Anda di halaman 1dari 14

Ini bisaa dibagi yaa teman temankuuu

1. Sebutkan dan jelaskan kewajiban serta tanggung jawab dokter gigi menurut UU
Praktik Kedokteran! (Min. 10) sisco,icha,oyas,dipta,rio

Tambahan : oyas

Dalam Pasal 51 UU No. 29/2004 menerangkan bahwa ada 5 kewajiban yang harus
dilakukan oleh Dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran, yaitu:
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;
Bentuk kewajiban ini mengandung tiga unsur, yaitu pelayanan medis harus sesuai dengan
standar profesi, standar prosedur operasional dan kebutuhan medis pasien. Ketiga unsur
tersebut harus dilakukan oleh seorang dokter secara kumulatif. Pasal 50 UU No. 29/2004
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “standar profesi” adalah batasan kemampuan
(knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang
individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri
yang dibuat oleh organisasi profesi. Sedangkan yang dimaksud dengan “standar prosedur
operasional” adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk
menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Mengenai unsur pelayanan medis yang
sesuai dengan kebutuhan medis pasien, dapat diartikan sebagai berikut:15 1) kepentingan
pasien harus menjadi tujuan utama dari pelayanan medis; 2) dokter tidakdapat dibenarkan,
bila dalam pilihan metode pelayanan semata-mata berdasakan pertimbangan pada
pembayaran prestasi; 3) langkah yang diambil dokter harus pada langkah yang
mengandung risiko yang paling kecil dari sekian kemungkinan risiko; 4) langkah yang
diambil dokter adalah langkah yang sudah cukup bagi kepentingan pasien dan tidak
mengambil langkah yang lebih berisiko dengan pertimbangan yang tidak sesuai dengan
etika dan moral,walaupun dengan harapan menguntungkan pasien.

b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
Pelayanan medis tidak dibenarkan atas dasar coba-coba atau dasar menyepelekan
penyakit. Tidak merujuk pada dokter lain yang lebih ahli dan lebih memilih menangani
sendiri merupakan pelanggaran kode etik kedokteran. Tidak mungkin ada dokter yang
memiliki semua keahlian di bidang kedokteran. Pelanggaran kode etik berpotensi menjadi
malpraktik medik apabila pelayanan medis membawa kerugian.

Tambahan Rio :

c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga


setelah pasien itu meninggal dunia;
Berdasarkan Pasal 52 jo. Pasal 45 ayat (3) UU No.29/2004 tentang hak pasien dapat
disimpulkan bahwa segala sesuatu yang harus dirahasiakan dokter tentang pasien setidak-
tidaknya adalah:
1) diagnosis dan tata cara tindakan medis; 2) tujuan tindakan medis yang dilakukan; 3)
alternatif tindakan lain dan risikonya; 4) risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan 5)
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin


ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
Ada beberapa alasan mengapa dokter dibebani kewajiban hukum ini,yaitu:16 1) Dari sudut
hukum pidana dapat merujuk Pasal 531 KUHP. Pasal ini mewajibkan setiap orang untuk
melakukan perbuatan menolong orang yang dalam keadaan bahay maut, apabila orang itu
mampu menolong tanpa membahayakan jiwanya sendiri. Dan jika karena tidak memberikan
pertolongan menyebabkan orang yang membutuhkan pertolongan itu benar-benar
meninggal, maka orang yang melalaikan kewajiban hukumntelah bersalah dan dapat
dipidana. 2) Dari sudut moral-etika. Dokter adalh orang yang diberi anugerah kelebihan
olkeh Tuhan Yang Maha Esa berupa ilmu yang tinggi (kedokteran) serta kemampuan
melakukan penyembuhan penyakit atau pengobatan yang tidak dimiliki oleh kebanyakan
orang. Apabila kelebihan yang dianugerahkan Tuhan tersebut tidak digunakan untuk
menyelematkan nyawa orang lain yang terancam, akan menjadi celaan yang besar.

Tambahan Dipta :

Pasal 51 :

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai


kewajiban :

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;

Tambahan: Icha

UU No. 29 tahn 2004 tentang praktik kedokteran

Paragraf 6 hak dan kewajiban dokter atau dokter gigi pasal 51

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan
yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien
itu meninggal dunia;

d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang
lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau


kedokteran gigi.

