Anda di halaman 1dari 38

Judul

Sejarah Arsitektur Islam

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Arsitektur yang dibina oleh:
Sulistianingsih As., M.Pd.

Oleh:
Nama: Habil Abdillah Naufal
NIM: 21210149

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI STIKMA Internasional


PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
Oktober 2021
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 3
B. Masalah atau Topik Bahasan ...................................................... 3
C. Tujuan ......................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 4

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................ 35
B. Saran .......................................................................................... 36

DAFTAR RUJUKAN ..................................................................................... 37

1
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.0 Masjid Quba ...................................................................................... 3


Gambar 1.1 Masjid Nabawi Zaman Rosulullah .................................................... 6
Gambar 1.2 Masjid Nabawi Zaman Kini .............................................................. 10
Gambar 1.3 Masjidil Haram Zaman Rosulullah ..................................................... 11
Gambar 1.4 Masjidil Haram Zaman Kini ............................................................. 13
Gambar 1.5 Area Masjidil Aqsa ........................................................................... 14
Gambar 1.6 Dome of The Rock ………………………………………………... 16
Gambar 2.0 Alhambra de Granada ....................................................................... 19
Gambar 2.1 Istana Ukhaidhir................................................................................ 24
Gambar 2.2 Masjid Jameh Isfahan ……………………………………………... 27
Gambar 2.3 Benteng Salahuddin Al-Ayyubi …………………………………... 31
Gambar 2.4 Masjid Hagia Sophia ……………………………………………… 33

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Arsitektur Islam adalah suatu arsitektur atau hasil usaha manusia yang memiliki
wujud kongkrit sebagai pemenuh atas kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.
Perkembangan arsitektur Islam sangatlah luas meliputi bangunan tempat tinggal dan
bangunan keagamaan. Di antaranya istana, benteng, masjid, kuburan, bak pemandian
umum, air mancur, dan lain-lain.

Konsep pemikiran arsitektur Islam bersumber dari Al Quran, Hadits, Keluarga


Nabi, Khalifah, Ulama, dan Cendikiawan Muslim. Dalam pembangunannya, arsitektur
ini memegang faktor fisik dan faktor metafisik. Maksud faktor fisik yaitu wujud fisik
arsitektur harus sesuai dengan ajaran agama Islam. Sedangkan, faktor metafisik berarti
arsitektur mampu membuat penghuninya untuk bertakwa kepada Allah SWT, menjamin
penghuninya merasa aman dan nyaman, serta mendorong pemiliknya untuk senantiasa
bersyukur. Adapun ciri-ciri dari arsitektur Islam yaitu:

Arsitektur mempunyai ornamen yang senantiasa mengingatkan penghuninya


kepada Allah SWT. Arsitektur tidak mengandung ornamen yang bergambar makhluk
hidup utuh. Interior arsitektur ditata untuk menjaga perilaku dan akhlak yang baik.
Arsitektur biasanya dihiasi warna-warni alami yang mendekatkan kepada Allah SWT.
Pembangunan arsitektur bukan bertujuan untuk riya atau sombong. Toilet tidak boleh
menghadap dan atau membelakangi kiblat. Keberadaan arsitektur bangunan tidak
berdampak negatif bagi orang lain. Pendirian arsitektur tidak merusak lingkungan alam.
Perkembangan Arsitektur Islam

1.2 Masalah atau Topik Bahasan


A. Arsitektur Islam Zaman Kenabian (610-632M)
B. Arsitektur Islam Era Khilafah (632-661M)
C. Arsitektur Islam Era Dinasti Islam (661-1922M)

3
1.3 Tujuan

Memberi pengetahuan dan pemahaman tentang sejarah arsitektur Islam dari


zaman kenabian hingga sekarang.

BAB II

PEMBAHASAN

Dari masa turun nya Agama Islam banyak sekali peninggalan bukti sejarah yang
menakjubkan. Sejarah tokoh-tokoh, pemikiran-pemikiran, tekhnologi serta penemuan-
penemuan, peradaban dan kebudayaan, dan masih banyak lagi. Pada sisi seni arsitektur
dan bangunan, peninggalan sejarah peradaban Islam sangatlah banyak, tidak hanya yang
ada di wilayah timur tengah bahkan juga terdapat di berbagai belahan wilayah lain nya
yang ada di dunia.

Sejarah arsitektur Islam berawal ketika Nabi Muhammad SAW beserta para
sahabatnya membangun masjid di Quba, Madinah pada tahun 1 Hijriyah/622 Masehi.
Dengan denah yang sederhana, berbentuk segi empat dan dinding yang menjadi
pembatas sekelilingnya, masjid yang sederhana dan bersahaja, belum megah dan indah
seperti saat ini.

Perkembangan arsitektur Islam dimulai saat peradaban Islam memasuki masa


dinasti, kestabilan politik dan ekonomi, serta bertambah luasnya wilayah peradaban
membawa ide baru dalam khazanah arsitektur Islam.

1. Arsitektur Zaman Kenabian

Arsitektur di zaman ini banyak yang difungsikan secara utilitas sebagai Masjid
maupun tempat perkumpulan, Mulai Masjid Quba, Masjid Nabawi, Masjidil Haram,
hingga Masjidil Aqsa.

4
A. Masjid Quba

Gambar 1.0 (unsplash.com)

Masjid Quba Adalah satu bukti sejarah Islam yang berdiri sejak zaman
Rasulullah Muhammad SAW. Dalam catatan sejarah peradaban Islam dan di kutip dari
Detik News, Nabi Muhammad SAW sendiri dan sahabat lain nya seperti Abubakar ikut
dalam membawa material dan membangun Masjid Quba tersebut, dikatakan bahwa
badan Nabi Muhammad SAW bahkan berlumuran dengan debu dan pasir. Setelah
masjid Quba di bangun Rasulullah SAW memimpin shalat para jamaah dan sahabat.
Semasa hidup nya, Rasulullah Muhammad SAW mengunjungi Masjid Quba setiap hari
Senin, Kamis, dan Sabtu.

Mengutip dari Liputan 6.com, masjid ini pertama kali berdiri sejak tahun 1
Hijriyah atau 622 Masehi, yaitu pada saat Nabi Muhammad SAW berhijrah dari Kota
Makkah ke Kota Madinah bersama sahabat lain nya. Penempatan arsitektur bangunan
Masjid Quba ini merupakan cikal bakal konstruksi bangunan masjid lainnya yang pada
umum nya di pakai dalam pembangunan masjid sampai saat sekarang ini. Masjid Quba
merupakan bangunan yang di dirikan atas dasar taqwa, sebab menurut catatan sejarah
Masjid Quba ini di dirikan Rasulullah SAW pada saat unta yang di tunggangi nya
berhenti dalam perjalanan hijrah dari makkah ke Madinah, dan merupakan masjid

5
pertama yang didirikan Nabi Muhammad SAW di Kota Madinah sebelum Masjid
Nabawi.

Kemuliaan nya tersebut di dalam Al- Quran surah At-Taubah (9) ayat 108

َُ ‫ْ َّ ْ َ َ َ س ِّ َ َ َ ْ ٌ َ َ ا‬ َ َ ْ َ َ ُ َ ِۚ ٌ َ َ ُّ ُ ْ َ َّ َ َ َ ُ َّ َ ُّ ُ َ ِّ َّ ُ ْ
ْ ْ ‫يه تق‬ِ ‫َ لمْ ِِد أَدا ِۚ ِف‬ ِّ‫وم أن أ َح ُّق َي ْو ٍم أ َّو ِل ِمن التقوٰ َل أ‬ ‫يه تق‬ ِ ‫المطه ِرين ي ِحب والله يتطه ُروا أن ي ِحبون ِرجال ِف‬
ِ ‫يه ِف‬
َ
‫ل‬

“Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya.


Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari
pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-
orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bersih.

Terdapat banyak sekali ganjaran pahala ibadah yang dapat kita lakukan ketika
berada di dalam Masjid Quba. Menurut banyak sumber bahwa beribadah di dalam
Mesjid Quba tersebut sama pahalanya seperti sedang melakukan ibadah Umrah. Dalam
riwayat disebutkan bahwa Masjid Quba merupakan salah satu masjid yang di agungkan
kemuliaannya oleh Allah SWT setelah Masjidil Haram di Makkah, Masjid Nabawi di
Madinah, dan Masjidil Aqsha di Palestina.

Di sebutkan dalam hadits yang di riwayatkan oleh Imam Muslim, Abdullah bin
Umar berkata, “Dahulu Nabi SAW mendatangi Masjid Quba setiap Sabtu dengan
berjalan kaki atau berkendaraan kemudian melaksanakan shalat dua rakaat”, sedang
dalam hadist lain yang di riwayatkan Imam Bukhari no. 1194 dan Muslim, no. 1399,

‫اش ايا‬ َ َ ‫َْ َُ ً َ ا‬ َّ َ َ


ِ ‫صل الله َليه وِّل ْ كان الن ِب ُّ –يأ ِت قباء ر ِاكبا وم‬

Abdullah bin Umar berkata, “Nabi SAW biasa mendatangi Masjid Quba sambil
memakai (kadang-kadang) kendaraan, dan (kadang-kadang) berjalan kaki.”

ََ ُ َ َ َ ًَ َّ َ َ َ ُ َ ْ َ َ َ َّ ُ ْ َ َّ َ َ ْ َ
‫يه َصلة كان له كأ ْج ِر َُ ْم َرٍة‬
ِ ‫من تطه َر ِف بي ِت ِه ث ْ أت مْ ِِد قب ٍاء فصل ِف‬

6
“Barang siapa bersuci di rumahnya lalu datang ke Masjid Quba, lalu dia
mendirikan shalat di sana, maka dia mendapatkan pahala umrah.” (HR. Ibnu Majah no.
1412, An-Nasai, no. 700).

Dilansir Dari Detik News, bagunan masjid yang luas nan indah ini di bangun di
atas lahan kebun kurma seluas 1.200 meter persegi. Seiring dengan perkembangan
zaman, masjid ini di perluas dan sekarang mencapai luas 5.860 meter persegi sehingga
dapat menampung sejumlah kurang lebih 2.000 jamaah sekaligus. Empat menara yang
menjulang dan 56 qubah tampak mempercantik bangunan masjid tersebut. 19 pintu
yang berdiri kokoh di Masjid Quba, 3 di antaranya merupakan pintu utama, dua pintu di
peruntukkan untuk jamaah laki-laki, dan satu lain nya untuk jamaah perempuan.

Perluasan Masjid Quba terjadi beberapa kali, pada konstruksi awal di zaman
Rasulullah Nabi Muhammad SAW bangunan masjid ini sangatlah berbentuk sederhana,
dengan dinding tanah liat dan atap pelepah kurma. Sampai pada sepeninggalan Nabi
Muhammad SAW masjid ini di renovasi untuk pertama kalinya pada masa kekhalifahan
Utsman bin Affan, lalu di ikuti oleh beberapa Rezim kepemimpinan peradaban timur
tengah setelahnya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Dinasti Umayyah
merekonstruksi bangunan menara pertama pada Masjid Quba, dan di ikuti dengan
renovasi-renovasi setelahnya.

