Disusun Oleh:
DAFTAR ISI.......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................iv
A. Latar Belakang..........................................................................................iv
B. Rumusan Masalah......................................................................................iv
C. Tujuan Pembahasan....................................................................................v
i
2.5.2 Fasisme di Abad Ke-20...................................................................23
2.7.3 Agama...........................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................37
ii
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara, Pancasila diangkat dari nilai-
nilai adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam
pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara. Dengan kata
lain, unsur-unsur yang merupakan materi Pancasila diangkat dari pandangan
hidup masyarakat Indonesia sendiri. Ideologi pancasila pada hakikatnya bukan
hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok
seperti ideologi-ideologi lain di dunia. Pancasila diambil dari nilai-nilai luhur
budaya dan nilai religius bangsa Indonesia. Pancasila berkedudukan sebagai
ideologi bangsa dan negara. Dengan demikian, pancasila sebagai ideologi bangsa
dan negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa dan
bukannya mengangkat atau mengambil ideologi dari negara lain.
Ideologi erat sekali hubungannya dengan filsafat. Karena filsafat
merupakan dasar dari gagasan yang berupa ideology. Filsafat memberikan dasar
renungan atas ideologi itu sehingga dapat dijelmakan menjadi suatu gagasan
untuk pedoman bertindak. Dari sudut etimologinya, filsafat berasal dari bahasa
Yunani yang terdiri dari dua buah kata, yaitu (filos) berarti cinta dan (Sophia)
berarti kebenaran atau kebijaksanaan. Jadifilsafat berarti cinta akan kebenaran
atau kebijaksanaan. Arti kata inilah yang kemudian dirangkumkan menjadi suatu
makna bahwa filsafat adalah suatu renungan atau pemikiran yang sedalam-
dalamnya untuk mencari kebenaran.
Karena filsafat itu tersusun dalam suatu keseluruhan, kebulatan, dan
sistematis maka pemikiran filsafat harus berdasarkan kejujuran dalam penemuan
hakikat dari suatu obyek yang menjadi titik sentral pemikiran. Terdapat banyak
ideologi yang berkembang di dunia seperti Ideologi Pancasila, Komunisme,
Liberalisme, Sosialisme, Fasisme dan Faham Agama, dan tentunya masing-
masing ideology memiliki pandangan yang berbeda-beda. Persamaan dan
perbedaan masing – masing ideology ini menarik untuk di pelajari lebih lanjut.
iii
B. Rumusan Masalah
Beberapa Rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana konsep dari Ideologi Kapistalisme dan Komunisme?
2. Bagaimanakah persamaan dana perbedaan Ideologi Kapitalisme dan
Komunisme?
3. Apa saja kelemahan dan kelebihan dari Ideologi Kapitalisme dan
Komunisme?
4. Bagaimanakah kaitan Ideologi Kapitalisme dan Komunisme dengan
sila-sila yang terdapat pada Pancasila?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep dari Ideologi Kapitalisme dan Komunisme.
2. Untuk mengetahui persamaan dana perbedaan Ideologi Kapitalisme dan
Komunisme.
3. Untuk mengetahui apa saja kelemahan dan kelebihan dari Ideologi
Kapitalisme dan Komunisme.
4. Untuk mengetahui kaitan Ideologi Kapitalisme dan Komunisme dengan
sila-sila yang terdapat pada Pancasila.
iv
BAB II.
PEMBAHASAN
1
Dimensi Pendukung adalah mencerminkan atau menggambarkan
kemampuan suatu ideologi untuk memengaruhi dan menyesuaikan
dengan perkembangan masyarakat.
2
Pengalaman sejarah politik terhadap pengaruh komunisme sangat
penting, karena dari pengaruh ideologi komunisme yang bersifat
tertutup, Pancasila pernah merosot dan kaku. Pancasila tidak tampil
sebagai pedoman, tetapi sebagai senjata konseptual untuk menyerang
lawan-lawan politik. Kebijaksanaan pemerintah disaat itu menjadi
absolute. Akibatnya, perbedaan-perbedaan menjadi alasan untuk secara
langsung dicap sebagai anti Pancasila.
Tekad untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sebagai hasil refleksi terhadap hidup manusia Indonesia sejak zaman kumo,
khususnya dalam hidup masyarakat desa, para pendiri negara kita sampai pada
kesimpulan: manusia Indonesia mengakui Tuhan yang satu adanya, entah dengan
adanya, entah dengan sebutan Tuhan, Widi, Widi, Wasa, Sang Hyang Hana, Gusti
atau Allah. Adanya dunia dengan segala isinya mendorong manusia ke dalam
keyakinan: ada suatu realitas, yang tertinggi, yang menjadi sumber adanya seluruh
realitas di dunia sebagai sebab yang pertama, sebagai causa prima. Bagaimana
orang-orang menghayati keyakinannya, bagaimana mereka bertaqwa, mengabdi
kepada Tuhan, tergantung pada pribadi masing-masing. Maka di Indonesia ada
kebebasan beragama. Indonesia bukan negara “teokratis”, bukan negara agama
yaitu negara yang dalam penyelenggaraan kehidupan berpemerintahan
berdasarkan kekuasaan (kratia) Tuhan (Theos) menurut ajaran agama tertentu.
