Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PEMODELAN BATHYMETRI


MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTYMETRI
CRYOSAT-2 DAN DATA ECOSOUNDER
SINGLEBEAM STUDI KASUS LAUT SULAWESI

Tugas Akhir

Alief Gery Wisherius


23116061

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA


JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR DAN
KEWILAYAHAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2019/2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................... 2
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 3
1.5 Metodologi................................................................................................. 3
1.6 Sistematis Penulisan.................................................................................. 4
BAB II ..................................................................................................................... 5
DASAR TEORI ....................................................................................................... 5
2.1 Satelit Altimetri......................................................................................... 5
2.1.1 Pengertian Satelit Altimetri............................................................... 5
2.1.2 Prinsip Dasar Satelit Altimetri .......................................................... 6
2.1.3 Geometri Pengamatan Satelit Altimetri ........................................... 8
2.1.4 Satelit European Space Agency (ESA) CryoSat-2................................. 8
2.2 Sea Surface Height (SSH) ......................................................................... 9
2.3 Singlebeam Echosounder (SBES) ........................................................... 11
2.3.1 Prinsip kerja singlebeam echosounder ........................................... 11
BAB III .................................................................................................................. 13
METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................... 13
3.1 Lokasi Penelitian..................................................................................... 13
3.2 Data dan Peralatan ................................................................................. 14
3.2.1 Data .................................................................................................. 14
3.2.2 Peralatan .......................................................................................... 14
3.3 Metodologi Penelitian ............................................................................. 15
3.3.1 Tahapan Penelitian .......................................................................... 15
3.3.2 Tahapan Pengolahan Data .............................................................. 17
3.3.2.1 Pengolahan Data Satelit Altimetri Cryosat 2 .............................. 17
3.3.2.2 Pengolahan Raw Data Singlebeam Echosounder ....................... 18
3.3.3 Metode Penyelesaian Masalah......................................................... 18
Daftar Pustaka ...................................................................................................... 20
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti yang kita ketahui bahwa sekitar 71 persen dari permukaan bumi adalah air.
Yang mana jumlah total air yang ada di bumi sekitar 332,5 Juta Mil Kubik. 97 persen
dari total air yang ada di bumi tersebut adalah lautan atau air asin ( Sumber : The United
States Geological Survey Water Science School ). Melihat dari besarnya komponen
lautan di muka bumi maka dapat diartikan lautan adalah komponen yang sangat penting
di bumi yang berfungsi sebagai penyeimbang Biosistem. Sehingga Informasi mengenai
dinamika perubahan bentuk topografi permukaan laut menjadi sangat penting untuk
menunjang kegiatan - kegiatan kelautan seperti penelitian, operasi pelayaran untuk
transportasi laut, penangkapan ikan, eksplorasi sumber daya laut serta pembangunan
disektor kelautan lainnya.
Untuk dapat mengetahui dinamika perubahan topografi permukaan laut tersebut
dibutuhkan informasi kedalaman laut dengan melakukan survey batimetri. Survey
batimetri adalah proses penggambaran dasar perairan, dimulai dari pengukuran,
pengolahan, hingga visualisasi dasar perairan ( Poerbandono dan Djunarsjah, 2005 ).
Sehingga data kedalaman merupakan salah satu parameter terpenting dalam visualisasi
bentuk topografi dasar laut tersebut.
Seiring perkembangan zaman visualisasi dalam survey batimetri sudah dapat di
lakukan dengan dua metode yaitu survey secara langsung dan tidak langsung. Medium
yang dapat digunakan dalam survey batimetri ini terdiri dari ecosounder yang
digunakan pada survey secara langsung dan satelit altimetry yang digunakan pada
survey tidak langsung. Sehingga lebih memudahkan dalam melakukan proses
visualisasi topografi dasar laut sesuai dengan cakupan wilayah pengamatan survey.
Satelit Altimetry merupakan salah satu satelit yang berfungsi memantau topografi
dan dinamika yang terjadi di dasar laut. Prinsip dasar dari pengamatan altimetri yaitu
dengan menghitung selisih interval waktu antara gelombang elektromagnetik yang

