Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN PENELITIAN

TINGKAT KESELAMATAN BANGUNAN MASJID AL-HIKMAH


JALAN RH ABDUL HALIM CIGUGUR TENGAH CIMAHI
BERDASARKAN BUILDING SAFETY INDEX

Oleh:
Sania Aryani
NIM. 195244057

KELAS 3B
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN MANAJEMEN ASET
JURUSAN ADMINSTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2022
RINGKASAN
Bangunan peribadatan seperti masjid digunakan sebagai tempat beribadah
dan upacara keagamaan dengan intesitas yang cukup tinggi sehingga perlu
diperhatikan keamanan dan kenyamanannya. Dapat disadari atau tidak bahwa
beraktivitas di dalam bangunan gedung berpotensi menjadi sumber atau
mengandung bahaya karena menjadi tempat untuk melakukan banyak aktivitas.
Dengan hal tersebut bangunan gedung Majid Al-Hikmah sebagai salah satu tempat
beribadah warga sekitar , tidak terlepas dari berbagai potensi bahaya lingkungan
kerja yang dapat mempengaruhi keselamatan dan Kesehatan. Berdasarkan
permasalahan tersebut maka perlu dilakukan analisis tingkat keselamatan bangunan
Masjid Al Hikmah melalui penerapan program K3 berdasarkan Building Safety
Index.
Grand Theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah Building Safety
Index yang ditulis oleh Rajali dan Bakri tahun 2016 yang meliputi tiga dimensi di
dalamnya yaitu dimensi architecture, building services, dan external
environmental. Dimensi arsitektur mengacu pada konfigurasi tata letak dan
disposisi bangunan, yang ditambahkan untuk memberikan lingkungan yang lebih
besar serta detail desain terbaik. Lingkungan dalam ruangan bangunan merupakan
faktor penting yang mempengaruhi keselamatan, kesehatan dan kenyamanan
penghuni. Tindakan keselamatan dan kesehatan harus mencakup perlindungan
terhadap bahaya tambahan yang ditimbulkan oleh lingkungan eksternal.
Pada penelitan ini metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Adapaun teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah melalui observasi, wawancara, dan
penyebaran kuisioner. Populasi yang digunakan adalah jumlah jamaah yang dapat
ditampung di Masjid Al Hikmah, dan sampel yang digunakan hanya 30 orang
penggguna Masjid Al Hikmah. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknis
analisis data kualitatif dan kuantitatif dengan metode statistik deskriptif.
Masjid Al Hikmah berlokasi di Jl. Rh AbdulHalim RT05/04, Kp.Sindang
Sari, Kelurahan Cigugur Tengah, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi, Jawa
Barat, 40522 Masjid Al Hikmah telah berdiri sejak pengelola bermukim pada tahun
1990. Masjid Al Hikmah merupakan kategori masjid umum yang memiliki
kapasitas ± 110 orang/jamaah. Masjid Al Hikmah merupakan bangunan masjid
milik umat atau tidak dikuasai perorangan ataupun tokoh tertentu. Masjid Al
Hikmah ini di dirikan di atas tanah wakaf. Berdasarkan hasil penelitian tingkat
keselamatan bangunan Masjid Al Hikmah dimensi architecture memiliki nilai 3.70
artinya sudah baik. Pada dimensi building services memiliki nilai 3.43 artinya baik.
Pada dimensi external environmental memiliki nilai 3.62 artinya baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan tingkat
keselamatan Bangunan Masjid Al Hikmah berdasarkan Building Safety Index yang
meliputi dimensi architecture, building services, dan external environmental sudah
baik. Namun, beberpa indikator keselamatan bangunan masih harus dipenuhi. agar
kegiatan operasional dan kinerja Masjid Al Hikmah meningkat, serta keselamatan
pengguna bangunan terjamin keselamatannya. Sehingga pengguna akan merasa
aman, nyaman, dan terlindungi saat melakukan ibadah pada Masjid Al Hikmah.

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, ridha
dan karunia-Nya akhirnya penyusunan “Laporan Penelitian Tignakt Keselamatan
Bangunan Masjid Al-Hikmah Jalan Rh.Abdul Halim Cigugur berdasarkan
Building Safety Index” dapat disusun dan diselesaikan dengan batas waktu yang
telah ditentukan.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah K3 dan Risiko. Dalam
penyusunan laporan ini penulismendapat banyak bimbingan, bantuan, arahan dan
saran dari berbagai pihak. Makadari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak – pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan ini,
khususnya kepada Dra. Nurlaila Fadjarwati, M.Si dan Rima Midiyanti, SST.,
M.Sc.selaku dosen mata kuliah K3 dan Risiko.
Penulis menyadari laporan ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis berhadap adanya masukan berupa kritik dan saran untuk
menyempurnakan laporan penelitian ini. Akhir kata semoga laporan hasil
penelitian ini bermanfaat menambah wawasan bagi penulis serta bagi pembaca
pada umumnya.

Cimahi, Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

RINGKASAN ..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................vi

DAFTAR TABEL................................................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ......................................................................2

1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................................3

1.4 Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................3

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................. 6

2.1 Manajemen Aset .............................................................................................6

2.1.1 Pengertian dan Tujuan Manajemen Aset ............................................ 6


2.1.2 Jenis Aset ............................................................................................ 7
2.1.3 Siklus Aset .......................................................................................... 8
2.2 Manajemen Risiko .......................................................................................10

2.1.1 Pengertian dan Kategori Risiko ........................................................ 10


2.1.2 Pengertian dan Proses Manajemen Risiko ........................................ 12
2.1.3 Manajemen Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) .............. 14
2.3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) .................................................16

2.3.1 Filosofi Kesehatan dan Keselamaran Kerja ...................................... 16


2.3.2 Definisi Kesehatan dan Kesehatan Kerja.......................................... 18
2.3.3 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ............................... 19
2.3.4 Bidang Keselamatan Kerja ............................................................... 20

iii
2.3.5 Proses Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)............ 22
2.4 Konstruksi .....................................................................................................23

2.4.1 Pengertian Konstruksi ....................................................................... 23


2.4.2 Jenis-jenis Konstruksi ....................................................................... 23
2.4.3 Jenis Pekerjaan Konstruksi ............................................................... 25
2.4.4 Penerapan K3 dalam Bidang Konstruksi .......................................... 25
2.4.5 Permasalahan K3 dalam Konstruksi ................................................. 26
2.6 Building Safety Indexs .......................................................................................27

2.5.1 Arsitektur .......................................................................................... 28


2.5.2 Service Building ................................................................................ 35
2.5.3 External Environmental .................................................................... 38
BAB III METODELOGI PENELITIAN ........................................................... 40

3.1 Metode Penelitian ........................................................................................40

3.2 Jenis dan Sumber Data ...............................................................................40

3.2.1 Jenis Data .......................................................................................... 41


3.2.2 Sumber Data ..................................................................................... 41
3.3 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................41

3.4 Teknik Analisis Data ...................................................................................43

3.5 Operasional Variabel Penelitian ...............................................................45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 48

4.1 Gambaran Umum Objek ............................................................................48

4.1.1 Sejarah Aset Bangunan Masjid Al-Hikmah...................................... 48


4.1.2 Pemilik dan Status Kepemilikan Aset Bangunan Masid Al-Hikmah
49
4.2 Hasil ................................................................................................................49

4.2.1 Tingkat Keselamatan Dimensi Architecture ..................................... 50


4.2.2 Tingkat Keselamatan Dimensi Building Services ............................. 50
4.2.3 Tingkat Keselamatan Dimensi External Environmental .................. 51
4.2 Pembahasan ..................................................................................................52

4.3.1 Risiko yang Mungkin Terjadi ........................................................... 52

iv
4.3.2 Program K3 Masjid Al Hikmah Dimensi Architecture .................... 56
4.3.3 Program K3 Masjid Al Hikmah Dimensi Building Services ............ 57
4.3.4 Program K3 Masjid Al Hikmah Dimensi External Environmental .. 59
4.3.5 Tingkat Keselamatan Bangunan ....................................................... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 61

5.1 Kesimpulan ...................................................................................................61

5.2 Saran ..............................................................................................................61

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62

LAMPIRAN .......................................................................................................... 65

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Lokasi Objek Penelitian……………………………………………...3

Gambar 2.1 Klasifikasi Aset………………………………………………………7

Gambar 2.2 Siklus Manajemen Aset………………………………………………8

Gambar 2.4 Sarana Jalaur Evakuasi……………………………………………...29

Gambar 3.1 Komponensial Analisis Data Model Alir…………………………...43

Gambar 4.1 Tampak Depan Masjid Al Hikmah………………………………....48

Gambar 4.2 Pintu Masjid Al Hikmah…………………………………………….53

Gambar 4.3 Jalur Evakuasi Masjid Al Hikmah…………………………………..54

Gambar 4.4 Jarak Rumah Sakit Sekitar Masjid Al Hikmah………….………….55

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jadwal Pekerjaan………………………………………………………..4

Tabel 2.1 Matrik Cara Penanggulangan Risiko………………………………….13

Tabel 3.1 Bobot pada Skala Likert……………………………………………….44

Tabel 3.2 Operasional Variabel…………………………………………………..46

Tabel 4.1 Hasil Kuisiomer Dimensi Arsitektur…………………………………..50

Tabel 4.2 Hasil Kuesioner Dimensi Layanan Bangunan……...…………………50

Tabel 4.3 Hasil Kuesioner Dimensi Lingkungan Eksternal……………………..51

Tabel 4.4 Risiko-risiko yang Mungkin Terjadi………………………………….55

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Dimensi Arsitektur

Lampiran B Dimensi Layanan Bangunan

Lampiran C Dimensi Lingkungan Eksternal

Lampiran D Interview Guided

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Sektor konstruksi di Indonesia berkembang pesat sesuai dengan kemajuan


zaman. Pekerjaan konstruksi telah berkembang menjadi pekerjaan yang semakin
kompleks dan membutuhkan biaya yang semakin besar, sehingga pelaksanaan
perencanaan struktur bangunan ditinjau berdasarkan empat sektor yaitu,
bangunan tempat tinggal, bangunan non-perumahan, bangunan teknik sipil dan
bangunan sektor perdagangan khusus. Sektor pembangunan meliputi
pembangunan konstruksi non-perumahan yang terdiri dari semua konstruksi
bangunan selain perumahan. Teknik Sipil berkaitan dengan pembangunan
infrastruktur publik seperti Gedung-gedung. Dalam pelaksanaan pembangunan
infrastruktur gedung untuk pelayanan publik nampaknya Masjid harus
direncanakan sesuai dengan standar yang baik agar penghuni dapat merasa aman
dan nyaman di dalam gedung yang direncanakan

Bangunan peribadatan merupakan suatu fasilitas ditujukan untuk memenuhi


kebutuhan batin manusia sebagai makhluk yang memiliki Tuhan. Bangunan
peribadatan biasanya digunakan sebagai tempat beribadah dan upacara
keagamaan Aset bangunan Masjid Al-Hikmah merupakan salah satu tempat
ibadah yang berada di Kelurahan Cigugur Tengah, Kota Cimahi. Menurut
Rukmana (2002:41), masjid adalah suatu bangunan yang dipergunakan sebagai
tempat mengerjakan shalat, baik untuk shalatlima waktu maupun shalat jum’at,
atau hari raya. Berdasarkan keterangan dari perwakilan DKM Masjid Al-Hikmah,
setiap harinya Masjid Al-Hikmah memiliki berbagai kegiatan dengan intesitas
yang cukup tinggi seperti pengajian rutin di hari Rabu untuk orang dewasa,
pengajian rutin dimalam hari untuk anak-anak, sholat lima waktu berjamaah,
keputrian, kegiatan Ikatan Pemuda Masjid dan lainnya (Ichsan, 2022). Sehingga,
perlu diperhatikan keamanan dan kenyamanan gedung. Dapat disadari atau tidak

1
bahwa beraktivitas di dalam bangunan gedung berpotensi menjadi sumber atau
mengandung bahaya karena menjadi tempat untuk melakukan banyak aktivitas.
Pada saat sedang melakukan aktivitas, kemungkinan berpotensi terjadinya
kecelakaan kerja yang berakibat fatal. Dengan hal tersebut bangunan gedung
Majid Al-Hikmah sebagai salah satu tempat beribadah warga sekitar , tidak
terlepas dari berbagai potensi bahaya lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi
keselamatan dan kesehatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah upaya perlindungan dari
semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya (Putera & Harini, 2017), sebagai
upaya perlindungan yang ditujukan agar semua orang yang berada di lingkungan
kerja dalam keadaan aman. Program K3 dapat mewujudkan rasa aman dan
nyaman dalam bekerja. Penerapan K3 dianggap penting terutama pada aset
bangunan Gedung agar dapat menekan risiko yang timbul dari rusaknya aset
bangunan serta melindungi dan memastikan keselamatan dan kesehatan tenaga
kerja maupun semua orang yang berada di lingkungan kerja. Setiap bangunan
tentunya memiliki tingkat risiko dan bahayanya masing-masing tidak terkecuali
bangunan peribadatan seperti objek bangunan Masjid Al-Hikmah. Diharapkan
dengan mengetahui tingkat penerapan program K3 berdasarkan Building Safety
Index pada aset bangunan gedung maka akan menekan risiko yang dapat timbul.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko yang dapat muncul serta tingkat
penerapan program K3 berdasarkan Building Safety Index pada aset gedung
Masjid Al-Hikmah.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian


Rumusan masalah yang akan diteliti dari objek masjid meliputi:
1. Risiko apa sajakah yang mungkin ada pada aset bangunan Masjid Al-
Hikmah?
2. Bagaimana tingkat keselamatan Dimensi Arsitektur bangunan Masjid Al-
Hikmah?
3. Bagaimana tingkat keselamatan Dimensi Building Service bangunan
Masjid Al-Hikmah?

2
4. Bagaimana tingkat keselamatan Dimensi External Environmental
bangunan Masjid Al-Hikmah?
5. Bagaimanakah tingkat keselamatan bangunan Masjid Al-Hikmah?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui :
1. Risiko- risiko yang mungkin ada pada aset bangunan Masjid Al-Hikmah
2. Tingkat keselamatan Dimensi Arsitektur bangunan Masjid Al-Hikmah
3. Tingkat keselamatan Dimensi Building Service bangunan Masjid Al-
Hikmah
4. Tingkat keselamatan Dimensi External Environmental bangunan Masjid
Al-Hikmah
5. Tingkat keselamatan bangunan Masjid Al-Hikmah

1.4 Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat dari objek penelitian yaitu Masjid Al-Hikmah yang beralamat di Jl. Rh
AbdulHalim RT05/04, Kp.Sindang Sari, Kelurahan Cigugur Tengah, Kecamatan
Cimahi Tengah, Kota Cimahi, Jawa Barat, 40522 Gambar 1.1. menunjukan lokasi
objek penelitian.

Gambar 1.1 Lokasi Objek Penelitian

3
Sumber: Google Maps, 2022
Pelaksanaan kegiatan penelitian dimulai dari 1 Maret 2022 – 3 Juni 2022.
Rentang waktu penelitian tersebut dibuat dalam rancangan jadwal pengerjaan
laporan penelitian. Berikut jadwal pekerjaan penelitian dapat dilihat pada Tabel
1.1.
Tabel 1.1 Jadwal Pekerjaan

Waktu Pekerjaan Penelitian


Kegiatan
Maret April Mei Juni

Tahap 1: Observasi dan dokumentasi


beberapa alternatif objek penelitian

Tahap 2: Review alternatif masjid


untuk objek penelitian

Tahap 3: Pengajuan alternatif objek


Penelitian

Tahap 4: Penyusunan analisis


Pendahuluan

Tahap 5: Penyusunan analisis kajian


Pustaka

Tahap 6: Penyusunan daftar pertanyaan


untuk wawancara

Tahap 7: Penyusunan analisis


metodologi penelitian

Tahap 8: Penyusunan analisis hasil dan


Pembahasan

Tahap 9: Penyusunan analisis


kesimpulan dan saran

Tahap 10: Memperbaiki isian laporan


Penelitian

Sumber : Penulis,2022

4
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Aset


Aset merupakan suatu barang yang berwujud ataupun tidak berwujud, yang
dimiliki oleh perseorangan ataupun kelompok, yang mempunyai nilai ekonomi,
nilai tukar, dan nilai komersil yang terdapat dalam potensi aset sehingga dapat
dikembangkan menjadi suatu sumber daya pendukung kegiatan operasional
perusahaan atau menghasilkan pendapatan bagi perusahaan.