Para pemeluk agama dan para penganut kepercayaan bebas dalam menghayati dan
melaksanakan keyakinan mereka, saling menerima serta saling menghargai
dengan penuh toleransi dan dengan semangat kerjasama yang serasi.
3
Bangsa Indonesia mempunyai gambaran atau citra manusia sendiri. Setiap
manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang dianugerahi budi dan karsa
merdeka, dihargai dan dihormati sesuai dengan martabatnya. Semua manusia
adalah sama derajatnya sebagai manusia. Semua manusia sama hak dan
kewajibannya. Pada dasarnya manusia dibedakan atas dasar ras, agama, adat atau
keturunan atau jenis kelamin. Manusia adalah makhluk rohani sekaligus makhluk
jasmani, adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Hal ini disebut untuk
mempergunakan istilah Prof. Notonagoro: monodualitas. Setiap manusia
diharapkan mendapat apa yang menjadi haknya. Maka dirumuskan:
“Kemanusiaan yang adil”.124 Di sini kita menemukan dasar hak-hak asasi
manusia dalam pandangan hidup bangsa Indonesia. Disadari pula bahwa dunia
dengan isinya itu merupakan obyek bagi manusia. Dunia ini merupakan obyek
bagi pancaindera manusia: bagi mata, untuk dinikmati keindahan alamnya; bagi
telinga, dinikmati bermacam-macam suaranya. Manusia dapat menangkap itu
semua sehingga timbul getaran-getaran dalam jiwanya, dengan bermacam-macam
perasaan. Apa yang dialami dalam jiwanya dapat diekspresikan dan
dimanifestasikan dalam bermacam-macam bentuk kesenian; umpamanya dalam
bentuk lagu, tari-tarian, atau lukisan. Tetapi dunia ini terutama merupakan obyek
untuk budinya dan karsanya. Manusia dengan jiwanya yang rohani bersifat
transenden, mengatasi struktur dan kondisi alam jasmani. Manusia dapat
mengenal hukum-hukum alam dapat menemukan potensi yang terkandung dalam
alam; manusia mampu mengolah dan mengubah alam dalam batas-batas tertentu.
Transendensinya relatif dan terbatas. Dengan demikian manusia mampu
menciptakan kebudayaan. Ia mengolah tanah, air, api dan logam yang didapatnya
dalam alam. Hal ini dirumuskan dalam istilah “yang beradab”.
Persatuan Indonesia
Ketika Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 tampil pada sidang paripurna
BPUPKI atas permintaan ketuanya, dr. Radjiman Wedyodiningrat, ia
menegaskan:
“Saya mengerti apakah Paduka Tuan Ketua kehendaki Paduka Tuan minta dasar,
minta philosophisce grondslag... Dasar pertama yang baik dijadikan dasar buat
4
negara Indonesia, ialah dasar KEBANGSAAN. Kita mendirikan satu negara
Kebangsaan Indonesia. Tetapi saya minta kepada saudarasaudara, janganlah
saudara-saudara salah faham, jikalau saya katakan, bahwa dasar pertama buat
Indonesia ialah dasar KEBANGSAAN. Itu bukan berarti satu kebangsaan dalam
arti yang sempit, tetapi saya menghendaki satu nationale staat. Bangsa Indonesia,
natie Indonesia, bukanlah sekedar satu golongan orang yang hidup dengan “le
désir d’ètre ensemble” di atas daerah yang kecil seperti Minangkabau, atau
Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah
seluruh manusia yang menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah tinggal
di kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatera sampai ke
Irian!”
5
juga terungkap dalam prosedur, yang ditempuh oleh para sesepuh dalam
mengambil keputusan. Pada umumnya di Nusantara orang mengenal musyawarah.
Setiap anggota sidang dapat berbicara, setiap orang berhak agar gagasannya
didengarkan dan bahwa orang lain juga harus memperhitungkannya. Setelah
mengadakan pembicaraan, timbang-menimbang maka akhirnya diambil
keputusan. Dalam keputusan itu tak tercantumkan keinginan siapa saja dan tak
seorang pun boleh memaksakan kehendak pribadinya. Dalam musyawarah dan
memutuskan secara bersama - sama, kepala desa memegang pimpinan. Keputusan
terakhir disebut mufakat yaitu konsensus, kesepakatan bersama.128 Jadi
keputusan mufakat adalah langkah terakhir dari musyawarah yang berlangsung
lama. Pada waktu mempertimbangkan dan bersepakat kepala desa tidak
dibenarkan bertindak selaku pembesar dalam arti selaku orang yang mendikte,
akan tetapi sebagai kepala sosial suatu keluarag besar, seorang bapak bagi seluruh
persekutuan.