Mengutip dari Republika.co.id, Abu Yali al-Husaini berkontribusi membangun


mihrab (sebuah bagian yang menunjukkan arah shalat) di dalam Masjid Quba pada 435
H. Renovasi selanjutnya pun pada masa pemerintahan Kesultanan Turki Utsmaniyah
beberapa perubahan lainnya juga dilakukan terhadap rumah ibadah ini. Sekitar 30 tahun
yang lalu, Masjid Quba direnovasi lagi untuk kesekian kalinya oleh Kerajaan Arab
Saudi. Proyek renovasi tersebut diawali pada 1405 H/1984 M di bawah kepemimpinan
Raja Fahd bin Abdulaziz. Dua tahun kemudian setelah di renovasi, masjid yang
bangunannya telah mengalami perluasan ini secara resmi kembali dibuka untuk umum.
Renovasi dan perluasan pada tahun 1984 pada masjid ini merupakan renovasi terakhir
di lakukan sampai pada saat sekarang.

7
Berziarah ke Masjid Quba merupakan salah satu tujuan destinasi bagi jamaah
haji dan umrah. Pelataran yang luas dan dapat menampung banyak masa menjadikan
Masjid Quba salah satu tujuan ziarah ibadah bagi umat muslim dari berbagai belahan
dunia. Sebagian besar dari peziarah yang datang ke masjid tersebut merupakan jamaah
yang berasal dari Indonesia, sedang jamaah lain nya berasal dari Negara seperti Brunei,
Maaysia, Turki, Iran, dan beberapa Negara lain nya yang berada di timur tengah dan
eropa.

Tentunya menjadi salah satu keinginan umat muslim untuk dapat berkunjung ke
rumah Allah yang satu ini dengan menghadirkan ketaqwaan dan mengharap lebih ridho
Nya. Semoga kita dapat berkesempatan menikmati indahnya meraih amalan mulia yang
di lakukan di dalam Masjid Quba yang di muliakan oleh Allah SWT ini.

B. Masjid Nabawi

Gambar 1.1(sirohnabawiyah.com)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membangun Masjid Nabawi pada bulan
Raibul Awal di awal-awal hijarahnya ke Madinah. Pada saat itu panjang masjid adalah
70 hasta dan lebarnya 60 hasta atau panjangnya 35 m dan lebar 30 m. Kala itu Masjid
Nabawi sangat sederhana, kita akan sulit membayangkan keadaannya apabila melihat
bangunannya yang megah saat ini. Lantai masjid adalah tanah yang berbatu, atapnya
pelepah kurma, dan terdapat tiga pintu, sementara sekarang sangat besar dan megah.

8
Masjid Nabawi, Kiblat Baitul Maqdis

Masjid Nabawi di awal pembangunan, Kiblat menghadap Masjid al-Aqsha.


Sebelah Utara masjid adalah kamar Aisyah

Area yang hendak dibangun Masjid Nabawi saat itu terdapat bangunan yang
dimiliki oleh Bani Najjar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Bani
Najjar, “Wahai Bani Najjar, berilah harga bangunan kalian ini?” Orang-orang Bani
Najjar menjawab, “Tidak, demi Allah. Kami tidak akan meminta harga untuk bangunan
ini kecuali hanya kepada Allah.” Bani Najjar dengan suka rela mewakafkan bangunan
dan tanah mereka untuk pembangunan Masjid Nabawi dan mereka berharap pahala dari
sisi Allah atas amalan mereka tersebut.

Anas bin Malik yang meriwayatkan hadis ini menuturkan, “Saat itu di area
pembangunan terdapat kuburan orang-orang musyrik, puing-puing bangunan, dan
pohon kurma. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk
memindahkan mayat di makam tersebut, meratakan puing-puing, dan menebang pohon
kurma.”

Pada tahun 7 H, jumlah umat Islam semakin banyak, dan masjid menjadi penuh,
Nabi pun mengambil kebijakan memperluas Masjid Nabawi. Beliau tambahkan masing-
masing 20 hasta untuk panjang dan lebar masjid. Utsman bin Affan adalah orang yang
menanggung biaya pembebasan tanah untuk perluasan masjid saat itu. Peristiwa ini
terjadi sepulangnya beliau dari Perang Khaibar.

Masjid Nabawi adalah masjid yang dibangun dengan landasan ketakwaan. Di


antara keutamaan masjid ini adalah dilipatgandakannya pahala shalat di dalamnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫ن أَ ْف‬
َ ‫ضلٌ َهذَا َمس ِْجدِي فِي‬
ٌ‫ص ََلة‬ ٌِ ‫ص ََلةٌ أَ ْل‬
ٌْ ‫ف ِم‬ ٌ ّ ِ‫ام ْال َمس ِْج ٌدَ إ‬
َ ‫ فِي ٌَما‬،‫َل ِس َواه‬ ٌَ ‫ْال َح َر‬

9
“Shalat di masjidku ini lebih utama dari 1000 kali shalat di masjid selainnya, kecuali
Masjid al-Haram.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mimbar Nabi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ضةٌ َو ِم ْنبَ ِري بَ ْيتٌِي بَيْنٌَ َما‬ ٌ ِ َ‫ضي َعلَى َو ِم ْنبَ ِري ْال َجنّ ٌِة ِري‬
ٌْ ‫اض ِم‬
َ ‫ن َر ْو‬ ِ ‫َح ْو‬

“Antara rumahku dan mimbarku ada taman dari taman-taman surga, dan mimbarku di
atas telagaku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Awalnya Nabi berkhutbah di atas potongan pohon kurma kemudian para sahabat
membuatkan beliau mimbar, sejak saat itu beliau selalu berkhutbah di atas mimbar. Dari
Jabir radhiallahu ‘anhu bahwa dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat khutbah
Jumat berdiri di atas potongan pohon kurma, lalu ada seorang perempuan atau laki-laki
Anshar mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, bolehkah kami membuatkanmu mimbar?’
Nabi menjawab, ‘Jika kalian mau (silahkan)’. Maka para sahabat membuatkan beliau
mimbar. Pada Jumat berikutnya, beliau pun naik ke atas mimbarnya, terdengarlah suara
tangisan (merengek) pohon kurma seperti tangisan anak kecil, kemudian Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekapnya. Pohon it uterus ‘merengek’ layaknya anak
kecil. Rasulullah mengatakan, ‘Ia menagis karena kehilangan dzikir-dzikir yang
dulunya disebut di atasnya’.” (HR. Bukhari)

Diantara keagungan dan keutamaan mimbar ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang seseorang bersumpah di dekatnya, barangsiapa bersumpah di dekat mimbar
tersebut dia telah berdusta dan berdosa.

ٌ‫َل َعبْدٌ ْال ِم ْن َب ٌِر َهذَا ِع ْن ٌدَ َيحْ ِلفٌ ََل‬ ْ ‫َل َر‬
ٌ َ ‫ َو‬،‫ َي ِمينٌ َعلَى أَ َمة‬،‫ ِس َواكٌ َعلَى َولَ ٌْو آ ِث َمة‬،‫طب‬ ٌ ّ ‫ت ِإ‬
ٌْ ‫النّارٌ لَهٌ َو َج َب‬

10
“Janganlah seorang budak laki-laki atau perempuan bersumpah di dekat mimbar
tersebut. Bagi orang yang bersumpah, maka dia berdosa…” (HR. Ibnu Majah, Ahmad,
dan Hakim)

Raudhah

Raudhah adalah suatu tempat di Masjid Nabawi yang terletak antara mimbar
beliau dengan kamar (rumah) beliau. Rasulullah menerangkan tentang keutamaan
raudhah,

‫قال النبي أن عنه الله رضي هريرة أبي عن‬: “‫ضةٌ َو ِم ْن َب ِري َب ْيتِي َبيْنٌَ َما‬ ٌ ِ ‫ ِر َي‬،‫ضي َعلَى َو ِم ْن َب ِري ال َجنّ ِة‬
ٌْ ‫اض ِم‬
َ ‫ن َر ْو‬ ِ ‫َح ْو‬

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Antara rumahku dan mimbarku terdapat taman di antara taman-taman surga. Dan
mimbarku di atas telagaku.” (HR. Bukhari).

Jarak antara mimbar dan rumah Nabi adalah 53 hasta atau sekitar 26,5 m.

Shufah Masjid Nabawi

Setelah kiblat berpindah (dari Masjid al-Aqsha mengarah ke Ka’baj di Masjid


al-Haram). Rasulullah mengajak para sahabatnya membangun atap masjid sebagai
pelindung bagi para sahabat yang tinggal di Masjid Nabawi. Mereka adalah orang-orang
yang hijrah dari berbagai penjuru negeri menuju Madinah untuk memeluk Islam akan
tetapi mereka tidak memiliki kerabat di Madinah untuk tinggal disana dan belum
memiliki kemampuan finasial untuk membangun rumah sendiri. Mereka ini dikenal
dengan ash-habu shufah.

Rumah Nabi

Rumah atau bilik Nabi yang berdekatan dengan Masjid Nabawi adalah kamar
beliau bersama ibunda Aisyah radhiallahu ‘anha. Nabi Muhammad dimakamkan di sini,

11
karena beliau wafat di kamar Aisyah, kemudian Abu Bakar radhiallahu ‘anhu
dimakamkan pula di tempat yang sama pada tahun 13 H, lalu Umar bin Khattab pada
tahun 24 H.

Perluasan Masjid Nabawi

Gambar 1.2 (unsplash.com)


 Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melebarkan Masjid Nabawi pada tahun ke-7
H, sepulangnya beliau dari Khaibar.
 Pada zaman Umar bin Khattab, tahun 17 H, Masjid Nabawi kembali diperluas.
Umar juga menambahkan sebuah tempat yang agak meninggi di luar masjid
yang dinamakan batiha. Tempat ini digunakan oleh orang-orang yang hendak
mengumumumkan suatu berita, membacakan syair, atau hal-hal lainnya yang
tidak terkait syiar agama. Sengaja Umar membuatkan tempat ini untuk menjaga
kemuliaan masjid.
 Perluasan masjid di masa Utsman bin Affan tahun 29 H.
 Perluasan masjid oleh Khalifah Umayyah, Walid bin Abdul Malik pada tahun
88-91 H.
 Perluasan masjid oleh Khalifah Abbasiyah, al-Mahdi pada tahun 161-165 H.
 Perluasan oleh al-Asyraf Qayitbay pada tahun 888 H.
 Perluasan oleh Sultan Utsmani, Abdul Majid tahun 1265-1277 H.
 Perluasan oleh Raja Arab Saudi, Abdul Aziz alu Su’ud tahun 1372-1375 H.