1
dipancarkan dengan gelombang elektromagnetik yang dipantulkan oleh permukaan
laut ( Fu and Cazenave, 2001) . Satelit altimetri ini melakukan pengamatan mengenai
perubahan arus permukaan secara global ( Digby 1999 dalam Marpaung dan Prayogo
2014 ). Satelit altimetri yang digunakan pada visualisai batimetri ini yaitu satelit
Cryosat 2 yang memiliki repeat cycle 369 hari. Berbeda dengan singlebeam ecosounder
menggunakan prinsip dasar yang memanfaatkan gelombang akustik sebagai media
untuk menentukan kedalaman titik pemeruman yang dipancarkan melalui transducer.
Penggunaan singlebeam ecosounder dengan frekuensi rendah ini di dalam survei
batimetri memiliki ketelitian yang cukup akurat, dimana singlebeam ecosounder ini
mampu memberikan ketelitian hingga 0,1 meter pada kedalaman kurang dari 100 meter
(Lekkerkerk, dkk, 2006).
Pada setiap pemodelan dengan satelit altimetri dan singlebeam ecosounder selalu
memiliki kesalahan. Kesalahan kesalahan ini harus lah direduksi sehingga memperoleh
hasil nilai kedalaman yang akurat. Selain melakukan reduksi pada hasil pengamatan,
perlu juga adanya kontrol kualitas data hasil visualisasi batimetri tersebut. Kontrol
kualitas data pada visualisai batimetri ini menggunakan data GEBCO yang merupakan
data batimetri global.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kualitas data yang diperoleh dari satelit Altimetry Cryosat 2
dengan data Singlebeam Ecosounder pada survey Batimetri?
2. Bagaimana perbandingan hasil data yang diperoleh dari satelit Altimetry
Cryosat 2 dengan data Singlebeam Ecosounder?

1.3 Tujuan Penelitian


Pada penelitian ini tujuan yang ingin di capai adalah :
1. Menentukan kualitas data hasil pengamatan satelit Altimetry Cryosat 2 dan
data singlebeam echosounder pada survey Batimetri.

2
2. Mengetahui perbandingan data hasil pengukuran satelit altimetri Cryosat 2
dengan data singlebeam echosounder.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Dalam penelitian ini terdapat beberapa ruang llingkup yang ada yaitu :
1. Data satelit altimetri Cryosat yang digunakan pada pengukuran ini adalah data
sea surface high yang sudah di convert kedalam bentuk file ASCII. Begitu juga
untuk data singlebeam echocounder data yang digunakan adalah raw data
langsung dari pengukuran dilapangan yang belum dikoreksi.
2. Uji kualitas data batimetri hasil pengukuran satelit altimetri Cryosat 2 dan
singlebeam echosounder tidak dilakukan dengan membandingkan selisih dari
nilai kedalaman yang didapat pada posisi yang sama namun dengan
membandingkan nya dengan data kontrol kualitas menggunakan data Gebco
batimetri global.
3. Pengkajian perbandingan visualisasi batimetri satelit altimetri cryostat 2 dan
singlebeam echosounder dilakukan pada perairan laut Sulawesi.

1.5 Metodologi
Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengambilan data dan informasi yang
sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dengan menggunakan metode
deskriptif. Pada metode ini menjelaskan kualitas hasil data visualisasi batimetri
dengan melakukan perbandingan dengan data kontrol. Teknik pengumpulan data
dan informasi yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Metode Analisis
a. Analisis dan identifikasi masalah
b. Mencari dan menentukan penyelesaian pada permasalahan yang ada.
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data pada peneltian ini penulis melakukan :
a. Pengambilan data dari pihak kedua Badan Informasi Geospasial

3
1.6 Sistematis Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang singkat mengenai pembahasan penelitian,
maka penelitian ini dibagi menjadi 5 bab yang saling berhubungan. Adapun
sistematis dari penulisan penelitian adalah sebagai berikut :
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, tujuan penelitian, ruang
lingkup penelitian, metodologi dan sistematis penulisan.

