Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia memerlukan orang
lain dalam memenuhi kebutuhan, mengembangkan dan
mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga berhubungan dan
bekerjasama dengan manusia lain merupakan fitrah, kecenderungan
yang ada dalam diri manusia. Dalam al-Quran surat Al-Hujuraat (49)
ayat 13 Allah swt menjelaskan : “Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa, bersuku-suku supaya
kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling beertakwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”
Agar hubungan manusia berjalan dengan baik dan optimal,
maka Allah swt menentukan aturan dalam membina hubungan
tersebut berupa syari’ah di bidang muamalah yang dikenal dengan
fiqh muamalah, yaitu aturan-aturan Allah yang ditujukan untuk
mengatur kehidupan manusia dalam urusan dunia dan sosial
kemasyarakatan.
Yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan
atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah
antara lain: a) bank syariah; b) lembaga keuangan mikro syariah; c)
asuransi syariah; d) reasuransi syariah; e) reksadana syariah; f)
obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah; g)
sekuritas syariah; h) pembiayaan syariah; i) pergadaian syariah; j)
dana pensiun lembaga keuangan syariah dan; k) bisnis syariah. 1

1
Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Teori dan Praktek, Kencana, Jakarta 2017, hlm.49.
Ekonomi Syariah berbeda dari ekonomi konvensional yang
berkembang di dunia dewasa ini yang hanya berdasarkan nilai-nilai
sekular terlepas dari agama.
Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) di Indonesia semakin pesat. Pesatnya perkembangan
perbankan dan lembaga keuangan syariah berimplikasi pada
semakin besarnya kemungkinan timbulnya permasalahan atau
sengketa antara pihak penyedia layanan dengan masyarakat yang
dilayani.
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang efektif (win win
solution) merupakan suatu keniscayaan dalam setiap aktiftas bisnis.
Semakin berkembang ekonomi syariah dan aktiftas bisnis maka
kemungkinan jumlah sengketapun akan meningkat. Berkembangnya
ekonomi dan bisnis yang didasarkan prinsip syariah menyebabkan jenis-
jenis sengketa juga semakin beragam baik pola dan jenisnya.
Pengadilan Agama sebagai lembaga litigasi yang memiliki
kewenangan absolut dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah
menjadi perhatian mengingat selama ini dikenal sebagai lembaga litigasi
yang hanya menyelesaikan sengketa dalam bidang hukum keluarga.
Permasalahan yang muncul, bagaimana modelnya dikaitkan dengan
kompetensi Pengadilan Agama.
Berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang No.3 Tahun 2006, yang
pasal dan isinya tidak diubah dalam UU No.50 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
menyatakan bahwa Peradilan Agama mempunyai kompetensi absolut
untuk menerima, memeriksa, mengadili dan memutus sengketa dibidang
ekonomi syariah antara lain sengketa dibidang perbankan syariah. Bunyi
kewenangan dimaksud ditegaskan, sebagai berikut:
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, dan
menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam dibidang: a) Perkawinan; b) Waris; c) Wasiat; d) Hibah;
e) Wakaf; f) Zakat; g) Infaq; h) Sedekah; dan i) Ekonomi Syariah.

Anda mungkin juga menyukai