2. Sebutkan dan jelaskan teknologi di bidang kedokteran gigi terkini (diatas tahun 2015)
yang dapat menyebabkan adanya pelanggaran etika kedokteran gigi! (min. 5)
marcel,samba,riris,adel,aldy

Tambahan: Riris (nanti pas pleno jgn pake jawabanku ya, ini teknologinya gak baru2
banget)

Digitalisasi dalam kedokteran gigi ( Big Data and Internet and Communication
Technologies (ICT) Electronic Health Records (EHRs), mHealth dan
Teledentistry, dll)

Digitalisasi pada dunia kedokteran gigi tentunya memberikan potensi yang


sangat baik, namun hal ini dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran etika
kedokteran gigi. Isu etika yang paling sering disebutkan terkait dengan peningkatan
digitalisasi kedokteran gigi adalah yang terkait dengan privasi pasien, yang sering
dikaitkan dengan anonimisasi dan kerahasiaan. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh
Mittelstadt dan Floridi yang mengatakan bahwa pelanggaran etika berupa kebocoran
data dan privasi pasien paling berkorelasi dengan teknologi Big Data seperti analisis
data, IOT, dan penggunaan media sosial.
Kebocoran data dan privasi pasien ini dapat terjadi karena sejumlah alasan
tertentu. Misalnya, diskriminasi ekonomi atau pemasaran, yaitu ketidaksetaraan dalam
penetapan harga dan penawaran yang diberikan kepada pelanggan berdasarkan profil,
seperti asuransi, atau diskriminasi berdasarkan data kesehatan dan prediksi kesehatan.
Praktik seperti ini sering terjadi dalam kedokteran gigi yang menyebabkan eksploitasi
catatan digital dalam kedokteran gigi.

Artifical Intelligence

Kedokteran gigi semakin mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) untuk


membantu meningkatkan keadaan praktik kedokteran gigi klinis saat ini. Namun, ini
menimbulkan berbagai tantangan etika yang kompleks. Salah satunya adalah akan
munculnya kesenjangan antara dokter dengan pasien yang dapat melemahkan
kepercayaan pasien terhadap dokter gigi.

Sumber: Big Data and Digitalization in Dentistry: A Systematic Review of the Ethical
Issues Int J Environ Res Public Health. 2020 Apr; 17(7): 2495.

Tambahan : Samba
Telemedicine/Teledentistry
Teledentistry merupakan layanan kesehatan gigi berupa saran atau perawatan
melalui perantara teknologi informasi dibanding melalui kontak secara langsung
dengan pasien, termasuk kedokteran gigi preventif, ortodontik, periodontologi, bedah
oral, oral medicine, edukasi pasien. Beberapa contoh diantaranya: diagnosis jarak
jauh penyakit oral, penilaian bedah periodontal, skrining anak usia sekolah untuk
tanda-tanda karies dini, penilaian kasus ortodontik, atau edukasi pasien ortodontik
yang berhubungan dengan kegawatdaruratan minor selama perawatan.

Teledentistry diakui sebagai alat yang mudah diakses untuk menurunkan perbedaan
dan menjamin kesetaraan dalam menyediakan pelayanan kesehatan oral. Akan
tetapi dikarenakan kesalahpahaman konsep, beberapa masalah etika muncul.
Contohnya perawatan ortodontik yang dilakukan sendiri (Do-it-yourself/DIY)
menyatakan dapat memperbaiki estetika dan fungsionalitas untuk pasien dan
senyum yang bagus dengan pengurangan pengeluaran finansial dapat dilakukan di
rumah. Setelah menjawab beberapa pertanyaan dan mengirimkan tanggapan, clear
aligners disediakan dan pasien dimonitor oleh dokter gigi umum atau orthodontis
melalui teledentistry. Tanpa evaluasi yang seksama oleh tenaga ahli kedokteran gigi,
aplikasi perawatan dapat berbahaya terhadap permasalahan gigi yang ada.
Contohnya, karies atau penyakit periodontal yang dapat bertambah parah dengan
menggunakan DIY aligners.