BAB 2 : LANDASAN TEORI


Bab ini menjelaskan Teori – teori dasar umum yang berasal dari sumber
acuan yang berupa tulisan – tulisan ilmiah yang berkaitan dengan
variabel- variabel penelitian.

BAB 3 : METODELOGI PENELITIAN


Bab ini menjelaskan lokasi penelitian, tahapan – tahapan dalam penelitian
dan pengolahan data, kerangka pikir serta desain penelitian.

BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN


Bab ini akan menyajikan data yang diperoleh beserta hasil
pengolahannya. Data yang disajikan dapat berupa tabel, gambar atau
grafik. Pada bab ini juga mencakup analisis atas hasil yang diperoleh dari
pengolahan data.

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini penutup dan berisi kesimpulan dari seluruh penelitian dan saran
untuk penelitian selanjutnya.

4
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Satelit Altimetri


2.1.1 Pengertian Satelit Altimetri
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya
sistem satelit Geos-3. Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai
tiga objektif ilmiah jangka panjang, yaitu:
• Mengamati sirkulasi lautan global
• Memantau volume dari lempengan es kutub
• Mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global.
Dalam konteks geodesi, objektif terakhir dari misi satelit altimetri tersebut
adalah yang paling menjadi perhatian. Dengan kemampuannya untuk mengamati
topografi dan dinamika dari perubahan laut secara kontinyu, maka satelit altimetri
tidak hanya bermanfaat untuk pemantauan perubahan MSL global, tetapi juga akan
bermanfaat untuk beberapa aplikasi geodetik dan oseanografi lainnya seperti
(Seeber, 1993):
• Penentuan topografi permukaan laut (Sea Surface Topography/ SST)
• Penentuan topografi muka es
• Penentuan geoid di wilayah lautan
• Penentuan karakteristik arus dan eddies
• Penentuan tinggi (signifikan) dan panjang (dominan) gelombang
• Studi pasang surut di lepas pantai
• Penentuan kecepatan angin di atas permukaan laut
• Penentuan batas wilayah laut dan es
• Studi fenomena El Nino
• Unifikasi datum tnggi antar pulau

5
2.1.2 Prinsip Dasar Satelit Altimetri
Prinsip dasar satelit altimetri sangat sederhana. Satelit ini digunakan
sebagai platform yang bergerak untuk sensor yang mentransmisikan pulsa
gelombang mikro dalam domain frekuensi radar ke permukaan bumi, dan
menerima sinyal yang kembali setelah terjadi pemantulan pada permukaan bumi
(Seeber, 2003). Ketinggian satelit di atas permukaan laut (ɑ) dapat diturunkan
sebagai aproksimasi pertama dari waktu tempuh (Δt) dari pulsa radar yang
dikirimkan ke permukaan laut dan dipantulkan kembali ke satelit dengan
persamaan 2.1:

ɑ = 𝑐 Δt 2 (2.1)

dimana:
ɑ : ketinggian satelit (m)
c : cepat rambat sinyal (m/s)
Δt : waktu tempuh (s)

Menurut Abidin (2001) satelit altimetri diperlengkapi dengan pemancar


pulsa radar (transmitter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam
berakurasi tinggi. Pada sistem ini, radar altimeter yang dibawa oleh satelit
memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) ke permukaan laut.
Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali
oleh satelit.

6
Gambar 2.1 Prinsip Satelit Altimetri
Perlu dicatat bahwa untuk mengeliminasi efek dari gelombang serta gerakan
muka laut berfrekuensi tinggi lainnya, jarak ukuran adalah jarak rata-rata dalam
footprint. Dari data rekaman waktu tempuh sinyal, serta amplitude, dan bentuk muka
sinyal setelah dipantulkan oleh permukaan laut, beberapa karakteristik muka laut
dapat diestimasi seperti yang diberikan pada tabel 2.1:

Dari data waktu tempuh sinyal Dari data bentuk dan struktur muka
gelombang pantul
• Posisi vertikal permukaan laut • Tinggi gelombang
• Topografi muka laut (SST) • Panjang gelombang dominan
• Undulasi geoid • Informasi termoklin
• Topografi es • Kemiringan lapisan es
• Lokasi dan kecepatan arus laut
Dari data amplitudo gelombang pantul
• Kecepatan angin permukaan sepanjang ground-track satelit
• Batas laut/ es
Tabel 2.1 Informasi Produk Satelit Altimetri (Seeber, 1993; SRSRA, 2001)

7
2.1.3 Geometri Pengamatan Satelit Altimetri
Geometri pengamatan satelit altimetri direpresentasikan secara matematis
sebagai berikut:

ℎ = 𝑁 +𝐻 + 𝛥𝐻 +𝑎 +𝑑 (2.2)

dimana:
ℎ : tinggi ellipsoid dari satelit altimeter (dihitung dari informasi orbit)
𝑁 : undulasi geoid
𝐻 : sea surface topography (SST)
𝛥𝐻 : efek pasut instantaneous
𝑎 : hasil ukuran altimeter
𝑑 : kesalahan orbit

Gambar 2.2 Geometri Pengamatan Satelit Altimetri (Seeber, 1993)

2.1.4 Satelit European Space Agency (ESA) CryoSat-2


Satelit European Space Agency (ESA) CryoSat-2 diluncurkan pada
bulan April 2010. Tujuan utamanya adalah pemantauan es laut dan es terestrial
lembaran. Seperti banyak misi satelit altimetri lainnya, bagaimanapun juga
terbukti berguna di atas badan air daratan (Kertas I). Misi CryoSat2 adalah unik

8
karena dua fitur, yang merupakan salah satu motivasi utama untuk
mempelajarinya di kerangka kerja proyek PhD ini. Pertama, instrumen altimeter
pada CryoSat-2, yang disebut SIRAL (Synthetic Aper- ture Interferometric Radar
Altimeter) dioperasikan dalam tiga mode berbeda: Resolusi Rendah (LRM),
Radar Aperture Sintetis (SAR), dan Aplikasi Sintetis Mode Radar Interferometric
(SARIn); dua yang terakhir adalah novel dan unik untuk CryoSat-21 . LRM
beroperasi seperti radar konvensional yang terbatas-pulsa altimeter dengan cara
yang sama seperti misalnya instrumen RA-2 pada Envisat dengan jejak kaki yang
melingkar. Peningkatan ukuran tapak kaki dengan kekasaran permukaan adalah
hal yang umum karakteristik altimeter radar (Chelton et al., 2001).
Untuk SAR dan SARIn, pemrosesan delay / Doppler (pertama kali
disarankan oleh Raney, 1998) meningkatkan resolusi sepanjang trek hingga
sekitar 300 m. Mode SARIn juga menggunakan antena kedua yang
memungkinkan menentukan lokasi off-nadir gema dominan dalam jejak kaki.
Pada dasarnya, mode SAR diterapkan pada area dengan es laut dan beberapa
pantai zona. Mode SARIn diterapkan pada margin lapisan es topografi dan
gletser, dan juga beberapa sistem sungai.
Kedua adalah orbit pengulangan panjang dari CryoSat-2 dengan siklus
pengulangan penuh 369 hari (dan 30 hari sub sepeda motor), yang mungkin
memiliki dampak terbesar pada aplikasinya atas badan air pedalaman. Semua
misi radar altimetri sebelumnya memiliki berada di orbit pengulangan pendek
dengan siklus berulang antara 10 dan 35 hari.

2.2 Sea Surface Height (SSH)


Sea Surface Height (SSH) Menurut AVISO (2015) Sea Surface Height (SSH)
adalah tinggi permukaan laut di atas ellipsoid referensi. Nilai SSH dihitung dengan cara
mengurangkan tinggi satelit dengan pengukuran altimeter yang telah dikoreksi melalui
persamaan 2.3:

𝑆𝑒𝑎 𝑆𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒 𝐻𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 = 𝐴𝑙𝑡𝑖𝑡𝑢𝑑𝑒 – 𝐶𝑜𝑟𝑟𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑 𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 (2.3)