Dalam musyawarah orang boleh saja adu argumentasi dan berdiskusi. Hal ini
oleh Sukarno dikemukakan juga ketika ia berbicara tentang asas musyawarah
mufakat dalam sidang paripurna BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 yang dikenal
dengan sebutan “Lahirnya Pancasila”:
“Dalam perwakilan, nanti ada perjuangan sehebat-hebatnya. Tidak ada suatu staat
yang hidup betul-betul jikalau dalam badan perwakilannya tidak seakan-akan
bergolak mendidih kawah Candradimuka, kalau tidak ada perjuangan faham di
dalamnya.”
6
Demokrasi Indonesia memang tidak mengenal oposisi, dalam arti kelompok
atau partai yang a priori menentang pendirian orang yang sedang berkuasa. Tetapi
perbedaan pendapat mempunyai tempat dalam demokrasi Pancasila.129 Orang
boleh saja mengemukakan pendapat dan pendiriannya yang berbeda dengan
pendapat orang yang berkuasa, asal caranya menurut aturan permainan yang
benar. Dalam perundingan orang jangan menuruti emosinya atau jangan
memaksakan kehendaknya sendiri, melainkan supaya berbicara dengan bijaksana.
Kebebasan memang dijunjung tinggi, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab.
Di dekat kota Palembang ada sebuah batu dengan prasasti “Kedukan Bukit”
(683). Menurut Prof. Muhammad Yamin batu itu merupakan peninggalan
Gründungsakt kerajaan Sriwijaya. Tulisannya berbunyi: “Marwuat wanua
Sriwijaya jaya siddhayatra subbiksa”. Oleh M. Yamin diterjemahkan: “Mereka
mendirikan negara Sriwijaya agar jaya sejahtera sentosa”. Jadi negara Sriwijaya
didirikan bukan untuk keagungan dinasti Syailendra, melainkan untuk
kesejahteraan rakyatnya.130 Kata siddhayatra adalah “sejahtera” dalam bahasa
Indonesia. Ideologi Pancasila jelas bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya
kesejahteraan rakyat. Prof. Djojodiguno menulis:
“Kita ini rakyat yang terikat secara sosial dan tradisional; kita masing-masing
bertindak atau bertingkah laku seperti semua orang lain, tiap orang bersifat
komunal.”
7
4.2 Ideologi Komunis
4.2.1 Pengertian Ideologi Komunisme
Ideologi komunis atau komunisme merupakan perlawanan besar pertama
dalam abad ke-20 terhadap sistem ekomomi yang kapitalis dan liberal.
Komunisme adalah sebuah paham yang menekankan kepemilikan bersama atas
alat-alat priduksi (tanah, tenaga kerja, modal) yang bertujuan untuk tercapainya
masyarakat yang makmur, masyarakat komunis tanpa kelas dan semua orang
sama. Komunisme ditandai dengan prinsip sama rata sama rasa dalam bidang
ekomomi dan sekularisme yang radikal tatkala agama digantikan dengan ideologi
komunias yang berseifat doktriner. Jadi, menurut ideologi komunis, kepentingan-
kepentingan individu tunduk kepada kehendak partai, negara dan bangsa
(kolektivisme).
8
Cina, PKI, dan Partai Komunis Vietnam, yang merupakan satu-satunya
partai di negara bersangkutan. Jadi, di negara komunis tidak ada partai
oposisi. Jadi, komunisme itu pada dasarnya tidak menghormati HAM.
HAM dilindungi
HAM dijunjung
2. HAM diabaikan tanpa melupakan
secara mutlak
kewajiban asasi
Dominsi
5. Dominasi partai Tidak ada dominasi
mayoritas
9
4.3 Ideologi Sosialisme
4.3.1 Pengertian sosialisme
Istilah sosialisme pertama kali muncul di Perancis sekitar tahun 1830,
yakni adanya keinginan agar alat-alat produksi dimiliki secara bersama untuk
melayani semua kebutuhan masyarakat, bukan monopoli atas kaum kapitalis.
Sosialisme atau sosialism (Inggris) secara etimologi berasal dari bahasa Perancis,
yaitu berarti kemasyarakatan. Dalam arti di atas ada empat macam aliran yang
dinamakan sosialisme: pertama, sosial demokrasi; kedua, komunisme; ketiga
anarkhisme; dan keempat sindikalisme (Elisa,2009).