2.1.1 Pengertian dan Tujuan Manajemen Aset


Menurut Sugiama (2013) Manajemen Aset adalah ilmu dan seni untuk
mengelola kekayaan yang mencakup proses merencanakan kebutuhan aset,
mendapatkan, menginventarisasi, melakukan legal audit, menilai, mengoperasikan,
memelihara, membaharukan atau menghapuskan hingga mengalihkan aset secara
efektif dan efisien. Pengertian lain mengenai manajeman aset yaitu serangkaian
kegiatan yang terikat dengan mengidentifikasi aset yang dibutuhkan,
mengidentifikasi biaya yang akan dibutuhkan, mengadakan aset, menyediakan
logistik dan sistem pendukung pemeliharaan aset serta memusnahkan dan
memperbarui aset sehingga dapat secara efektif dan efisien memenuhi tujuan yang
diinginkan (Hastings, 2010). Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa manajemen aset merupakan serangkaian kegiatan mengelola
kekayaan dimulai dari perencanaan berupa identifikasi kebutuhan aset sampai
pembaharuan dan atau penghapusan aset (Hastings, 2010., Sugiama, 2013 ).
Tujuan dari manajemen aset adalah agar organisasi dapat memiliki aset
sesuai dengan kebutuhan bisnisnya serta menyediakan layanan pendukung agar
dapat beroperasi secara efektif (Hastings,2015). Sedangkan secara khusus tujuan
manajemen aset dirincikan sebagai berikut (Sugiama,2013) :
1. Meminimalkan biaya selama umur aset bersangkutan (to minimize the whole
life cost of asets)
2. Dapat menghasilkan laba maksimum (profit mazimum), dan

6
3. Dapat mencapai penggunaan serta pemanfaatan aset secara optimum
(optimizing the utilization of asets)

2.1.2 Jenis Aset


Jenis aset diklasifikasikan berdasarkan bentuk dibagi menjadi dua jenis aset
yaitu aset berwujud (tangible asets) dan aset tidak berwujud (intangible asets)
Sugiama (2013). Aset berwujud adalah kekayaan yang dapat dimanifestasikan
secara fisik dengan menggunakan panca indera. Sedangkan aset tidak berwujud
adalah kekayaan yang manifestasinya tidak berwujud secara fisik, tidak dapat
disentuh, dilihat, atau tidak bisa diukur secara fisik, namun dapat diidentifikasi
sebagai kekayaan secara terpisah, dan memberikan manfaat serta memiliki nilai
tertentu secara ekonomi sebagai hasil dari proses.
Standar majemen aset ISO 55000 mendefinisikan aset sebagai : item, benda
atau entitas yang memiliki value potensial atau aktual bagi suatu organisasi. Aset
yang dimaksud adalah jenis aset fisik, aset keuangan, aset manusia, aset informasi
dan aset tak berwujud. Aset fisik ialah item seperti plant, mesin, bangunan, jalan,
kendaran, kereta api, pesawat terbang, pipa, kabel, peralatan komunikasi, dan
infrastruktur lainnya. Sedangkan dalam PAS 55 aset fisik seperti diklasifikasikan
menjadi 5 (lima) kelas seperti pada gambar 2.1 , adapun penjelasan sebagai berikut
:
1. Real Estate and facilities yaitu land, offices, schools, hospitals
2. Plant and Production yaitu oil, gas, chemicals, pharmaceuticals, food,
electronics, power generation
3. Mobile Asets yaitu military, airlines, trucking, shipping, rail
4. Infrastructure yaitu railways, highways, telecommunications, water and
wastewater, electric and gas distribution
5. Information Technology yaitu computers, routers, networks, software, auto
discovery, service desk

7
Gambar 2.1 Klasifikasi Aset
Sumber: IBM Aset Management Center of Excellence (AMcoe) Models, 2009

2.1.3 Siklus Aset


Menurut Sugiama (2013), siklus aset diawali dari tahap perencanaan
kebutuhan aset, pengadaan aset, inventarisasi aset, legal audit aset, penilaian aset,
pengoperasian dan pemeliharaan aset dilanjutkan dengan proses penghapusan aset
dan pembaharuan/ rejuvenasi aset dan diakhiri dengan proses pemusnahan aset atau
pengalihan aset (penjualan, penyertaan modal, dan hibah). Gambar 2.2 dibawah
menggambarkan alur siklus aset.

Gambar 2.2 Siklus Manajemen Aset


Sumber : Sugiama,2013
Berikut merupakan penjelasan dari siklus aset tersebut.
1. Perencanaan kebutuhan aset
Pengambilan keputusan untuk mendapatkan aset secara efektif dan efisien
untuk memenuhi kebutuhan.
2. Pengadaan aset
Serangkaian kegiatan untuk memperoleh atau mendapatkan aset/barang
maupun jasa baik yang dibiayai oleh sendiri maupun yang dibiayai oleh pihak

8
luar atau dilaksanakan secara swakelola (sendiri), maupun oleh penyedia
barang dan jasa.
3. Inventarisasi aset
Rangkaian kegiatan mengidentifikasi kualitas dan kuantitas aset secara fisik
non fisik, dan secara yuridis / legal. melakukan kodefikasi dan
mendokumentasikannya untuk kepentingan pengelolaan aset bersangkutan.
4. Legal audit aset
Kegiatan pengauditan tentang status aset, sistem dan prosedur penguadaan,
sistem dan prosedur pengalihan, pengidentifikasian adanya indikasi
permasalahan legalitas, pencarian solusi untuk memecahkan masalah legalitas
yang terjadi atau terkait dengan penguasaan dan pengalihan aset.
5. Penilaian aset
Sebuah proses kerja untuk menentukan nilai aset yang dimiliki, sehingga dapat
diketahui secara jelas nilai kekayaan yang dimiliki, atau yang akan dialihkan
maupun yang akan dihapuskan.
6. Pengoperasian dan pemeliharaan aset
Kegiatan menggunakan atau memanfaatkan aset dalam menjalankan tugas dan
pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan pemeliharaan aset adalah
kegiatan menjaga dan memperbaiki seluruh bentuk aset agar dapat
dioperasikan dan berfungsi sesuai dengan harapan.
7. Pembaharuan/Rejuvinasi aset
Upaya peremajaan aset dengan tujuan aset dapat didayagunakan kembali
sebelum umur ekonomisnya habis. Peremajaan ini dapat berupa perbaikan
menyeluruh ataupun penggantian suku cadang dengan tujuan aset dapat
beroperasi seperti pada keadaan semula.
8. Penghapusan aset
Kegiatan untuk menjual, menghibahkan atau bentuk lain dalam memindahkan
hak kepemilikan atau memusnahkan seluruh/sebuah unit atau unsur terkecil
dari aset yang dimiliki.
9. Pengalihan melalui penjualan, penghibahan, penyertaan modal, atau
pemusnahan aset

9
Upaya memindahkan hak dan atau tanggung jawab, wewenang, kewajiban
penggunaan, pemanfaatan dari sebuah unit kerja ke unit yang lainnya di
lingkungan sendiri, seperti penjualan, penyertaan modal, hibah, dll.

2.2 Manajemen Risiko


Risiko dalam ISO 31000 diartikan sebagai ketidakpastian yang berdampak
pada sasaran. Dampak tersebut mungkin positif dan mungkin pula negatif. Risiko
berbeda dengan masalah, risiko adalah peristiwa yang belum (mungkin) terjadi
yang mempunyai potensi dampak pada sasaran. Sementara masalah menunjukkan
bahwa peristiwa tersebut sudah terjadi dan mempunyai dampak negatif pada
sasaran.

2.1.1 Pengertian dan Kategori Risiko


Definisi risiko menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu
perbuatan atau tindakan. Sedangkan menurut Meralis & Triyono (2019; 5) risiko
merupakan kejadian yang berpotensi untuk terjadi yang mungkin dapat
menimbulkan kerugian pada suatu perusahaan yang timbul karena adanya
ketidakpastian di masa mendatang, adanya penyimpangan, terjadi sesuatu yang
tidak diharapkan, atau tidak terjadinya sesuatu yang diharapkan. Karena dapat
menimbulkan kerugian, risiko-risiko yang muncul perlu dikelola untuk
meminimalisir terjadinya kerugian, Maka dapat disimpulkan bahwa risiko
merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan berpotensi menimbulkan kerugian
dan membahayakan.
Anderson & Schroeder (dalam Susilo & Kaho, 2018) mengkategorikan
risiko menjadi 4 kategori besar yaitu risiko bencana (hazard risk), risiko ekonomi
(economic risk), risiko operasional (operational risk), dan risiko strategis (strategic
risk) dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Risiko Bencana (Hazard Risk)
Risiko bencana yang dimaksud adalah bencana fisik yang disebabkan oleh
alam, seperti gempa bumi, banjir, gunung meletus dan lain-lain, atau karena
ulah manusia misalnya pencurian, terorisme, kecelakaan kerja dan lain-lain.

10
Bahaya-bahaya tersebut ada yang bisa diasuransikan, namun ada juga yang
tidak bisa diasuransikan. Sumber risiko semacam ini biasanya berasal dari
luar organisasi dan sifatnya negatif terhadap organisasi.
2. Risiko Ekonomis (Economic Risk)
Risiko ekonomi sering difokuskan sebagai risiko di bidang keuangan (nilai
tukar, suku bunga, likuiditas), namun bisa juga terjadi risiko di bidang
ekonomi lainnya seperti gejolak harga komoditas, gejolak permintaan dan
pasokan barang, dan lain-lain. Sumber risiko ekonomi ini lebih banyak
berasal dari luar organisasi dan bersifat negatif terhadap organisasi. Cara
menangani risiko ini sering kali dengan meniru tindakan asuransi, misalnya
dengan tindakan nilai lindung (hedging) untuk nilai tukar dan forward
buyinguntuk harga komoditas.
3. Risiko Operasional (Operational Risk)
Risiko operasional merupakan kelompok paparan risiko yang dikumpulkan
yang dirasakan mulai terlihat paparan risikonya di seluruh aspek organisasi
seperti manajemen mutu, kesehatan dan keselamatan kerja, akuntansi,
hukum, kepatuhan, dan lain-lain. Karena jenis operasi ini sangat bervariasi,
masing-masing akan disebut dengan jenis risiko terkait, seperti risiko
teknologi, risiko hukum, risiko kepatuhan, risiko produksi, dan sebagainya.
Sumber kelompok risiko operasional kebanyakan berasal dari internal
organisasi dan penanganannya sangat bervariasi sesuai dengan jenis jam
operasi. Risiko ini dapat bersifat positif ataupun negatif. Karena sumbernya
sering kali berasal dari internal maka mitigasinya juga dilakukan secara
internal, dapat bersifat preventif dan juga protektif.
4. Risiko Strategis (Strategic Risk)
Risiko strategis ini merupakan paparan risiko yang belum dirasakan saat ini
tetapi lebih merupakan ancaman atau peluang di masa depan, seperti
kemungkinan perubahan teknologi, timbulnya produk baru, pesaing baru,
danhal-hal bersifat strategis lain di masa depan. Jenis risiko ini pada setiap
organisasi berbeda-beda tetapi semuanya berorientasi ke masa depan dan
memanfaatkan peluang yang dapat direbut. Faktor-faktor risiko strategis

11
diantaranya pergerakan dan strategi pesaing, regulasi baru, perubahan
politik,perubahan sosial dan gaya hidup, serta teknologi baru.

2.1.2 Pengertian dan Proses Manajemen Risiko


Meralis & Triyono (2019; 8) mengartikan manajemen risiko sebagai
penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko
yang dihadapi oleh organisasi/perusahaan, keluarga dan masyarakat. Jadi
manajemen risiko ini mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
memimpin, mengkoordinasi dan mengawasi program penanggulangan risiko.
Fungsi manajemen risiko pada dasarnya mencakup 3 hal (Meralis & Triyono,2019;
11), yaitu:
1. Menemukan Kerugian Potensial
Fungsi ini berupaya untuk menemukan atau mengidentifikasi seluruh risiko
yang dihadapi oleh perusahaan yang meliputi kerusakan fisik dari harta
kekayaan, kehilangan pendapatan, kerugian akibat adanya tuntutan hukum,
kerugian akibat penipuan dan tindakan kriminal lainnya, tidak jujurnya
karyawan, serta kerugian-kerugian lainnya. Cara yang dapat ditempuh
untuk menemukan kerugian potensial diantaranya dengan melakukan
inspeksi fisik, mengadakan angket, menganalisis semua variabel dalam
organisasi.
2. Mengevaluasi Kerugian Potensial
Fungsi ini melakukan evaluasi dan penilaian terhadap semua kerugian
poternsial yang dihadapi organisasi. Evaluasi penilaian ini meliputi
perkiraan mengenai besarnya kemungkinan frekuensi terjadinya kerugian
dan perkiraan mengenai besarnya kegawatan dari tiap-tiap kerugian yang
diderita, yang biasanya dikaitkan dengan besarnya pengearuh kerugian
tersebut terhadap kondisi finansial organisasi.
3. Memilih Teknik/Cara Untuk Menanggulangi Risiko
Pada dasarnya ada 4 cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi risiko
yaitu mengurangi kesempatan terjadinya kerugian, meretensi,
mengasuransikan dan menghindari. Dalam memilih cara penanggulangan

12
risiko secara garis besar dapat disusun suatu matrik sebagai berikut:
Tabel 2.1 Matrik Cara Penanggulangan Risiko

Nomor Tipe Frekuensi Kegawatan


Penanggulangan
Exposure Kerugian Kerugian

1. Rendah Rendah Retensi/Pengendalian

2. Tinggi Rendah Retensi/Asuransi/Pengendalian

3. Rendah Tinggi Asuransi/Pengendalian

4. Tinggi Tinggi Menghindari


Sumber : Meralis & Triyono (2019)
Dalam manajemen risiko tradisional, yang menjadi tujuan akhir dari
manajemen risiko adalah meminimalkan biaya risiko yang harus ditanggung
organisasi. Sedangkan evolusi manajemen risiko terpadu mencerminkan
pentingnya pengkoodinasian kegiatan-kegiatan manajemen risiko organisasi demi
pencapaian secara strategik. Siahaan (2007) menyebutkan proses manajemen risiko
merupakan merupakan langkah-langkah umum yang dapat digunakan secara
sistematis di dalam menganalisis dan menangani risiko. Langkah-langkah tersebut
terdiri dari:
1. Identifikasi Risiko
Langkah pertama dalam proses manajemen risiko adalah mengidentifikasi
bahaya atau ancaman risiko yang relevan.
2. Evaluasi Risiko
Langkah kedua yaitu perlu dilakukan evaluasi untuk setiap sumber risiko
yang telah diidentifikasi. Pada tahap ini, risiko dapat dikategorikan
berdasarkan frekuensi atau berdasarkan seringnya kerugian tersebut terjadi.
Selain itu, perlu juga dianalisis besarnya atau tingkat kekejaman risiko.
3. Memilih Teknik Manajemen Risiko
Hasil analisis pada Langkah kedua digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan cara-cara apa yang akan digunakan menangani risiko. Untuk
situasi tertentu mungkin tidak perlu tindakan lebih lanjut. Tetapi pada situasi
lain mungkin harus digunakan cara-cara canggih untuk menangani potensi
kerugian yang sangat mungkin terjadi.

