PENGUKURAN BATIMETRI
MODUL PRAKTIKUM
Disusun untuk membimbing peserta praktikum mata kuliah Survei Hidro-Oseanografi
(OS3203)
Dosen Pengampu:
Dr. Ayi Tarya, S. Si., M. Si.
Asisten:
Joni Syofian 12918003
2022
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. i
i
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Batimetri
Batimetri (dari bahasa Yunani: βαθυς, berarti “kedalaman”, dan μετρον, berarti
“ukuran”) adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga
dimensi lantai samudra atau danau. Batimetri dapat didefinisikan sebagai kedalaman relatif
samudra terhadap muka air laut (NOAA, 2018). Batimetri merupakan dasar dari ilmu
hidrografi yang mengukur kondisi fisik dari kolom air. Untuk mendapatkan nilai kedalaman
tersebut dilakukan aktivitas pemeruman. Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang
ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar
perairan (Poerbandono, 2005). Proses penggambaran dasar perairan mulai dari pengukuran,
pengolahan hingga visualisasi disebut sebagai survei batimetri. Hasil akhir dari survei
batimetri adalah peta batimetri yang berupa kontur kedalaman dalam bentuk garis, warna,
dan lain-lain. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran
dengan garis-garis kontur (contour lines) yang disebut kontur kedalaman (depth contours
atau isobath) dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan.
Garis-garis kontur kedalaman diperoleh dengan menginterpolasikan titik-titik pengukuran
kedalaman yang tersebar pada lokasi yang dikaji dengan kerapatan titik-titik pengukuran
tersebut sesuai dengan peruntukan survei tersebut.
Orde Spesial 1a 1b 2
Deskripsi Daerah dengan Daerah dengan Daerah dengan Daerah dengan
daerah kajian under-keel kedalaman kedalaman kedalaman
clearance kritis <100m, dengan <100m, dengan >100m.
under-keel under-keel keperluan
clearance clearance tidak informasi
cukup dipertimbangkan batimetri hanya
dibutuhkan secara umum.
2
Total 2 meter 5 meter + 5% 5 meter + 5% 20 meter +10%
Horizontal kedalaman kedalaman kedalaman
Uncertainty
(THU)
maksimal
Total Vertical a = 0.25 m a = 0.5 m a = 0.5 m a = 1.0 m
Uncertainty b = 0.0075 b= 0.013 b = 0.013 b = 0.023
(TVU)
maksimal
Survei Full Sea Dibutuhkan Dibutuhkan Tidak Tidak
Floor dibutuhkan dibutuhkan
Deteksi Cubic features Cubic feature Tidak Tidak
Feature >1 meter >2 meter pada diperlukan diperlukan
kedalaman <40
meter; 10%
dari kedalaman
untuk
kedalaman >40
m
Jarak antar jalur Full sea floor Full sea floor 3 x rata-rata 4 x rata-rata
pemeruman kedalaman atau kedalaman.
25m
(Sumber: IHO, 2008)
3
2.2.2 Metode Optik
Metode ini memanfaatkan transmisi sinar laser dari pesawat terbang dan prinsip-
prinsip optik untuk mengukur kedalaman perairan atau biasa disebut juga dengan Laser
Airborne Bathymetry (LAB). Teknologi ini memanfaatkan laser yang ditembakkan ke
permukaan air lalu dibiaskan hingga dipantulkan kembali oleh dasar laut. Kanada dikenal
dengan teknologi Light Detecting and Ranging (LIDAR) sementara di Amerika Serikat
dikenal dengan sistem Airborne Oceanographic LIDAR (AOL).
4
𝑣𝑡
𝐷=
2
Dengan 𝑣 adalah kecepatan suara (m/s) dan 𝑡 adalah waktu tempuh gelombang (s).
Alat yang memancarkan sinyal dan menangkap sinyal adalah transducer. Saat
pengukuran, transducer diletakkan di bawah atau di samping kapal dan harus berada di
bawah permukaan air. Terdapat 3 parameter akustik yang memengaruhi hasil survei
batimetri, yaitu frekuensi, band width, dan panjang pulsa.
Frekuensi berbanding lurus dengan attenuation dari sinyal akustik kepada kolom air.
Semakin tinggi frekuensi maka akan semakin tinggi juga attenuation otomatis akan semakin
rendah range dan tingkat penetrasi ke dasar laut.
5
Terdapat beberapa koreksi yang dilakukan agar nilai kedalaman yang diperoleh sesuai
dengan beberapa kemungkinan kesalahan, koreksi tersebut di antaranya adalah :
1. Koreksi barcheck
Dilakukan pada awal dan akhir survei untuk mengecek kinerja echosounder.