10
dapat dilihat dari mottonya: tak ada hak tanpa tanggung jawab dan tak ada otoritas
tanpa demokrasi.
11
4.3.3 Konsep Tokoh Sosialisme
Sosialisme Karl Marx.
Cita-cita kolektivitas, kepemilikan bersama, atau apa yang dikenal saat ini
dengan nama sosialisme kurang lebih di abad ke-5 SM sebenarnya sudah ada
sebagaimana dideskripsikan oleh Jambulos, yakni adanya sebuah "negeri
matahari" di mana disana segala-galanya dimiliki bersama, tak terkecuali para
istri. Secara historis, pelbagai aliran sosialis sering dikaitkan ke era sebelum Karl
Marx (18181883), bahkan kepada filosof yunani kuno, Plato (427-347).
Dalam Sosialisme Karl Marx, paling tidak ada 3 (tiga) pemikiran yang
mempengaruhi Karl Marx, yaitu ajaran Hegel, filsafat materialisme Feuerbach,
dan teori revolusioner Perancis (terutama gagasan-gagasan para sosialisme utopis)
12
Dalam dialektika Hegel, dunia berada pada sebuah proses perkembangan
atau perubahan yang bersifat dialektika. Perubahan-perubahan tersebut
berlangsung melalui tahap afirmasi (tesis), pengingkaran (anti tesis), dan akhirnya
sampai pada tahap integrasi (sintesis). Marx kemudian menggagas materialis
dialektikanya berdasarkan materi dari materialisme dialektika Hegel. Jika bagi
Hegel dan kaum idealis pada umumnya alam merupakan buah hasil dari roh,
sedangkan bagi Marx dan Engels semua yang bersifat rohani merupakan hasil dari
materi.
13
berhenti pada menempatkan gagasan sebagai renungan dari kenyataan material,
padahal antara kesadaran dan praksis manusia terdapat suatu hubungan timbal
batik. Ketika Feuerbach memperlakukan "kenyataan materil" sebagai yang
menentukan kegiatan manusia, Feurbach menurut Marx tidak melakukan analisis
modifikasi dunia "obyektif dan subyektif yaitu terhadap kegiatan manusia.
14
1. Sistem komunisme primitive sebagai tingkatan ekonomi awal yang
bercirikan, kepemilikan secara kolektif. Pada tahap ini teknologi belum
ada dan masyarakat hidup damai.
2. Sistem produksi kuno yang didasarkan atas perbudakan serta bercirikan
telah lahirnya hak milik pribadi. Disinilah sistem pertanian dan
pengembalaan menggantikan perburuan sebagai sarana hidup. Akibatnya,
ketika kelompok minoritas mengusasi sarana hidup, maka pertarungan
kepentinganpun mulai timbul.
3. Tahap dimana kelompok-kelompok feodal sudah menguasai penduduk.
Seluruh kelebihan hasil yang dimiliki penduduk dikuasai oleh para feudal.
Masyarakat hanya dapat hidup secara sangat sederhana.
4. Lahir sistem borjuis/kapitalis dengan ciri meningkatnya perdagangan,
produksi, dan pembagian kerja. Sistem pabrik ini akhirnya melahirkan
industrialis kapitalis yang menjadi sebagai pemilik modal sekaligus
pengontrol alat-alat produksi.
5. Sistem sosialisme.
15
seseorang sangat menentukan cara pandangnya terhadap persoalan-
persoalan hidupnya.
Menurut Karl Marx, ada 2 (dua) tingkatan revolusi dalam masyarakat yang
terdiri dari :
16
pandangan alirankapitalis yang memakai sistem liberalis. Aliran ini disebut sistem
Ekonomi Sosialis.Munculnya sosialisme ini adalah akibat kezaliman yang diderita
oleh masyarakat karenasistem ekonomi kapitalis serta berbagai kekeliruan yang
terjadi didalamnya. Merekamelihat bahwa kezaliman ini terjadi karena tidak
meratanya kepemilikan individu diantara manusia. Oleh karena itu, mereka
berpendapat perlunya persamaan secara riildalam kepemilikan.
17
aliran yang menentangprinsip-prinsip ekonomi klasik yaitu: menolak ide laissef
dan menolak adanya pernyataanbahwa akan terjadi kepentingan yang harmonis di
antara kelas-kelas yang berbeda. Disamping itu aliran ini menjadi pembela dan
pelopor tindakan-tindakan yang mengarahpada kepemilikan perusahaan yang
bersifat publik untuk memperbaiki kondisimasnyarakat, pemilikan ini bisa
diselenggarakan oleh pemerintah pusat ataupunpemerintah daerah atau perusahaan
yang bersifat koperatif.