13
4. Implementasi dan Kaji Ulang Keputusan Manajemen Risiko
Langkah berikutnya adalah keputusan tentang metode optimal untuk
menangani risiko yang telah diidentifikasi. Manajemen risiko harus
merupakan proses yang terus menerus di mana keputusan-keputusan
terdahulu yang telah diputuskan harus dikaji ulang secara teratur. Terkadang
malah muncul risiko baru atau terjadi perubahan signifikan dari kerugian
yang diharapkan atau keadaan semakin memburuk. Maka perlu melakukan
kaji ulang secara berkelanjutan.

2.1.3 Manajemen Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Kesehatan dan Keselamatan Eksekutif (HSE,1991) menganggap bahwa,
manajemen keselamatan adalah bagian dari manajemen yang baik. Dapat dikatakan
bahwa risiko yang menyiratkan ancaman bagi kehidupan serta produktivitas dan
profitabilitas, harus di kelola lebih baik dari fungsi lainnya.
1. Pendekatan Manajemen Risiko
Menurut Djatmiko, 2016 pada kegiatan pengkajian risiko (risk assesment),
hirarki pengendalian (hierarchy of control) merupakan salah satu hal yang
sangat diperhatikan. Pemulihan hirarki pengendalian memberikan manfaat
secara efektifitas dan efisiensi sehingga risiko menurun dan menjadi risiko
yang bisa diterima (acceptable risk) bagi suatu organisasi.
Penilaian Risiko adalah penilaian suatu risiko dengan membandingkan
terhadap tingkat atau kriteria risiko yang telag ditetapkan. Cara menilai
risiko ada 4 yaitu:
a. Mengidentifikasi Risiko
b. Menilai Potensi Keseriusan
c. Berusaha Untuk Mempengaruhi Hasil Terkait
d. Memantau Pendekatan Manajemen Risiko
2. Sistem Manajemen Keselamatan
Sebuah pendekatan sistem keselamatan telah di deskripsikan oleh Waring
(1989, 1991), dimana sebuah sistem terdiri dari beberapa elemen berikut:
a. Elemen Struktur

14
b. Proses
c. Interkoneksi antara Elemen
d. Pengaruh Luar
e. Subsistem
Didalam sistem manajemen keselamatan terdapat dua aspek yang harus di
perhatikan yaitu:
a. Mengukur Kinerja, sangat penting jika tujuan perusahaan untuk
keamanan dan keselamatan. Setiap apa yang akan dilakukan harus
diukur sebagai dasar untuk tindakan lebih lanjut. Ada lima isu penting
ketika mengukur kinerja, yaitu:
1) Keandalan
2) Validitas
3) Triangulasi
4) Akurasi dan Kelengkapan
5) Pengukuran Skala
b. Memeriksa Keselamatan, Proses terstruktur mengumpulkan informasi
independen pada efisiensi, efektivitas dan keandalan sistem manajemen
keselamatan untuk menyusun rencana total korektif. Ada enam jenis
audit keselamatan, yaitu:
1) Safety Audits
2) Plan Technical Audits
3) Site Technical Audits
4) Compliance Audits
5) Validation Audits
6) Management Safety Audits
3. Pendekatan Untuk Mengelola Risiko Manusia
a. Type Intervensi Keselamatan
1) Intervensi Teknis (Pengendalian Teknis)
2) Intervensi Sosio-Teknis
3) Intervensi yang ditargetkan pada SDM
4) Pelatihan

15
b. Intervensi Keselamatan Individu dan Kelompok
Seringkali digunakan untuk menargetkan masalah tertentu dan
diidentifikasi oleh evaluator, tapi jarang yang berfikiran untuk
mengintegrasikan intervensi dengan tujuan strategis organisasi.
Misalnya, pelatihan adalah intervensi umum untuk meningkatkan
keamanan. Colligan dan Cohen (2004) menekankan bahwa
penggunaan isolated intervention untuk mengendalikan risiko, akan
suskes bergantung pada budaya dan komitmen manajemen untuk
menyediakan lingkungan kerja yang aman.
c. Intervensi Keselamatan Level Organisasi
1) Otonomi
2) Tim Kerja Self-Managing
3) Partisipasi Pekerja
4) Komunikasi
5) Pengembangan Manajemen

2.3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) erat kaitannya dengan proses
pelaksanaan operasional sebuah perusahaan. Proses K3 haruslah menjadi prioritas
setiap pengembang bisnis untuk meminimalisir berbagai risiko yang ditimbulkan.
Berikut ini kami akan memaparkan teori terkait Kesehatan dan Keselamatan Kerja
agar dapat dipahami oleh semua pihak.

2.3.1 Filosofi Kesehatan dan Keselamaran Kerja


Menurut International Association of Safety Professional dalam buku ajar
K3 Fakultas Teknik UNY, bahwa filosofi K3 terbagi menjadi 8 filosofi yaitu:
a. Safety is an ethical responsibility.
K3 adalah tanggung jawab moral/etik. Masalah K3 hendaklah menjadi
tanggung awab moral untuk menjaga keselamatan sesama manusia K3
bukan sekedar pemenuhan perundangan atau kewajiban.
b. Safety is a culture, not a program.

16
K3 bukan sekedar program yang dijalankan perusahaan untuk sekedar
memperoleh penghargaan dan sertifikat. K3 hendaklah menjadi cerminan
dari budaya dalam organisasi.
c. Management is responsible.
Manajemen perusahaan adalah yang paling bertanggung jawab mengenai
K3. Sebagian tanggung jawab dapat dilimpahkan secara beruntun ke tingkat
yang lebih bawah.
d. Employee must be trained to work safety.
Setiap tempat kerja, lingkungan kerja, dan jenis pekerjaan memiliki
karakteristik dan persyaratan K3 yang berbeda. K3 harus ditanamkan dan
dibangun melalui pembinaan dan pelatihan.
e. Safety is a condition of employment.
Tempat kerja yang baik adalah tempat kerja yang aman. Lingkungan kerja
yang menyenangkan dan serasi akan mendukung tingkat keselamatan
kondisi K3 dalam perusahaan adalah pencerminan dari kondisi
ketenagakerjaan dalam perusahaan.
f. Afll injuries are preventable.
Prinsip dasar dari K3 adalah semua kecelakaan dapat dicegah karena
kecelakaan ada sebabnya. Jika sebab kecelakaan dapat dihilangkan maka
kemungkinan kecelakaan dapat dihindarkan.
g. Safety program must be site specific.
Program K3 harus dibuat berdasarkan kebutuhan kondisi dan kebutuhan
nyata di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur,
kemampuan finansial, dll. Program K3 dirancang spesifik untuk masing-
masing organisasi atau perusahaan.
h. Safety is good business.
Melaksanakan K3 jangan dianggap sebagai pemborosan atau biaya
tambahan. Melaksanakan K3 adalah sebagai bagian dari proses produksi
atau strategi perusahaan kinerja K3 yang baik akan memberikan manfaat
terhadap bisnis perusahaan.

17
2.3.2 Definisi Kesehatan dan Kesehatan Kerja
a. Keselamatan
Keselamatan kerja diartikan sebagai upaya-upaya yang ditujukan untuk
melindungi pekerja; menjaga keselamatan orang lain; melindungi peralatan,
tempat kerja dan bahan produksi; menjaga kelestarian lingkungan hidup dan
melancarkan proses produksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
keselamatan (safety).
1) Mengendalikan kerugian dari kecelakaan (control of accident loss)
2) Kemampuan untuk mengidentifikasikan dan menghilangkan resiko yang
tidak bisa diterima (the ability to identify and eliminate unacceptable
risks).
b. Kesehatan (health)
Kesehatan diartikan sebagai derajat/tingkat keadaan fisik dan psikologi
individu (the degree of physiological and psychological well being of the
individual). Secara umum, pengertian dari kesehatan adalah upaya-upaya
yang ditujukan untuk memperoleh kesehatan yang setinggi-tingginya
dengan cara mencegah dan memberantas penyakit yang diidap oleh pekerja,
mencegah kelelahan kerja, dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
c. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Dapur Komersial.
Berdasarkan Keputusan Menkes No. 175/MEN/SK/V/2003 setiap dapur
komersial harus memiliki :
1. Konstruksi bangunan harus tersedia ruangan yang cukup untuk bahan
mentah, menyiapkan makanan, mengolah makanan, peralatan dapur dan
perkakas dapur agar pergerakan dari satu tempat ke tempat lain dapat
dilakukan dengan mudah. Luas dapur pun harus disesuaikan dengan
jumlah kapasitas tempat duduk di restoran.
2. Lantai harus mudah dibersihkan dan tidak menyerap lemak.
3. Dinding Pelapis, dinding harus tahan terhadap lemak, air dan partikel
makanan. Tidak celah dan retak.
4. Ventilasi harus memiliki jendela, pintu dan lubang udara untuk
pertukaran udara segar dan menjaga lingkungan kerja agar sehat.

18
Apabila tidak bisa menyediakan hal tersebut diatas, harus menyediakan
exhaust hood, exhaust fans, make up air units, and packaged HVAC
(Heating Ventilation Air Conditioning).
5. Pencahayaan, sistem pencahayaan harus memiliki cahaya alami yang
masuk dari jendela, pencahayaan lampu sesuai dengan pekerjaan yang
dilakukan, dan tersedia lampu darurat yang berfungsi.
6. Pembuangan Sistem, pembuangan harus dilakukan untuk
menyingkirkan limbah dari dalam dapur ke tempat pembuangan. Sistem
pembuangan harus dibagi ke dalam 4 kategori yaitu sisa makanan,
lemak, sampah anorganik sampah organik
7. Pembagian dapur, wilayah pekerjaan harus dibagi sesuai dengan tipe
pekerjaan yang dilakukan, setiap dapur haris dibagi ke dalam 4 wilayah
yaitu persiapan, pengolahan, penyajian pembersihan
8. Perkakas memasak, penyediaan perkakas memasak harus disesuaikan
dengan luas dapur dan produk yang dijual. Setiap kondisi perkakas
dapur harus selalu dalam keadaan terbaik dan dibersihkan setiap setelah
digunakan.
9. Peralatan memasak, penyediaan peralatan memasak harus sesuai dengan
luas dapur, mudah dipindahkan untuk tujuan dibersihkan, ditanamkan
ke dinding apabila diperlukan.
10. Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) Penggunaan
dari setiap perlengkapan P3K harus selalu diganti setelah pemakaian,
pemeriksaan secara rutin harus dilakukan untuk memeriksa setiap
kekurangan dalam perlengkapan P3K.
11. Perlengkapan penanggulangan kebakaran, setiap dapur harus memiliki
instruksi manual apabila terjadi kebakaran terpampang di dinding.
Setiap dapur harus memiliki fire extinguisher yang berfungsi setidaknya
1 (satu) di dalam dapur dan dilakukan pengecekan rutin setiap bulannya.

2.3.3 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Menurut UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, tujuan dari K3

19
adalah mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit dikarenakan pekerjaan. Selain itu,
K3 juga berfungsi untuk melindungi semua sumber produksi agar dapat digunakan
secara efektif. Berikut ini adalah fungsi dan tujuan K3 secara umum:
1. Untuk melindungi dan memelihara kesehatan dan keselamatan tenagakerja
sehingga kinerjanya dapat meningkat.
2. Untuk menjaga dan memastikan keselamatan dan kesehatan semuaorang
yang berada di lingkungan kerja.
3. Untuk memastikan sumber produksi terpelihara dengan baik dan
dapatdigunakan secara aman dan efisien.

2.3.4 Bidang Keselamatan Kerja


Keselamatan kerja ialah uasaha atau upaya untuk menciptakan keamanan
dan kesejahteraan baik secara fisik, mental dan emosional seseorang dari risiko
kecelakaan kerja. Berikut dijelaskan keselamatan kerja dalam berbagai bidang
1. Keselamatan Kerja Bidang Konstruksi
Keselamatan kerja di bidang konstruksi merupakan kegiatan untuk
menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui
upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada
pekerjaan konstruksi. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No 01 Tahun 1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pada Konstruksi Bangunan, pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau
sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta
pengawasan yang mencakup bangunan gedung, bangunan sipil, instalasi
mekanikal dan elektrikal serta jasa pelaksanaan lainnya untuk mewujudkan
suatu bangunan atau bentuk fisik lain dalam jangka waktu tertentu. Salah
satu contoh dari kecelekaan kerja akibat pekerjaan kontruksi adalah terkena
jatuhan benda dari dinding yang ambruk, terpeleset, terkilir dan terjatuh dari
ketinggian. Untuk menjaga keselamatan kerja dalam bidang konstruksi
maka perlu adanya standar keselamatan kerja di tempat kerja kontruksi.
2. Keselamatan Kerja Bidang Kebakaran
Menurut National Fire Protection Association (2002) Kebakaran adalah

20
sebuah peristiwa oksidasi bertemunya tiga buah unsur, yaitu bahan, oksigen,
danpanas yang dapat menimbulkan kerugian. Kerugian akibat kebakaran
dapat berupa kerugian harta benda, dampak ekonomi maupun dampak sosial
dan dapat menimbulkan korban manusia (Depnaker RI, 1987). Kebakaran
yang terjadi juga biasanya mengakibatkan kecelakaan yang berkelanjutan
karena adanya panas (radiasi panas), asap, ledakan dan gas. Ramli (2010)
menyebutkan kebekaran dapat terjadi karena faktor manusia seperti
kurangnya kesadaran dan kepedulian akan bahaya kebakaran serta
pentingnya keselamatan dan juga faktor teknis seperti instalasi listik yang
sudah tidak layak.
3. Keselamatan Kerja Bidang Listrik
Terjadinya kecelakaan listrik dapat disebabkan oleh beberapa hal, di
antaranya menurut Ismara dkk (2016) kecelakaan kerja akibat kelistrikan
dapat berupa isolasi kabel yang rusak, bagian penghantar terbuka,
sambungan terminal yang tidak kencang dan sambungan kabel yang terlalu
banyak. Isolasi kabel yang rusak merupakan akibat dari sudah terlalu tuanya
kabel dipakai atau karena sebab-sebab lain (teriris, terpuntir, tergencet oleh
benda berat dan lain-lain), sehingga ada bagian yang terbuka dan kelihatan
penghantarnya atau bahkan ada serabut hantaran yang menjuntai. Hal ini
akan menimbulkan bahaya bagi yang secara tidak sengaja menyentuhnya
atau bila terkena ceceran air atau kotoran- kotoran lain sehingga
menimbulkan kebakaran. Sambungan listrik yang kendor atau tidak kencang
juga dapat menimbulkan efek pengelasan (fonk) bila terjadi gerakan atau
goyangan sedikit. Maka jika dibiarkan akan merusak bagian sambungan dan
sangat memungkinkan menimbulkan potensi kebakaran.
4. Keselamatan Kerja Bidang Mekanik
Bentuk Kecelakaan Kerja bidang Mekanik dapat berupa peledakan, terjepit,
terpotong, terpukul, terkena percikan besi panas, luka bakar, luka terkena
benda tajam, kejatuhan alat perkakas, terlemparnya alat perkakas, terjungkit
/ terguling, tertimpa, dan sentuhan listrik. Menurut Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Kep. 1135/Men/1987 tentang

21
Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Penyebab kecelakaan kerja
bidang mekanik dibagi kedalam tiga faktor utama yaitu faktor instalasi atau
peralatan, faktor manusia dan faktor manajemen.
5. Keselamatan Kerja Bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekan
Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 37 Tahun 2016
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bejana Tekanan dan Tangki
Timbun, Bejana Tekanan adalah bejana selain Pesawat Uap yang di
dalamnya terdapat tekanan dan dipakai untuk menampung gas,udara,
campuran gas, atau campuran udara baik dikempa menjadi cair dalam
keadaan larut maupun beku. Pesawat Uap Bejana Tekan (PUBT) merupakan
salah satu mesin yang memiliki risiko tinggi dalam operasional sehingga
memerlukan pengawasan dan pemeliharaan yang khusus. PUBT termasuk
kedalam jenis Ketel Uap yang dapat membahayakan bagi pengusaha,
pekerja, bahkan sampai masyarakat disekitar (Korneilis, 2019). Syarat-
syarat K3 Bejana Tekanan atau Tangki Timbun meliputi kegiatan
perencanaan, pembuatan, pemasangan, pengisian, pengangkutan,
pemakaian, pemeliharaan, perbaikan, modifikasi, penyimpanan, dan
pemeriksaan serta pengujian.

