebabkan oleh virus yang menyerang sistem metabilisme
5. Pola Aktivitas

19
Pada aspek ini pengkajian aktivitas sehari-hari meliputi pola nutrsi, pola
eliminasi, istirahat dan tidur, pola personal hygiene, dan aktivitas saat
dirumah maupun dirumah sakit.
a. Pola nutrisi
Pada aspek ini di kaji mengenai makan dan minuman klien saat di
rumah maupun di rumah sakit,dengan mengkaji frekuensi makan dan
minum,jenis makanan dan minuman,porsi makanan,jumlah minuman
dan keluhan yang di alami.untuk kasus morbili keluhan yang sering
muncul seperti mual dan muntah ,nafsu makan yang buruk
b. Pola eliminasi
Pada aspek ini dikaji BAB dan BAK klien saat di rumah maupun di
rumah sakit,dengan mengkaji frekuensi,konsistensi,warna dan
kelaianan eliminasi, kesulitan-kesulitan eliminasi dan keluhan-keluhan
yang dirasakan klien pada saat BAB dan BAK.
c. Alergi makanan dan minuman
Pada aspek ini di kaji mengenai alergi makanan yang dimakan saat
sehat maupun sakit.
d. Istirahat dan tidur
Pada aspek ini di kaji mengenai kebutuhan istirahat dan tidur saat
dirumah maupun dirumah sakit,dengan mengkaji kualitas tidur siang
maupun malam dan keluhan tidur yang di alami.pada kasus morbili
biasa biasanya klien mengalami gangguan tidur karena hipotermi dan
gatal di seluruh tubuh atau gangguan integritas kulit.
e. Pola personal hygiene
Pada kasus morbili biasanya tidak dapat melakukan personal hygine
f. Aktivitas
Pada aspek ini di kaji mengenai kegiatan aktivitas yang di lakukan di
lingkungan keluarga dan di rumah sakit,dilakukan secara mandiri atau
tergantung.
g. Data psikologis, sosial dan spiritual
a. Data psikologis
Data psikologis meliputi status emosi, kecemasan, pola koping,
gaya komunikasi dan konsep diri.

20
b. Data sosial
Data sosial klien dilihat saat hubungan interaksi klien dengan
keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar saat interaksi klien
dengan keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar.
c. Data spiritual

Mengidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimism kesembuhan penyakit,


serta keterbatasan dalamberibadah.

h. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Biasanya tingkat kesadaran comosmentis, tinggi badan normal
dan berat badan menurun.
b. tanda-tanda vital
Biasa nya pada kasus morbili :
Suhu tubuh meningkat tidak normal di atas 37’C
Nadi normal 60-100x/menit
Pernafasan normal 20x/menit
c. Kepala
• Inspeksi :biasanya bentuk kepala,kebersihan rambut,warna
rambut normal adanya ketombe atau tidak.
• Palpcasi : biasanya tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri
tekan
d. Mata
• Inspeksi :Biasanya kesimetrisan mata,konjungtiva,scelara
dan pupil tidak ada gangguan.
• Palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan
e. Hidung
• inspeksi : biasanya kesimetrisan hidung, kebersihan hidung
dan adanya pernafasan cuping hidung normal dan tidak ada
gangguan.
• palpasi : biasanya tidak ada polip
f. Telinga
• inspeksi : biasanya kesimetrisan telinga, kebersihan telinga
normal dan tidak ada serungmen.

21
• Palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan
g. Mulut, gigi,dan lidah
• inspeksi : biasanya mukosa bibir kering, gigi dan lidah kotor
• palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan
h. Leher
• Inspeksi : biasanya tidak ada kelenjer tiroid
• palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan
i. Dada
a.Paru-paru
• inspeksi : biasanya bentuk dada normal, dan tidak ada otot
bantu pernafasan.
• Palpasi : biasanya vocal premitus kiri dan kanan, dan tidak
ada nyeri tekan
• Perkusi : Sonor
• Auskultasi : biasanya tidak ada suara nafas tambahan
b.Jantung
• inspeksi : biasanya tidak ada pembesaran jantung
• palpasi : biasanya ictus cardis teraba di ICS V
• perkusi : edup
• auskultasi : biasanya tidak ada suara jantung tambahan
j. Abdomen
• Inspeksi : biasanya ada benjolan pada abdomen, adanya luka
pada bagian bawah kanan abdomen setelah dilakukan
pembedahan
• Inspeksi : biasnya tidak ada benjolan pada abdomen
• Auskultasi : bising usus normal
• Palpasi : tidak ada nyeri tekan
• perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
k. Genetalia, anus dan rectum
Biasanya pada kasus morbili tidak ada gangguan pada genetalia,
anus dan rectum.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis tentang respon
individu, keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan actual dan potensial,