Inti dari pemikiran Kant adalah dunia yang menghormati konstitusi dan
bisa membangun 'perdamaian abadi' di dunia. Untuk mencapai perdamaian
tersebut, dibutuhkan perwakilan demokrasi dari semua negara, adanya hukum
internasional, dan pergerakan manusia dan perdagangan yang bebas. Kant
menekankan liberalisme pada kemajuan, perkembangan dan perdamaian abadi.
Pemikiran-pemikiran Kant tersebut kemudian berkembang dan dipakai oleh
Woodrow Wilson pada pasca Perang Dunia Pertama. Hal tersebut kemudian
menjadi salah satu pemikiran liberal yang pertama kali dalam dalam studi Ilmu
Hubungan Internasional. Wilson berpendapat bahwa penyebab terjadinya
18
ketidakstabilan dan konflik adalah ―undemocratic nature of international
politics‖.
Inti dari pemikiran Kant adalah dunia yang menghormati konstitusi dan
bisa membangun 'perdamaian abadi' di dunia. Untuk mencapai perdamaian
tersebut, dibutuhkan perwakilan demokrasi dari semua negara, adanya hukum
internasional, dan pergerakan manusia dan perdagangan yang bebas. Kant
menekankan liberalisme pada kemajuan, perkembangan dan perdamaian abadi.
Pemikiran-pemikiran Kant tersebut kemudian berkembang dan dipakai oleh
Woodrow Wilson pada pasca Perang Dunia Pertama. Hal tersebut kemudian
menjadi salah satu pemikiran liberal yang pertama kali dalam dalam studi Ilmu
Hubungan Internasional. Wilson berpendapat bahwa penyebab terjadinya
ketidakstabilan dan konflik adalah ―undemocratic nature of international
politics‖.28 Ide tentang bagaimana dunia harus berkembang yang tampaknya telah
terinspirasi oleh Immanuel Kant ‘Perpetual Peace‘. Kant menyarankan bahwa
ketika negara menjadi republik dan warga negara mereka diberi kesempatan untuk
membuat keputusan, mereka cenderung memilih untuk tidak berperang, karena itu
adalah mungkin untuk berpendapat bahwa sebagai negara lebih menjadi republik
dan demokrasi menyebar maka kemungkinan perang antara negara menjadi lebih
kecil sampai akhirnya semua bangsa melihat perang sebagai kemenangan tidak
rasional dan perdamaian atas konflik.
19
memandang hubungan internasional lebih bersifat kooperatif yang memungkinkan
adanya kerjasama, bukanlah cenderung konfliktual.
Asumsi ini didasari oleh kepercayaan bahwa setiap manusia itu pada
dasarnya mempunyai pandangan yang positif atau progresif. Pandangan progresif
tersebut dalam artian bahwa ada kemungkinan untuk mencapai perubahan yang
positif dalam hubungan internasional. Dengan kondisi seperti ini, maka secara
rasional, manusia atau yang dalam hal ini negara akan memikirkan kebijakan yang
20
rasional dengan cost yang paling minim. Karena perang dan konflik bukanlah
kondisi yang ideal dan akan memakan biaya yang sangat besar, maka tentunya
kaum liberal akan menghindari hal ini. Sebagai gantinya, kaum liberal
memandang bahwa dengan adanya kerjasama maka akan lebih menguntungkan
satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, yang dimaksud dengan ‗ideal‘ di sini
bukanlah kondis ideal yang sesempurna kaum utopis yang terdapat perdamaian
abadi dan tidak adanya konflik.
21
diktatoris yang muncul di Amerika Selatan dan negara-negara belum berkembang
lain umumnya digambarkan sebagai fasis.
22
agresif pada fasisme, seseorang mencita-citakan bangsanya menguasai bangsa-
bangsa lain, menghinakan mereka, dan tidak menyesali timbulnya penderitaan
hebat terhadap rakyatnya sendiri dalam prosesnya. Selain itu, nasionalisme
fasistik menggunakan peperangan, pendudukan, pembantaian, dan pertumpahan
darah sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan politis tersebut.
23
gerakannya juga mengakar dan tumbuh subur. Secara umum, fasisme
memanfaatkan kondisi kekacauan dan ketidakstabilan dalam sebuah negara untuk
menunjukkan diri kepada rakyat sebagai ideologi penyelamat. Begitu
pemerintahan fasis terbentuk, rakyat dikendalikan dengan kombinasi ketakutan,
penindasan, dan teknik-teknik cuci otak.
24
taraf hidup yang lebih baik. Dengan janji untuk memenuhi harapan-harapan
seperti ini, Nazisme muncul dan memperoleh dukungan.