Untuk mengatasi tantangan etika ini, regulasi dan protokol dikeluarkan oleh
American Dental Association (ADA). Pertama-tama, perawatan pasien yang
menerima pelayanan melalui teledentistry harus didokumentasikan dengan baik.
Selain itu, dokter gigi yang mengirimkan pelayanan melalui teledentistry harus
membuat protokol

Tambahan : Aldy
 Penggunaan teknologi berbasis laser dalam kedokteran gigi (Laser-based
Technologies) (ini teknologi laser agak lama juga, nanti tlg jgn pake jwbanku ya
pas pleno)
Perangkat laser bervariasi dalam potensi emisi energi cahaya dari perangkat
genggam atau terintegrasi berdaya rendah, hingga unit bertenaga tinggi yang
mampu memotong dan mengikis (menablasi) jaringan dan material. Pelanggaran
etika yang dapat terjadi ketika praktisi melibatkan dengan mengabaikan risiko
terhadap paparan laser, yang dimana sangat penting bahwa setiap paparan memiliki
potensi manfaat bagi pasien terhadap kemungkinan efek detrimental (kerusakan)

Risiko dapat saja terjadi, Misalnya -> Dinamika sinar energi laser (laser beam)
menimbulkan risiko umum terhadap paparan jaringan non-oral dan lingkungan
terdekat yang didapatkan dari paparan langsung atau tersebar. Oleh karena
intensitas pancaran output dan konsentrasi daya optik yang tinggi pada jarak yang
cukup jauh, laser dapat menyebabkan cedera serius pada mata dan kulit.

Masalah didapat jika semua keputusan pengobatan yang berisiko tersebut tidak
tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip etika, termasuk autonomy, beneficence,
nonmaleficence, justice dan veracity dan informed consent. Untuk informed consent
menjadi otonomi pasien yang valid sangat penting. Otonomi mengacu pada hak
pasien untuk membuat keputusan bagi dirinya sendiri mengenai pilihan
pengobatannya, setelah diberikan semua informasi yang diperlukan dan relevan.
Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien, kita perlu mendapatkan
persetujuan dan persetujuan mereka. Pasien harus diinformasikan sepenuhnya
tentang penggunaan teknologi laser dan risiko serta manfaatnya yang
memungkinkan penilaian yang beralasan dari opsi perawatan yang diusulkan.

Penting bahwa semua praktisi mengetahui persyaratan keamanan laser sebelum


membeli laser untuk digunakan dalam pengaturan gigi. Keamanan peralatan laser
didasarkan pada desain peralatan laser yang tepat dan pada penerapan tindakan
pencegahan yang tepat selama penggunaan. Siapa pun yang bekerja dengan atau
bertanggung jawab atas peralatan laser yang berpotensi berbahaya harus dilatih
dengan benar dalam keselamatan laser, menyadari sifat bahaya laser dan
memahami prosedur dan perlindungan yang perlu diterapkan.

Sumber :  Naidoo, S., & Mulder, R. (2015). The use of Laser-based Technologies in
dentistry: Ethical issues and safety considerations. The South African Dental Journal,
70(10), 464–466.

tambahan: adel
- Augmented Reality in Dentistry
Augmented reality bertujuan untuk meningkatkan praktik klinis di bidang kedokteran
gigi karena informasi klinis yang dihasilkan dapat langsung ditampilkan pada pasien,
menggabungkan dunia nyata dengan dunia digital. Penggunaan utama augmented
reality ini terdiri dari penggunaan informasi digital untuk meningkatkan realitas, yang
memungkinkan komunikasi antara pasien dan dokter gigi lebih efektif melalui
penggunaan video, gambar, dan model tiga dimensi. Teknologi ini memfokuskan
pada penggunaan digital yaitu menampilkan kondisi mulut atau gigi pasien secara
visual, dengan begitu nantinya dokter gigi akan lebih mudah untuk melakukan
perawatan. Meskipun penggunaannya terbilang efektif, teknologi ini memiliki
beberapa kelemahan, yaitu ketidaksesuaian objek asli dengan virtual dan gambar
yang dihasilkan kurang menyeluruh. Terkadang bentuk AR yang dikembangkan juga
memiliki kualitas yang tidak sesuai dengan objek aslinya. Sehingga kualitas gambar
yang dihasilkan juga terkadang masih belum maksimal. Jika hal ini terjadi, maka
dapat memungkinkan terjadinya kesalahan diagnosis dan menimbulkan perawatan
yang tidak sesuai. Jika dikaitkan dengan pelanggaran etika, dokter gigi dapat
melanggar prinsip non-maleficence karena kesalahan tersebut mungkin akan dapat
membahayakan pasien atau memperburuk keadaan. Untuk mencegah hal tersebut,
disarankan untuk terus mengikuti perkembangan teknologi khususnya dalam meng-
update software yang digunakan agar nantinya kualitas gambar yang digunakan bisa
lebih baik dan nyata.