22
dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga,
menutunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan pasien.
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang
diperoleh dari pengkajian keperawatan pasien. Diagnose keperawatan memberikan
gambaran tentang masalah atau status kesehatan pasien yang nyata( actual ) dan
kemungkinan yang terjadi. Dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas
wewenang perawat. Diagnosa keperawatan yang bisa ditemukan pada pasien
dengan morbili adalah sebagai berikut (Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma,
2015) meliputi :
1. Ketidakefektifsn bersihan jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Resiko kekurangan volume cairan
4. Hipertermia
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Kerusakan integritas jaringan kulit

C. Rencana asuhan keperawatan


Perencanaan adalah proses dua bagian. Pertama identifikasi tujuan dan
hasil yang diinginkan pasien untuk memperbaiki masalah kesehatan atau
kebutuhan yang telah dikaji, hasil yang diharapkan harus spesifik, realistic, dapat
diukur, mempertimbangkan keinginan dan sumber pasien. Kedua, pemilihan
intervensi keperawatan yang tepat untuk membantu pasien dalam mencapai hasil
yang diharapkan ( Doengoes, 2000 )
Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu pasien dalam
mencapai criteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan komponen
penyebab dari diagnosa keperawatan
Rencana asuhan keperawatan ang sesuai diagnosa keperawatan diatas (Nurarif,
Amin Huda dan Hardi Kusuma, 2015) meliputi :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi sputum
yang berlebih. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan napas dapat teratasi. Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif, suara napas bersih, tidak terdapat sianosis

23
dan dispnea, jalan napas paten. Intervensi : kaji status pernapasan, Auskultasi
suara napas, catat adanya suara napas tambahan, keluarkan sputum dengan
batuk efektif dan sunction ( bila perlu ) , atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan, monitor respirasi dan status oksigen lakukan
fisioterapi dada bila perlu, berikan posisi yang nyaman , semifowler atau
fowler, kolaborasi dalam pemberian nebulizer
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan inflamasi saluran napas.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah ketidakefektifan
pola napas dapat teratasi, pasien menunjukkan status respirasi, ventilasi :
pergerakan udara ke dalam dan keluar dari paru- paru normal. Criteria hasil :
menunjukkan pola pernapasan efektif, kedalaman inspirasi dan kemudahan
bernapas, ekspansi dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan,
tidak terdapat bunyi pernapasan tambahan, tanda- tanda vital dalam rentang
normal (tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan). Intervensi : monitor TTD,
nadi, suhu dan RR, pantau adanya sianosis, beri posisi semifowler atau fowler
pada pasien untuk memaksimalkan ventilasi, keluarkan secret (bila ada )
dengan batuk efektif atau sunction, monitor respirasi dan status oksigen,
observasi tanda- tanda adanya hipoventilasi, monitor pola pernapasan
abnormal, kolaborasi dalam pemberian bronkodilator dan terapi O2
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebih (diare ). Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, resiko
kekurangan volume cairan dapat teratasi. Criteria hasil : turgor kulit baik,
produksi urine normal ( 0,5 – 1cc/kgBB/jam ), kulit lembab, TTV dalam batas
normal, mukosa mulut lembab, cairan masuk dan keluar seimbang, tidak
pusing pada perubahan posisi, tidak haus. Intervensi : observasi penyebab
kekurangan cairan : muntah, diare, kesulitan menelan, kekurangan darah aktif,
diuretic, depresi, kelelahan, observasi TTV, pantau tanda- tanda dehidrasi,
observasi pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan cairan secara
mendadak, ukur produksi urin setiap jam, berat jenis, dan observasi warna
urine, perhatikan : cairan yang masuk, kecepatan tetesan untuk mencegah
edema paru, dispneu, bila pasien terpasang infuse, pertahankan bedrest selama
fase akut, ajarkan tentang masukan cairan yang adekuat, tanda serta cara
mengatasi kurang cairan, kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral, obat
sesuai indikasi, dan observasi kadar Hb dan Ht