Negara lain yang sangat dipengaruhi oleh fasisme adalah Jepang. Pada
masa Jepang pra-fasis, lapisan masyarakat yang lebih tinggi sangat kuatir dengan
perkembangan Marxisme di kalangan anak muda. Tetapi mereka tak mampu
menentukan bagaimana menyingkirkan ideologi yang merusak itu. Selain itu,
perubahan-perubahan sosial seperti itu sangat membingungkan bagi masyarakat
yang begitu terikat dengan tradisinya. Ikatan kekeluargaan melonggar, angka
perceraian meningkat, rasa hormat kepada kaum tua terkikis, adat dan tradisi
ditinggalkan, kecenderungan individualis mulai muncul, kemerosotan di kalangan
pemuda mencapai tingkat yang menyedihkan, dan angka bunuh diri mengalami
peningkatan yang mengkhawatirkan. Dalam kondisi-kondisi seperti ini, stabilitas
masyarakat Jepang di masa depan dianggap dalam bahaya. Semua hal di atas
membawa mereka kepada kenangan masa lalu. Kerinduan akan masa-masa
kejayaan dahulu dan usaha-usaha untuk membangkitkannya, merupakan jebakan
awal bagi rakyat yang membawa mereka terjerat sepenuhnya oleh rezim fasis.
Faktor lain yang membuka jalan bagi fasisme adalah kebodohan dan
rendahnya pendidikan dalam banyak masyarakat. Pendidikan mengalami
kemunduran hebat selama kekacauan Perang Dunia I. Banyak sekali kaum muda
terpelajar yang tewas dalam medan perang. Pada umumnya, hal ini
mengakibatkan kemunduran tingkat kebudayaan dalam masyarakat. Sebagian
besar pendukung fasisme adalah kaum tak terpelajar, mereka berjuang atas nama
fasisme, dan menjadi pion bagi kebijakan-kebijakan chauvinistiknya. Karena, ide-
ide fundamental yang mendasari fasisme (yakni rasisme, nasionalisme romantik,
chauvinisme, dan fantasi) hanya dapat diterima luas oleh kalangan tak terpelajar,
yang mudah terbujuk oleh slogan-slogan mentah dan sederhana.
25
seakan-akan mereka adalah sabuk pengaman, sebagaimana diungkapkan Eric
Hoffer dalam bukunya The True Believer:
Ada sebuah kekhasan yang sangat buruk pada fasisme dan Nazi Jerman:
usaha untuk mencuci otak rakyatnya. Program ini dibangun dengan dua unsur
dasar, yakni edukasi dan propaganda.
Dalam Mein Kampf, Hitler menulis, "Propaganda adalah sebuah alat, dan
karenanya harus dinilai dengan melihat tujuannya… Propaganda dalam Perang ini
merupakan suatu alat untuk mencapai sebuah tujuan, dan tujuan itu adalah
perjuangan demi eksistensi rakyat Jerman; karenanya, propaganda hanya dapat
dinilai sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku untuk perjuangan ini. Dalam
hal ini, senjata-senjata yang paling kejam menjadi beradab bila mereka mampu
membawa kemenangan yang lebih cepat… Semua propaganda haruslah bersifat
umum dan tingkat intelektualnya harus disesuaikan dengan kecerdasan terendah di
antara sasaran propaganda. Maka dari itu, semakin besar massa yang ingin diraih,
harus semakin rendah tingkat intelektual."
26
satu pusat dalam budaya pagan Yunani kuno. Kota Olympia, dengan patung Zeus-
nya yang terkenal, adalah simbol yang tepat bagi ideologi pagan Nazisme.
Menurut Notonegoro (dalam Kaelan, 2012: 47), asal mula Pancasila secara
langsung salah satunya asal mula bahan (Kausa Materialis) yang menyatakan
bahwa “bangsa Indonesia adalah sebagai asal dari nilai-nilai Panasila, …yang
digali dari bangsa Indonesia yang berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan serta
nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia”.
Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang (kemerdekaan) negara Indonesia,
masyarakat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal,
(sekitar) 14 abad pengaruh Hinduisme dan Budhisme, (sekitar) 7 abad pengaruh
Islam, dan (sekitar) 4 abad pengaruh Kristen (Latif, 2011: 57). Dalam buku
Sutasoma karangan Empu Tantular dijumpai kalimat yang kemudian dikenal
Bhinneka Tunggal Ika. Sebenarnya kalimat tersebut secara lengkap berbunyi
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hanna Dharma Mangrua, artinya walaupun berbeda,
satu jua, sebab tak ada agama yang mempunyai tujuan berbeda (Hartono, 1992:
5).