12
 Perluasan oleh Khadimu al-Haramain asy-Syarifain, Fahd bin Abdul Aziz alu
Su’ud tahun 1406-1414 H.
 Perluasan masjid yang saat ini sedang berlangsung oleh Khadimu al-Haramain
asy-Syarifain, Abdullah bin Abdul Aziz

C. Masjidil Haram
Gambar 1.3(republika.com)
Sejarah Masjidilharam tidak lepas dari pembangunan Ka'bah jauh sebelum Nabi
Adam diciptakan. Setelah Nabi Adam dan Hawa turun ke bumi, mereka diperintahkan
oleh Allah untuk membangun bangunan di sebuah lembah yang bernama Bakkah (saat
ini menjadi bagian dari Kota Makkah al-Mukarramah). Namun, bangunan tersebut
hancur akibat air bah pada masa Nabi Nuh. Selama beberapa abad kemudian, Allah
memerintahkan kepada Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail untuk membangun
sebuah bangunan di tengah perempatan kota Makkah untuk dijadikan tempat beribadah
Mereka berdua lah yang pertama kali meletakkan Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim di
sekitar Ka'bah. Sejak pembangunan tersebut, Ka'bah dan Masjidil Haram dijaga oleh
para keturunan Ismail

13
Masa Jahiliah

Masjidil haram menjadi pusat atau tujuan utama para peziarah, terutama Ka'bah.
Akibatnya, Abrahah dari Yaman, merasa iri dan ingin menghancurkan Ka'bah mereka
membawa pasukan bergajah untuk menghancurkan Ka'bah. Namun ketika dalam
perjalanan, semua pasukan itu dilempari batu berapi dari neraka oleh burung-burung
ababil, sehingga pasukan tersebut mati dalam keadaan tubuh yang rusak dan berlubang-
lubang selayaknya daun-daun yang dimakan ulat. Peristiwa itu terjadi pada tahun gajah,
yakni tahun saat Nabi Muhammad saw. dilahirkan, yaitu pada tahun 571 M.

17 Tahun setelah percobaan penyerangan Ka'bah, bangunan Ka'bah hancur


akibat banjir besar yang melanda kota Makkah. Para petinggi Quraisy sepakat untuk
menggunakan uang yang halal dalam pembangunan Ka'bah, akibatnya ukuran Ka'bah
menjadi lebih kecil dari ukuran sebelumnya sehingga Hijir Ismail tidak termasuk
kedalam Ka'bah. Pertikaian terjadi antara para petinggi Quraisy setelah masanya
peletakkan batu Hajar Aswad. Mereka berselisih tentang siapa yang berhak meletakkan
batu itu. Hingga akhirnya, datanglah Muhammad yang mengusulkan agar batu itu
diletakkan di sebuah kain yang setiap ujungnya dipegang oleh masing-masing ketua
kabilah. Berkat peristiwa ini Muhammad digelari sebagai al-amin.

Masa Rasulullah

Masjidilharam sejak dibangunnya Ka'bah sampai dengan masa permulaan Islam


terdiri dari halaman yang luas dan ditengahnya ada Ka'bah, tidak ada dinding yang
mengelilinginya, hanya bangunan rumah-rumah penduduk Makkah yang mengelilingi
halaman itu, seakan-akan dia adalah dindingnya. Di sela rumah-rumah tersebut
teradapat lorong-lorong yang mengantar ke Ka'bah, dinamakan dengan nama-nama
kabilah-kabilah yang melaluinya atau yang berdekatan dengannya, diperkirakan luas
Masjidilharam pada masa Nabi Muhammad antara 1490 sampai 2000 m².

14
Gambar 1.4 (unsplash.com)
Masjidil Haram banyak mengalami renovasi dan pembangunan besar-besaran
pada masa khilafaur rashidin hingga masa kini.

D. Masjid Al-Aqsa

Gambar 1.5(Makassar.tribunnews.com)

15
Masjid al-Aqsha di Baitul Maqdis, Palestina, merupakan salah satu tanah suci menurut
Islam.

Inilah tanah suci ketiga dalam ajaran Islam. Masjid al-Aqsha al-Mubarak berlokasi di
Kota al-Quds, Palestina, yang hingga kini dijajah Israel. Riwayat historisnya dapat dilacak hingga
zaman manusia pertama.

Dari sekian banyak kota di dunia, dalam ajaran Islam terdapat tiga yang mulia. Mereka
adalah Makkah al-Mukarramah, Madinah al-Munawwarah, dan al-Quds. Dari ketiganya, Kota
al-Quds menjadi yang paling memprihatinkan saat ini. Sebab, ketenteramannya kerap
diganggu Israel, entitas penjajah yang berpaham zionisme.

Semua kota tersebut berpusat pada masjid-masjid suci. Makkah dan Madinah
merupakan tempat berdirinya masing-masing Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Tentang
keutamaan masjid yang menjadi lokasi Ka’bah itu, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Shalat di
Masjidil Haram lebih utama daripada 100 ribu (kali) shalat di masjid lainnya.”

Adapun keistimewaan Masjid Nabawi dinyatakan oleh Rasulullah SAW, “Shalat di


masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih utama dari seribu kali shalat di masjid lain.” (HR Bukhari dan
Muslim).

Al-Quds merupakan rumah bagi Masjid al-Aqsha. Inilah masjid kedua yang mula-mula
dibangun di bumi, seperti dinyatakan dalam sebuah hadis riwayat Abu Dzar. Sahabat tersebut
pernah bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, masjid apa yang pertama kali dibangun di
muka bumi?” Beliau menjawab, “Masjidil Haram.”

“Kemudian apa?” tanya Abu Dzar lagi.

“Masjid al-Aqsha,” jelas Nabi SAW.

“Berapa jarak waktu di antara keduanya?”

“Empat puluh tahun.” (HR Bukhari-Muslim).

Dalam sejarah Islam, kedudukan al-Aqsha begitu berarti. Inilah kiblat pertama bagi
umat Rasulullah SAW dalam shalat. Sebelum berhijrah, Nabi SAW dan para pengikutnya
melaksanakan shalat dengan menghadap ke arah sana.

Dalam sejarah Islam, kedudukan al-Aqsha begitu berarti. Inilah kiblat pertama bagi
umat Rasulullah SAW dalam shalat.Ketika perintah shalat lima waktu turun, mereka tetap
berkiblat ke masjid di Kota al-Quds itu selama 17 bulan hingga turunnya surah al-Baqarah ayat
144. Firman Allah Ta’ala tersebut memuat perintah agar kiblat berpindah ke Ka’bah.

Al-Aqsha pun menjadi salah satu tujuan Nabi SAW tatkala melakukan Isra dan Mi’raj,
yakni pada tahun ke-11 kenabian atau kira-kira setahun sebelum hijrah. “Mahasuci (Allah),
yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke

16
Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami.” (QS al-Isra: 1).

Dari Makkah, Rasulullah SAW menaiki al-Buraq dengan diiringi Malaikat Jibril, ke al-
Quds. Selanjutnya, dari Masjid al-Aqsha beliau naik ke Sidratul Muntaha untuk menyaksikan
berbagai kekuasaan Allah dan menerima perintah shalat lima waktu. Dari langit ketujuh, beliau
kembali lagi ke Makkah. Semua perjalanan itu ditempuhnya, secara jasmani sekaligus rohani,
hanya dalam satu malam.

Secara kebahasaan, nama al-aqsha berarti ‘yang paling jauh'. Tolok ukur jauhnya
adalah posisi dari Makkah sehingga Masjidil Haram seolah-olah merupakan masjid terdekat,
sedangkan masjid di al-Quds itu “terjauh” letaknya. Siapa yang pertama kali menamakannya?
Hanya Allah yang mengetahui. Bagaimanapun, Dia menggunakan nama tersebut dalam firman-
Nya, antara lain al-Isra ayat 1.

Secara geografis, Masjid al-Aqsha terletak di Kota al-Quds atau Baitul Maqdis,
Palestina—yang kini dijajah zionis-Israel. Lokasi persisnya berada di atas dataran tinggi
Murayya atau kerap disebut Gunung Baitul Maqdis. Sebutan tersebut hanya berlaku bagi
Muslimin. Orang-orang Yahudi menamakannya Gunung Haikal. Karena itu, kaum yang
mengeklaim sebagai umat Nabi Sulaiman AS tersebut mendambakan berdirinya Haikal
Sulaiman di atasnya.

Kompleks Masjid al-Aqsha memiliki luas sekira 144 ribu meter persegi. Bentuknya
menyerupai sebuah persegi panjang dengan sisi-sisi yang kurang teratur. Sebab, panjang
tembok yang terletak di empat arah mata angin berlainan, yakni tembok timur (491 m),
tembok barat (462 m), tembok utara (310 m), dan tembok selatan (281 m).

Seluruh yang ada di dalam kawasan yang terlindungi keempat sisi tembok tersebut
merupakan satu kesatuan, yakni Masjid al-Aqsha. Kesuciannya pun meliputi seluruh tanah
tersebut. Alhasil, yang dinamakan sebagai “Masjid al-Aqsha” bukanlah hanya satu bangunan. Ia
bukan cuma, umpamanya, masjid yang berkubah emas (Kubah ash-Shakhrah) atau perak (Jami’
Qibli).

Mahdy Saied RK dalam buku Fadhailu al-Masjidi al-Aqsha wa Madinati Baiti al-Maqdisi
wa ar-Raddu ‘alaa Mazaa'imi al-Yahudi memaparkan bagian-bagian dari Masjid al-Aqsha
sebagai berikut.

Pertama, Masjid Qadim. Dinamakan demikian karena bangunan ini lebih dahulu
didirikan daripada bagian-bagian lain di al-Aqsha. Nama lainnya adalah Masjid Janubi atau
Masjid Jami’ Qibli karena letaknya di arah kiblat.

Pendirinya adalah Umar bin Khattab, sang khalifah yang berhasil membebaskan al-
Quds dari jajahan Romawi. Adapun bentuknya yang dapat dijumpai hingga kini merupakan
legasi dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan putranya, Malik.

17
Masjid berkubah perak ini mengambil luas 4.500 meter persegi dari total luas al-Aqsha,
sedangkan kapasitasnya meliputi 5.500 jamaah. Berdekatan dengan itu, ada Masjid Umar dan
Mushalla Qadim. Masjid Umar memiliki atap yang bersambung dengan Jami’ Qibli. Adapun
Mushalla Qadim terdiri atas dua paviliun yang bisa menampung hingga seribu jamaah.

Gambar 1.6(Unsplash.com)

Kedua, Masjid Qubbat ash-Shakhrah. Ia disebut pula sebagai Dome of the Rock atau
Masjid Kubah Batu. Banyak gambar tentang Masjid al-Aqsha yang beredar di dunia nyata
maupun maya menempatkan Kubah ash-Shakhrah di tengah-tengah.

Hal itu wajar kiranya bila sang pembuat gambar ingin menunjukkan keanggunan tanah
suci di al-Quds tersebut. Sebab, bangunan yang didirikan raja Dinasti Umayyah, Abdul Malik
bin Marwan, itu bisa dianggap sebagai komponen yang keindahannya paling mencolok di
antara seluruh bagian al-Aqsha.