24
4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan, masalah dapat teratasi, suhu tubuh normal. Keriteria
hasil : suhu tubuh kisaran 36,5 ͦ C – 37,5 ͦ C, bibir lembab, badi normal, kulit
tidak terasa panas, tidak ada gangguan neurologis (kejang). Intervensi :
identifikasi penyebab atau faktor yang dapat menimbulkan peningkatan suhu
tubuh : dehidrasi, infeksi, efek obat, hipertiroid. Monitr suhu minimal 2 jam,
monitor TD, nadi, dan RR, monitor tanda- tanda hipertermi tingkatkan intake
cairan dan nutrisi, observasi cairan masuk dan keluar, hitung balance cairan,
observasi tanda kejang mendadak, berikan kompres hangat, anjurkan pasien
untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan bila suhu naik/bedrest total,
anjurkan dan bantu pasien menggunakan pakaian yang mudah menyerap
keringat, kolaborasi dalam pemberian antipiretik, antibiotic, dan pemeriksaan
penunjang.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan makanan yang kurang, anoreksia. Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan, diharapka, masalah ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi,
pasien dapat memperbaiki status gizi (nutrisi) dalam jangka waktu, kriteria
hasil : BB meningkat, mual/ muntah berkurang atau hilang, pasien dapat
menghabiskan porsi makan yang diberikan, nafsu makan meningkat, pasien
mengungkapkan kesediaan mematuhi diit, tidak ada tanda- tanda malnutrisi.
Intervensi : kaji pola makan pasien, observasi mual muntah, jelaskan
pentingnya nutrisi yang adekuat untuk kesembuhan. Kaji kemampuan untuk
mengunyah dan menelan, beri posisi semifowler atau fowler saat makan,
identifikasi faktor pencets mual, muntah, diare, atau nyeri abdomen, kaji
makanan yang disukai dan yang tidak disukai, sajikan makanan dalam keadaan
hangat dan menarik, bantu pasien utnuk makan dan catat jumlah makanan yang
dihabiskan, lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, kolaborasi
dalam : penatalaksaan diet yang sesuai dengan ahli gizi, pemberian nutrisi
parenteral, pemberian anti emetic, pmberian mulvitamin
6. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan adanya rash. Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan masalah kerusakan
integritas kulit dapat teratasi. Kritria hasil : tidak terdapat luka/lesi pada
jaringan kulit, mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban
kulit, integritas kulit yang baik bisa di pertahankan (sensasi elastisitas,

25
temperature, pigmentasi ). Intervensi : pantau kulit dari adanya : ruam dan
lecet, warna dan suhu, kelembaban dan kekeringan yang berlebih, area
kemerahan dan rusak, mandingan dengan air hangat dan sabun ringan, anjurkan
pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit, balikkan atau ubah
posisi dengan sering, ajarkan anggota keluarga/ member asuhan tentang tanda
kerusakan kulit, jika diperlukan, konsultasi pada ahli gizi tentang makan tinggi
protein, mineral, kalori, dan vitamin

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,
dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dan kesehatan ( kozier, 2011).
Implementasi merupakan langkah ke empat dari proses keperawatan yang
telah di rencanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien
untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respon yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan ( zaidin ,2014)

E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dan efektifitas asuhan
keperawatan antara dasr tujuan keperawatan pasien yang telah ditetapkan dengan
respon perilaku pasien yang trampil. Evaluasi yang diharapakan pada pasien
morbili adalah merupakan integral data pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah informasi yang telah
dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai.
Tujuan dan intervensi di evaluasi untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat
dicapai secara efektif. Evaluasi diharapakan dari asuhan keperawatan dengan
morbili adalah perjalanan infeksi tidak terjadi, hipertermi tidak terjadi, intraksi
social tidak terganggu, kerusakan integritas kulit tidak terganggu serta perubahan
proses keluarga dapat diterima.
F.

26
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Pengkajian
1. 1. Identitas
Nama : An. A
Umur : 5 Tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat lengkap : cubadak mentawai, kec. Pariaman timur kota pariaman
Tanggal masuk RS :11 mei 2022
Tanggal pengkajian :14 mei 2022
Diagnose medis : morbili
Informan : pasien dan keluarga

2. Identitas penanggung jawab


Nama : syafrial
Umur : 33 tahun
Pendidikan : strata I
Alamat : cubadak mentawai, kec.pariaman timur kota pariaman
Pekerjaan : pegawai negeri sipil
Hub dengan klien : ayah (orang tua)

3. Riwayat kesehatan
b. Riwayat kesehatan sekarang
1) Alasan masuk RS
Mengatakan sebelum masuk ke rumah sakit umum daerah
pariaman pada tanggal 11 mei 2022 keluarga mengatakan klien
demam sudah 3 hari suhu naik turun dan muncul bercak-bercak
merah di lipatan tangan.
2) Keluhan utama
Masuk rumah sakit umum daerah pariaman pada tanggal 11 mei
2022 jam 20.00 WIB melalui IGD. Klien tampak gelisah suhu
tubuh 39°C dan ada bercak-bercak merah di lipatan tangan.
3) Keluhan saat pengkajian