2.3.5 Proses Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Menurut Ramli Soehatman (2010:50), Proses Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan adalah penerapan berbagai fungsi manajemen:
1. Penerapan, meliputi perkiraan dengan penerapan tujuan sasaran yang akan
dicapai, menganalisis data, serta menyusun program.
2. Pelaksanaan, meliputi penggorganisasian, penetapan staf, pendanaan, serta
implementasi program
3. Pengawasan, meliputi pementasan evaluasi hasil kerja serta pengendalian.
Pada hakekatnya, proses manajemen yang berkelanjutan di mulai dari
peracanaan, pelaksanaan, serta pengawasan. Apabila ada permasalahan, maka
manager yang bersangkutan akan menganalisis penyebab timbulnya permasalahan
tersebut dan akan mencari cara pencegahan yang tepat.

22
2.4 Konstruksi
Menurut Ervianto (2002) proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek.
Dalam rangkaian kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber
daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan.

2.4.1 Pengertian Konstruksi


Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun
prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga
dikenal sebagai bangunan atau satuan infrastruktur pada sebuah area atau pada
beberapa area. Secara ringkas konstruksi didefinisikan sebagai objek keseluruhan
bangunan yang terdiri dari bagian-bagian struktur. Misal, Konstruksi Struktur
Bangunan K3 Konstruksi adalah bentuk/bangun secara keseluruhan dari struktur
bangunan. contoh lain: Konstruksi Jalan Raya, Konstruksi Jembatan, Konstruksi
Kapal, dan lain lain.
Konstruksi dapat juga didefinisikan sebagai susunan (model, tata letak)
suatu bangunan (jembatan, rumah, dan lain sebagainya) Walaupun kegiatan
konstruksi dikenal sebagai satu pekerjaan, tetapi dalam kenyataannya konstruksi
merupakan satuan kegiatan yang terdiri dari beberapa pekerjaan lain yang berbeda.
Pada umumnya kegiatan konstruksi diawasi oleh manajer proyek, insinyur
disain, atau arsitek proyek. Orang-orang ini bekerja di dalam kantor, sedangkan
pengawasan lapangan biasanya diserahkan kepada mandor proyek yang mengawasi
buruh bangunan, tukang kayu, dan ahli bangunan lainnya untuk menyelesaikan fisik
sebuah konstruksi

2.4.2 Jenis-jenis Konstruksi


Terdapat beberapa jenis konstruksi yang di bagi kedalam beberapa bagian ,
sebagai berikut :
1. Konstruksi Gedung
Fungsinya digunakan sebagai fasilitas umum, misalnya bangunan
institusional, pendidikan, industri ringan (seperti gudang), bangunan
komersial, sosial, dan tempat rekreasi. Jenis bangunan pada konstruksi

23
gedung ini contohnya yaitu gedung perkantoran, pusat perbelanjaan,
apartemen, hotel, rumah susun, dan sekolah. Konstruksi pada sebuah
gedung biasanya direncanakan oleh arsitek dan insinyur sipil, sementara
material yang dibutuhkan lebih ditekankan pada aspek-aspek arsitektural.
2. Konstruksi Teknik
Konstruksi Teknik yaitu suatu konstruksi yang melibatkan struktur yang
direncakan dan didesain secara khusus oleh para ahli dan dibuat untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang berhubungan dengan infrastruktur.
Jenis Konstruksi ini dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu kontruksi jalan
dan konstruksi berat.
a. Konstruksi Jalan
Konstruksi jalan ini yaitu suatu proyek yang meliputi penggalian,
pengurugan, perkerasan jalan, dan konstruksi jembatan serta struktur
drainase. konstruksi jalan biasanya direncanakan oleh departemen
pekerjaan umum setempat dan berbeda dengan konstruksi bangunan dari
segi aktivitas antara pemilik, perencana, dan kontraktor. Sebagai
contohnya di Indonesia proyek jalan mayoritas dimiliki dan di bangun
oleh pemerintah dan Departemen Pekerjaan Umum selaku Owner pada
proyek tsb. Berbeda dengan proyek gedung dimana terdapat banyak
pihak swasta sebagai owner.
b. Konstruksi Berat
Yang termasuk dalam konstruksi jenis ini yaitu proyek-proyek utilitas suatu
negara seperti, bendungan, pemipaan, transportasi selain jalan raya,
transportasi air, dan transportasi udara. Konstrusi ni biasanya dibiayai oleh
pemerintah atau kerja sama pemerintah-swasta.
c. Konstruksi Industri
Konstruksi Jeni ini biasanya melibatkan proyek-proyek teknik tingkat tinggi
dalam manufaktur dan proses produksi. Dalam beberapa kasus, kontraktor
dan arsitek menjadi berada pada satu perusahaan untuk mendesain dan
melaksanakan pembangunan pabrik bagi pemilik/klien.

24
2.4.3 Jenis Pekerjaan Konstruksi
Di Indonesia, jenis pekerjaan konstruksi disebutkan dalam undang-undang
jasa konstruksi (UU no 18 tahun 1999), meliputi:
1. Pekerjaan arsitektural yang mencakup antara lain pengolahan bentuk dan
massa bangunan gedung berdasarkan fungsi serta persyaratan yang
diperlukan setiap pekerjaan konstruksi.
2. Pekerjaan sipil yang mencakup antara lain pembangunan pelabuhan, bandar
udara, jalan kereta api, pengamanan pantai, saluran irigasi atau kanal,
bendungan, terowongan, struktural gedung, jalan, jembatan, reklamasi
rawa, pekerjaan pemasangan perpipaan, pekerjaan pemboran, dan
pembukaan lahan.
3. Pekerjaan mekanikal dan elektrikal merupakan pekerjaan pemasangan
produk-produk rekayasa industri..
a. Pekerjaan mekanikal mencakup antara lain pemasangan turbin,
pendirian dan pemasangan instalasi pabrik, kelengkapan instalasi
bangunan, pekerjaan pemasangan perpipaan air, .minyak dan gas.
b. Pekerjaan elektrikal mencakup antara lain pembangunan jaringan
transmisi dan distribusi kelistrikan, pemasangan instalasi kelistrikan,
telekomunikasi beserta kelengkapannya.
c. Pekerjaan tata lingkungan mencakup antara lain: pekerjaan pengolahan
dan penataan akhir bangunan maupun lingkungannya.

2.4.4 Penerapan K3 dalam Bidang Konstruksi


Parker dan Oglesby (1972), secara garis besar telah mengkategorisasikan
hal ini sebagai berikut :
a. Faktor kepribadian atau perilaku, mencakup pekerjaan dan lingkungan
pekerjaan. Pekerja mencakup latihannya, kebiasaan, kepercayaan, kesan,
latar belakang pendidikan dan kebudayaan, sikap sosial serta karakteristik
fisik. Sedangkan lingkungan pekerjaan ialah sikap dan kebijaksanaan dari
para pengusaha serta manajer, pengawas, penyedia serta kawan sekerja pada
proyek.

25
b. Faktor fisik meliputi kondisi pekerjaan yang ditentukan oleh jenis bahaya
yang melekat tidak terpisahkan dengan pekerjaan yang sedang
dilaksanakan, maupun oleh bahaya terhadap kesehatan kerja yang
ditimbulkan oleh metode dan material serta lokasi dari pekerjaan itu.
Adaapun pemakaian pagar/batas, peralatan serta prosedur untuk
melindungi pekerjaan secara fisik terhadap daerah atau situasi yang
berbahaya.
c. Perlindungan diterapkan dengan pemakaian dari variabel sedemikian seperti
helm (topi pelindung proyek), kaca mata pengaman, penyumbat telinga, tali
sabuk tempat duduk serta perangkat lainnya untuk melindungi kesehatan
dan keamanan kerja dari individu. Semua faktor ini penting untuk menyusun
suatu progam keselamatan kerja seutuhnya.

2.4.5 Permasalahan K3 dalam Konstruksi


Hingga saat ini diasumsikan secara umum bahwa konstruksi merupakan
pekerjaan yang bersifat berat/kasar, dan merupakan sarana latihan yang ideal bagi
para atlit, serta menyehatkan semua orang yang ingin tetap aktif. Bahaya yang
mengancam kesehatan kerja dalam bidang konstruksi, diantaranya mencakup
panas, radiasi, kebisingan, debu, kejutan, getaran, serta zat kimia beracun.
Barangkali yang merupakan bahaya paling dominan dalam hal ini adalah mengenai
optimisme manusia sendiri. Akan tetapi orang semakin mengakui bahwa penyakit
karena pekerjaan benar-benar merupakan suatu permasalahan yang serius dalam
bidang konstruksi. Biaya langsung yang cukup besar jumlahnya telah dikeluarkan
untuk pembayaran perawatan medis serta tuntutan ganti rugi karena cacat tubuh,
dan biaya tidak langsung dikeluarkan untuk membayar kehilangan dari pekerja
yang berketrampilan.
Fakta telah memperlihatkan bahwa bidang konstruksi ini memang benar-
benar merupakan industri yang berbahaya. Menurut Donald S. Barrie, dkk, 1995
sangatlah penting bagi organisasi yang terlibat dalam bidang konstruksi untuk
selalu mengikuti jalannya perkembangan aspek kesehatan kerja serta metode
penerapan yang telah teruji secara baik, dalam usaha untuk mengurangi bahaya

26
berupa kecelakaan kerja.
Fakta telah memperlihatkan bahwa bidang konstruksi ini memang benar-benar
merupakan industri yang berbahaya. Departemen Tenaga Kerja dan Statistik dewan
keselamatan kerja Amerika (National Safety Council) menunjukkan bahwa
walaupun para pekerja bidang konstruksi hanya meliputi sekitar 6% dari jumlah
tenaga kerja keseluruhannya. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja juga sama-
sama merupakan bagiaan dari upaya perencanaan dan pengendalian proyek, sebagai
hal hanya meliputi : biaya, perencanaan, pengadaan, serta kualitas. Hal semacam
itu memang mempunyai saling keterkaitan yang sangat erat.

2.6 Building Safety Indexs


Menurut UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
mendefinisikan bangunan gedung sebagai wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi
yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia
melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
Rumah tinggal merupakan bukan hanya sebuah bangunan (structural), melainkan
juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak,
dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat (Frick dan Muliani, 2006).
Aspek kinerja keselamatan dan kesehatan bangunan harus terus
diperhatikan sepanjang umur hidup bangunan untuk menjaga keamanan dan
kesehatan pengguna (penghuni) bangunan tersebut. Alat ukur untuk mengukur
keamanan dan kesehatanbangunan yaitu Building Safety Indeks (BSI). Menurut
Razali dan Bakri (2016) “ Building Safety Indeks is defined as a benchmarking
tool for classifying building in respect of their safety and physical conditions in
view of the need to enhance the living encironment of a city”. Jadi, Building Safety
Indeks merupakan alat ukur untuk mengukur dan mengklasifikasikan bangunan
berdasarkan aspek keselamatan dan kondisi bangunan. Menurut Razali dan Bakri,
(2016) Building Safety Indeks dapat diukur menggunakan tiga indikator yaitu
architecture, service building , dan external environmental. Berikut ini

27
merupakan penjelasan mengenai tiga indikator untuk mengukur Building Safety
Indeks.

2.5.1 Arsitektur
Indikator arsitektur mengacu kepada konfigurasi tata letak dan disposisi dari
suatu bangunan. Arsitektur tidak hanya fokus terhadap estetika, tetapi harus mampu
untuk menyediakan bangunan yang didesain untuk menciptakan keamanan,
kenyamanan, dan efisensi. Indikator arsitektur mencakup hal berikut ini :
1. Mean of Escape (Jalur Evakuasi)
Sarana penyediaan pelarian adalah aspek penting dari persyaratan
keselamatan kebakaran untuk melindungi kehidupan tidak hanya dalam
kejadian kebakaran tetapi juga dari ancaman lainnya. Sarana persyaratan
melarikan diri yang terdiri dari rute pelarian, pintu masuk, tangga dan pintu
keluar, biasanya dirancang untuk menyediakan waktu pelarian yang memadai
untuk evakuasi sebelum penghuni dikuasai oleh panas, menghirup asap dan
tidak terlihatnya asap (Samad, Muna Hanim, 2017).
Berdasarkan Samad (2017), Sarana persyaratan penyelamatan diri yang
terdiri dari rute penyelamatan diri, pintu masuk, tangga dan jalan keluar,
biasanya: dirancang untuk menyediakan waktu pelarian yang memadai untuk
evakuasi sebelum penghuni bangunan merasakan panas, menghirup asap
hingga penglihatan tidak terlihat. Sarana persyaratan penyelamatan diri tidak
memadai diantaranya :
a. Sarana terlalu padat
b. Pintu keluar yang dikunci atau diblokir (kebanyakan untuk keamanan)
c. Fitur yang tidak pantas (pintu keluar membuka ke dalam)
d. Kurangnya tanda dan instruksi dari staf/petugas pemadam kebakaran
e. Peringatan yang tidak memadai (tidak ada alarm)
f. Proteksi kebakaran aktif yang tidak memadai (tidak sistem penyemprot)
g. Kurangnya perhatian dari pengguna
Berdasarkan Peraturan Menteri RI Nomor 36 Tahun 2005 Sarana evakuasi
harus dapat menjamin kemudahan pengguna gedung untuk melakukan

28
evakuasi dari dalam gedung secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan
darurat. Penyediaan sarana evakuasi harus disesuaikan dengan fungsi dan
klasifikasi gedung, jumlah dan kondisi pengguna gedung, serta jarak
pencapaian ke tempat yang aman. Sarana pintu keluar darurat dan jalur
evakuasi juga harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah dibaca dan jelas.
Setiap bangunan gedung harus menyediakan sarana evakuasi yang ditunjukan
pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Sarana Jalaur Evakuasi


1) Akses Eksit
Akses eksit merupakan bagian dari sarana evakuasi yang mengarah ke
pintu eksit. Akses eksit harus memenuhi persyaratan:
a) Terproteksi dari bahaya kebakaran
b) Bebas dari segala hambatan yang menghalangi pintu keluar, akses
ke dalamnya, jalan keluar atau visibilitas dari akses eksit
c) Diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukan dan
dikenali
d) Lebar akses eksit diukur dari titik tersempit dalam hal akses eksit
memiliki lebar yang tidak seragam. Minimal harus bisa dilalui oleh
kursi roda dan cukup untuk jumlah orang yang dievakuasi
e) Akses eksit di luar ruangan dapat melalui balkon, serambi atau atap
yang dilengkapi dengan kantilever, dinding pengaman, dan
menggunakan material penutup lantai yang lembut dan solid
f) Pintu akses eksit dapat dipasang di sepanjang jalur evakuasi menuju
eksit atau sebagai akses ke ruangan atau ruang selain toilet, kamar

29
tidur, gudang, ruang utilitas, pantri, dan sejenisnya
g) Pintu akses eksit harus secara jelas mudah dikenali
h) Pintu akses eksit dari ruangan berkapasitas lebih dari 50 orang yang
terbuka ke arah koridor umum tidak boleh melebihi setengah dari
lebar koridor.
2) Eksit
Eksit merupakan bagian dari sarana evakuasi yang dipisahkan dari area
lainnya dalam bangunan gedung oleh konstruksi atau peralatan yang
menyediakan lintasan jalan terproteksi menuju eksit pelepasan. Eksit
harus memenuhi persyaratan:
a) Bangunan gedung di atas 1 lantai harus dilengkapi dengan eksit
berupa tangga eksit yang tertutup dan terlindung dari api, asap
kebakaran, dan rintangan lainnya.
b) Tangga eksit harus dilengkapi pegangan (handrail)
c) Tangga eksit terbuka yang terletak di luar bangunan harus berjarak
paling sedikit 1 meter dari bukaan dinding yang berdekatan dengan
tangga tersebut
d) Bangunan gedung dengan 2 atau lebih lantai basement yang
luasnya lebih dari 900m² harus dilengkapi dengan saf tangga eksit
dan tidak perlu dilengkapi dengan lift kebakaran
e) Bangunan gedung dengan ketinggian sampai dengan 3 lantai, eksit
harus memiliki tingkat ketahanan api (TKA) paling sedikit 1 jam
dan ketinggian mulai dari 4 lantai memiliki tingkat ketahanan api
(TKA) paling sedikit 2 jam
f) Jika terdapat lebih dari 1 eksit pada 1 lantai, sedikitnya harus
tersedia 2 eksit yang terpisah untuk meminimalkan kemungkinan
keduanya terhalang oleh api atau keadaan darurat lainnya
g) Tidak disarankan melewati area dengan tingkat bahaya tinggi untuk
menuju eksit terdekat kecuali jalur perjalanan diproteksi dengan
partisi yang sesuai atau penghalang fisik lainnya
h) Pintu eksit harus diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah

30
ditemukan dan dikenali
3) Eksit Pelepasan
Eksit pelepasan merupakan bagian dari sarana evakuasi antara batas
ujung eksit dan jalan umum yang berada di luar bangunan gedung untuk
evakuasi pada saat terjadi keadaan darurat. Eksit pelepasan harus
memenuhi persyaratan:
a) Berada di permukaan tanah atau langsung ke ruang terbuka yang
aman di luar bangunan gedung
b) Pada bangunan gedung yang diproteksi oleh sprinkler, paling
banyak 50 persen dari jumlah eksit dapat dilepas langsung ke ruang
sirkulasi tertutup di permukaan tanah.
2. Mean of Accsess ( Akses keluar masuk Gedung)
Pada dimensi arsitektur, mean of access merupakan sarana untuk keperluan
keluar masuknya pengunjung seperti jalur evakuasi, titik akses menuju
bangunan seperti pintu, dan tangga yang ada pada bangunan (Rajali dan
Ahamadon, 2016). Dalam hal lingkungan binaan, istilah 'akses' mengacu pada
sarana atau kemampuan untuk mendekati dan/atau memasuki suatu tempat,
situs, dll. Misalnya, pintu menyediakan akses ke bangunan atau ruangan,
tangga menyediakan akses ke lantai atas atau bawah. Bentuk akses dapat
mencakup; pintu, eskalator, lift, tangga, landai, dan sebagainya. Pengembang,
perancang, dan pemilik bangunan memiliki tanggung jawab untuk memastikan
bahwa bangunan dapat diakses oleh semua orang di mana pun praktis untuk
melakukannya. Ini merupakan bagian penting dari desain inklusif. Pemerintah
telah mendefinisikan desain inklusif sebagai '...suatu proses yang memastikan
bahwa semua bangunan, tempat, dan ruang dapat dengan mudah dan nyaman
diakses dan digunakan oleh semua orang.' Artinya, bangunan harus didesain
sedapat mungkin dapat diakses oleh orang tua, penyandang disabilitas, dan
sebagainya (The Construction WIKI, 2021).
Berdasarkan Ferreira (2021), sarana akses adalah struktur atau alat yang
digunakan untuk memberikan dukungan kepada orang dan material selama
pembangunan dan/atau pemeliharaan elemen bangunan, pada ketinggian di

31
atas tanah, untul memungkinkan aktivitas dilakukan dalam kondisi aman.
Persyaratan kemudahan bangunan gedung sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 31 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2002, meliputi
kemudahan bangunan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung. Kemudahan
hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung meliputi ketersediaan
fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman, termasuk untuk
kelompok disabilitas atau berkebutuhan khusus. Aksesibilitas di sini memiliki
arti sebagai fasilitas yang disediakan untuk semua orang dengan tujuan
mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan.
Persyaratan aksesibilitas bangunan diantaranya :
a. Kemudahan hubungan horizontal (mendatar/garis datar) antar ruang dalam
bangunan gedung merupakan keharusan bangunan gedung untuk
menyediakan pintu dan/atau koridor antar ruang. Sarana hubungan
horizontal antar ruang/antar bangunan dapat meliputi; pintu, selasar,
koridor, jalur pedestrian, jalur pemandu, maupun jembatan penghubung.
Sedangkan hubungan secara vertikal dapat berupa penyediaan tangga,
ramp, serta lift.
b. Akses evakuasi dalam keadaan daruratu kebakaran harus meliputi sistem
peringatan bahaya, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi apabila terjadi
bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya.
c. Fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat. Sebagaimana yang telah
diatur di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/2006,
fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat atau berkebutuhan khusus
menjadi kewajiban yang harus tersedia di setiap bangunan gedung kecuali
rumah tinggal.
3. Structural System (Konstruksi Bangunan Gedung Layak Pakai)
Berdasarkan Camilleri (2018), Structural and Finishes Intergrity
merupakan aspek teknik yang berhubungan dengan kemampuan struktur untuk
mendukung beban struktural yang dirancang (weight, force dll.) dan mencakup
studi tentang kegagalan struktur masa lalu untuk mencegah kegagalan dalam
desain masa depan.

32
Jika melihat berdasarkan peraturan, berdasarkan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
27/PRT/M/2018, berikut kriteria bangunan gedung yang layak atau lolos SLF
(Sertifikat Laik Fungsi):
a. Kondisi arsitektur bangunan itu sendiri, mulai dari penampilannya, tata
ruang interior, keseimbangan bangunan, serta keselarasan dan keserasian
sebuah bangunan dengan lingkungan sekitarnya.
b. Persyaratan peruntukan terpenuhi, jika terdiri dari beberapa lantai,
material bangunannya pun harus kuat menahan beban berat agar keamanan
serta keselamatan pengunjung dan penghuninya terjamin.
c. Persyaratan intensitas teroebuhi meliputi ketinggian, kepadatan serta jarak
bebas bangunan gedung yang mengikuti peraturan peraturan daerah
setempat.
d. Persyaratan pengendalian dampak lingkungan, dimana bangunan gedung
tidak boleh merubah sifat-sifat fisik lingkungan sekitarnya, terlebih sampai
membuat spesies langka terancam punah.
4. Fire Resistance Construction (Konstruksi Bangunan Tahan Api)
Berdasarkan Aldefae (2020) ketahanan api dari bahan konstruksi pilihan
yang digunakan dalam konstruksi elemen struktur, yang tidak biasanya terkena
suhu tinggi, sering diperlukan untuk memenuhi fungsi normal mereka selama
kebakaran.
Berdasarkan Undang-Undang Bangunan Gedung Tahun 2002, konstruksi
bangunan tahan api merupakan sistem proteksi kebakaran pasif dimana
bangunan gedung yang berbasis pada desain struktur dan arsitektur sehingga
bangunan gedung itu sendiri secara struktural stabil dalam waktu tertentu dan
dapat menghambat penjalaran api serta panas bila terjadi kebakaran.
Penggunaan material penghambat kebakaran pasif diantaranya :
a. Dinding
Dinding terbagi menjadi dinding api dan dinding dalam. Dinding api yang
mempunyai ketahanan terhadap penyebaran api yang membatasi suatu
ruangan, agar tidak menyebarkan api keruangan lainnya. Sedangkan

33
dinding dalam dinding biasa atau bagian dinding
b. Atap
c. Lantai
d. Ducting
Ducting digunakan untuk mendistribusikan udara di dalam gedung, dan
bisa juga digunakan untuksistem elektrikal.
e. Balok dan Kolom
f. Celah Anti Api
g. Sistem Pemimpaan
h. Sistem Pemimpaan : instalasi pada bangunan gedung yang berupa sistem
pemipaan yang berfungsi untuk mengantarkan atau mengalirkan suatu
fluida dari tempat yang lebih rendah ke tujuan yang diinginkan dengan
bantuan mesin atau pompa dan juga berguna untuk melindungi kabel
i. Lubang pada dinding dan lantai (saf) : lubang menerus antara satu lantai
dengan lantai lainnya, untuk meletakkan saluran pipa utilitas secara
vertikal. Saf bisa dijumpai pada bangunan bertingkat, baik rumah maupun
gedung.
Sedangkan berdasarkan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Sigap
Membangun Negeri konstruksi tahan api yaitu beban-beban yang dipikul oleh
kolom-kolom dan balok-balok/dinding-dinding beton bertulang dimana
kolom-kolom dan balok-balok/dinding yang dimaksud digunakan sebagai
selubung (shaft enclosure) meliputi tangga, lift dan lain lubang vertical dan
bagian struktur terdiri dari beban tahan api yang mempunyai ketahanan tidak
kurang dari, dalam hal:
a. Kolom (termasuk dinding beton bertulang yang bekerja sebagai kolom)
bagian struktur memikul dinding, dinding tahan api dan dinding pemisah.
b. Dinding panil luar, balok-balok induk, balok-balok anak, portal atap dan
selubung tak memikul beban meliputi tangga lift, dll lubang vertical.
c. Dinding panil yang menghadap jalan umum dan dinding-dinding yang
letaknya tidak kurang 3 meter dari batas halaman yang lain
peruntukkannya, jika dinding tersebut dibagi pada tiap tingkat oleh lantai-

34
lantai horizontal dari 60 cm di belakang garis dinding atau oleh dinding
horizontal yang tingginya tidak kurang dari pada 80 cm.
5. Building Material (Material Bangunan Standar)
Material bangunan adalah bahan pondasi untuk semua konstruksi. Semua
material bangunan wajib sudah ber-SNI (Standar Nasional Indonesia). SNI
dijadikan satu-satunya standar yang berlaku di Indonesia, dan sesuai dengan
Peraturan Menteri Perdagangan No.72/M-DAG/PER/9/2015, barang-barang
dalam kategori tertentu harus diproduksi sesuai dengan SNI. Menurut Strategi
BSN 2006-2009, SNI dirumuskan dengan memenuhi enam Kode Praktik Baik
(Code of Good Practice) yang ditetapkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO). Keenam prinsip tersebut yaitu :
a. keterbukaan (terbuka untuk semua yang ingin ikut mengembangkan SNI)
b. transparansi (transparan dalam menyampaikan proses standardisasi)
c. konsensus dan imparsial (mengutamakan konsensus dan tidak memihak)
d. efektif dan relevan (menyesuaikan dengan kondisi pasar serta tidak
melanggar hukum)
e. koheren (koheren dengan pengembangan standar secara internasional)
berdimensi pembangunan (bertujuan untuk kepentingan masyarakat)
6. Space Functionality (Ruangan-ruangan bangunan Gedung dapat difungsikan
dengan baik)

2.5.2 Service Building


Service Building merupakan faktor penting yang mempengaruhi
keselamatan, kesehatan dan kenyamana penghuni, karena itu service building
diperlukan untuk penggoperasian bangunan yang aman, nyaman, dan ramah
lingkungan. Service building mengacu pada hal berikut ini :
1. Instalasi listrik
Dalam pemasangan instalasi listrik, biasanya rawan terhadap terjadinya
kecelakaan. Kecelakaan bisa timbul akibat adanya sentuh langsung dengan
penghantar beraliran arus atau kesalahan dalam prosedur pemasangan instalasi.
Oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan bahaya listrik

35
serta tindakan keselamatan kerja. Beberapa penyebab terjadinya kecelakaan
listrik diantaranya :
a. Kabel atau hantaran pada instalasi listrik terbuka dan apabila tersentuh
akan menimbulkan bahaya kejut
b. Jaringan dengan hantaran telanjang
c. Peralatan listrik yang rusak
d. Kebocoran listrik pada peralatan listrik dengan rangka dari logam, apabila
terjadi kebocoran arus dapat menimbulkan tegangan pada rangka atau
body
e. Peralatan atau hubungan listrik yang dibiarkan terbuka
f. Penggantian kawat sekring yang tidak sesuai dengan kapasitasnya
sehingga dapat menimbulkan bahaya kebakaran
g. Penyambungan peralatan listrik pada kotak kontak (stop kontak) dengan
kontak tusuk lebih dari satu (bertumpuk).

2. Emergency Lamp
Lampu emergency adalah lampu yang bisa menyala di saat listrik padam.
Lampu ini dilengkapi dengan baterai yang dapat diisi sehingga ketika lampu
padam, maka daya yang ada di dalam baterai tersebut akan mengambil alih
kebutuhan daya untuk lampu yang membuat lampu dapat tetap menyala ketika
dalam kondisi listrik padam.

3. Kualitas udara di dalam ruangan


Kualitas udara dalam ruangan (Indoor Air Quality) mengacu kepada kualitas
udara di dalam dan di sekitar ruangan, terutama yang berkaitan dengan
kesehatan dan kenyamanan penghuni ruangan (Central Polution Control
Board, 2014). Kualitas udara merupakan suatu faktor penting yang
mempengaruhi kesehatan manusia. Kualitas udara dalam suatu ruangan
dipengaruhi oleh beberapa faktor tertentu seperti parameter fisik, paparan
bahan kimia serta kontaminasi biologis (Slezakova et al., 2012). Selain itu,
kualitas udara dalam ruangan juga dipengaruhi oleh udara yang berasal dari
luar ruangan yang masuk ke dalam ruangan melalui ventilasi udara. (United

36
States Environmental Protection Agency, 2016).

4. Layanan pipa dan sanitasi


Pada perencanaan sistem sanitasi bangunan dapat diuraikan lebih lanjut
menjadi 2 bagian, yaitu instalasi/jaringan air bersih dan nstalasi/jaringan air
kotor. Dalam hal ini, pipa berfungsi sebagai media untuk menyalurkan air. Pipa
disusun sedemikian rupa agar air dapat mengalir menuju arah yang
dikehendaki. Jenis pipa yang digunakan dalam sistem plumbing biasanya
cukup tebal dan kuat. Sebab, pipa harus mampu menerima tekanan besar yang
mengalirkan air.
5. Sistem proteksi kebakaran
Pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran, latihan penanggulanggan kebakaran di tempat kerja, meliputi:
a. Pengendalian setiap bentuk energi;
b. Penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan sarana
evakuasi;
c. Pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;
d. Pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja;
e. Penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan kebakaran secara
berkala;
f. Memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran, bagi
tempat kerja yang mempekerjakan lebih dari 50 (lima puluh) orang tenaga
kerja dan atau tempat kerja yang berpotensi bahaya kebakaran sedang dan
berat.
6. Lift
Menurut Pangaribuan (2019) lift atau Elevator merupakan angkutan
transportasi vertikal dalam bangunan bertingkat yang digunakan untuk
mengangkut orang atau barang. Lift umumnya digunakan di gedung-gedung
bertingkat tinggi, biasanya hanya menggunakan tangga atau eskalator. Layanan
transportasi vertikal ini penting untuk menjaga kelancaran pergerakan dalam
suatu gedung

37
2.5.3 External Environmental
Lingkungan eksternal merupakan tindakan keselamatan dan kesehatan yang
mencakup perlindungan terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan
eskternal. Lingkungan eksternal dikategorikan sebagai berikut :
1. External Hazard
Bahaya yang dimaksud ialah bahaya yang berasal dari instalasi gas dan
instalasi listrik. (Structural integrity and external finishes are also problematic
areas identified by the Buildings Department, 1997).
2. Location
Bangunan fungsi keagamaan memerlukan persyaratan dalam peruntukan lokasi
yaitu sesuai dengan tata guna lahan yang sudah ditetapkan dalam RTRW
sebagai zonasi pelayanan umum dan sosial. Artinya bangunan keagamaan
hanya dapat dibangun yang lokasinya terletak di zonasi pelayanan umum dan
sosial serta berada di lokasi yang strategis (Kemen PUPR, 2016). Lokasi yang
strategis akan mempermudah pengguna bangunan untuk mencapai bangunan.
Disamping itu, lokasi bangunan yang strategis dapat mempermudah jalur
penyelamatan ketika terjadi kecelakaan atau bencana. Bangunan yang
berlokasi tidak strategis dan yang terlalu berdekatan menyulitkan pemadam
kebakaran memasuki lokasi bangunan ketika terjadi kebakaran (Gunawan,
2011)
3. Emergency service
Keadaan darurat adalah setiap peristiwa atau kejadian pada bangunan dan
lingkungan sekelilingnya yang memaksa dilakukannya suatu tindakan segera.
Dengan perkataan lain, keadaan darurat adalah suatu situasi yang terjadi
mendadak dan tidak dikehendaki yang mengandung ancaman terhadap
kehidupan, aset, dan operasi perusahaan, serta lingkungan, dan oleh karena itu
memerlukan tindakan segera untuk mengatasinya. Dari beberapa penyataan
tersebut dapat dilihat bahwa keadaan atau kondisi darurat pada suatu gedung
harus jauh-jauh hari diantisipasi dengan benar, yang bertujuan untuk
keselamatan penghuni dan harta benda yang ada pada gedung tersebut
(Sumardjito, 2011).