Kubah ash-Shakhrah berwarna emas terang. Diameternya mencapai 20 meter dengan


ketinggian 10 meter, sedangkan jaraknya dari permukaan tanah ialah 30 meter. Berbeda
dengan umumnya seluruh al-Aqsha yang menampilkan corak arsitektur Islam klasik, gaya
bangunan Masjid Kubah Batu terinspirasi budaya Romawi Timur (Bizantium).

Nama lainnya adalah Kubah Batu karena di bawahnya terdapat batu (shakhrah) yang
berukuran 56x42 kaki persegi. Muslimin meyakini, pada batu itulah Nabi Muhammad SAW
mulai melakukan Mi’raj.

Karena itu, kesuciannya sering disepadankan dengan Hajar al-Aswad di Masjidil Haram.
Di bawah shakhrah, terdapat gua segi empat yang luasnya 4,5x4,5 meter persegi dan tingginya
1,5 meter.

Ketiga, ada Masjid al-Buraq sebagai salah satu tempat di dalam kompleks al-Aqsha.
Dinamakan demikian karena di sanalah al-Buraq—kendaraan Nabi SAW saat melakukan Isra
dan Mi’raj—ditambatkan.

18
Seperti ash-Shakhrah, pembangunannya bermula sejak era Bani Umayyah. Namun,
bentuknya yang dapat dilihat sekarang adalah hasil renovasi yang dikerjakan sultan zaman
Dinasti Mamluk. Masjid seluas 100 meter persegi ini terletak di samping tembok barat al-
Aqsha. Kaum Zionis kerap memicu konflik di sana karena merasa tembok masjid tersebut
adalah bagian dari sisa-sisa Haikal Sulaiman, yakni Tembok Ratapan.

Dalam area al-Aqsha, tepatnya pada sisi barat daya, terdapat Masjid al-Magharibah
yang dibangun Sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Selain itu, ada pula Mushalla an-Nisa. Dahulu,
bagian dari tanah suci ini, sesuai namanya, menjadi tempat bagi jamaah perempuan. Namun,
kini ia merupakan pusat perpustakaan al-Aqsha.

Adapun pada sisi tenggara al-Aqsha, ada Mushalla al-Marwani. Bangunan seluas 4.000
meter persegi itu didirikan Khalifah Walid bin Abdul Malik. Sewaktu al-Quds diserbu Pasukan
Salib, bagian al-Aqsha ini diubah menjadi kandang kuda.

Masjid al-Aqsha memiliki 15 gerbang yang terletak di sepanjang tembok pagarnya.


Mereka adalah Gerbang al-Qaththanin, al-Mathharah, as-Silsilah, al-Magharibah, an-Nazhir, al-
Hadid, al-Ghawanimah, al-Asbath, al-Hiththah, dan al-Atam. Gerbang al-Magharibah disebut
pula Gerbang Buraq karena dekat dengan tembok Masjid al-Buraq.

Namun, ada satu gerbang pada tembok tersebut yang kini sudah ditutup paksa Yahudi
karena diklaim sebagai bagian dari Tembok Ratapan. Itu dinamakan sebagai Gerbang Nabi
karena diyakini Nabi SAW masuk ke dalam al-Aqsha melaluinya. “Senasib” dengan Gerbang
Nabi ialah Gerbang ar-Rahmah, al-Janaiz, al-Muzdawaj, dan al-Munfarid. Keempatnya telah
diblokade permanen pihak Zionis.

Seperti halnya Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, pesona Masjid al-Aqsha pun
diperindah dengan adanya menara-menara.

Seperti halnya Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, pesona Masjid al-Aqsha pun
diperindah dengan adanya menara-menara. Lokasinya berada persis di atas berbagai gerbang
al-Aqsha, seperti Gerbang al-Magharibah, as-Silsilah, atau al-Asbath.

Selain menara, ada pula kubah-kubah yang memiliki kekhasan tersendiri dalam al-
Aqsha. Di samping kubah emas dan perak yang terpasang pada Masjid Qubbat ash-Shakhrah
dan Jami’ Qibli, terdapat beberapa kubah lagi yang menarik perhatian.

Misalnya, Kubah Nabi yang terletak di sisi barat Qubbat ash-Shakhrah. Kubah yang
dibangun pada abad ke-16 M itu menandakan titik tempat Nabi SAW diyakini pernah
mendirikan shalat saat Isra-Mi’raj. Namun, tak ada keterangan yang sahih untuk memastikan
klaim ini.

Berdasarkan hadis-hadis, beliau memang masuk Masjid al-Aqsha dan berjalan di


dalamnya sehingga memunggungi ash-Shakhrah, lalu shalat. Namun, di titik mana persisnya
dalam al-Aqsha beliau shalat, tidak ada yang tahu.

Tercatat, ada 25 sumur di dalam kompleks suci itu.

19
Contoh lain konstruksi kubah dalam al-Aqsha ialah Kubah al-Khalili. Letaknya di sisi
utara Qubbat ash-Shakhrah. Bangunan itu didirikan Kesultanan Turki Utsmaniyah pada awal
abad ke-18 untuk menghormati seorang pakar fikih, Syekh Muhammad al-Khalili yang wafat
pada 1734 M.

Untuk pengairan, Masjid al-Aqsha mengandalkan sumber-sumber air yang terpancar


dari dalam tanah setempat. Tercatat, ada 25 sumur di dalam kompleks suci itu.

Masing-masing digali pada masa yang berbeda-beda. Dari jumlah tersebut, setidaknya
ada dua sumur terpenting karena terus mengalirkan air hingga kini, yaitu Sumur al-Jannah dan
Rumanah.

2. Arsitektur Era Khilafah

Di era Khilafah, perkembangan dari segi arsitektur tidak banyak melakukan perubahan,
hanya sebatas renovasi-renovasi, dan sedikit pembangunan fasilitas umum seperti
perpustakaan dan lain-lain. Berikut adalah beberapa fasilitas yang dibangun maupun yang
direnovasi pada era tersebut:

A. Masjid Nabawi

Masjid mengalami perubahan saat pemerintahan Khulafaur Rasyidin Abu Bakr.


Khilafah Kedua Umar bin Khattab meratakan semua rumah dekat masjid kecuali
rumah istri nabi Muhammad untuk memperbesar masjid ini. Dimensi ukuran
masid baru saat itu menjadi 57,49 meter(188,6 ft) * 66,14 meter(217 ft). Lumpur
digunakan untuk dinding penutup. Selain ditaburi kerikil di lantainya, tinggi atap
ditambah hingga 5,6 meter(18 ft). Umar bin Khattab sedikit membangun tiga
konstruksi gerbang baru sebagai pintu masuk. Dia juga menambahkan Al-Butayha
bagi masyarakat untuk membacakan puisi-puisi.

Khalifah ketiga Utsman merobohkan masjid ini pada 649 M. Sepuluh bulan
dihabiskan untuk membuat bentuk persegi panjang masjid yang menghadap ke
Ka'bah di Mekkah. Masjid baru tersebut berukuran 81,40 meter (267,1 ft) × 62,58
meter (205,3 ft). Jumlah gerbang disamakan pada bangunan sebelumnya. Dinding
pembatas terbuat dari lapisan bata dengan adukan semen. Tiang-tiang batang
kurma digantikan oleh pilar batu yang disatukan dengan kempa besi. Kayu jati juga
dimanfaatkan dalam rekonstruksi langit-langit.

B. Masjidil Haram

Dari masa ke masa, tempat tawaf diperluas berkali-kali, agar dapat mencukupi
dengan bertambahnya jumlah orang-orang yang tawaf, maka dari itu pada tahun
17 H/638 M Umar bin Khattab al-Faruq membeli rumah-rumah yang menempel
dengan Masjidilharam dan menghancurkannya, serta memasukkan area tanahnya
ke dalam Masjidilharam, mengubininya dengan hamparan kerikil, kemudian dia

20
membangun tembok mengelilingi masjid setinggi kurang satu depa (6 kaki), dan
membuatkan beberapa pintu, dan lampu-lampu minyak penerang masjid
diletakkan di dinding ini, diperkiran luas tambahan ini adalah 840 m2.

Ini adalah perluasan pertama untuk Masjidilharam. Pada tahun 26 H/646 M


Khalifah Utsman bin Affan menjadikan bagi masjid koridor-koridor sebagai tempat
berteduh untuk orang-orang, diperkirakan luas perluasan ini mencapai 2040 m2.
Pada tahun 65 H/ 684 M setelah Abdullah bin Zubair menyelesaikan pemugaran
Ka'bah. Dia memperluas Masjidilharam dengan sangat besar, sehingga menuntut
untuk memberikan atap di sebagian darinya, diperkirakan perluasan ini mencapai
4050 m2

C. Pembagunan Masjid Lain

Pembangunan masjid-masjid baru juga dilakukan di beberapa daerah atau


wilayah yang berhasil dikuasai. Di Baitul Maqdis baru, Umar membangun sebuah
masjid yang berbentuk lingkaran (segi delapan) dan dindingnya terbuat dari tanah
liat, tanpa atap, tepatnya di atas bukit Muriah. Kemudian masjid yang dibangunnya
ini dikenal dengan masjid Umar. Di Kuffah, pada tahun 17 H Saad bin Waqas,
sebagai penglima perang membangun sebuah masjid dengan bahan-bahan
bangunan Persia lama dari Hirah dan selesai pada tahun 18 H. Masjid ini sudah
memiliki mihrab dan menara. Di Fustat, Mesir pada tahun 21 H Amr bin Ash
sebagai panglima perang ketika menaklukan daerah tersebut, membangun masjid
Al-Atiq. Secara fisik masjid ini relatif sudah berkembang maju bila dibandingkan
dengan masjid-masjid yang ada. Di Kota Basrah pada tahun 14 H oleh ‘Utbah bin
Ghazwan. Di Madain, pada tahun 16 H Saad bin Abi Waqas menjadikan sebuah
gedung sebagai masjid.di Damaskus, pada tahun 14 H gereja St Jhon dibagi dua,
sebagian (timur) menjadi milik muslim, oleh Abu Ubaidah bin Jarah.

Pada masa khulafaurrasyidin, perubahan dan perkembangan masjid itu, lebih terlihat
pada perubahan dan perkembangan itu terjadi, seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan jumlah penganut umat Islam yang terus membesar dan meluas, melampaui
jazirah Arab. Perubahan dan perkembangan fisik bangunan masjid yang terjadi, pada masa
khulafaurrasyidin antara lain terjadi pada Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid-masjid baru
yang lainnya yang dibangun seiring dengan perkembangan Islam.