27
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 14 mei 2022, demam
berangsur turun gatal-gatal sudah berkurang pengkajian juga di
bantu oleh keluarga
Suhu tubuh : 39°celcius
Nadi :133 x/menit
Pernafasan :24 x/menit
4) Riwayat kesehatan dahulu
a) Penyakit yang pernah dialami
Mengatakan sebelumnya tidak pernah memiliki riwayat
penyakit.
b) Alergi
Mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi obat ataupun
makanan sebelumnya.
c) Mengatakan belum pernah dirawat di puskesmas ataupun
rumah sakit sebelumnya.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Mengatakan anggota keluarga tidak ada yang memiliki penyakit
turunan lainnya seperti DM,hipertensi, TB paru dan lain-lain
4. Genogram

Keterangan : : perempuan

: laki- laki

: pasien

28
5. Data psikologis dan sosial
a) Psikologis
Pasien tidak betah di rawat di rumah sakit pasien mintak pulang
b) Sosial
Interaksi pasien dan keluarganya selama ini sangat baik
6. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
 Kesadaran : composmentis
 GCS : E: 4, M:6, V:5
 BB : 18 KG
2) Tanda vital :
 Suhu : 39° celcius
 Nadi : 133x/menit
 Pernafasan : 24x/menit
3) Kepala dan rambut
 Inspeksi : bentuk simetris, rambut hitam, tebal dan tidak berketombe
 Palpasi : tidak ada udem dan nyeri tekan
4) Mata
 Inspeksi : simetris kiri dan kanan, reflek cahaya(+), fungsi
penglihatan baik
 Palpasi : tidak udem dan nyeri tekan
5) Telinga
 Inspeksi : ukuran daun tekinga normal, simetris kiri dan kanan dan
tidak ada serumen
 Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan
6) Hidung
 Inspeksi :bentuk hidung normal,simetris kiri dan kanan
 Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan
7) Mulut dan gigi
 Inspeksi : mukosa bibir kering dan gigi tidak lengkap
 Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan
8) Leher
 Inspeksi : tidak ada pembesaran troyid
29
 Palpasi : tidak ada udem dan nyeri tekan
9) Dada
Jantung
 Inspeksi : letus kordis tidak terlihat, jantung terkompensasi
 Palpasi : letus kordis teraba dilinea mid calvicula sinistra RIC-V
 Perkusi : bunyi jantung redup
 Auskultasi : bunyi jantung S1 S2 Normal, tidak ada bunyi tambahan
Paru-paru
 Inspeksi : bentuk dada simetris kiri dan kanan, tidak terdapat udem,
dan tidak terdapat peradangan
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : vesikuler baik tidak ada gangguan dari benda lain seperti
secret dan darah
10) Abdomen
 Inspeksi : terlihat datar, tidak ada distensi abdomen
 Auskultasi : bising usus normal
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan
 Perkusi :tympani
11) Genetalia
 Inspeksi :Tidak ada kelainan
 Palpasi : tidak teraba penumpukan urine
12) Ekstremitas
Atas
 Inspeksi : kedua ekstremitas atas lengkap tidak ada kelainan pada
ekstremitas atas, tonus otot normal
 Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan Bawah
 Inspeksi : kedua ekstremitas bawah lengkap, tidak ada kelainan pada
ekstremitas bawah, tonus otot normal, kekuatan otot
normal
 Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan

30
Nilai kekuatan otot

5555 5555

5555 5555

13) Integument
 Inspeksi : turgor kulit kering
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan

7. Therapy

TERAPI DOSIS
IVFD RL 20 tpm/ menit
Inj ceftriaxone 2x1
Inj ondasentron 2x1
Inj ranitidine 2x1

31
8. Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
1. Keluarga pasien mengeluh badan 1. Nadi 133 x/menit, P: 24x/menit
anak nya panas Suhu : 39’c
2. Ibu pasien mengatakan anaknya 2. Pasien mengalami muntah lebih
muntah sehabis minum susu dari 3 kali setelah minum susu
3. Ibu pasien mengatakan di 3. Muntahan yang keluar berupa air
sebagian tubuh anak nya timbul dan susu
bercak-bercak merah dan pasien 4. Nafsu makan pasien menurun
merasa gatal. 5. Diseluruh tubuh anak muncul
ruam-ruam merah
6. Pasien terlihat gatal dan
mengaruk-garuk tubuhnya
7. Pasien terlihat rewel
8. Keadaan pasien sadar penuh