38
Ada beberapa macam keadaan darurat yang terjadi pada suatu bangunan
gedung. Diantara beberapa keadaan darurat itu adalah kebakaran, gempa bumi
dan bencana alam lainnya, perbuatan jahat atau permusuhan terutama yang
bersifat ancaman atau serangan menggunakan bom atau peledak lainnya.
Keadaan darurat juga dapat berupa gangguan terhadap ketertiban umum seperti
demonstrasi, huru – hara dan pembrontakan. Yang tidak kalah pentingnya
adalah keadaan darurat yang berkaitan dengan tidak berfungsinya instalasi
seperti lift macet atau listrik padam (Hartanto,2013).
Layanan darurat pada bangunan gedung sangat penting, karena bangunan
gedung tersebut selalu digunakan oleh manusia, sehingga layanan darurat
diperlukan untuk keselamatan para penghuni atau pengguna bangunan gedung
tersebut jika terjadi keadaan darurat. Salah satu bentuk layanan darurat pada
bangunan gedung adalah tersedianya sarana jalur penyelamatan (emergency
exit). Ini diperlukan untuk menghadapi keadaan – keadaan darurat yang dapat
mengancam keselamatan gedung, manusia, maupun perabot di dalamnya
(Hartanto, 2013).
4. Peacefull environment (Lingkungan yang Damai)
Kualitas lingkungan sekitar bangunan dapat diukur dengan menilai kualitas
udara dan tingkat kedamaian di lingkungan bangunan. Parameter lingkungan
fisik diantaranya yaitu tingkat kebisingan, polusi udara, dan tingkat dan
volume lalu lintas. Lingkungan eksternal merupakan faktor kuat dari kinerja
keselamatan dan kesehatan bangunan (Hamsa, Masao, Shuhei dan Yosuke
(2010)., Zainal, Kaur, Ahmad, dan Khalili (2012) dalam Rajali dan Bakri,
(2016).
5. Density (Kepadatan)
Sebagai bangunan publik, bangunan fungsi keagamaan memerlukan kepadatan
yang sedang, agar tersedianya ruang terbuka yang memadai baik sebagai
wadah interaksi social, maupun tempat parkir kendaraan, dan terhindar dari
polusi udara (Kemen PUPR, 2016).

39
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode Penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2017), selain itu metode penelitian juga
merupakan cara sistematis yang dilakukan pada proses penelitian. Metode yang
diterapkan pada penelitian yakni metode deskriptif dengan menggunakan jenis riset
eksploratori. Menurut Arikunto (2010), Penelitian deskriptif adalah penelitian yang
dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain yang terdiri dari
keadaan, kondisi, situsi, peristiwa, dan kegiatan yang hasilnya dipaparkan dalam
bentuk laporan penelitian. Metode deskriptif diterapkan pada penelitian ini untuk
mengumpulkan data, menganalisis data-data yang dikumpulkan dan
menyimpulkannya berdasarkan fakta-fakta pada masa penelitian berlangsung.
Adapun jenis riset eksploratori diterapkan karena penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan secara jelas dan pasti permasalahan dari fenomena yang terjadi.
Pendekatan penelitian terbagi menjadi dua jenis, yakni pendekatan kualitatif
dan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian ini digunakan unit analisis berupa aset
bangunan Masjid Al Hikmah dengan menerapkan pendekatan penelitian mixed
method yaitu antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif
digunakan untuk mengetahui kondisi fisik, arsitektur, layanan bangunan dan
lingkungan external pada Masjid Al Hikmah. Sedangkan pendekatan kuantitatif
digunakan untuk menganalisis data-data kuantitatif untuk mengukur tingkat
penerapan program K3/keselamatan bangunan Masjid Al Hikmah . Hal ini sesuai
dengan definisi penelitian kualitatif menurut Denzin dan Lincoln (2005: 2) dan
definisi pendekatan kuantitatif menurut Hendryadi dan Suryani (2015).

3.2 Jenis dan Sumber Data


Data adalah sekumpulan informasi yang diperlukan untuk pengambilan
keputusan mengenai keterangan-keterangan yang diperoleh dari suatu penelitian
dan atau melalui referensi untuk dapat digunakan dalam menganalisa permasalahan

40
(Kuncoro, 2008). Berikut merupakan jenis dan sumber data yang digunakan pada
penelitian.

3.2.1 Jenis Data


Sugiyono (2010) menyebutkan bahwa ada dua jenis data dalam penelitian, yaitu:
1. Data kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-
fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun rekayasa manusia.
Metode kualitatif digunakan untuk menganalisa data secara deskriptif.
2. Data kuantitatif merupakan data yang disajikan dalam bentuk angka-angka
dan tabel yang diperoleh dari penjumlahan atau pengukuran. Data
kuantitatif digunakan untuk mengolah hasil dari kuesioner.

3.2.2 Sumber Data


Sugiyono (2010) menyatakan bahwa pengumpulan data dapat menggunakan
dua sumber yaitu sumber primer dan sumber sekunder.
1. Sumber primer adalah sumber data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan
yang memerlukannya. Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian
ini diperoleh dari observasi, wawancara dan kuisoner.
2. Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data. Data yang diperoleh atau dikumpulkan dari
sumber-sumber yang telah ada. Sumber data sekunder yang digunakan
untuk penelitian ini diperoleh dari jurnal, buku, publikasi pemerintah seperti
Peraturan Perundang-Undangan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang didapatkan. Pertama data
primer, data primer diambil dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara,
observasi, dan kuisioner. Kedua data sekunder, data sekunder adalah data yang
dikumpulkan dari pihak lain dimana data tersebut dijadikan sarana untuk

41
kepentingan mereka sendiri. Berikut adalah penjelasan dari setiap teknik
pengumpulan data.

1. Wawancara
Tujuan dari teknik pengumpulan data ini adalah untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti secara lebih mendalam. Pada penelitian ini
wawancara dilakukan kepada pengurus Masjid Al Hikmah. Setelah data
yang diperoleh di lapangan terkumpul, maka proses selajutnya adalah
menganalisis data.
2. Observasi
Proses melihat dan mengamati secara langsung proses tingkat keselamatan
bangunan Masjid Al Hikmah. Observasi bertujuan untuk mengetahui
kondisi eksisting tingkat keselamatan bangunan. Peralatan yang digunakan
untuk observasi adalah rekaman untuk mengambil data saat wawancara
seputar K3 Risiko kepada pengurus Masjid Al Hikmah
3. Studi Dokumentasi
Sedangkan data sekunder dalam pengambilan data diperoleh dengan cara
StudiDokumentasi, dan media yang digunakannya adalah handphone. Studi
dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang berasal dari
buku, jurnal, maupun peraturan pemerintah yang berlaku. Dokumen yang
diambil datanya adalah kondisi eksisting dari Masjid Agung Garut. Grand
theory yang digunakan pada penelitian ini adalah Building Safety Index:
Contributing Factor.
4. Kuesioner
Kueesioner merupakan proses dimana sekumpulan responden menjawab
pertanyaan atau pernyataan tertulis untuk proses pengumpulan data. Dalam
penelitian ini, kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data dari
responden yaitu pengurus dan pengguna Masjid Al Hikmah , skala
pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert.

42
3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis
transkrip wawancara, catatan dari lapangan, dan materi lain yang terkumpul untuk
meningkatkan pemahaman tentang objek penelitian dan memungkinkan peneliti
untuk mempresentasikan apa yang telah ditemukannya kepada orang lain (Bogdan
& Biklen dalam Yusuf, 2016). Teknik analisis data yang digunakan adalah kuantitaf
dan kualitatif. Teknik analisis data kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan data
hasil observasi dan wawancara. Teknik analisis data kuantitatif digunakan untuk
menganalisis data kuantitatif yang berasal dari hasil kuisioner.
Berdasarkan Miles dan Hubberman (dalam Yusuf, 2016), pola umum analisis
dengan mengikuti model air adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Komponensial Analisis Data Model Alir


Sumber : Yusuf ,2016

1. Reduksi Data
Reduksi data menunjuk kepada proses pemilihan, pemokusan,
penyederhanaan, pemisahan, dan pentransformasian data mentah yang
terlihat dalam catatan tertulis lapangan. Oleh karena itu reduksi data
berlangsung selama kegiatan penelitian dilaksanakan. Ini juga berarti bahwa
reduksi data telah berlangsung sebelum pengumpulan data di lapangan.
Reduksi data juga dilakukan pada waktu penegumpulan data dandilanjutkan
sesudah kerja lapangan, sampai laporan akhir penelitian lengkap dan selesai
disusun.

2. Display Data

43
Display dalam konteks ini adalah kumpulan informasi yang telah tersusun
yang membolehkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data yang sering digunakan pada data kualitatif adalah bentuk
naratif.

3. Kesimpulan/Verifikasi
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan melihat hasil reduksi data tetap
mengacu pada rumusan masalah secara tujuan yang hendak dicapai.
Luasnya dan lengkapnya catatan lapangan, jenis metodologi yangdigunakan
dalam pengesahan dan pengolahan data, serta pengalaman peneliti dalam
penelitian akan memberi warna kesimpulan penelitian
Sebagian dari kegiatan analisis data adalah pengukuran variabel. Mengukur
berarti menetapkan dimensi atau taraf seseuatu yang dinyatankan dalam bentuk
bilangan. Kuesioner merupakan satu dari beberapa teknik pengumpulan data yang
digunakan pada penelitian ini. Pembobotan butir pernyataan pada angket
menggunakan skala likert, yakni dengan mengukur respon/perilaku individu
menggunakan 5 titik pilihan (Budiaji, 2013).
Tabel 3.1 Bobot pada Skala Likert
Bobot Alternatif Jawaban
1 Sangat Tidak Setuju
2 Tidak Setuju
3 Netral
4 Setuju
5 Sangat Setuju
Sumber: Budiaji, 2013

Skala likert berhubungan dengan penyataan tentang sikap seseorang terhadap


sesuatu (Kinnear dalam Umar, 2002). Proses pengukuran kriteria angket yang
menggunakan skala likert (Raharja, et al., 2018) menggunakan rumus sebagai
berikut:
1. Rumus interval

44
5
𝐼=
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟
5
𝐼= =1
5
Jadi jarak dari terendah 0 hingga tertinggi 5, intervalnya adalah 1.
Berdasarkan interval tersebut didapatkan kriteria interpretasi skor sebagai
berikut:
a. Angka 0 – 0,99 = Sangat buruk

b. Angka 1 – 1,99 = Buruk

c. Angka 2 – 2,99 = Cukup

d. Angka 3 – 3,99 = Baik

e. Angka 4 – 4,99 = Sangat baik

2. Rumus tingkat Penerapan


𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 1 + 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 2 + 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑛
𝑇𝑃 =
𝑛

3.5 Operasional Variabel Penelitian


Pengertian operasional variabel penelitian menurut Hoover adalah
identifikasi sesuatu hal yang bersifat (variabel) sehingga dapat digunakan untuk
penelitian (observasi). Operasionalisasi Variabel disusun untuk merangkum
variabel yang sudah diidentifikasi pada subbab sebelumnya. Rincian
operasionalisasi variabel pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah:

45
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel

Teknik Pengumpulan
Variabel Dimensi Indikator Butir Pernyataan/Pernyataan
Data
Bangunan Masjid Al Hikmah telah menyediakan jalur darurat dengan
Kuesioner
Means of Escape kondisi baik.
Bangunan telah tersedia tanda keluar untuk evakuasi darurat. Kuesioner
Means of Access Bangunan memiliki sarana keluar masuk yang mudah diakses. Kuesioner
Struktur bangunan sudah sesuai dengan standar fungsi bangunan Masjid
Structural System Kuesioner
Al Hikmah(Kokoh,Aman, dan Layak).
Arsitektur
Bangunan dibangun sesuai dengan standar konstruksi tahan api
Fire Resistance Kuesioner
(Kontruksi Beton).
Constuction
Pintu bangunan dibangun sesuai dengan standar konstruksitahan api. Observasi
Building Safety Building Material Bangunan menggunakan bahan baku berkualitas Kuesioner
Index : Space Setiap ruangan yang ada difungsikan dengan optimal sesuai tujuan
Contributing Wawancara & kuesioner
Functionality pembangunan.
Factor (Rusydie Bangunan sudah dipasang instalasi listrik yang berfungsibaik. Kuesioner
dan Ahmadon, Electricity
Installation Apakah pemeriksaan instalasi listrik dilakukan secara rutin oleh Wawancara
2020)
pengelola?
Emergency Lamp Bangunan sudah dilengkapi alat penerangan yang dapat digunakan saat Wawancara&
keadaan darurat dengan baik (misal; genset) kuesioner
Layanan
Bangunan Indoor Air Bangunan memiliki ventilasi udara yang baik. Kuesioner
Quality Kondisi sirkulasi udara bangunan Masjid Al Hikmah baik
Plumbing & Bangunan sudah memiliki air yang bersih dan sanitasi yang Kuesioner
Sanitary baik.
Bangunan Masjid Al Hikmah memiliki alat pemadam kebakaran berupa Wawancara & kuesioner
APAR yang cukup

46
Teknik Pengumpulan
Variabel Dimensi Indikator Butir Pernyataan/Pernyataan
Data
Bangunan memiliki alat pemadam kebakaran berupa Detektor Asap yang Kuesioner
Fire Protection cukup.
Installation Bangunan memiliki alat pemadam kebakaran Sprinkle yang Observasi
cukup.
Bangunan Masjid Al Hikmah memiliki alarm kebakaran yang berfungsi Observasi
dengan baik.
Lift Bangunan tangga Masjid Al Hikmah memilik tangga yang aman Wawancara & kuesioner
dilengkapi pegangan tangga.
Emergency Bangunan dilengkapi dengan informasi kontak layanan darurat Kuesioner
Services yang mudah di akses.
External Hazard Bangunan aman dari potensi bahaya yang berasal dari instalasi Kuesioner
listrik.
Bangunan Masjid Al Hikmah aman dari potensi kecelakaan saat Kuesioner
dioperasikan.
Bangunan Masjid Al Hikmah aman dari bencana Banjir Observasi
Bangunan Masjid Al Hikmah aman dari bencana longsor Observasi
Lingkungan
Bangunan Masjid Al Hikmah aman dari bencana tsunami. Observasi
Eksternal
Bangunan Masjid Al Hikmah aman dari bencana gunung meletus Observasi
Suasana di sekitar Bangunan Masjid Al Hikmah damai dan nyaman. Kuesioner
Peaceful Bangunan Masjid Al Hikmahmemiliki tempat sampah organik Observasi
Environtment dan anorganik yang terpisah
Location Lokasi bangunan memiliki jarak yang dekat dengan layanan darurat Kuesioner
penanggulangan kecelakaan.
Density Masjid Al Hikmah terletak di lingkungan dengan kepadatan penduduk Observasi
sedang

47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek


Pada penelitian ini aset yang dibahas yaitu termasuk kedalam jenis aset Real
Estate dan Fasilitas, yaitu Bangunan Gedung Masjid Al Hikmah. Masjid Al Hikmah
berada di Jl. Rh AbdulHalim RT05/04, Kp.Sindang Sari, Kelurahan Cigugur
Tengah, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi, Jawa Barat, 40522 ini
berlokasikan dekat dengan pemukiman warga. Bangunan masjid ini terdiri dari dua
lantai. Dari hasil wawancara, masjid ini dikelola oleh DKM dengan dengan struktur
organisasi yang terdiri dari Ketua DKM, Wakil Ketua DKM, Sekertaris, Bendahara
dan bidang tertentu. Selain itu terdapat Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), juga
terdapat Ikatan Pemuda Masjid yang mengelola kegiatan di madrasah.