Masjid-masjid pada masa khulafaurrasyidin pun mempunyai fungsi dan peran yang tidak jauh
beda ketika pada zaman Rosulullah, diantaranya: Masjid sebagai tempat ibadah, masjid
sebagai tempat musyawarah, masjid sebagai madrasah, pondok dan universitas, masjid
sebagai baituI maal, masjid sebagai tempat penerima tamu, masjid sebagai tempat latihan bela
diri, masjid sebagai Mahkamah/Pengadilan, masjid sebagai media informasi dan komunikasi

3. Arsitektur Era Dinasti Islam

21
A. Zaman Dinasti Umayyah

Gambar 2.0(unsplash.com)

Kekhalifahan Umayyah didirikan pada 661 setelah Ali, menantu Muhammad,


dibunuh di Kufah. Muawiyah I, gubernur Suriah, menjadi khalifah Umayyah
pertama. Bani Umayyah menjadikan Damaskus sebagai ibu Kota mereka. Di bawah
Bani Umayyah kerajaan Arab terus berkembang, akhirnya meluas ke Asia Tengah
dan perbatasan India di timur, Yaman di selatan, pantai Atlantik yang sekarang
menjadi Maroko dan semenanjung Iberia di barat. Bani Umayyah membangun
kota-kota baru, sering kali kamp-kamp militer tanpa benteng yang menyediakan
pangkalan untuk penaklukan lebih lanjut. Wasit, Irakadalah yang paling penting,
dan termasuk masjid Jumat persegi dengan atap hypostyle.

Kekaisaran itu toleran terhadap kebiasaan yang ada di tanah taklukan,


menciptakan kebencian di antara mereka yang mencari negara yang lebih
teokratis. Pada 747, sebuah revolusi dimulai di Khorasan, di timur. Pada tahun 750
Bani Umayyah telah digulingkan oleh Bani Abbasiyah, yang memindahkan ibu Kota
ke Mesopotamia. Sebuah cabang dari dinasti Umayyah terus memerintah di Iberia
sampai 1051.

Arsitektur Umayyah dikembangkan di Kekhalifahan Umayyah antara 661 dan


750, terutama di jantung Suriah dan Palestina. Ini menarik secara ekstensif pada
arsitektur peradaban Timur Tengah lainnya dan Kekaisaran Bizantium, tetapi
memperkenalkan inovasi dalam dekorasi dan jenis bangunan baru seperti masjid
dengan mihrab dan menara. Itu juga terinspirasi oleh arsitektur Islam, dan mereka
membuat masjid dengan warna-warna cerah dan menggunakan desain geometris
karena seni representasional tidak diperbolehkan.

22
Hampir semua monumen dari masa Umayyah yang bertahan berada di Suriah
dan Palestina. Tempat kudus Kubah Batu di Yerusalem adalah bangunan Islam
tertua yang masih ada.

Bani Umayyah mengadopsi teknik konstruksi arsitektur Bizantium dan


arsitektur Sasanian. Mereka sering menggunakan kembali bangunan yang ada. Ada
beberapa inovasi dalam dekorasi dan jenis bangunan. Sebagian besar bangunan di
Suriah terbuat dari batu ashlar berkualitas tinggi, menggunakan balok-balok besar
yang disambung rapat, kadang-kadang dengan ukiran pada fasadnya. Kubah barel
batu hanya digunakan untuk atap bentang kecil. Atap kayu digunakan untuk
bentang yang lebih besar, dengan kayu di Suriah dibawa dari hutan Lebanon. Atap-
atap ini biasanya memiliki kemiringan yang dangkal dan bertumpu pada rangka
kayu. Kubah kayu dibangun untuk Masjid Al-Aqsa dan Kubah Batu, keduanya di
Yerusalem. Bata panggang dan bata lumpur digunakan di Mesopotamia, karena
kekurangan batu. Di mana batu bata digunakan di Suriah, pekerjaan itu
menggunakan gaya Mesopotamia yang lebih halus daripada gaya Bizantium yang
lebih kasar.

Bani Umayyah menggunakan pekerja lokal dan arsitek. Beberapa bangunan


mereka tidak dapat dibedakan dari rezim sebelumnya. Namun, dalam banyak
kasus elemen timur dan barat digabungkan untuk memberikan gaya Islam baru
yang khas. Misalnya, dinding di Qasr Mshatta dibangun dari batu potong dengan
cara Syria, kubahnya berdesain Mesopotamia dan elemen Koptik dan Bizantium
muncul dalam ukiran dekoratif. Lengkungan tapal kuda muncul untuk pertama
kalinya dalam arsitektur Umayyah, kemudian berkembang ke bentuk yang paling
maju di al-Andalus. Arsitektur Umayyah dibedakan dari luas dan ragam hiasnya,
antara lain mozaik, lukisan dinding, pahatan, dan relief berukir dengan motif Islam.

Bani Umayyah dikenal dengan istana gurun mereka, beberapa baru dan
beberapa diadaptasi dari benteng sebelumnya. Yang terbesar adalah Qasr al-Hayr
al-Sharqi. Istana secara simbolis dipertahankan oleh tembok, menara, dan
gerbang. Dalam beberapa kasus dinding luar membawa jalur dekoratif. Istana akan
memiliki rumah mandi, masjid, dan kastil utama. Pintu masuk ke kastil biasanya
rumit. Menara di sepanjang dinding sering menampung apartemen dengan tiga
atau lima kamar. Kamar-kamar ini sederhana, menunjukkan bahwa mereka tidak
lebih dari sekadar tempat untuk tidur. Istana sering memiliki lantai dua yang
menampung ruang pertemuan formal dan apartemen resmi.

Penampilan seperti benteng itu menyesatkan. Jadi Qasr Kharana tampaknya


memiliki celah panah, tetapi ini murni dekoratif. Rencana mirip benteng ini berasal
dari benteng Romawi yang dibangun di Suriah, dan sebagian besar konstruksinya
mengikuti metode Suriah sebelumnya dengan beberapa elemen Bizantium dan
Mesopotamia. Pemandiannya berasal dari model Romawi, tetapi memiliki kamar
berpemanas yang lebih kecil dan kamar berhias yang lebih besar yang mungkin
digunakan untuk hiburan. Istana memiliki mosaik lantai dan lukisan dinding atau

23
lukisan di dinding, dengan desain yang menunjukkan pengaruh timur dan barat.
Satu lukisan dinding di pemandian Qasr Amramenggambarkan enam raja. Prasasti
di bawah dalam bahasa Arab dan Yunani mengidentifikasi empat yang pertama
sebagai penguasa Byzantium, Spanyol (saat itu Visigothic), Persia dan Abyssinia.
Patung plesteran kadang-kadang dimasukkan ke dalam bangunan istana.

Qasr al-Hayr al-Sharqi terletak sekitar 100 kilometer (62 mi) timur laut Palmyra
di jalan utama dari Aleppo ke Irak. Kandang berdinding besar berukuran 7 kali 4
kilometer (4,3 kali 2,5 mil) diduga digunakan untuk menampung hewan
peliharaan. Sebuah madinah, atau kota bertembok, berisi sebuah masjid, mesin
pemeras minyak zaitun, dan enam rumah besar. Di dekatnya ada pemandian dan
beberapa rumah sederhana. Menurut sebuah prasasti tertanggal 728, khalifah
menyediakan dana yang signifikan untuk pengembangannya. Pemukiman ini
memiliki desain Mediterania Kuno Akhir, tetapi segera dimodifikasi. The
madinaawalnya memiliki empat gerbang, satu di setiap dinding, tetapi tiga segera
ditutup. Tata letak dasarnya formal, tetapi bangunan sering gagal sesuai dengan
rencana. Sebagian besar istana gurun ditinggalkan setelah Bani Umayyah jatuh dari
kekuasaan, dan tetap menjadi reruntuhan.

B. Zaman Dinasti Abbasiyyah

Arsitektur Abbasiyah berkembang di Kekhalifahan Abbasiyah antara 750 dan


945, terutama di jantung Mesopotamia. Abbasiyah mewarisi tradisi arsitektur
Persia di Mesopotamia, dan kemudian dipengaruhi oleh gaya Asia Tengah. Mereka
mengembangkan gaya khas mereka sendiri, terutama dalam dekorasi bangunan
mereka. Sementara Abbasiyah kehilangan kendali atas sebagian besar kerajaan
mereka setelah 870, arsitektur mereka terus disalin oleh negara-negara penerus di
Iran, Mesir dan Afrika Utara.

Gambar 2.1(republika.com)

Arsitektur awal Abbasiyah sangat mirip dengan arsitektur Kekaisaran Sassanid,


seperti yang dicontohkan oleh Istana Ukhaidhir. Itu menggunakan teknik yang
sama, bahan yang sama dari bata lumpur, bata panggang dan balok batu kasar
yang dipasang di mortar, dan mengikuti desain Sassania. Batu jarang ditemukan di

24
dataran aluvial tengah dan selatan yang membentuk jantung wilayah Abbasiyah,
sehingga banyak bangunan terbuat dari bata lumpur, dilapisi plester dan sering
diperbaiki atau dibangun kembali. Terkadang batu bata yang dibakar digunakan.

Ketika khalifah al-Mansur membangun kota bundar Baghdad, yang disebut


Madinat al-Salam, yang berisi istana khalifah, masjid dan gedung-gedung
administrasi, ia mungkin mengikuti tradisi sebelumnya seperti kota bundar Gur
yang dibangun oleh Ardashir I (r .224-241) di Firuzabad.

Dengan penaklukan Asia Tengah, pengaruh arsitektur Soghdiana meningkat. Di


Samarra, plesteran dan lukisan dinding mirip dengan istana Panjakent di tempat
yang sekarang menjadi Tajikistan. Kemudian, pada abad ke-12 dan ke-13,
arsitektur di negeri-negeri yang diperintah oleh Abbasiyah menjadi didominasi
oleh arsitektur Seljuk.

Kota-kota Abbasiyah diletakkan di situs-situs besar. Istana dan masjid Samarra


terbentang di sepanjang pantai Tigris sejauh 40 kilometer (25 mil). Untuk
mencocokkan skala situs, bangunan monumental didirikan, seperti menara spiral
besar Masjid Abu Dulaf dan Masjid Agung Samarra, yang tidak ada di tempat lain.
Lengkungan dan kubah runcing dua pusat telah muncul sebelum Abbasiyah
mengambil alih kekuasaan, tetapi menjadi standar dalam arsitektur Abbasiyah,
dengan titik menjadi lebih menonjol. Contoh pertama yang dikembangkan
sepenuhnya dari lengkungan lancip empat pusat adalah di Qasr al-'Ashiq, dibangun
antara tahun 878 dan 882.

Tiga jenis dekorasi plesteran baru dikembangkan di Samarra dan dengan cepat
menjadi populer di tempat lain. Dua gaya pertama dapat dilihat sebagai turunan
dari gaya dekoratif Antik Akhir atau Umayyah, tetapi yang ketiga sama sekali baru.
Gaya C menggunakan cetakan untuk membuat pola berulang dari garis lengkung,
takik, celah, dan elemen lainnya. Desain cair tidak menggunakan tema vegetal,
geometris, atau hewan tradisional. Karya plesteran terkadang diwarnai dengan
warna merah atau biru, dan terkadang menggunakan mosaik kaca. Pola-pola
tersebut memotong permukaan plesteran secara miring. Ini adalah contoh
arabesque yang pertama dan paling murni. Ini mungkin merupakan upaya yang
disengaja untuk membuat bentuk abstrak dekorasi yang menghindari
penggambaran makhluk hidup, dan ini mungkin menjelaskan adopsi yang cepat di
seluruh dunia Muslim.