Sumber: Fahim S, et al. Augmented Reality and Virtual Reality in Dentistry:


Highlights from the Current Research. 2022. 12(8), 3719.

1.     Apakah perbedaan  Asuransi kesehatan dengan Managed Care  ?

Asuransi Kesehatan Konvensional


Asuransi kesehatan konvensional atau yang biasa juga dikenal sebagai asuransi kesehatan
tradisional adalah salah satu bentuk produksi asuransi kesehatan dengan pembayaran
premi berdasarkan community rating yaitu cara perhitungan premi sehingga semua anggota
di dalam kelompok membayar premi yang sama berdasarkan karakteristik risiko kelompok,
misalnya usia atau masalah kesehatan.

Asuransi kesehatan konvensional mempunyai ciri sebagai berikut :


a. Peserta dapat memilih penyelenggara pelayanan kesehatan yang diinginkan.
b. Tidak terikat lokasi, karena tidak ada konsep wilayah.
c. Kepuasan peserta tinggi, karena sesuai dengan pilihannya walaupun mungkin terjadi
kepuasan semu karena sifatnya sangat subyektif.
d. Mutu pelayanan yang diberikan menjadi risiko peserta.
e. Cakupan risiko tidak komprehensif.
f. Sasaran adalah masyarakat menengah ke atas.
g. Moral hazard baik bagi peserta maupun penyelenggara pelayanan kesehatan tinggi
karena konsumsi dari pemberi pelayanan (supply) melebihi kebutuhannya.
h. Dengan demikian biaya relatif mahal karena tidak ada pengawasan terhadap provider
maupun konsumen.
i. Akibatnya inflasi biaya tinggi.
j. Administrasi klaim lebih sulit karena berbagai ragam formulir, aturan, prosedur dari
masing-masing penyelenggara pelayanan kesehatan.
k. Konsumen yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup (ignorance) menjadi tidak
terlindungi.

Managed Care
Managed Care adalah suatu sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang disusun
berdasarkan jumlah anggota yang terdaftar dengan kontrol mulai dari perencanaan
pelayanan serta meliputi ketentuan :
a. Ada kontrak dengan penyelenggara pelayanan kesehatan untuk pelayanan yang
komprehensif.
b. Penekanan agar peserta tetap sehat sehingga utilitasi berkurang.
c. Unit layanan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan.
d. Ada program peningkatan mutu layanan.

Ciri-ciri Managed Care


Ada beberapa ciri Managed Care yaitu :
a. Kontrol utilisasi yang ketat sesuai mekanisme kontrak.
b. Monitoring dan kontrol pelayanan yang diberikan.
c. Memakai dokter umum dan tenaga medik lainnya untuk mengelola pasien.
d. Menciptakan layanan kesehatan yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
e. Ada program perbaikan kualitas.
f. Sistem reimburse yang membuat sarana pelayanan kesehatan (dokter, puskesmas, rumah
sakit dll) dapat mempertanggungjawabkan biaya dan kualitas layanan kesehatan.

Perbedaan Asuransi Konvensional dan Managed Care


Konvensional Managed Care
1. Tujuan : menghindari kerugian i. meningkatkan status kesehatan
2. Cara penentuan premi dengan ii. menggunakan community rating yaitu
experience rating yaitu risiko dihitung risiko dihitung berdasarkan data community
dengan memakai data biologis individu. iii. ada cost containment
Orang risiko tinggi akan membayar lebih iv. ada manajemen utilisasi
mahal v. risk sharing
3. tidak ada cost containment.(tidak ada vi. komprehensif.
upaya mengendalikan pembiayaan atau
menekan biaya sampai titik Cost
Effectiveness, bukan ketitik Efficiency
artinya upaya merasionalisasi biaya)
4. tidak ada manajemen utilisasi
5. risk transfer. Memindahkan risiko ke
pihak asuransi
6. risiko terpilih. Risiko untuk orang yang
diklasifikasikan memiliki risiko di atas
rata-rata karena kondisi fisik, riwayat
kesehatan, pekerjaan dan atau gaya
hidupnya memberikan indikasi
kemungkinan risiko lebih rendah
daripada tingkat mortalitas biasa.