Gambar 4.1 Tampak Depan Masjid Al Hikmah

4.1.1 Sejarah Aset Bangunan Masjid Al-Hikmah


Menurut penuturan pengelola Masjid Al Hikmah , Masjid Al Hikmah telah
berdiri sejak pengelola bermukim disini yaitu pada tahun 1990 diatas tanah wakaf.
Pada awalnya masjid Al-Hikmah hanya terdiri dari satu lantai, sampai dengan pada
tahun 2006 dilakukanlah penggalangan dana kepada masyarakat dan juga mencari
donatur hingga akhirnya masjid Al-Hikmah dibangun menjadi dua lantai, dan
dilakukan renovasi. Namun walaupun terdiri dari dua lantai, Masjid Al-Hikmah
tidak dapat dijadikan tempat melaksanakan ibadah Solat Jumat. Lalu pada tahun
2020 seorang warga membeli tanah yang ada didepan masjid Al-Hikmah, lalu

48
mewakafkannya untuk memperluas masjid Al-Hikmah. Maka dari itu, sekarang
luas masjid Al-Hikmah bertambah dan dapat digunakan untuk ibadah Sholat Jumat
dan dapat dimanfaatkan sebagai madrasah tempat mengaji. Saat ini, Masjid Al
Hikmah dapat menampung sebanyak 110 jamaah. Secara umum posisi Masjid Al
Hikmah dikelilingi oleh pemukiman warga. Batas Utara, Timur dan Selatan Masjid
Al Hikmah merupakan jalan setapak, namun sangat dekat dengan akses jalan besar
sehingga memiliki aksesibilitas yang cukup mudah dijangkau.

4.1.2 Pemilik dan Status Kepemilikan Aset Bangunan Masid Al-Hikmah


Status kepemilikan tanah dan bangunan Masjid Al-Hikmah ialah wakaf yang
hak atas tanahnya diwakafkan untuk kepentingan peribadatan dan dibuktikan
dengan Akta Ikrar Wakaf yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW). Sehingga Masjid Al Hikmah merupakan bangunan masjid milik umat
atau tidak dikuasai perorangan ataupun tokoh tertentu
Saat ini Masjid Al-Hikmah dioperasikan secara aktif dan difungsikan penuh.
Bangunan masjid juga sudah memiliki Izin Mendirikan Bangunan. Masjid Al
Hikmah memiliki kegunaan utama yaitu tempat melaksanakan shalat, baik untuk
shalat lima waktu maupun shalat jum’at, atau hari raya. Pemanfaatan dari Masjid
Al-Hikmah sendiri memiliki banyak kegiatan seperti pengajian rutin di hari Rabu
untuk orang dewasa, pengajian rutin dimalam hari untuk anak-anak, kegiatan Ikatan
Pemuda Masjid, shalat taraweh di bulan puasa dan juga pelaksanaan buka dan sahur
bersama.

4.2 Hasil
Setelah mendatangi Masjid Al Hikmah untuk melakukan observasi,
wawancara kepada pengelola dan penyebaran kuesioner kepada 30 responden
pengguna Masjid Al Hikmah, selanjutnya dilakukan pengolahan data . Tingkat
keselamatan pada aset bangunan Masjid Al-Hikmah diukur dengan menggunakan
skala likert melalui hasil kuisioner untuk mengukur beberapa dimensi seperti yang
tertera pada sub bab Operasional Variabel.

49
4.2.1 Tingkat Keselamatan Dimensi Architecture
Berikut disajikan hasil kuisioner yang telah diisi oleh 30 responden yang
menyatakan tingkat keselamatan Bangunan Masjid Al Hikmah, Dalam hal ini
mengenai tingkat keselematan dimensi Architecture. Arsitektur mengacu pada
konfigurasi tata letak dan disposisi bangunan, yang ditambahkan untuk
memberikan lingkungan yang lebih besar serta detail desain terbaik jalur evakuasi,
titik akses, struktur, tahan api, konstruksi, bahan bangunan, fungsi ruangan. Untuk
mengukur tingkat keselamatan Masjid Al Hikmah pada dimensi Architecture,
terdapat 7 pernyataan yang diberikan kepada responden dengan hasil sebagai
berikut :
Tabel 4.1 Hasil Kuisioner Dimensi Arsitektur
Indikator 5 4 3 2 1 Total Rata-Rata

Means of 6 13 6 3 2 108
87,5 2,91666667
Escape 1 5 3 12 9 67
Means of
8 15 3 2 1 114 3,8
Access
Structural
5 18 6 1 0 117 3,9
System
Fire
Resistance 5 17 6 2 0 115 3,83333333
Construction
Building
5 17 5 3 0 114 3,8
Material
Space
7 17 4 2 0 119 3,96666667
Functionally
Total 22,2166667
Rata-Rata 3,70277778

Dari tabel 4.1 diatas diketahui hasil nilai tingkat keselamatan Bangunan
Masjid Al Hikmah dimensi Architecture menurut persepsi pengujung adalah 3.70
ini artinya secara umum umum tingkat keselamatan Bangunan Masjid Al Hikmah
dimensi Architecture sudah baik

4.2.2 Tingkat Keselamatan Dimensi Building Services


Berikut disajikan hasil kuisioner yang telah diisi oleh 30 responden yang
menyatakan tingkat keselamatan Bangunan Masjid Al Hikmah, Dalam hal ini

50
mengenai tingkat keselematan dimensi Building Service. Layanan bangunan terdiri
dari indikator instalasi listrik, penerangan, ventilasi udara, pendingin ruangan,
layanan pipa & sanitasi, dan jalur penghubung (tangga). Untuk mengukur tingkat
keselamatan Masjid Al Hikmah pada dimensi Building Service terdapat 7
pernyataan yang diberikan kepada responden dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.2 Hasil Kuesioner Dimensi Layanan Bangunan
Indikator 5 4 3 2 1 Total Rata-Rata

Electricity 11 14 3 2 0
Installation 124 4,133333333

Emergency 3 8 6 9 4
87 2,9
Lighting
Indoor Air 10 11 4 3 2
114 3,8
Quality
Plumbing 8 10 7 5 0
&Sanitary 111 3,7
Service
Fire 3 5 3 12 7 75
Protection 2 6 2 12 8 73,5 2,45
72
Installation
Lift 7 11 7 3 2 108 3,6
Total 20,58333333
Rata-Rata 3,43055556

Dari tabel 4.2 diatas diketahui hasil nilai tingkat keselamatan Bangunan
Masjid Al Hikmah dimensi Building Service menurut persepsi pengujung adalah
3.43 ini artinya secara umum umum tingkat keselamatan Bangunan Masjid Al
Hikmah dimensi Building Servie sudah baik.

4.2.3 Tingkat Keselamatan Dimensi External Environmental


Berikut disajikan hasil kuisioner yang telah diisi oleh 30 responden yang
menyatakan tingkat keselamatan Bangunan Masjid Al Hikmah, Dalam hal ini
mengenai tingkat keselematan dimensi External Environmental. Pada dimensi
External Environmental, indikator yang diukur adalah bahaya eksternal, lokasi,
layanan darurat, lingkungan yang damai dan kepadatan Untuk mengukur tingkat
keselamatan Masjid Al Hikmah pada dimensi External Environmental terdapat 5

51
pernyataan yang diberikan kepada responden dengan hasil sebagai berikut :
4.3Hasil Kuesioner Dimensi Lingkungan Eksternal
Indikator 5 4 3 2 1 Total Rata-Rata

Emergency
3 8 8 6 5 88 2,93333333
Services
External 6 11 12 0 1 111
114 3,8
Hazard 7 15 7 0 1 117
Peaceful
7 16 6 0 1 118 3,93333333
Environtment
Location 8 13 6 2 1 115 3,83333333
Total 14,5
Rata-Rata 3,625

Dari tabel 4.3 diatas diketahui hasil nilai tingkat keselamatan Bangunan
Masjid Al Hikmah dimensi External Environmental menurut persepsi pengujung
adalah 3.625 ini artinya secara umum umum tingkat keselamatan Bangunan Masjid
Al Hikmah dimensi External Environmental sudah baik

4.2 Pembahasan
Pada bagian ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah diperoleh
dan telah disajikan pada subab sebelumnya. Berikut merupakan pembahasan hasil
penelitian Tingkat Keselamatan Bangunan Masjid Al-Ihklas Jalan Abdul Halim
Cimahi Berdasarkan Building Safety Index.

4.3.1 Risiko yang Mungkin Terjadi


Masjid Al-Hikmah merupakan tempat ibadah dan pusat aktivitas keislaman.
Aset bangunan Masjid Al-Hikmah merupakan salah satu tempat yang memiliki risiko
keselamatan dan kesehatan yang diamati berdasarkan Building Safety Indeks risiko yang
mungkin timbul di Masjid Agung Garut yaitu dimensiarchitecture, building service,
dan external hazard. Rincian risiko yang mungkin terjadi pada aset bangunan
Masjid Al Hikmah akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Risiko Arsitektur
Sebagai sebuah aset bangunan gedung, Masjid Al Hikmah tidak
terlepas dari adanya risiko yang berkaitan dengan arsitektur bangunan.

52
Tidak hanya meliputi estetika bangunan, namun termasuk risiko
konstruksi bangunan.
Pada saat ini tidak terdapat kerusakan yang menimbulkan risiko
konstruksi, namun risiko konstruksi dapat terjadi suatu saat. Risiko yang
dapat terjadi yaitu kerusakan konstruksi karena bencana alam atau
disebabkan oleh umur bangunan yang sudah tua. Sehingga, risiko
konstruksi pada Masjid Al Hikmah ini tidak terlalu tinggi.

Gambar 4.2 Pintu Masjid Al Hikmah

Pada bagian arsitektur Masjid Al-Hikmah , Akses keluar dan


masuk masjid sudah tersedia dengan baik, karena terdapat pintu yang
berada disetiap sisi masjid. Bahan baku bangunan masjid dapat berfungsi
selama 40 tahun. Struktur bangunan sudah sesuai dengan standar fungsi
bangunan, hal ini dibuktikan dengan penggunaan konstruksi beton pada
bangunan Masjid Al Hikmah. Namun, pintu yang tersedia di Masjid
Agung Garut berbahan dasar kayu. Sehingga berisiko kecelakaan
konstruksi roboh serta rawan kebakaran.

53
Gambar 4.3 Jalur Evakuasi Masjid Al Hikmah
Jalur evakuasi memiliki fungsi untuk mengantisipasi adanya
kejadian yang tidak terduga seperti kebakaran dan bencana alam. Masjid
Al- Hikmah memiliki 3 jalur evakauasi jika terjadi kejadian tidak terduga.
Namun, tidak terdapat tanda atau simbol bahwa pintu tersebut merupakan
jalur evakuasi. Hal tersebut dapat beresiko penumpukan pada jalur utama
dalam melakukan evakuasi.
2. Risiko Layanan Bangunan
Risiko yang dapat ditimbulkan dari layanan bangunan yaitu risiko
listrik. Pada satu sisi, dalam menjalankan aktivitas sehari-hari kita sangat
membutuhkan daya listrik. Namun pada sisi lain, listrik sangat
membahayakan keselamatan kita jika tidak kelola dengan baik. Instalasi
listrik di Masjid Al-Hikmah telah berfungsi dengan baik, namun tidak
tersedianya sarana atau alat pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
Sehingga berisiko terlambat dalam menangani kecelakaan kerja terutama
yang menimbulkan api.
Selain itu layanan bangunan yang perlu diperhatikan yaitu sanitasi.
Masjid Al Hikmah telah memiliki saluran pipa pembuangan dan sirkulasi
udara pada ruang utama berjalan dengan baik, karena tersedia ventilasi
udara pada setiap bagian dinding ruangan.
Adaapun sarana dan prasarana yang perlu diperhatikan bagi kesehatan

54
dan keselamatan kerja. Pada Masjid Al-Hikmah terdapat pegangan pada
tangga yang dapat membantu pengguna untuk berpegangan. Namun
diketahui bahwa di dalam Masjid Al-Hikmah terdapat beberapa stop
kontak yang sudah tidak berfungsi baik hal ini dapat menimbulkan risiko
terjadinya konsleting listrik atau arus pendek yang dapat menyebabkan
kecelakaan listrik hingga kebakaran bagi pengguna dan menandakan
bahwa pelaksanaan pemeliharaan di Masjid Al-Hikmah belum maksimal
3. Risiko Lingkungan Eksternal
Terdapat faktor-faktor bahaya dari luar (lingkungan kerja) yang tidak
terduga seperti kebakaran, bencana alam dan kerusakan lainnya .Lokasi
Masjid Al-Hikmah cukup bising karena dekat dengan rel perlintasan
kereta api dan terdengar suara kendaraan yang melintas. Jarak dari Masjid
Al-Hikmah menuju rumah sakit cukup dekat, dapat dilihat pada gambar
4.4 ada dua rumah sakit terdekat yaitu 800 meter menuju Rumah Sakit
Mitra Kasih dan 1,1 km menuju RSU Kasih Bunda. Namun informasi
layanan darurat tidak mudah untuk diakses.

Gambar 4.4 Jarak Rumah Sakit sekitar Masjid Al Hikmah

Berdasarkan hasil observasi terhadap ketiga indikator yang telah dilakukan,


aset bangunan Masjid Al Hikmah belum sepenuhnya menerapkan unsur unsur
K3. Hal ini dapat menimbulkan kemungkinan risiko yang terjadi pada aset
bangunan Masjid Al Hikmah seperti tercantum dalam Tabel 4.1 berikut.

55
Tabel 4.4 Risiko-risiko yang Mungkin Terjadi

No. Dimensi Kondisi Keterangan Risiko yang Mungkin


Timbul
1. Arsitektur Belum Pintu Bangunan Kecelakaan konstruksi
sesuai terbuat dari
konstruksi kayu
yang tidak tahan
api. Tidak
terdapat tanda
atau simbol jalur
evakuasi
2. Layanan Belum Tidak Kecelakaan listrik dan
Bangunan sesuai tersedianya kebakarab.
sarana atau alat
pencegahan dan
penanggulangan
kebakaran.
Terdapat stop
kontak yang
sudah tidak
berfungsi dengan
baik.
3. Lingkungan Belum Cukup bising Polusi udara
Eksternal sesuai karena dekat
dengan rel
perlintasan kereta
api dan terdengar
suara kendaraan
yang melintas.
Sulit mengakses
layanan darurat.