Fitur khas dari bangunan yang lebih penting termasuk dermaga bundar besar
dan kolom yang lebih kecil. Abad ke-9 Abbasiyah arsitektur memiliki dekorasi
tertutup oleh dedaunan pada lengkungan, kubah liontin, muqarnas kubah dan
polikrom interlaced spandrels yang menjadi diidentifikasi sebagai khas arsitektur
"Islam", meskipun bentuk-bentuk ini mungkin memiliki asal-usul mereka dalam
arsitektur Sassania. Dengan demikian lengkungan depan Arch of Ctesiphon pernah
dihiasi dengan cetakan lobed, sebuah bentuk yang disalin di istana al-Ukhaidar.

25
Istana

Istana Abbasiyah paling awal yang masih ada, dibangun sekitar tahun 775,
adalah Benteng al-Ukhaidir. Ini memiliki rencana yang berasal dari istana Sasanian
dan Umayyah sebelumnya. Istana ini terletak di gurun sekitar 180 kilometer (110
mil) di selatan Baghdad. Berbentuk persegi panjang, 175 kali 169 meter (574 kali
554 kaki), dengan empat gerbang. Tiga berada di menara setengah bundar yang
menonjol dari dinding, dan satu di ceruk persegi panjang di dinding. Di dalamnya
terdapat ruang masuk berkubah, pelataran tengah, iwan (aula) terbuka ke
pelataran di seberang aula masuk, dan unit-unit tempat tinggal. Teknik Sasanian
bertahan dalam konstruksi kubah dengan kurva runcing menggunakan puing-puing
dan mortar yang berhadapan dengan batu bata dan plesteran, lengkungan buta
sebagai dekorasi untuk permukaan dinding besar, dan ruang berkubah panjang
dengan ceruk di belakang lengkungan yang didukung oleh pilar berat. Deskripsi
verbal menunjukkan bahwa istana-istana di Bagdad memiliki tata letak yang
serupa, meskipun dalam skala yang lebih besar.

Istana di Samara seperti al-'Ashiq dan al-JISS, dibangun sekitar 870, layar
polylobed cetakan diukir dalam ke intrados dari lengkungan, memberikan
penampilan lengkungan tertutup oleh dedaunan. Lantai terkadang terbuat dari
marmer, lebih sering ubin. Ruang resepsi istana di Samarra telah mengukir atau
membentuk dados plesteran yang menghiasi bagian bawah dinding, dan plesteran
juga menghiasi kusen pintu, relung dinding dan lengkungan, dalam tiga gaya
berbeda. Istana lain yang telah digali sering memiliki ruang tengah berkubah yang
dikelilingi oleh empat iwan menghadap ke luar.

Satu-satunya istana Abbasiyah yang tersisa di Baghdad terletak di lingkungan


Al-Maiden yang menghadap ke Tigris. Istana ini didirikan di bawah Khalifah al-Nasir
li-Din Allah (1179-1225). Istana ini berdiri setinggi dua lantai dan berisi halaman
tengah dan iwan dengan langit-langit bata dan fasad. Penggalian dan upaya
restorasi menunjukkan bahwa itu kemungkinan besar berfungsi sebagai sekolah
daripada istana. Beberapa sarjana percaya bahwa itu adalah Sekolah Sharabiya,
sebuah sekolah untuk teologi Islam yang dibangun pada abad ke-12. Struktur dan
desain istana memiliki kemiripan yang dekat dengan Universitas Al-Mustansiriya.
Bagian-bagian tertentu dari istana direkonstruksi oleh State Establishment of
Antiquities and Heritage, termasuk restorasi Iwan agung dan fasad yang
berdekatan.

Masjid

Dinasti Abbasiyah terus mengikuti rencana hipostyle persegi panjang Umayyah


dengan halaman melengkung dan ruang sholat tertutup. Mereka membangun
masjid dalam skala monumental menggunakan konstruksi batu bata, ornamen
plesteran dan bentuk arsitektur yang dikembangkan di Mesopotamia dan daerah
lain di timur. The masjid paling awal dibangun oleh al-Mansur di Baghdad, karena

26
hancur. The Masjid Agung Samarra yang dibangun oleh al-Mutawakkil adalah 256
dengan 139 meter (840 oleh 456 ft). Atap kayu datar ditopang oleh tiang-tiang.
Masjid itu dihiasi dengan panel marmer dan mosaik kaca. Aula sholat masjid Abu
Dulaf di Samarra memiliki arkade di dermaga batu bata persegi panjang yang
berjalan di sudut kanan ke kiblatdinding. Kedua masjid Samarra memiliki menara
spiral, satu-satunya contoh di Irak. Sebuah masjid di Balkh di tempat yang
sekarang menjadi Afghanistan berukuran sekitar 20 kali 20 meter (66 kali 66 kaki)
persegi, dengan tiga baris tiga teluk persegi, mendukung sembilan kubah
berkubah. Masjid-masjid Abbasiyah lainnya yang masih ada adalah Masjid Ibnu
Tulun akhir abad kesembilan di Kairo, Tarik Khane dari Damghan (Iran) antara
tahun 750-89. dan Masjid-I-Tarikh abad kesembilan di Balkh, Afghanistan.

Bangunan lainnya

Rumah sering dibangun dalam balok. Sebagian besar rumah tampaknya terdiri
dari dua lantai. Tingkat yang lebih rendah sering tenggelam ke tanah untuk
kesejukan, dan memiliki langit-langit berkubah. Tingkat atas memiliki langit-langit
kayu dan atap datar bertingkat yang menyediakan ruang hidup di malam musim
panas. Rumah-rumah dibangun di sekitar halaman, dan memiliki eksterior tanpa
ciri, meskipun seringkali didekorasi dengan rumit di dalamnya. Tidak ada jejak
penangkap angin, yang kemudian menjadi fitur arsitektur Islam umum. Sebagian
besar rumah memiliki jamban dan fasilitas untuk mandi air dingin.

Abbasiyah juga melakukan pekerjaan umum yang mencakup pembangunan


kanal di Samarra dan waduk di Tunisia dan Palestina. The Nilometer di Fustat,
dekat Kairo modern, dibangun pada 861, telah menguraikan dan batu hiasan dan
pemakaian lengkungan.

C. Zaman Dinasti Seljuk

Gambar 2.2(irantourismer.com)

Arsitektur Seljuk terdiri dari tradisi bangunan yang digunakan oleh dinasti
Seljuk, ketika menguasai sebagian besar Timur Tengah dan Anatolia selama abad
ke-11 hingga ke-13. The Besar Seljuk Empire (11-12 abad) memberikan kontribusi

27
signifikan terhadap arsitektur Iran dan wilayah sekitarnya, memperkenalkan
inovasi seperti simetris empat iwan tata letak dan penciptaan luas pertama yang
disponsori negara madrasah. Bangunan mereka umumnya terbuat dari batu bata,
dengan dekorasi yang dibuat menggunakan batu bata, ubin, dan plesteran berukir.

Monumen Utama dan Jenis bangunan

Seljuk mengembangkan jenis bangunan unik mereka sendiri seperti


karavan dan madrasah. Monumen keagamaan terpenting dari periode Seljuk
Raya adalah Masjid Jameh Isfahan, yang diperluas dan dimodifikasi oleh
berbagai pelanggan Seljuk pada akhir abad ke-11 dan awal abad ke-12. Dua
kamar berkubah besar dan inovatif ditambahkan ke dalamnya pada akhir abad
ke-11. Empat iwan besar kemudian didirikan di sekitar halaman sekitar awal
abad ke-12, sehingga memunculkan "rencana empat iwan". Rencana empat
iwan merevolusi bentuk dan fungsi masjid di wilayah tersebut dan
memperkenalkan jenis bangunan baru yang melibatkan madrasah dan karavan
yang tersebar di Iran, Anatolia, dan Suriah. Segera setelah atau sekitar waktu
yang sama dengan pekerjaan di Isfahan, rencana empat iwan muncul di
masjid-masjid seperti Masjid Jameh Zavareh (dibangun sekitar tahun 1135-
1136) dan Masjid Jameh Ardestan (direnovasi oleh seorang wazir Seljuk). pada
tahun 1158-1160).

Inovasi lain oleh Seljuk adalah "masjid kios". Bangunan biasanya kecil
ini ditandai dengan rencana yang tidak biasa yang terdiri dari aula berkubah,
berdiri di lengkungan dengan tiga sisi terbuka memberikan karakter kios.
Selanjutnya, menara yang dibangun oleh Seljuk mengambil dimensi baru yang
mengadopsi preferensi Iran dari bentuk silinder yang menampilkan pola rumit.
Gaya ini secara substansial berbeda dari menara khas Afrika Utara berbentuk
persegi.

Setelah abad ke-11, Seljuk dari Anatolia muncul dari Kerajaan Seljuk
Besar mengembangkan arsitektur mereka sendiri. Arsitektur Seljuk Anatolia
lebih eklektik dan dipengaruhi oleh tradisi arsitektur Armenia, Bizantium, dan
Iran. Tidak seperti arsitektur Seljuk sebelumnya di timur, bangunan mereka
umumnya dibangun di atas batu dan menampilkan dekorasi ukiran batu yang
signifikan serta dekorasi ubin. Sementara Kesultanan Seljuk menurun dan
berakhir pada akhir abad ke-13, arsitektur terus berkembang dan beragam di
bawah negara-negara Beylik yang lebih kecil di Anatolia, termasuk Ottoman
awal.

Seljuk mengembangkan jenis bangunan unik mereka sendiri seperti


karavan dan madrasah. Monumen keagamaan terpenting dari periode Seljuk
Raya adalah Masjid Jameh Isfahan, yang diperluas dan dimodifikasi oleh
berbagai pelanggan Seljuk pada akhir abad ke-11 dan awal abad ke-12. Dua
kamar berkubah besar dan inovatif ditambahkan ke dalamnya pada akhir abad

28
ke-11. Empat iwan besar kemudian didirikan di sekitar halaman sekitar awal
abad ke-12, sehingga memunculkan "rencana empat iwan". Rencana empat
iwan merevolusi bentuk dan fungsi masjid di wilayah tersebut dan
memperkenalkan jenis bangunan baru yang melibatkan madrasah dan karavan
yang tersebar di Iran, Anatolia, dan Suriah. Segera setelah atau sekitar waktu
yang sama dengan pekerjaan di Isfahan, rencana empat iwan muncul di
masjid-masjid seperti Masjid Jameh Zavareh (dibangun sekitar tahun 1135-
1136) dan Masjid Jameh Ardestan (direnovasi oleh seorang wazir Seljuk). Pada
tahun 1158-1160).