9
Hubungan antara Sea Surface Height (SSH) dan komponen pembentukannya
diilustrasikan pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.3 Hubungan Antara SSH dan Komponen-Komponen Pembentukannya (Gunadi, 1999)

Dari ilustrasi tersebut, secara umum pencarian nilai SSH dapat dirumuskan seperti pada
persamaan 2.4 (Gunadi, 1999 dalam Alfian, 2013):

𝑆𝑆𝐻 = 𝑠 – (𝑎 + 𝑊trop + 𝐷trop + 𝐼ono + 𝐸𝑀𝐵) (2.4)

Dimana:
𝑆𝑆𝐻 : tinggi permukaan laut di atas ellipsoid referensi WGS 84 (mm)
𝑠 : tinggi satelit di atas ellipsoid referensi WGS 84 (mm)
𝑎 : jarak dari antenna altimeter satelit ke permukaan laut sesaat (mm)
𝑊trop : koreksi troposfer basah (mm)
𝐷trop : koreksi troposfer kering (mm)
𝐼ono : koreksi ionosfer (mm)
𝐸𝑀𝐵 : Electromagnetic Bias/ bias elektromagnetik (mm) yaitu perbedaan antara muka
laut rata-rata dengan muka pantulan rata-rata yang disebabkan oleh tingkat kekasaran
permukaan laut yang tidak homogen secara spasial (Abidin, 2001).

10
2.3 Singlebeam Echosounder (SBES)
Singlebeam echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan
pengirim dan penerima sinyal gelombang suara tunggal. Prinsip kerja dari SBES yaitu
menggunakan prinsip pengukuran selisih fase pulsa, yaitu menghitung selisih waktu
dari waktu pemancaran dan penerimaan dari pulsa akustik. SBES juga cukup akurat,
dimana SBES mampu memberikan ketelitian hingga 0,1 meter pada kedalaman kurang
dari 100 meter (Lekkerkerk, dkk, 2006).
2.3.1 Prinsip kerja singlebeam echosounder
Pada pengukuran SBES, terlebih dahulu ditentukan kecepatan dari beam
yang akan dipancarkan misalnya 1500 m/s. Penentuan kecepatan beam ini
biasanya disesuaikan pada saat proses koreksi barchek. Setelah itu ditentukan
repetition rate (banyaknya beam per detik) dari SBES. Setelah kedua komponen
tersebut di set, maka repetition rate tersebut diaplikasikan terhadap transducer.
Transducer biasanya terpasang pada lambung kapal, dan pemasangannya
juga harus selalu berada di bawah permukaan air. Transducer mengirimkan
pulsa akustik dengan frekuensi tertentu secara langsung menyusuri bawah
kolom air. Pulsa tersebut kemudian dipantulkan kembali oleh objek yang ada
dipermukaan dasar laut dan diterima kembali oleh sensor penerima yang ada di
transducer. Transducer terdiri dari sebuah transmitter yang mempunyai fungsi
sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan
menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan. Transmitter
ini menerima beam secara berulang-ulang dalam kecepatan yang tinggi, sampai
orde kecepatan milisekon. Beam tersebut kemudian diteruskan ke Limiter/Pre-
Ampifier dan Time Varied Gain. Kedua alat ini akan menyesuaikan intensitas
dari beam tersebut hingga dapat diinterpretasikan oleh SBES.
Apabila beam tersebut menempuh jarak pantul yang jauh, maka sinyal
beam tersebut akan melemah dan perlu diamplifikasi, begitu juga sebaliknya
apabila beam tersebut menempuh jarak pendek, maka sinyal dari beam tersebut
akan terlalu kuat sehingga harus direduksi. Detector kemudian merubah beam
yang telah disesuaikan tersebut menjadi rekaman analog dalam kertas analog.

11
Untuk merubah rekaman analog tersebut menjadi digital, maka dilakukan
pengukuran waktu tempuh sinyal dengan menambahkan data kecepatan beam
di awal (Madalila, 2012).

