RINGKASAN MATERI
Disusun oleh:
Irma Christiani Manik (A014212003)
Adi Prawira Arfan (A014212008)
Pradana Yudha Anggoro (A014212022)
Jul Zaenal Nurdin (A014212024)
A. Atestasi
Standar Atestasi
Atestasi adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan orang yang independen
dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai, dalam semua hal yang material,
dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa atestasi merupakan salah satu kategori jasa
assurance yang diberikan oleh akuntan public. Adalah jenis jasa di mana KAP mengeluarkan
laporan tentang reliabilitas suatu asersi yang disiapkan oleh pihak lain. Penugasan atestasi
adalah penugasan yang di dalamnya akuntan publik dikontrak untuk
menerbitkan komunikasi tertulis yang menyatakan kesimpulan mengenai keandalan asersi-
asersi dalam sutau organisasi atau perusahaan.
Standar atestasi membagi tiga tipe perikatan atestasi: pemeriksaan (examination),
review, dan prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures). Salah satu tipe pemeriksaan
adalah audit atas laporan keuangan historis yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
Standar Pelaporan
1. Standar pelaporan pertama adalah laporan harus menyebutkan asersi yang dilaporkan dan
menyatakan sifat perikatan atestasi yang bersangkutan.
2. Standar pelaporan kedua adalah laporan harus menyatakan simpulan praktisi mengenai
apakah asersi disajikan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan atau kriteria yang
dinyatakan dipakai sebagai alat pengukur.
3. Standar pelaporan ketiga adalah laporan harus menyatakan semua keberatan praktisi
yang signifikan tentang perikatan dan penyajian asersi.
4. Standar pelaporan yang keempat adalah laporan suatu perikatan untuk mengevaluasi
suatu asersi yang disusun berdasarkan kriteria yang disepakati atau berdasarkan suatu
perikatan untuk melaksanakan prosedur yang disepakati harus berisi suatu pernyataan
tentang keterbatasan pemakaian laporan hanya oleh pihak-pihak yang menyepakati
kriteria atau prosedur tersebut.
B. Audit
Pendahuluan
Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk
menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan,
hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan
pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan
pendapat.
Standar Auditing
a. Standar umum
1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor.
2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental
harus dipertahankan oleh auditor.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
c. Standar Pelaporan
1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidak konsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan
dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali
dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan
secara keseluruhan atau suatu asersi1 bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan
auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang
dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
Persyaratan Profesional
1. Persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang
memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Mereka
tidak termasuk orang yang terlatih untuk atau berkeahlian dalam profesi atau jabatan
lain.
2. Auditor independen harus menggunakan pertimbangannya dalam menentukan prosedur
audit yang diperlukan sesuai dengan keadaan, sebagai basis memadai bagi pendapatnya.
Pertimbangannya harus merupakan pertimbangan berbasis informasi dari seorang
profesional yang ahli.
e. Pengendalian Mutu
Hubungan Standar Auditing Dengan Standar Pengendalian Mutu
1. Dalam penugasan audit, auditor independen bertanggung jawab untuk mematuhi standar
auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Seksi 202 Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik mengharuskan anggota Ikatan Akuntan Indonesia yang
berpraktik sebagai auditor independen mematuhi standar auditing jika berkaitan dengan
audit atas laporan keuangan.
2. Kantor akuntan publik juga harus mematuhi standar auditing yang ditetapkan Ikatan
Akuntan Indonesia dalam pelaksanaan audit. Oleh karena itu, kantor akuntan publik
harus membuat kebijakan dan prosedur pengendalian mutu untuk memberikan
keyakinan memadai tentang kesesuaian penugasan audit dengan standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Sifat dan luasnya kebijakan dan prosedur
pengendalian mutu yang ditetapkan oleh kantor akuntan publik tergantung atas faktor-
faktor tertentu, seperti ukuran kantor akuntan publik, tingkat otonomi yang diberikan
kepada karyawan dan kantor-kantor cabangnya, sifat praktik, organisasi kantornya, serta
pertimbangan biaya-manfaat.
3. Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia berkaitan dengan
pelaksanaan penugasan audit secara individual; standar pengendalian mutu berkaitan
dengan pelaksanaan praktik audit kantor akuntan publik secara keseluruhan. Oleh karena
itu, standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia dan standar pengendalian
mutu berhubungan satu sama lain, dan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu yang
diterapkan oleh kantor akuntan publik berpengaruh terhadap pelaksanaan penugasan
audit secara individual dan pelaksanaan praktik audit kantor akuntan publik secara
keseluruhan.
Jakarta, 19 April 2001. Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian
mengusut Sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas
Keuangan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah
diauditnya antara tahun 1995–1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di
Jakarta pada hari Kamis mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, Sembilan dari sepuluh
KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan
pemeriksaan sesuai dengan standar audit. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan
kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank – bank yang diaudit tersebut termasuk di
antara bank – bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999.
Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY , S & S,
SD &R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi.
Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk
memoles laporannnya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan.”
ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak
kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan
kantor akuntan publik dengan pihak perbankan. ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan
sekedar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keungan yang tidak disengaja,
tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang coba ditutupi dengan
melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak
melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya,
karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena
kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai kesembilan KAP itu telah
melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat,
misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat
bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari
Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu.” tegasnya.
Menurut Teten, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada
Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya
dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
ANALISA:
Dalam kasus tersebut ditemukan KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank
bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. KAP
tersebut telah melakukan penyimpangan terhadap tujuan profesi akuntansi, yaitu
memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai
tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Dalam kasus
diatas, akuntan yang bersangkutan banyak melanggar kode etik profesi akuntan.
- Kode etik pertama yang dilanggar yaitu prinsip pertama tentang tanggung jawab profesi.
Prinsip tanggung jawab profesi ini mengandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi
jasa professional memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk
masyarakat dan juga pemegang saham. Dalam kasus ini, dengan menerbitkan laporan
palsu, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada
mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan keuangan.
- Kode etik kedua yang dilanggar yaitu prinsip kepentingan publik.
Prinsip kepentingan publik adalah setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa
bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik,
dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Dalam kasus ini, para akuntan
dianggap telah menghianati kepercayaan publik dengan penyajian laporan keuangan
yang direkayasa.
- Kode etik yang ketiga yang dilanggar yaitu prinsip integritas. Prinsip integritas yaitu
untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya, dengan integritas setinggi mungkin. Dalam
hal ini, sembilan KAP tersebut tidak bersikap jujur dan berterus terang kepada
masyarakat umum dengan melakukan koalisi dengan kliennya.
- Kode etik keempat yang dilanggar yaitu prinsip objektifitas. Prinsip objektifitas yaitu
setiap anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya. Dalam kasus ini, sembilan KAP dianggap tidak
objektif dalam menjalankan tugas. Mereka telah bertindak berat sebelah yaitu,
mengutamakan kepentingan klien dan mereka tidak dapat memberikan penilaian yang
adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan kepingan pihak lain. Dalam hal ini,
mereka telah bertindak berat sebelah yaitu mengutamakan kepentingan klien dan mereka
tidak dapat memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan
kepentingan pihak lain. Seharusmya KAP tersebut harus bertanggung jawab kepada
semua pemakai jasa profesional mereka, selain itu KAP juga harus bertanggung-
jawab terhadap kepentingan publik. Untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab
profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. KAP harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya. Setiap KAP harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar proesional yang relevan.
DAFTAR PUSTAKA
Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)