Inovasi lain oleh Seljuk adalah "masjid kios". Bangunan biasanya kecil
ini ditandai dengan rencana yang tidak biasa yang terdiri dari aula berkubah,
berdiri di lengkungan dengan tiga sisi terbuka memberikan karakter kios.
Selanjutnya, menara yang dibangun oleh Seljuk mengambil dimensi baru yang
mengadopsi preferensi Iran dari bentuk silinder yang menampilkan pola rumit.
Gaya ini secara substansial berbeda dari menara khas Afrika Utara berbentuk
persegi.

Pada akhir abad ke-11, wazir Seljuk Nizam al-Mulk (yang menjabat
antara 1064 dan 1092) menciptakan sistem madrasah negara yang disebut
Niẓāmiyyah (dinamai menurut namanya) di berbagai Kota Seljuk dan
Abbasiyah mulai dari Mesopotamia hingga Khorasan. Praktis tidak ada
madrasah yang didirikan di bawah Nizam al-Mulk yang bertahan, meskipun
sebagian tersisa dari satu madrasah di Khargerd, Iran, termasuk sebuah iwan
dan sebuah prasasti yang menghubungkannya dengan Nizam al-Mulk.
Meskipun demikian, jelas bahwa Seljuk membangun banyak madrasah di
seluruh kerajaan mereka dalam waktu yang relatif singkat, sehingga
menyebarkan gagasan lembaga ini dan model arsitektur yang menjadi dasar
contoh-contoh selanjutnya. Meskipun lembaga sejenis madrasah tampaknya
telah ada di Iran sebelum Nizam al-Mulk, periode ini tetap dianggap oleh
banyak orang sebagai titik awal untuk proliferasi madrasah formal pertama di
seluruh dunia Muslim.

Karavanserai besar dibangun sebagai cara untuk mendorong


perdagangan dan menegaskan otoritas Seljuk di pedesaan. Mereka biasanya
terdiri dari sebuah bangunan dengan penampilan luar yang dibentengi, portal
pintu masuk yang monumental, dan halaman dalam yang dikelilingi oleh
berbagai aula, termasuk iwan. Beberapa contoh penting, hanya sebagian yang
terpelihara, adalah karavan-karavan Ribat-i Malik (c. 1068–1080) dan Ribat-i
Sharaf (abad ke-12) di Transoxiana dan Khorasan, masing-masing.

Seljuk juga terus membangun "menara makam", jenis bangunan Iran


dari periode sebelumnya, seperti Menara Toghrul yang dibangun di Rayy
(selatan Teheran saat ini ) pada tahun 1139. Namun, yang lebih inovatif adalah
pengenalan makam dengan denah persegi atau poligonal, yang kemudian

29
menjadi bentuk umum makam monumental. Contoh awal dari ini adalah dua
Mausoleum Kharraqan (1068 dan 1093) di dekat Qazvin (Iran utara), yang
memiliki bentuk segi delapan, dan Mausoleum Sanjar yang besar (c. 1152) di
Merv (sekarang Turkmenistan ), yang memiliki persegi basis.

Bahan dan dekorasi

Kombinasi dekorasi batu bata dan ubin di Makam Gonbad-e Kabud di


Maragha (1196-1197)

Kelangkaan kayu di Dataran Tinggi Iran menyebabkan keunggulan batu


bata sebagai bahan konstruksi, terutama batu bata panggang berkualitas
tinggi. Hal ini juga mendorong pengembangan dan penggunaan kubah dan
kubah untuk menutupi bangunan, yang pada gilirannya menyebabkan inovasi
dalam metode dukungan struktural untuk kubah ini. Pola ikatan bata
dieksploitasi untuk efek dekoratif: dengan menggabungkan batu bata dalam
orientasi yang berbeda dan dengan bergantian antara batu bata yang
tersembunyi dan menonjol, pola yang berbeda dapat dicapai. Teknik ini
mencapai perkembangan penuhnya selama abad ke-11. Dalam beberapa
kasus, potongan ubin berlapis kacadimasukkan ke dalam ruang di antara batu
bata untuk menambah warna dan kontras lebih lanjut. Batu bata juga bisa
diukir dengan motif lebih lanjut atau untuk mengukir prasasti di bagian depan
monumen.

Sementara dekorasi bata lebih menyukai motif geometris, plesteran


atau plester juga digunakan untuk menutupi beberapa permukaan dan bahan
ini dapat diukir dengan motif tumbuhan dan bunga (arabesques) yang lebih
luas. Pekerjaan ubin dan warna menjadi semakin penting pada akhir abad ke-
12 dan dekorasi ubin berlapis kaca yang luas muncul di beberapa monumen
abad ke-12. Hal ini sejalan dengan tren yang berkembang untuk menutupi
dinding dan area luas dengan dekorasi permukaan yang mengaburkan struktur
itu sendiri. Tren ini menjadi lebih menonjol dalam arsitektur Iran dan Asia
Tengah kemudian.

Abad ke-11 melihat penyebaran teknik dekorasi muqarnas di seluruh


dunia Islam, meskipun asal-usul yang tepat dan cara penyebarannya tidak
sepenuhnya dipahami oleh para sarjana. Muqarnas digunakan untuk kubah
dan untuk mencapai transisi antara elemen struktural yang berbeda, seperti
transisi antara ruang persegi dan kubah bulat (squinches). Contoh squinches
muqarnas awal ditemukan di monumen Iran dan Asia Tengah selama abad-
abad sebelumnya, tetapi penggunaan muqarnas yang dikembangkan
sepenuhnya secara sengaja dan signifikan terlihat dalam struktur Seljuk seperti
pada penambahan Masjid Jumat di Isfahan.

30
Tanda tradisional Seljuk yang digunakan dalam arsitektur mereka
adalah bintang berujung delapan yang memiliki makna filosofis, dianggap
sebagai simbol keberadaan dan evolusi abadi. Banyak contoh bintang Seljuk ini
dapat ditemukan dalam pekerjaan ubin, keramik dan permadani dari periode
Seljuk dan bahkan bintang tersebut telah dimasukkan dalam lambang negara
Turkmenistan. Simbol khas Seljuk lainnya adalah roset sepuluh kali lipat atau
sejumlah besar jenis mawar yang berbeda pada mihrab Seljukdan portal-portal
yang mewakili planet-planet yang, menurut tradisi lama Asia Tengah dan
kepercayaan agama perdukunan, merupakan simbol dari dunia lain. Contoh
simbol ini dapat ditemukan dalam arsitektur mereka.

D. Zaman Dinasti Ayyubiyyah

Gambar 2.3 (Kompas.com)

Pencapaian arsitektur terbesar pada zaman Ayyubiyah adalah


arsitektur militernya, ditambah dengan pembangunan madrasah-madrasah
Sunni untuk memperkuat agama tersebut (khususnya di wilayah Mesir yang
sebelumnya didominasi oleh Syiah). Perubahan terbesar yang diberlakukan
oleh Salahuddin di Mesir adalah dengan menutup Kairo dan al-Fusthath di
dalam tembok kota. Beberapa teknik perbentengan dipelajari dari Tentara
Salib, seperti tembok luar yang mengikuti topografi alami. Banyak juga teknik
yang diwarisi dari Fatimiyah, seperti makikolasi dan menara bundar,
sementara teknik-teknik lainnya dikembangkan sendiri oleh Ayyubiyah,
khususnya perencanaan konsentrik.

Wanita Muslim (terutama dari keluarga Ayyubiyah), keluarga gubernur


setempat, dan keluarga ulama turut serta dalam mengembangkan arsitektur
Ayyubiyah. Di Damaskus, wanita menjadi pendukung proyek-proyek arsitektur
keagamaan. Berkat dukungan dari mereka, telah dibangun lima belas
madrasah, enam khanqah Sufi, dan dua puluh enam lembaga amal dan
keagamaan di kota tersebut. Di Aleppo, Madrasah al-Firdaus, yang dikenal

31
sebagai salah satu mahakarya Ayyubiyah di Syam, didukung pembangunannya
oleh ratu Dhaifa Khatun.

Pada September 1183, pembangunan Benteng Kairo dimulai atas


perintah dari Salahuddin. Menurut al-Maqrizi, Salahuddin memilih Perbukitan
Muqattam sebagai tempat pembangunan benteng tersebut karena udara di
sana lebih segar daripada tempat lainnya di Kairo. Namun, pembangunannya
tidak semata-mata didasarkan pada udara yang menyegarkan, tetapi untuk
keperluan pertahanan. Tembok dan menara di bagian utara benteng tersebut
kebanyakan dibangun pada masa kekuasaan Salahuddin dan al-Kamil.
Pembangunan benteng tersebut diselesaikan pada masa kepemimpinan Al-
Kamil. Ia memperkuat dan memperbesar beberapa menara yang sudah ada,
seperti dua menara dari masa kekuasaan Salahuddin (Burg al-Haddad dan Burg
al-Ramla) yang diperbesar dengan menutupinya dengan struktur berbentuk
setengah lingkaran. Al-Kamil juga menambahkan beberapa menara berbentuk
persegi yang berfungsi sebagai menara benteng. Menurut Richard Yeomans,
struktur paling menakjubkan yang dibangun oleh al-Kamil adalah sejumlah
menara benteng raksasa berbentuk persegi panjang yang berada di tembok
utara. Perbentengan yang dibangun oleh al-Kamil memiliki ciri khas berupa
batu-batuannya yang tampak menonjol, sementara menara-menara buatan
Salahuddin memiliki bebatuan yang terlihat halus. Gaya bebatuan yang
menonjol merupakan ciri khas benteng-benteng Ayyubiyah lainnya, seperti
yang dapat ditemui pada Benteng Damaskus dan Busra di Syam.Kota Aleppo
mengalami perubaan besar pada zaman Ayyubiyah, khususnya pada masa
pemerintahan az-Zahir Ghazi. Tembok di kota tersebut mulai dirombak ulang
setelah az-Zahir Ghazi merobohkan vallum dari zaman Nuruddin dan
membangun ulang tembok utara dan barat laut (tempat yang paling rentan
diserang) yang terbentang dari Gerbang Bab al-Jinan hingga Bab an-Nasr. Ia
membagi-bagikan tugas pembangunan menara di bagian tembok ini kepada
para pangeran dan perwira militernya; nama pangeran yang terkait dengan
pembangunan suatu menara ditorehkan di menara tersebut. Kemudian, az-
Zahir Ghazi memperluas tembok timur sampai ke arah selatan dan timur, dan
tindakan ini menunjukkan keinginannya untuk menggabungkan benteng
Qala'at al-Syarif yang sudah lapuk di luar tembok kota Aleppo. Gerbang Bab
Qinnasrin dibangun ulang oleh an-Nasir Yusuf pada tahun 1256. Gerbang
tersebut masih berdiri saat ini dan merupakan salah satu mahakarya arsitektur
militer Ayyubiyah. Secara keseluruhan, pembangunan yang diprakarsai oleh
Bani Ayyubiyah sangat mengubah wajah kota Aleppo. Bentengnya dibangun
ulang, fasilitas penyediaan air diperluas, dan air mancur dan tempat
pemandian juga dibangun di jalanan dan berbagai daerah kota. Selain itu,
puluhan tempat suci, masjid, madrasah, dan makam dibangun di berbagai
tempat di Aleppo.