12
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian dilakukan pada perairan laut Sulawesi yang terletak pada posisi
geografis 6˚ LU – 6˚ LS dan 118˚ BT – 126˚ BT. Lokasi dari pengamatan ini dapat
dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 3.1 Lokasi wilayah pengamatan pada posisi geografis ( 6 ˚ LU - 6 ˚ LS dan 118˚ BT –
126 ˚ BT )

13
3.2 Data dan Peralatan
3.2.1 Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Data Sea Surface Height ( SSH ) satelit Cryosat 2 yang melewati wilayah
perairan laut Sulawesi. Dengan lama pengamatan dari bulan Januari 2010
sampai bulan Desember 2018. Data ini dapat diperoleh dari server penyedia
data RADS yaitu: http://rads.tudelft.nl/rads/data. Data Sea Surface Height
yang di peroleh adalah yang sudah dikoreksi oleh penyedia data.
2. Raw data dari hasil pengukuran singlebeam echosounder pada wilayah
perairan laut Sulawesi. Data ini di peroleh dari Instansi negara Badan
Informasi Geospasial.
3. Data Batimetri Global yang diperoleh dari GEBCO
4. Model Geoid Global Earth Gravitational Model 2008 ( EGM 08 ) ini adalah
model geoid yang memiliki informasi anomaly gayaberat free-air.

3.2.2 Peralatan
1. Perangkat keras
Laptop/ Personal Computer dengan Sistem Operasi Windows untuk
pengolahan data altimetri dan pengerjaan laporan, serta Sistem Operasi
Windows untuk pengolahan data dengan software GMT
2. Perangkat lunak
- Software GMT (Generic Mapping Tools). Software ini digunakan untuk
melakukan pengolahan data geografis (plotting data). Di dalam penelitian
ini visualisasi dari hasil pengolahan batimetri diolah menggunakan software
ini.
- Microsoft Office 2016. Software ini digunakan untuk pengerjaan laporan
tugas akhir dan pengolah data statistic
- Software EIVA digunakan untuk mengolah dan mengkoreksi data
singlebeam ecosounder.

14
3.3 Metodologi Penelitian
3.3.1 Tahapan Penelitian
Tahapan dari penelitian ini digambarkan dalam diagram alir seperti pada
gambar 3.2. Berikut adalah penjelasan diagram alir tahapan penelitian:
i. Identifikasi awal Identifikasi awal merupakan tahap awal untuk
mengidentifikasi permasalahan terkait yang diangkat pada daerah
cakupan penelitian.
ii. Perumusan masalah Dalam perumusan masalah terdapat tujuan
untuk merumuskan masalah yang terjadi pada daerah penelitian.
Dalam penelitian ini permasalahan yang ada adalah untuk
mengetahui kualitas dari visualisai batimetri dengan menggunakan
satelit altimetri Cryosat 2 dan singlebeam echosounder.
iii. Studi literatur Dalam studi literatur dilakukan proses mendapatkan
referensi yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat
dalam penulisan penelitian ini. Dalam penelitian ini referensi yang
digunakan adalah referensi yang terkait di bidang satelit altimetri.
iv. Pengumpulan data Pengumpulan data adalah tahap mengumpulkan
sejumlah data yang digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini.
Adapun data yang digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini
adalah data Sea Surface Height Satelit Cryosat 2 dengan format
ASCII, dan raw data hasil pengukuran singlebeam echosounder.
v. Pengolahan data Tahapan pengolahan data dibedakan menjadi tiga
yaitu pengolahan data utama yaitu data SSH dan raw data
singlebeam. Tahapan pengolahan data akan dijelaskan lebih rinci
pada Sub BAB 3.3.2.
vi. Hasil dari visualisasi batimetri yang telah di oleh menggunakan data SSH
dan raw data
vii. Validasi hasil visualisasi dengan menggunakan data kontrol data
batimetri global GEBCO.

15
viii. Analisa hasil validasi dari proses pengolahan sehingga mendapatkan
kesimpulan dalam penyelesaian masalah penelitian..
ix. Pembuatan laporan Pembuatan laporan menjadi tahap terakhir dari
penelitian. Pada tahap ini akan dilakukan penulisan laporan sebagai
hasil akhir dari penelitian.