4.3.2 Program K3 Masjid Al Hikmah Dimensi Architecture


Dimensi arsitektur mengacu pada konfigurasi tata letak dan disposisi
bangunan, yang ditambahkan untuk memberikan lingkungan yang lebih besar serta
detail desain terbaik (Rajali dan Bakri, 2016). Fokus arsitektur tidak hanya pada
aspek estetika, arsitektur harus dikombinasikan dengan solusi atau gaya struktural
tertentu dan harus melampirkan ruang di mana kegiatan tertentu dapat terjadi,
dengan aman, nyaman dan efisien. Arsitektur didukung oleh enam indikator yaitu
Mean of Escape (Jalur Evakuasi), Mean of Access (Titik Akses), Structural System
(Sistem Struktur), Fire Resistance Construction (Konstruksi Tahan Api), Space

56
Functionality (Fungsi Ruangan), dan Building Materials (Bahan Bangunan).
Berdasarkan hasil kuisioner menunjukkan bahwa tingkat keselamatan
dimensi Architecture Bangunan Masjid Al Hikmah sudah baik. Hal ini sesuai
dengan hasil observasi yang dilakukan langsung oleh peneliti dengan hasil
demikian :
a. Berdasarrkan indikator means of escape bangunan Masjid Al Hikmah telah
dilengkapi jalur darurat dengan kondisi yang baik, hanya saja tidak terdapat
tanda keluar untuk evakuasi darurat.
b. Berdasarkan indikator means of access bangunan Masjid Al Hikmah memiliki
aksesibilitas yang mudah dijangkau yakni jalan akses keluar masuk yang jelas
dan mudah untuk dilewati oleh pengguna masjid.
c. Berdasarkan indikator structural system dan fire resistance bangunan Masjid
Al Hikmah telah memiliki struktur bangunan yang kokoh, aman dan layak
dengan menggunakan konstruksi beton yang tahan terhadap api.
d. Berdasarkan indikator building material bangunan Masjid Al Hikmah
berstruktur rangka kaku (grid frame) dengan pondasi telapak, kolom, dan balok
beton, serta penutup atap dengan genting dan kanopi spandek.
e. Berdasarkan indikator space functionality bangunan Masjid Al Hikmah
membagi sesuai dengan fungsinya,, yakni ruang lantai satu untuk shalat jamaah
laki-laki dan lantai dua untuk shalat jamaah perempuan. Adapun ruangan
majlis ta’lim juga digunakan sesuai fungsinya yakni untuk mengajar anak-anak
mengaji. Begitupun pasaran, gudang, toilet, dan tempat wudhu telah digunakan
sebagaimana fungsinya.
Adapun program K3 yang belum ada dan perlu diterapkan di Masjid Al
Hikmah pada dimensi Architecture yaitu menyediakan tanda-tanda petunjuk arah
terutama untuk jalur evakuasi darurat. Selain itu Masjid Al Hikmah dianjurkan
untuk melakukan pengadaan dan mengganti pintu menggunakan bahan yang tahan
terhadap api.

4.3.3 Program K3 Masjid Al Hikmah Dimensi Building Services


Layanan bangunan yang aman, nyaman dan ramah lingkungan dalam

57
pengoperasian gedung mengacu pada instalasi listrik, penerangan, ventilasi udara,
pendingin ruangan, layanan pipa & sanitasi, instalasi proteksi kebakaran dan jalur
penghubung (tangga).
Berdasarkan hasil kuisioner menunjukkan bahwa tingkat keselamatan
dimensi Building Services Bangunan Masjid Al Hikmah sudah baik dan masih perlu
ditingkatkan kembali. Hal ini sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan
langsung oleh peneliti dengan hasil demikian :
a. Berdasarkan indikator electricity installation Masjid Al Hikmah telah memiliki
instalasi listrik yang baik, listrik disediakan oleh PLN dengan rangkaian listrik
pada masjid dilindungi dengan alat pelindung peralatan listrik agar tidak mudah
rusak dan konslet.
b. Berdasarkan indikator emergency lighting Masjid Al Hikmah telah memiliki
lampu penerangan yang baik di seluruh ruangan. Penerangan masjid berasal
dari lampu pada malam hari, sedangkan siang hari berasal dari sinar matahari.
Namun masjid belum dilengkapi dengan alat penerangan dan sumber listrik
yang dapat digunakan saat keadaan darurat seperti genset.
c. Berdasarkan indikator indoor air quality Masjid Al Hikmah telah memiliki
ventilasi udara yang sangat baik karena disetiap sisi bangunanya terdapat
jendela dan hampir disetiap ruangan masjid terdapat kipas angin dengan
kondisi yang baik.
d. Berdasarkan indikator plumbing and sanitary services Masjid Al Hikmah
memiliki sistem perpipaan dan sanitasi serta sumber air yang bersih.
e. Berdasarkan indikator fire protection installation Masjid Al Hikmah belum
memilik suatu sistem untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran seperti
APAR dan detector asap.
f. Berdasarkan indikator lift Masjid Al Hikmah telah memiliki alat transportasi
vertikal berupa tangga yang aman dilengkapi dengan pegangan tangga.
Adapun program K3 yang belum ada dan perlu diterapkan di Masjid Al
Hikmah pada dimensi Building Service yaitu menyediakan sistem deteksi asap,
alarm kebakaran, serta penyediaan sistem kebakaran yang terdiri dari APAR, sistem
sprinkler kebakaran, dan sistem pengendalian asap. Selain itu, Masjid Al Hikmah

58
dihimbau memiliki alat penerangan dan sumber listrik yang dapat digunakan saat
keadaan darurat seperti genset. Sehingga dapat mengantisipasi bahaya dan
meminimalisir risiko yang dapat terjadi di Masjid Al Hikmah.

4.3.4 Program K3 Masjid Al Hikmah Dimensi External Environmental


Tindakan keselamatan dan kesehatan harus mencakup perlindungan
terhadap bahaya tambahan yang ditimbulkan oleh lingkungan eksternal. Dimensi
External Environment meliputi bahaya eksternal, lokasi, layanan darurat,
lingkungan yang damai dan kepadatan. Berdasarkan hasil kuisioner menunjukkan
bahwa tingkat keselamatan dimensi External Environmental Bangunan Masjid Al
Hikmah sudah baik. Hal ini sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan langsung
oleh peneliti dengan hasil demikian :
a. Berdasarkan indikator emergency service, bangunan Masjid Al telah memiliki
alat komunikasi darurat berupa TOA portable. Namun belum memiliki kontak
layanan darurat yang mudah diakses karena informasi kontak tersebut hanya
terdapat pada papan pengumuman yang tertelak di pelataran masjid.
b. Berdasarkan indikator external hazard, bangunan Masjid Al Hikmah terletak
di lingkungan yang bebas banjir, tanah longsor, degrasi lingkungan dan polusi
udara.
c. Berdasarkan indikator peacefull environment, suasana disekitar bangunan
Masjid Al Hikmah damai dan nyaman serta tertelak di wilayah dengan kualitas
udara yang segar
d. Berdasarkan indikator location, bangunan Masjid Al Hikmah berada di lokasi
yang cukup strategis dekat dengan layanan darurat penanggulangan
kecelakaan.
e. Berdasarkan indikator density, bangunan Masjid Al Hikmah terletak di wilayah
pemukiman dengan kepadatan penduduk sedang.
Adapun program K3 yang harus ditingkatkan di Masjid Al Hikmah pada
dimensi External Environmental memudahkan akses kontak layanan darurat
dengan menyebarkannya pada titik-titik tertentu seperti disetiap ruangan pada
setiap lantai.

59
4.3.5 Tingkat Keselamatan Bangunan
Berdasarkan hasil observasi dan kuisioner lalu dibandingkan dengan teori,
maka didapatkan tingkat keselamatan Bangunan Masjid Al Hikmah menggunakan
skala Likert berdasarkan Building Safety Index yang meliputi dimensi Architecture,
Building Services, dan External Environmental sudah baik. Setelah diketahui
tingkat keselamatan bangunan masjid pada masing-masing dimensi, selanjutnya
akan disajikan perhitungan yang menunjukkan tingkat keselamatan Bangunan
Masjid Al-Hikmah secara keseluruhan sebagai berikut :
x̄ 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖
𝑇𝑘 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑎𝑠𝑗𝑖𝑑 𝐴𝑙 𝐻𝑖𝑘𝑚𝑎ℎ
x̄ 𝑑. 𝑎𝑟𝑐ℎ + x̄ d. 𝑏𝑢𝑖𝑙𝑑 𝑠𝑒𝑟𝑣 + x̄ e𝑥𝑡 𝑒𝑛𝑣
=
3
3,70 + 3,43 + 3,625
𝑇𝑘 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑎𝑠𝑗𝑖𝑑 𝐴𝑙 𝐻𝑖𝑘𝑚𝑎ℎ =
3
𝑇𝑘 𝐾𝑒𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑎𝑠𝑗𝑖𝑑 𝐴𝑙 𝐻𝑖𝑘𝑚𝑎ℎ = 𝟑, 𝟓𝟖𝟓

Dari hasil perhtungan diatas dapat diketahui tingkat keselamatan Bangunan


Masjid Al Hikmah secara keseluruhan menurut pengguna rata-ratanya ialah 3.585
ini artinya secara umum tingkat keselamatan Bangunan Masjid Al Hikmah
berdasarkan pada dimensi Architecture, Building Services, dan External
Environmental sudah baik. Namun beberapa indikator keselamatan bangunan
masih harus dipenuhi agar kegiatan operasional dan kinerja Masjid Al Hikmah
meningkat, serta keselamatan pengguna bangunan terjamin keselamatannya.
Sehingga pengguna akan merasa aman, nyaman, dan terlindungi saat melakukan
kegiatan peribadatan pada Masjid Al Hikmah.

60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai tingkat keselamatan
bangunan Masjid Al Hikmah berdasarkan Building Safety Index melalui tiga
dimensi yakni dimensi Architecture, Building Services, dan External
Environmental yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Risiko-risiko yang mungkin terjadi pada bangunan Masjid Al Hikmah yaitu
risiko kecelekaan konstruksi, kecelakaan listrik dan kebakaran
2. Pada dimensi architecture bangunan Masjid Al Hikmah dinilai sudah baik dan
hanya ada beberapa yang perlu diterapkan yaitu membuat tanda-tanda petunjuk
arah dan pengadaan pintu dengan bahan tahan api.
3. Pada dimensi building services bangunan Masjid Al Hikmah dinilai baik dan
perlu diterapkan suatu sistem untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran
untuk mengatisipasi bahaya dan meminimalisir risiko.
4. Pada dimensi external environmental bangunan Masjid Al Hikmah dinilai baik
dengan hampir memenuhi semua indikator dimensi external environmental.
Hanya saja perlu memudahkan akses kontak layanan darurat.
5. Secara keseluruhan tingkat keselamatan Bangunan Masjid Al Hikmah
berdasarkan Building Safety Index yang meliputi dimensi Architecture,
Building Services, dan External Environmental sudah baik

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas saran yang dapat diberikan kepada Pengelola
Masjid Al Hikmah adalah melanjutkan program K3 dan Risiko yang sudah
dilaksanakan dan sebaiknya segera memenuhi indikator keselamatan yang belum
ada agar meminimalisir risiko-risiko yang mungkin terjadi, meningkatkan kegiatan
operasional dan kinerja masjid serta terjaminnya keselamatan pengguna Masjid Al
Hikmah.

61
DAFTAR PUSTAKA

Australian Asset Management Collaborative Group. (2011). AAMCoG Guide to


Integrated Strategic Asset Management. AAMCoG.
Colligan, M. J., & Cohen, A. (2004). The role of training in promoting workplace
safety and health. In J. Barling & M. R. Frone (Eds.), The psychology of
workplace safety (pp. 223–248). American Psychological Association.
Departemen Tenaga Kerja RI, 1970. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja. Jakarta : Departemen Tenaga Kerja RI
Djatmiko, R. D. (2016) Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta:deepublish.
Erivianto, W . I. 2002. Manajemen Proyek Konstruksi, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Frick, Heinz dan Mulyani, Tri Hesti. 2006. Arsitektur Ekologis. seri eko-arsitektur
2. Yogyakarta: Kanisius
Gunawan, Tri. 2011. Sistem Pemeriksaan Keandalan Bangunan Dalam
Pencegahan Bahaya Kebakaran (Studi Kasus Bangunana Pusat
Perbelanjaan Solo Square). Thesis, Universias Sebelas Maret Surakarta.
Hartanto, Martin, 2013. Kajian Jalur Evakuasi Darurat di Pusat Perbelanjaan
Ramayana Mall Malioboro. Thesis, UAJY.
Hartoko, M.Setiadi. 2017. Aset Tetap (Studi Kasus di PT IFCA Property365
Indonesia). Jurnal Akuntansi, Ekonomi dan Manajemen Bisnis. 5(1):121-
128.
Hastings, N. A. J. (2010). Physical Asset Management. Brisbane, Australia:
Springer
IBM Aset Management Center of Excellence (AMcoe) Models(2009).
Ismara, K.I, dkk. 2014. Buku Ajar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.

Karlina, M., dkk. 2021. Analisis Tingkat Penerapan Program K3 Berdasarkan


Building Safety Index (Studi Kasus Aset Gedung Bale Wiwitan). Jurnal
Matriks Teknik Sipil. 9(1): 1-6.

62
Karnawati, Hennidah., Putri Dewi P, dan Tiara Ulul Azmi. 2020. Analisis Kinerja
Aset Destinasi Wisata Waduk, Studi Kasus: Waduk Cijere, Kabupaten
Bandung Barat. Jurnal Manajemen Aset Infrastruktur & Fasilitas. 4(4):
299-316.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia. 2016. Modul 2 Persyaratan Pembangunan
Bangunan Gedung Negara. Bandung.
Meralis, Reni & Triyono, Aris. (2019). Manajemen risiko. Sleman: Deepublish
Nana Rukmana, (2002), Masjid dan Dakwah, Jakarta, Al-Mawardi Prima.
Parker, Oglesby, 1972, Methods Improvement for Contruction Man ager, Mc
Graw,Hill Book Commpany, New York.
Pujiastututi, L. dkk. 1998. Kualitas Udara Dalam Ruang. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Putera, R. I, dan Harini, Sri., 2017, Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) terhadap Jumlah Penyakit Kerja dan Jumlah Kecelakaan Kerja
Karyawan pada PT. Hanei Indonesia, Jurnal Visionida. Vol. 3 (1):42.
Rajali, R.B, dan Bakri, A.B. 2016 Building Safety Index : Contributung Factor.
Contructions Management, Geotechnics, and Transportation Journal.
2 :176-189.
Ramli, Soehatman. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire
Management).Jakarta: Dian Rakyat.
Samad, Muna, H.A, Taib Nooriati. 2017. AIP Conference Proceedings
1892(1):180002. DOI:10.1063/1.5005785. [Jurnal Online]:
https://www.researchgate.net/journal/AIP-Conference-Proceedings-1551-
7616. [Diakses Pada 11 Mei 2022].
Siahaan, H. 2007. Manajemen Risiko: Konsep, Kasus, dan Implementasi. Jakarta:
PT. Elex Media Komput indo
Sugiama, A. Gima, (2013). Manajemen Aset Pariwisata. Bandung: Guardaya
Sumardjito. 2011. Kajian Terhadap Kelayakan Sarna Emergency Exit Pada
Bangunan Pusat Perbelanjaan di Yogyakarta. JPTK. 20(1) : 90 – 116.
Susilo, L.J & Kaho, V.R. (2018). Manajemen risiko berbasis ISO 31000:2018 :

63
Panduan untuk risk leader dan risk practitioners. Jakarta: PT Grasindo.
The Construction WIKI. 2021. Access. [Artikel Online]:
https://www.designingbuildings.co.uk/wiki/Access. [Diakses pada 11 Mei
2022].

64
LAMPIRAN
LAMPIRAN A DIMENSI ARSTITEKTUR

65
66
LAMPIRAN B DIMENSI LAYANAN BANGUNAN

67
68
LAMPIRAN C DIMENSI LINGKUNGAN EKSTERNAL

69
70
LAMPIRAN D INTERVIEW GUIDED
1. Berapakah jumlah ruangan di Masjid Al Hikmah ?
2. Apakah setiap ruangan yang ada difungsikan dengan optimal
sesuai tujuan pembangunan?
3. Apakah di Masjid Al Hikmah pernah terjadi kecelakaan?
4. Bagaimanakah struktur organisasi dari kepengurusan DKM dMasjid Al
Hikmah ?
5. Apa upoksi dari setiap divisi kepengurusan DKM di Masjid Al Hikmah ?
6. Berapakah kapasitas jumlah jamaah di Masjid Al Hikmah ?
7. Kapan jadwal Masjid Agung dibersihkan?
8. Apakah ada penanganan darurat jika terjadi kecelakaan seperti
kebakaran, matilampu, dan bagaimana cara untuk menanganinya?
9. Apakah pemeriksaan instalasi listrik dilakukan secara rutin oleh pengelola?
10. Bagaimana kondisi saluran pipa di Masjid Al Hikmah ?
11. Apakah terdapat tempat khusus untuk menyimpan perkakas?
12. Apakah Bangunan Masjid Al Hikmah memiliki APAR?

71

Anda mungkin juga menyukai