32
Setelah kota Yerusalem berhasil dikuasai oleh Salahuddin, pemerintah
Ayyubiyah menggelontorkan dana yang besar untuk membangun rumah,
pasar, tempat pemandian umum, dan penginapan untuk para peziarah.
Sejumlah pengerjaan juga dilakukan di Al Haram Asy Syarif. Salahuddin
memerintahkan agar seluruh tembok dalam dan tiang di Kubah Shakhrah
dilapisi dengan pualam, dan ia juga memprakarsai renovasi mosaik di bagian
penopang kubah. Mihrab masjid al-Aqsa diperbaiki, dan pada tahun 1217, al-
Mu'azzam Isa membangun serambi utara masjid yang dilengkapi dengan tiga
gerbang. Kubah Mi'raj juga dibangun, sementara pemugaran dilakukan
terhadap kubah-kubah yang berdiri sendiri di Al Haram Asy Syarif.

E. Zaman Dinasti Ustmaniyyah

Gambar 2.4(Unsplash.com)

Arsitektur Utsmaniyah adalah arsitektur Kesultanan Utsmaniyah


(Kekaisaran Ottoman) yang bermunculan di Bursa dan Edirne pada abad ke-14
dan ke-15. Arsitektur kekaisaran tersebut berkembang dari arsitektur Seljuk
yang lebih awal dan dipengaruhi oleh arsitektur Bizantium, dan juga arsitektur
Iran serta tradisi Islami arsitektur Mamluk setelah penaklukkan Konstantinopel
oleh kaum Utsmaniyah. Selama hampir 400 tahun artefak-artefak arsitektural
Bizantium seperti gereja Hagia Sophia berperan sebagai model untuk banyak
masjid Utsmaniyah. Secara keseluruhan, arsitektur Utsmaniyah dideskripsikan
sebagai arsitektur Bizantium yang dipadukan dengan tradisi-tradisi arsitektural
Mediterania dan Timur Tengah.

Karenanya, atau sejak saat itu, kaum Utsmaniyah mencapai arsitektur


tingkat tertinggi di negeri mereka. Mereka menguasai teknik membangun
ruang dalam yang luas yang dilingkupi dengan kubah besar namun tampak
ringan, dan meraih harmoni sempurna antara ruang dalam dan luar, serta
bayangan dan cahaya yang artikulasi (arsitektur). Arsitektur keagamaan Islami
yang hingga saat itu merupakan bangunan sederhana dengan dekorasi

33
ekstensif, ditransformasikan oleh kaum Utsmaniyah melalui suatu
perbendaharaan arsitektural yang dinamis pada lengkungan, kubah, setengah
kubah, dan tiang (kolom). Masjid ditransformasi dari sebuah ruang yang gelap
dan sempit dengan dinding bercorak arabes menjadi sebuah tempat sakral
dengan keseimbangan teknis dan estetika, mempertajam keanggunan dan
indikasi transendensi surgawi.

Saat ini sisa-sisa arsitektur Utsmaniyah ditemukan di bagian-bagian


tertentu bekas wilayahnya dalam keadaan rusak.

Pada masa ini, bangunan-bangunan yang berdiri umumnya


menampilkan corak yang sedikit berbeda dari arsitektur sebelumnya. Umat
Islam pada zaman Usmani menampilkan tiga bentuk masjid, yakni tipe masjid
lapangan, masjid madrasah, dan masjid kubah. Hal yang baru dalam rangka
perkembangan arsitektur Islam gaya Utsmaniyah ini adalah munculnya
perencanaan bangunan oleh seorang arsitek yang pernah belajar di Yunani,
yaitu Sinan, yang telah menghasilkan karya-karya dalam berbagai bentuk
bangunan.

Masjid Sultan Sulaiman di Istanbul adalah buah karya arsitektur Islam


pada era Utsmani. Masjid itu menampilkan pertautan yang simbolis antara
kemegahan masjid sebagai lambang sultan yang besar kekuasaannya dan
keagungan masjid sebagai sarana keagamaan. Perpaduan itu ditampilkan
lewat menara yang langsing dan tinggi seolah-olah muncul dari lengkung-
lengkung kubah dan melesat lepas ke ketinggian.

34
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Arsitektur Islam merupakan terminologi arsitektur yang membentang dan
berevolusi dalam kultur muslim yang membentang sepanjang sejarah Islam. Arsitektur
Islam mencakup bangunan religius, sebagaimana pula arsitektur sekuler. Ekspresi yang
dikedepankan pun bervariasi, dari ekspresi klasik hingga modern. Arsitektur Islam
klasik banyak sekali memperoleh pengaruh dari arsitektur Persia. Oleh sebab itu
keduanya sering dikacaukan dalam pengertiannya, padahal sesungguhnya secara esensi
cukup banyak perbedaannya.

Secara khusus, arsitektur Islam dibangun segera setelah masa Nabi Muhammad.
Sejak awalnya, langgamnya berkembang dari pengaruh Romawi, Mesir, Persia/Sasanid
dan Bizantium. Contohnya dapat ditelusuri hingga awal 691 M dengan diselesaikannya
pembangunan Qubbat al Sakrah (Dome of the Rock) di Yerusalem. Bangunan ini
menyertakan di dalamnya interior yang dinaungi kubah bundar dikelilingi oleh ornamen
repetitif dekorasi Arab.

Elemen Arsitektur Islam


Arsitektur Islam dapat diidentifikasi berdasarkan elemen-elemen berikut, yang
diwarisi dari bangunan masjid pertama yang dibangun Nabi Muhammad SAW di
Medina serta elemen-elemen penyertanya yang datang dari masa pra Islam, di adaptasi
dari bangunan gereja dan sinagoga.

 Courtyard besar yang kadang kala menyatu dengan ruang sembahyang pusat
 Menara atau minaret, aslinya merupakan menara pengawas dilengkapi obor,
seperti dapat dilihat di Mesjid Raya Damsyik (Kini Damaskus). Berkaitan
dengan fungsi asal, kata minaret agaknya terambil dari nur, yang berarti cahaya.
 Mihrab, relung di dinding dalam yang mengindikasikan arah ke Mekkah. Dalam
masa pra Islam, relung ini merupakan tempat dari tabut perjanjian di Bait Allah
Yahudi, atau haikal dalam gereja koptik.

35
 Kubah, nampaknya dipengaruhi benar oleh arsitek-arsitek Bizantium di
Konstantinopel. Penggunaan iwan sebagai perantara dua seksi yang berbeda.
 Bentuk geometrik dan seni yang repetitif.

Interpretasi
Interpretasi umum mengenai arsitektur Islam dapat disimak di bawah ini
 Konsep dari Kemahabesaran Allah menimbulkan desain yang nilai-nilainya
mengarah kepada keabadian (infinity).
 Seni dekorasi yang menyertai arsitekturnya tidak menyertakan bentuk manusia
ataupun hewan. Secara tradisional dikatakan, bentuk-bentuk tersebut berpotensi
menjadi sarang jin. Interpretasi modern menyebutkan, hal tersebut dihindari
karena karya Allah tiada dapat tertandingi dengan bentuk manapun juga,
sehingga penonjolan semacam itu sebaiknya dihindari. Bentuk-bentuk flora
masih bisa ditemui, tapi sangat di simplifikasi dengan alasan yang sama.
 Dekorasi kaligrafi yang merupakan kutipan dari Al Quran digunakan untuk
membangkitkan rona tertentu pada interior, memberi pengalaman spiritual pada
jemaat.
 Arsitektur Islam disebut sebagai “arsitektur kerudung”, oleh karena
keindahannya kebanyakan diperoleh dari ruang dalam (courtyard dan interior)
dan bukan ruang luar (street view).
 Penggunaan struktur-struktur yang impresif seperti kubah besar, menara tinggi
dan courtyard yang besar sebagai pesan kekuasaan.
3.2 Saran

Saran dan Harapan semoga Arsitektur Islam bias berkmbang dan maju tanpa
mengurangi kultur atau budaya Islam.

Daftar Rujukan

Umar M. & Nashih N. (2021). 10 dinasti Islam Paling Lama Berkuasa Sepanjang
Sejarah. Republika.com, https://www.republika.co.id/berita/qpyctq320/10-
dinasti-islam-paling-lama-berkuasa-sepanjang-sejarah

36
M. Hafiz. (2020). Mengenal masjid Quba DNK TV UIN
Jakarta, https://dnktv.uinjkt.ac.id/index.php/mengenal-masjid-quba/

Syahruddin E., & Agung A. (2018). Sejaran dan Keistemewaan Masjid Al-
Haram. Republika.com https://www.republika.co.id/berita/p7tmkb313/sejarah-
dan-keistimewaan-masjid-alharam

Nurfitri H. (2013). Sejarah Masjid Nabawi Kisahmuslim.com


https://kisahmuslim.com/3786-sejarah-masjid-nabawi.html

Masjidil haram, id.m.wikipedia.org,


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Masjidil_Haram#:~:text=Sejarah-
,Prasejarah,Kota%20Makkah%20al%2DMukarramah

Fatha A. 2021. 9 Fakta Menarik Masjid Al-Aqsa, Saksi Bisu Konflik Israel-
palestina. Travel.okezone.com,
https://travel.okezone.com/read/2021/05/19/408/2412453/9-fakta-menarik-
masjid-al-aqsa-saksi-bisu-konflik-israel-palestina

Hasanul R. 2021. Jelajah Masjidil Aqsa. Republika.com


https://www.republika.id/posts/17909/jelajah-sejarah-masjid-al-aqsha

Abdurrahman, Dudung, dkk. 2002. Sejarah peradabam Islam Dari Masa Klasik hingga
Modern. Solo: LESFI.

Khoiriyah, 2012. Wawasan sejarah Islam dari Arab sebelum Islam hingga Dinasti-
Dinasti Islam. Yogyakarta: Teras.

WikiPedia, Arsitektur Bani Umayyah, https://en-m-wikipedia-


org.translate.goog/wiki/Umayyad_architecture?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_t
r_hl=id&_x_tr_pto=nui,tc,sc

WikiPedia, Arsitektur Bani Abbasiyyah https://en-m-wikipedia-


org.translate.goog/wiki/Abbasid_architecture?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr
_hl=id&_x_tr_pto=nui,tc,sc

WikiPedia, Arsitektur Bani Seljuk https://en-m-wikipedia-


org.translate.goog/wiki/Seljuk_architecture?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_h
l=id&_x_tr_pto=nui,tc,sc

WikiPedia, Arsitektur Bani Ayyubiyyah


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Dinasti_Ayyubiyah

WikiPedia, Arsitektur Bani Ustmaniyah


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_Utsmaniyah

37

Anda mungkin juga menyukai