Identifikasi
Awal

Perumusan
Masalah

Studi Literatur

Data Sea Surface Raw Data Singlebeam


Height Echosounder

Pengolahan SSH Pengolahan


Raw Data

Model Validasi dengan Model


Batimetri data GEBCO Batimetri

Analisa Hasil
validasi

Penulisan
Laporan

Gambar 3.2 Diagram Alir Tahap Penelitian

16
3.3.2 Tahapan Pengolahan Data
3.3.2.1 Pengolahan Data Satelit Altimetri Cryosat 2

Tahapan pertama yang dilakukan adalah pengolahan data Sea Surface


Height (SSH) Satelit Cryosat 2. Proses pengolahan data dapat dilihat pada
gambar 3.3. Penjelasan dari diagram alir pengolahan data SSH Satelit Cryosat
2 adalah sebagai berikut:

1. Download data merupakan tahap pengunduhan data Satelit Cryosat


2. Data ini diperoleh dengan mengunduh dari situs penyedia data
Satelit Cryosat 2 yaitu http://rads.tudelft.nl/rads/data.
2. Mengolah Data Sea Surface Height satelit Cryosat 2 menjadi model
gravity anomaly. Yang nanti nya akan di turunkan menjadi hasil
batimetri.
3. Filtering hasil gravity anomaly dengan menggunkan metode
filtering Gauss. Setelah proses filtering akan diperoleh hasil
batimetri dari data satelit cryostat 2.
4. Hasil batimetri digriding menggunakan software Generic Mapping
Tools untuk memvisualisasikan topografi dasar laut pada bentuk dua
dimensi.

Download
Data SSH

Mengolah
Data SSH

Filtering Gravity
Anomaky

Griding Hasil
Batimetri
Gambar 3.3 Diagram Alir Pengolaha Data Satelit Cryosat 2

17
3.3.2.2 Pengolahan Raw Data Singlebeam Echosounder
Tahapan pertama yang dilakukan adalah pengolahan raw data
singlebeam echosounder. Proses pengolahan data dapat dilihat pada gambar
3.3. Penjelasan dari diagram alir pengolahan data raw data singlebeam
echosounder adalah sebagai berikut :

Mengumpulkan raw
data singlebeam

Mengolah Raw
Data Singlebeam

Melakukan Koreksi
hasil pengolahan

Memplot Hasil Batimetri


dari data Singlebeam

Gambar 3.4 Diagram Alir Pengolahan Data Singlebeam Echocounder

3.3.3 Metode Penyelesaian Masalah

Pada penelitian ini metode pengambilan data nya menggunakan metode deskriptif
yang mana metode ini adalah suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan keadaan objek dalam penelitian berdasarkan fakta atau
data yang diperoleh.

Jenis penelitian deskriptif yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis
penelitian Komperatif. Penelitian jenis komperatif disini adalah suatu penelitian
yang bersifat membandingkan (Sugiono, 2005:11). Dalam buku Metode Penelitian
karangan M.Nazir (1988: 69-70) menjelaskan beberapa langkah pokok dalam studi
komperatif ini yaitu :

18
1. Merumuskan dan mendefinisikan masalah
2. Mengkaji dan Meneliti Literatur yang ada
3. Merumuskan kerangka teoritis dan hipotesa – hipotesa serta asumsi yang di
pake
4. Membuat rancangan penelitian dengan dengan cara memilih subjek yang
digunakan dengan Teknik pengumpulan data
5. Melakukana uji Hipotesa
6. Membuat generalisasi , kesimpulan serta implikasi kebijakan
7. Menyusun Laporan dengan cara ilmiah

19
Daftar Pustaka

[1] CRISTIAN FEBRIANTO, 2017. STUDI FENOMENA PERUBAHAN MUKA


AIR LAUT MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 PERIODE
TAHUN 2013-2016 (STUDI KASUS: PERAIRAN INDONESIA) Surabaya. Dikutip
Pada tanggal 10 November 2019

[2] Henrik Madsen, Cryosat Satellit Radar Altimetry for river analys modeling,
Denmark. Dikutip Pada Tanggal 10 November 2019

20

Anda mungkin juga menyukai