Dilakukan dengan menurunkan barcheck pada kedalaman tertentu dan mengecek
kedalaman pembacaan alat.
2. Koreksi draft transducer
Penempatan transducer harus tenggelam di dalam air. Kedalaman transduser ini
harus dicatat dan ditambahkan ke dalam hasil pengukuran.
3. Koreksi pasang surut
Ketinggian muka air laut akan selalu berubah – ubah seiring waktu. Perubahan ini
perlu dikoreksi menggunakan data pengukuran dari pasang surut.
4. Koreksi motion & attitude kapal
Kapal yang sedang berada di laut akan terombang-ambing akibat dari dorongan
gelombang terhadap kapal, hal tersebut akan mempengaruhi pengukuran dengan
menggunakan transducer yang tidak bisa secara kontinu mempertahankan posisi
pengukurannya. Dibutuhkan sebuah koreksi untuk hal tersebut.
Selain koreksi di atas, hasil perhitungan juga akan menghasilkan ketidakpastian yaitu
Total Horizontal Uncertainity (THU) dan Total Vertical Uncertainity (TVU). Untuk nilai
THU dan TVU sudah diatur oleh IHO pada Tabel 2.1, sedangkan untuk menghitung nilai
TVU digunakan persamaan berikut.
Dengan 𝜎 adalah batas kesalahan, 𝑎 adalah kesalahan kedalaman tak bergantung kedalaman,
𝑏 adalah kesalahan bergantung kedalaman, dan 𝑑 adalah kedalaman hasil pengukuran.
6
BAB III
METODOLOGI
3.2.2 Survei
Metode pemeruman yang digunakan pada SUROS 2022 adalah metode akustik dan
metode mekanik. Metode akustik digunakan untuk daerah perairan yang dapat dilalui oleh
7
kapal survei sementara metode mekanik digunakan untuk daerah perairan yang sangat
dangkal sehingga tidak memungkinkan kapal untuk berlayar di daerah tersebut.
A. Instalasi Echosunder
1. Pasang rangkaian alat pemeruman pada kapal dengan transduser di sisi kapal.
Usahakan posisi transducer dekat pusat gravitasi kapal.
2. Pastikan sensor transduser menghadap ke dasar laut.
3. Pasang antena GPS dan usahakan tegak lurus dengan transducer.
4. Pastikan panjang tongkat di bawah air minimal 0.3 m agar tidak menimbulkan
gelembung busa yang dapat mengganggu sensor.
5. Setelah semua terpasang hubungkan antena dan transducer pada monitor.
6. Pastikan alat terpasang kuat di badan kapal agar tidak goyang, lepas atau hilang.
B. Koreksi Barcheck
1. Ikatkan barcheck pada tali yang telah diberi tanda dengan kedalaman tertentu.
2. Turunkan barcheck pada kedalaman yang sudah ditandai.
3. Cek pembacaan alat dan baca hasilnya.
4. Pengecekan barcheck dilakukan minimal 2 kali di kedalaman yang berbeda (naik
dan turun).
5. Lakukan lagi koreksi barcheck setelah pemeruman selesai.
C. Pemeruman
1. lakukan survei batimetri sesuai lajur yang telah ditentukan.
2. Pastikan kapal bergerak tidak terlalu cepat.
3. Catat posisi pengukuran, waktu pengukuran, kedalaman, dan kondisi lingkungan
selama survei pada logsheet.
4. Setelah selesai, alat dilepas lagi dan dirapikan kembali
8
sama. Keseluruhan data tersebut harus terhubung oleh suatu ID, baik berupa jam pengukuran
ataupun nomor titik fix perum.
Untuk menggambarkan suatu peta kontur kedalaman perairan diperlukan posisi dan
kedalaman perairan tersebut. Data posisi diperoleh dari hasil pengukuran posisi, sedangkan
data kedalaman diperoleh dari hasil pengukuran kedalaman. Akan tetapi karena data hasil
pengukuran kedalaman ini masih mengandung kesalahan berupa kesalahan akibat
perambatan kecepatan suara di air dan akibat perubahan tinggi muka laut, maka sebelum
digambarkan di peta kedalaman hasil ukuran ini harus dikoreksi terlebih dahulu oleh koreksi
kecepatan suara dari hasil pengukuran barcheck dan koreksi pasang surut dari hasil
pengamatan pasang surut.
9
BAB IV
POIN ANALISIS TUGAS PRAKTIKUM
10
DAFTAR PUSTAKA
Poerbandono dan Djunarsjah, E., 2005, Survei Hidrografi, Bandung, Refika Aditama.
11