Sumber : Henny Djuhaeni (2007). Asuransi Kesehatan Dan Managed Care : MODUL
BELAJAR MENGAJAR, PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG. Available :
pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/09/asuransi_kesehatan_dan_managed_care.
pdf
BAB III

REKOMENDASI KEBIJAKAN

3.1 Kebijakan pelayanan Kesehatan medical tourism 

Secara definisi, kedokteran pariwisata (Medical Tourism) diartikan sebagai usaha


pihak fasilitas atau tujuan wisata untuk memikat wisatawan dengan sistem mempromosikan
fasilitas dan layanan kesehatannya, di samping fasilitas wisata regulernya, sehingga
menekankan pada penyedia layanan (Kusumawati, 2018). Layanan medis yang umumnya
diberikan biasanya terkait pengobatan penyakit-penyakit tertentu seperti, prosedur pelayanan
fertilitas, pelayanan gigi dan mulut, dan prosedur pelayanan kedokteran lainnya, yang dimana
di negara tiang utama perekonoman cenderung mahal atau tidak termasuk dalam paket yang
ditanggung dalam sistem asuransi (Setiawan & Muhardi, 2020). Terdapat berbagai
pertimbangan dari pelaku wisata dalam pengambilan sikap untuk melakukan medical tourism
yang didasarkan beberapa faktor, diantaranya:
a) adanya faktor menyinggung tentang biaya,
b) taraf kualitas dari pelayanan kesehatan,
c) jenis pengobatan yang terdapat di pelayanan kesehatan tersebut,
d) ketersediaan dan dampak dari hasil pemasaran yang telah dilakukan oleh RS
di luar negeri
Selain itu, panjangnya daftar tunggu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan juga
memotivasikan pasien untuk memburu alternatif lain dengan berobat keluar negeri yang tidak
memiliki waiting list yang lama namun tetap dengan biaya dan kualitas yang tidak berbeda
jauh  (Kusumawati, 2018).
Dipantau dari dampaknya, wisata medis sangat berkontribusi dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi suatu negara, terutama devisa negara. Negara Asia seperti Singapura
Malaysia, Thailand, serta India diprediksi mampu menghasilkan US $ 4,4 Miliar per tahun
pada tahun 2012 sedangkan di India penerimaan negara yang berasal dari sektor ini
diperkirakan bertambah sebesar US $ 2 Miliar pada tahun 2012. The Lion City juga
menargetkan sebanuak 1 juta pasien asing setiap tahun, dimana pada tahun tersebut sektor
wisata medis memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi menjadi lebih dari US $ 1,6
Miliar, dan negara Jiran menaksir mampu meraup pendapatan hingga US $ 590 juta dalam
kurun waktu 5 tahun (Rusli, 2019) .Kemudian, berkembangnya medical tourism disuatu
negara akan membuka banyak potensi bisnis dan ladang lapangan pekerjaan kepada
masyarakat setempat., dan secara tidak langsung mampu memajukan mutu/kualitas pelayanan
kesehatan di negara tersebut. Untuk memberikan perawatan medis yang bertaraf
international standard, destinasi wisata medis perlu memiliki sistem komunikasi yang baik,
serta staf medis yang berbahasa secara multilingual (Setiawan dan Muhardi, 2020).
Di sejumlah negara Asia, Malaysia merupakan salah satu potensi pasar yang
dibuktikan oleh menjadinya tuan rumah bagi 100.000 wisatawan medis asing setiap tahun.
Lainnya dengan Malaysia, negara India dan Singapura,\juga turut mengalami perkembangan
cepat sebagai hasil dari strategi pemasaran yang efektif melalui infrastruktur, dan status
tujuan fasilitas medis modern, dan kualitas fasilitas dan layanan yang harus memenuhi
harapan pasien (Setiawan & Muhardi, 2020). Jika dibandingkan dengan negara tetangga
lainnya, Indonesia masih merupakan bagian dari penyumbang wisatawan medis di negara
Malaysia yaitu sebesar 47,8%, dilanjutkan dari Australia (5,1%) dan Selandia Baru sebesar
5,1% (Rusli, 2019). Untuk dapat menerapkan medical tourism seperti negara tersebut,
Indonesia masih membutuhkan lebih banyak strategi dan pengarahan pemasaran rumah sakit