27
politik bersama, mengatasi komunitas cultural dari ragam etnis dan agama, ide
kebangsaan tidak terlepas dari Ketuhanan (Latif, 2011: 67). Secara lengkap
pentingnya dasar Ketuhanan ketika dirumuskan oleh founding fathers negara kita
dapat dibaca pada pidato Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945, ketika berbicara
mengenai dasar negara (philosophische grondslag) yang menyatakan, “Prinsip
Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang
Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah
Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam menurut petunjuk Nabi
Muhammad s.a.w, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab kitab yang
ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya Negara
Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya
dengan leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan. Secara kebudayaan yakni
dengan tiada “egoisme agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara
yang ber-Tuhan” (Zoelva, 2012). Pernyataan ini mengandung dua arti pokok.
Pertama pengakuan akan eksistensi agama-agama di Indonesia yang, menurut Ir.
Soekarno, “mendapat tempat yang sebaik-baiknya”. Kedua, posisi negara terhadap
agama, Ir. Soekarno menegaskan bahwa “negara kita akan ber- Tuhan”. Bahkan
dalam bagian akhir pidatonya, Ir. Soekarno mengatakan, “Hatiku akan berpesta
raya, jikalau saudara saudara menyetujui bahwa Indonesia berasaskan Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Hal ini relevan dengan ayat (1) dan (2) Pasal 29 UUD 1945
(Ali, 2009: 118).
Jelaslah bahwa ada hubungan antara sila Ketuhanan Yang Maha Esa
dalam Pancasila dengan ajaran tauhid dalam teologi Islam. Jelaslah pula bahwa
sila pertama Pancasila yang merupakan prima causa atau sebab pertama itu
(meskipun istilah prima causa tidak selalu tepat, sebab Tuhan terus-menerus
mengurus makhluknya), sejalan dengan beberapa ajaran tauhid Islam, dalam hal
ini ajaran tentang tauhidus-shifat dan tauhidul-af’al, dalam pengertian bahwa
Tuhan itu Esa dalam sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Ajaran ini juga diterima oleh
agama-agama lain di Indonesia (Thalib dan Awwas, 1999: 63).
28
mendahului Ir. Soekarno dalam Badan Penyelidik itu, dikuatkan dengan
keterangan Mohamad Roem. Pemimpin Masyumi yang terkenal ini menerangkan
bahwa dalam Badan Penyelidik itu Ir. Soekarno merupakan pembicara terakhir;
dan membaca pidatonya orang mendapat kesan bahwa pikiranpikiran para anggota
yang berbicara sebelumnya telah tercakup di dalam pidatonya itu, dan dengan
sendirinya perhatian tertuju kepada (pidato) yang terpenting. Komentar Roem,
“Pidato penutup yang bersifat menghimpun pidato-pidato yang telah diucapkan
sebelumnya” (Thalib dan Awwas, 1999: 63).
29
Pandangan yang dominan terhadap Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia secara jelas menyebutkan tempat bagi orang yang menganut agama
tersebut, tetapi tidak bagi mereka yang tidak menganutnya. Pemahaman ini juga
memasukkan kalangan sekuler yang menganut agama tersebut, tapi tidak
memasukkan kalangan sekuler yang tidak menganutnya. Seperti yang telah
ditelaah Madjid, meskipun Pancasila berfungsi sebagai kerangka yang mengatur
masyarakat di tingkat nasional maupun lokal, sebagai individu orang Indonesia
bisa dan bahkan didorong untuk memiliki pandangan hidup personal yang
berdasarkan agama (An-Na’im, 2007: 439).
Gagasan asas tunggal menimbulkan pro dan kontra selama tiga tahun
diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan yang mengharuskan mendaftar ulang bagi semua ORMAS dan
sekaligus mengharuskan semua ORMAS menerima asas tunggal yang diberi batas
akhir sampai tanggal 17 Juli 1987. Golongan yang kontra bukan menolak
Pancasila dan UUD 1945, melainkan ada kekhawatiran bahwa dengan
menghapuskan asas “Islam”, Pancasila akan menjadi“agama baru” (Moesa, 2007:
123-124).
30
dan bersamasama meletakkan landasan moral, etika dan spiritual yang kokoh bagi
pembangunan nasional sebagai pengalaman Pancasila (Soetarman, 1996: 64).
Dalam konteks pelaksanaan mandat GBHN ini (meskipun GBHN secara formal
sudah tidak berlaku tapi spirit hubungan agama dan pembangunan masih sesuai),
maka agama-agama harus mampu mengembangkan kerja sama dalam rangka
menghadapi masalah-masalah yang dihadapi bersama (Soetarman, 1996: 65).