9. Analisa Data
Data Subjektif/ Data Problem Etiologi
Objektif
DS: Hipertermi Penyakit
1. Ibu pasien
mengatakan
anaknya demam
sudah 3 hari yang
lalu

DO:
1. Suhu 39oC
2. Pasien tampak
rewel dan gelisah

32
DS: Defisit nutrisi Mual muntah
1. Ibu pasien
mengatakan
anaknya
muntah sehabis
minum susu

DO:
1. Pasien mengalami
muntah lebih dari
3 kali setelah
minum susu
2. Muntahan yang
keluar berupa air
dan susu
3. BAB dan BAK
pasien terlihat
encer
4. Berat badan
menurun
BB sebelum
sakit :18 kg
BB setelah sakit
17,3 kg

DS: Kerusakan integritas kulit Imunodefisiensi


- ibu pasien mengatakan
anak nya mengeluh
gatal di seluruh tubuh dan
timbul ruam-ruam merah

33
DO:
- tampak anak
mengaruk-garuk tubuh
nya
- muncul ruam-ruam
merah di seluruh tubuh
- klien tampak gelisah

1. Diagnosa Keperawatan.
b. Hipertermi
c. Defisit nutrisi
d. Kerusakan integritas kulit

2. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Rencana Tindakan

34
keperawatan

1 Hipertermia Hipertermi teratasi yang 1. Perawatan Demam


berhubungan dengan dibuktikan dengan: a. Monitor warna
penyakit yang 1. Termoregulasi kulit dan suhu
dibuktikan dengan a. Penurunan suhu kulit b. Kompres seluruh
pasien sudah demam 3 b. Tidak ada hipertermi tubuh pasien
hari, suhu 39oC. c. Tidak dehidrasi dengan spons
hangat dengan
hati-hati
c. Pantau
komplikasi-
komplikasi yang
berhubungan
dengan demam
serta tanda dan
gejala kondisi
penyebab demam
2. Manajemen cairan
a. Berikan cairan
(ASI) 180-210 ml
dengan frekuensi
5-6 kali per hari
3. Pengaturan suhu
a. Monitor suhu
paling tidak setiap
2 jam sesuai
kebutuhan
b. Tingkatkan intake
cairan (ASI) dan
nutrisi adekuat
(180-210ml)
2 Defisit nutrisi Defisit nutrsi membaik dengan Manajemen nutrisi
kriteria hasil :  identifikasi status

35
1.porsi makan yang di habiskan nutrisi
meningkat  identifikasi makanan
2.frekuensi makan membaik yang disukai
3.nyeri abdomen menurun  monitor asupan
4.mual muntah berkurang makanan
 monitor berat badan

3 Kerusakan integritas Kerusakan integritas


kulit Pengecekan kulit
kulit yang berhubungan teratasi yang dibuktikan dengan: a. Monitor warna dan
dengan imunodefisiensi 1. Integritas jaringan : kulit suhu kulit
yang dibuktikan dan membrane mukosa b. Monitor kulit
dengan diseluruh tubuh a) Suhu kulit normal untuk adanya ruam
anak muncul ruam- b) Integritas kulit baik dan lecet
ruam makulopapular c) Lesi pada kulit c. Periksa kulit dan
eritematosa distribusi menghilang selaput lendir
merata seluruh tubuh terkait dengan
dan tampak jelas pada adanya kemerahan,
belakang telinga dan kehangatan
terasa gatal, mata ekstrim, edema dan
terlihat merah drainase
(konjungtivitis ) terlihat Perlindungan infeksi
bercak putih kelabu a) Monitor adanya
pada molar bagian tanda dan gejala
bawah infeksi sistemik
dan local seperti
bengkak, merah,
panas, serta nyeri
pada bagian tubuh

3.Implementasi Keperawatan
No. Tgl No Dx Catatan tindakan (respon subjektif,objektif, dan hasil) Ttd
14/05/2022

36
/ Jam
1. 1. Perawatan Demam
09.00 a) Mengukur suhu dan tanda-tanda vital setiap 2 jam sekali
RS:-
RO:suhu 38,3o C, RR 24 x/menit, nadi 133 x/menit
RO: Suhu 37,5oC, nadi 133x/mnt

b) Mengompres seluruh tubuh pasien dengan spon hangat dengan


hati-hati
RS: Ibu pasien mengatakan sudah mengompres seluruh tubuh
bayinya dengan air hangat
RO: -
2. Manajemen cairan
a. Memberikan cairan (mc) 180-210ml (5-6 kali sehari)
RS: Ibu pasien mengatakan sudah memberikan mc 2 kali pada pagi
ini
RO: Pasien diberikan mc setelah dilakukan terapi inhalasi

3. Pengaturan suhu
a. Memonitor suhu paling tidak setiap 2 jam sesuai kebutuhan
RS: -
RO: Suhu 38,3oC

RS: -
RO: Suhu 37,5oC
09.30 2 Defisit nutrisi :
-mengidentifikasi status nutrisi

-menonitor tanda dan gejala aspirasi keluhan saat makan minum dan
menelan

-memberikan lingkungan yang nyaman

-menghindari penggunaan sedotan dan posisikan duduk

-monitor tanda-tanda vital

37
Suhu :38,3’c
Nadi : 133x/menit
Pernafasan:24x/menit
TB:117CM
BB:18 KG
Setelah sakit berat badan 17,3 kg

10.00 3
- mengidentifikasi penyebab integritas kulit
- menghindari produk berbahan alkohol
- menganjurkan anak untuk minum air yang cukup
- mengatur suhu ruangan
- menganjurkan ank untuk mandi dan menggunakan sabun secukup nya

b. Evaluasi
Tgl / Jam No. Dx SOAP
15/05/2022 1 S
10.00 - Ibu pasien mengatakan sudah kompres seluruh tubuh bayinya dengan air hangat
- suhu tubuh sudah berangsur turun
37,5’C
- Ibu pasien mengatakan membantu pasien memenuhi kebutuhan gizi nya

O:
- Ibu pasien terlihat memberikan susu kepada pasien
- Suhu pasien menjadi 37,5oC RR 35 x/menit, nadi 130 x/menit

A: Masalah Hipertermi teratasi


P: intervensi dihentikan

2 S:

38
-Ibu pasien mengatakan Anak nya sudah mau makan walaupun sedikit dan dak mual lagi

O:
- nafsu makan membaik
- menghabiskan setiap kali makan walaupun sedikit-sedikit
- mual muntah tidak lagi sudah berkurang
- berat badan sudah berangsur naik
BB sebelum :17,3kg
Naik jadi BB :17,7 kg
- tanda-tanda vital sudah sudah membaik

A:
- Masalah defisit nutrisi sudah teratasi

P:
- intervensi dihentikan

S:
Keluarga pasien mengatakan gatal dan bintik-bintik merah sudah berkurang

O:
- klien terlihat sudah tIdak mengaruk-garuk kulit
- ruam-ruam merah sudah berangsur hilang
- klien sudah tidak gelisah lagi

A:
Masalah kerusakan integritas kulit sudah teratasi

P:
Intervensi di hentikan

39
BAB IV
ANALISA JURNAL

A. Telaah jurnal

Morbili adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh tiga stadium
yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi & Rita Yuliani,
2017)

40
Morbili adalah penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan oleh infeksi virus
umumnya menyerang anak yang ditandai dengan 3 stadium yaitu kataral (prodomal),
erupsi, dan konvalensi. (Nurarif & Kusuma, 2018)
Morbili memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-
masing mempunyai ciri khusus: (1) stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12
hari. (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan
ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa
konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang
telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan
suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.
(Sumarmo, 2015)
beberapa penelitian terhadap morbili ternyata menunjukan banyaknya faktor
yang mempengaruhi terhadap penyakit ini. Berikut adalah beberpa hasil penelitian
yang telah dilakukan terhadap morbili:
1. Penelitian Kurnia Dewi Anisa (2019) tentang efektifitas kompres hangat untuk
menurunkan suhu ubuh pada An.D dengan hipertermia
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh manusia yang biasanya terjadi karena
infeksi,kondisi dimana otak mematok suhu diatas setting normal yaitu diatas 38°c
namun demikian, panas yang sesungguhnya adalah bila suhu >38,5°c.
Hipertermia juga dapat didefinisikan suhu tubuh yang terlalu panas atau tinggi,
umum nya manusia akan mengeluarkan keringat untuk menurunkan suhu tubuh,
namun pada keadaan tertentu suhu dapat meningkat dengan cepat sehingga
pengeluaran keringat tidak memberi pengaruh yang cukup
Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh anak yang
mengalami demam, pemberian kompres hangat pada daerah pembuluh darah besar
merupakan upaya memberikan rangsangan pada area preoptik hipotamus agar
menurunkan suhu tubuh. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya pengeluaran
panas tubuh yang lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh
darah Perifer Dan berkeringat (Potter & Perry 2005).
Dengan kompres hangat menyebabkan tubuh diluaran akan terjadi hangat
sehingga tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu luaran cukup
panas,akhirnya tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu diotak supaya tidak
meningkatkan suhu pengatur tubuh, dengan suhu luaran panas akan membuat
pembuluh darah tepi dikulit melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-