Moral Pancasila bersifat rasional, objektif dan universal dalam arti berlaku
bagi seluruh bangsa Indonesia. Moral Pancasila juga dapat disebut otonom karena
nilainilainya tidak mendapat pengaruh dari luar hakikat manusia Indonesia, dan
dapat dipertanggungjawabkan secara filosofis. Tidak dapat pula diletakkan adanya
bantuan dari nilai-nilai agama, adat, dan budaya, karena secara de facto nilai-nilai
Pancasila berasal dari agama-agama serta budaya manusia Indonesia. Hanya saja
nilai-nilai yang hidup tersebut tidak menentukan dasar-dasar Pancasila, tetapi
memberikan bantuan dan memperkuat (Anshoriy, 2008: 177). Sejalan dengan
pendapat tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan
dalam Sambutan pada Peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 2005.
Bangsa kita adalah bangsa yang relijius; juga, bangsa yang menjunjung
tinggi, menghormati dan mengamalkan ajaran agama masing-masing. Karena itu,
setiap umat beragama hendaknya memahami falsafah Pancasila itu sejalan dengan
nilai-nilai ajaran agamanya masing-masing. Dengan demikian, kita akan
31
menempatkan falsafah negara di posisinya yang wajar. Saya berkeyakinan dengan
sedalam-dalamnya bahwa lima sila di dalam Pancasila itu selaras dengan ajaran
agama-agama yang hidup dan berkembang di tanah air. Dengan demikian, kita
dapat menghindari adanya perasaan kesenjangan antara meyakini dan
mengamalkan ajaran-ajaran agama, serta untuk menerima Pancasila sebagai
falsafah negara (Yudhoyono dalam Wildan (ed.),2010: 172).
32
tantangan dari umat Islam bahkan terdapat beberapa ormas yang
dibekukan karena asas tersebut. Namun untuk menengahi permasalahan
tersebut, Abdurrahman Wahid (Oesman dan Alfian (ed), 1990: 167-168)
secara gamblang menyatakan bahwa “agama tetap menjadi referensi
umum bagi Pancasila, dan agama-agama harus memperhitungkan
eksistensi Pancasila sebagai “polisi lalu lintas” yang menjamin semua
pihak dapat menggunakan jalan raya kehidupan bangsa tanpa terkecuali”.
Sejalan dengan pendapat tersebut, tokoh Masyumi, Muhammad Roem,
berpendapat bahwa kita sepakat tentang dasar negara mengenai Ketuhanan
Yang Maha Esa, berarti bahwa masing-masing percaya kepada Tuhan
menurut agamanya sendiri-sendiri, dengan kesadaran bahwa bersama kita
dapat mendirikan Negara yang kuat sentosa karena esensi dari agama,
ialah hidup berbakti, menjunjung keadilan, cinta dan kasih saying terhadap
sesama makhluk (Roem dan Salim, 1977: 116).
33
positif maupun norma moral baik moral agama maupun moral para penyelenggara
negara.
34
Republik Indonesia. Ada ha-hal yang amat penting dalam melaksanakan ideologi
negara Pancasila, agar ideologi tidak disalahgunakan terutama dijadikan alat
untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan oleh elit politik. Maka untuk
itu, bangsa Indonesia harus melaksanakan nilai-nilai instrumental ideologi
Pancasila yaitu taat asas terhadap nilai-nilai dan ketentuan-ketentuan yang ada
pada Pembukaan UUD 1945 dan Pasal-Pasal dalam UUD 1945.
35
Komunisme : Peran Negara dominan, demi kolektivitas berarti demi
Negara, monopoli Negara.
Liberalisme : Peran Negara kecil, swasta mendominasi, kapitalisme,
monopolisme, persaingan bebas.
Fasisme : Peran Negara sangat kecil, Kapitalisme dan Monopolisme.
2.7.3 Agama
Pancasila : Bebas memilih agama, Agama harus menjiwai dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sosialisme : Agama harus mendorong berkembangnya kebersamaan,
diutamakan kebersamaan.
Komunisme : Agama harus dijauhkan dari masyarakat, atheis.
Liberalisme : Agama urusan pribadi, bebas beragama ( memilih
agama/atheis).
Fasisme : Menolak konsep persamaan tradisi yahudi kristen (dan juga
Islam) yang berdasarkan aspek kemanusiaan, dan menggantikan dengan
ideologi yang mengedepankan kekuatan.
36
Liberalisme : Penghargaan atas HAM, demokrasi, Negara hokum,
menolak dogmatis.
Fasisme : Pemerintahan bersifat otoriter dan totaliter, Sistem pemerintahan
satu partai, negara dijadikan alat permanen untuk mencapai tujuan negara,
mempercayai adanya perbedaan antara orang yang memerintah dan yang
diperintah, antara elite dan massa, membenci kemerdekaan berbicara dan
berkumpul.
37
DAFTAR PUSTAKA
Septyo, Boris . 2008 . Pemikiran Karl Marx Tentang Ekonomi Perspektif Islam .
Fakultas Agama Islam UMS . Surakarta.
38