41
pori kulit akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas.sehingga akan
terjadi perubahan suhu tubuh.
Hasil penelitian tri Redjeki (2002). Dirunah sakit umum tidur Magelang
mengemukakan bahwa kompres hangat lebih banyak menurunkan suhu tubuh
dibandingkan kompres air dingin.karena akan terjadi vasokontriksi pembuluh
darah,pasien menjadi mengigil.
Dan hasil penelitian Kurnia Dwi anisa (2019) dapat disimpulkan bahwa kompres
air hangat mampu menurunkan suhu tubuh pada anak yang mengalami
hipertermia.
2. Penelitian Gusti ayu Sri puja warnis Wijayanti, awan dramawan, sultia Khair
(2021) tentang pengaruh kompres hangat dengan warm water bags terhadap
perubahan suhu tubuh anak demam di RSUD kota mataram.
Demam adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal dapat disebabkan oleh
kelainan didalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu tubuh (guylon 2007).
Peningkatan suhu tubuh diatas 40° Celcius yang diukur per rektal bisa
membahayakan apabila terjadi pada waktu yang lama,yaitu dapat menimbulkan
sejumlah kerusakan otak permanen dan bisa berakibat fatal (gonong 2002).
Penanganan kasus demam dirumah sakit adalah dengan farmakologi dan non
farmakologi ,pengobatan farmakologi pada intinya yaitu pemberian obat anti
piretik obat anti inflamasi dan analgesik yaitu terdiri dari golongan berbeda serta
memiliki usunan kimia parasetamol merupakan analgetik antipiretik yang populer
dan banyak digunakan di Indonesia dalam bentuk sediaan maupun kombinasi
(siswandono,1995).
Pemberian kompres hangat merupakan tindakan mandiri perawat bertujuan
menurunkan suhu tubuh, memberi kenyamanan dan mencegah terjadinya kejang
demam (Kustati dkk,2013)
Kompres hangat didaerah axila cukup efektif karena adanya proses
vasodilatasi.pemberian kompres hangat didaerah abdomen adalah lebih baik
karena reseptor yang memberi sinyal ke hipotalamus lebih banyak (guyton 2002).
Evaluasi hasil kompres hangat dengan mengukur suhu tubuh pasien dapat
dilakukan setelah 15-20 menit (setelah pengompresan) Kustati (2006).
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan yaitu kompres hangat kering dengan
memodifikasi buli-buku menjadi kantong air hangat yang dibungkus dgn kain

42
bermotif karakter khas sendiri seperti menjadi boneka dll, hal ini bertujuan untuk
mengurangi rasa takut anak saat intervensi diberikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh kompres air hangat
terhadap perubahan suhu tubuh pada anak hipertermia.
Desain penelitian ini salah pre ekperimental dengan rancangan one group pre post
test populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien anak mengalami demam
diruangan Irna III A RSUD kota mataram .
Sampel diambil dari populasi mengunakan teknik purposive sampling jumlah
sampel ada 30 orang pasien yang keseluruhannya menjadi kelompok intervensi
tanpa kelompok control .
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 39 responden menunjukan bahwa
suhu tubuh responden sebelum kompres hangat berkisar antara 37,60°c - 38,40°c
dengan rata-rata 37,88°c dan tanda devesiensi 0,21 sedangkan suhu tubuh
responden setelah diberikan intervensi kompres hangat berkisar antara 37,10°c -
37,80° c dengan rata-rata 37,34° c dan standar deviasi 0,29
Dari hasil pembahasan dan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian
yang dilakukan ada pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh
pada anak hipertermia

BAB V
PEMBAHASAN

A. Pembahasan kasus
Asuhan keperawatan pada An.A dengan morbili di ruangan anak rumah sakit
umum daerah pariaman dilakukan berdasarkan tahapan asuhan keperawatan dimulai
dengan pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi.

B. Pengkajian

43
Proses pengkajian yang di lakukan terhadap pasien morbili sesuai standar
format pengkajian secara umum dengan tambahan data yang harus di kaji terkait
proses terjadinya penyakit seperti riwayat penyakit yang pernah diderita dan riwayat
keturunan. Berdasarkan data awal masuk melalui IGD rumah sakit umum daerah
pariaman pada tanggal 14 mei 2022 jam 20.00 WIB, mengeluh demam sudah 3 hari
suhu naik turun dan muncul bercak-bercak merah di lipatan tangan. Pada tanggal,
keluarga mengatakan klien rewel dan sering menangis. Keadaan umum dan kesadaran
composmentis, GCS E: 4, M: 6, V: 5, tanda-tanda vital suhu: 37,5’celcius , nadi : 132
x/menit , pernapasan: 120x/menit. Saat dilakukan pengkajian didapatkan An.A juga
tidak mempunyai riwayat penyakit sebelumnya dan tidak juga memiliki riwayat
penyakit turunan.
Hasil penelitian Suriati & Rita, (2017) Virus morbili yang berasal dari secret
saluran pernafasan, darah, dan urine dari orang yang terinfeksi. Penyebaran infeksi
melalui kontak langsung dengan droplet dari orang yang terinfeksi. Masa inkubasi
selama 10-20 hari, dimana periode yang sangat menular adalah hari pertama hingga
hari ke 4setelah timbulnya rash.
Dari data intervensi keperawatan pada An.A, teori dan penelitian orang lain dan
intervensi keperawatan yang utama dilakukan pada kasus morbili adalah menejemen
jalan nafas, perawatan demam, pengecekan kulit dan perlindungan infeksi.
Setelah dilakukan perencanaan diharapkan perencanaan yang telah dibuat tersebut
dapat diaplikasikan langsung kepada pasien, agar masalah pada pasien tersebut dapat
teratasi .

C. Implementasi keperawatan
Menurut studi kasus ini implementasi keperawatan yang dilakukan ini sudah
sesuai dengan intervensi keperawatan yang ada seperti mengidentifikasi menejemen
jalan nafas, perawatan demam, pengecekan kulit dan perlindungan infeksi.
Memberikan teknik non farmakologi, mengotrol lingkungan dan memfasilitasi
istirahat dan tidur, dan telah di tambah beberapa impelemntasi yang sesuai dengan
intervensi keperawatan yang bisa membantu mengurangi masalah dalam
penyembuhan pasien.

44
Setelah dilakukan implementasi keperawatan diharapkan implementasi
keperawatan yang telah diberikan tersebut bisa membantu mengurangi masalah dalam
penyembuhan.

D. Evaluasi keperawatan
Evaluasi yang diberikan pada An.A data yang didapatkan yaitu GCS E:4, M:6 V:5,
dengan kesadaran composmentis .
Berdasarkan hasil evaluasi pada An.A didapatkan data bahwa masalah sudah teratasi
sebagian. Klien sudah mandiri dan bisa beraktivitas secara mandiri dan tanda gejala
morbili sudah berkurang.

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdarkan asuhan keperawatan pada An.A di ruangan anak rumah sakit umum
daerah pariaman dengan kasus morbili
Maka di simpulkan yaitu :

45
a. Setelah dilakukan pengkajian diperoleh diagnosa keperawatan yaitu :
ketidakbersihan jalan nafas, hipertermi dan kerusakan integritas kulit.
b. Untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul, disusun rencana asuhan
keperawatan sesuai teoritis untuk mengatasi masalah kasus morbili.
c. Implementasi keperawatan yang dilakukan juga sesuai rencana asuhan
keperawatan yang telah di susun yg disesuaikan dengan kondisi pasien.
d. Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada An.A memperlihatkan adanya
perubahan pada kondisi klien dengan menurun nya suhu tubuh,berkurangnya
bintik-bintik/ruam merah pada tubuh klien dan kebersihan jalan nafas sudah
efektif.

B. Saran
a. Bagi penulis/mahasiswa
Semoga menambah wawasan mahasiswa dan pengalaman mahasiswa dalam
melakukan asuhan keperawatan dengan mengaplikasikan ilmu dan teori yang
diperoleh di bangku kuliah.

b. Bagi institusi pendidikan


Sebagai bahan bacaan perpustakan untuk menambah ilmu pengetahuan
tentang keperawatan jiwa bagi mahasiswa yang bersangkutan dan mahasiswa
universitas Sumatra barat fakultas kesehatan .

DAFTAR PUSTAKA

Halim, Ricky Gustian. 2016. Jurnal Campak Pada Anak Vol.43 no.3. RS Hosana Medica
Lippo Cikarang

46
Kemenkes RI Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2010. Panduan Manajemen Suplementasi
Vitamin A

Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis .
Jogjakarta: Mediaction

Soegijanto S, Salimo H. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia. 4th ed. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI

Sri, Rezeki S. Hadinegoro. 2014. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi kelima. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Sumarmo S. 2015. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Suriadi & Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 2. Jakarta: CV. Sagung
Setyo

47

Anda mungkin juga menyukai