yang terintegrasi dengan program pariwisata dan juga lintas sektoral lainnya. Rendahnya
sistem, penerapan teknologi, language barrier, dan kesiapan personel atau kualitas tenaga
medisnya sendiri menjadi salah satu tantangan wisata medis yang harus diperhatikan di
Indonesia (Kusumawati, 2018)
Dari aspek ekonomi, perdagangan jasa kesehatan Indonesia juga masih dihalang oleh
serangkaian masalah berupa kebutuhan, regulasi, dan infrastruktur sistem kesehatan domestik
dan hubungan antara para pemangku kepentingan utama, terutama para stakeholder di sektor
perdagangan, pendidikan, dan Kesehatan (Setiawan dan Muhardi, 2020). Meskipun negara
Indonesia dikenal memberikan beberapa keunggulan berupa biaya yang lebih rendah, namun
persepsi di mata publik tentang kualitas dan keamanan pengajaran dan rumah sakit umum
besar tidak mungkin pulih tanpa melaksanakan regulasi yang sesuai standar internasional.
Menurut Ratnasari (2021), rencana berikut yang dapat dijadikan sebagai solusi
pengembangan model pengembangan wisata medis berdasarkan uraian faktor-faktor yang
mendorong konsumen untuk melakukan wisata medis ke negara lain dan kendala yang
dihadapi Indonesia dalam menerapkan layanan medis berbasis wisata medis, yakni (Ratnasari
et al., 2021):
(1) Adanya Rumah sakit “international standard” perlu dibangun sepertinya
kemegahan bangunan dan kecanggihan dalam peralatan. Service excellence perlu
ditingkatkan termasuk komunikasi yang baik antara pasien dengan tim medis,
meskipun dari segi kecerdasan dokter Indonesia tidak kalah mumpuni dibandingkan di
negara lain. Bahkan, banyak dokter spesialis asal Indonesia yang menjadi tenaga
medis terampil di beberapa negara lain.
(2) Menyerahkan pengawasan mutu pelayanan kesehatan kepada lembaga independen,
meskipun dibentuk oleh negara. Misalnya, Amerika Serikat memiliki Institute for
Healthcare Improvement (IHI) yang didirikan oleh Institute of Medicine yang
melibatkan universitas dan perwakilan konsumen/ anggota termasuk universitas,
penyedia layanan, dan perwakilan pembayaran (asuransi dan konsumen) / pemerintah
bersama dengan organisasi profesi dan asosiasi asuransi kesehatan .
(3) Pengendalian mutu tidak hanya dilakukan pada kelengkapan fasilitas, tetapi juga
pada aspek efisiensi dan ketepatan penanganan pasien. Aspek efisiensi meliputi
kecermatan dalam memanfaatkan peralatan terkini/canggih, sehingga tidak hanya
menyusul dalam pengembalian aset saja. Lembaga berupa pemerintah, perlu secara
berkala mengadakan rapat kajian dan evaluasi selain mengeluarkan berbagai regulasi
dalam melaksanakan mutu pelayanannya.
(4) Penafsiran kualitas pelayanan perlu melibatkan sudut pandang pelaku kesehatan
yakni dokter, pasien dan pemilik rumah sakit.
(5) Kerjasama dengan agen perjalanan dan agen pariwisata. Hal ini perlu dipahami
karena pasien dan keluarganya juga mempertimbangkan manfaat berlibur ke beberapa
destinasi wisata.
(6) Adanya peraturan dari pemerintah tentang pemasukan tenaga kesehatan asing
(Foreign Health Workers).
Promosi rumah sakit di ranah mancanegara juga berdampak dalam mempengaruhi
wisatwan terhadap kunjungan wisata medis.Beragam upaya ddapat dilakukan, seperti dengan
menunjukkan kapabilitas setiap tenaga medis, fasilitas yang diberikan maupun akreditasi
rumah sakit yang dapat diterima dengan baik.  Dalam promosinya, rumah sakit juga dapat
melaksanakan pembaharuan (update) pada websitenya secara berkala tentang informasi
terkini mengenai pelayanan yang diberikan (Kusumawati, 2018).
Kebijakan lainnya yang tidak terlepas dari dukungan wisata medis ialah pemerintah.
Pemerintah baik dalam pemangku regulasi maupun fasilitasi berharap turut ikut serta
mengembangkan pariwisata sekaigus sektor layanan kesehatan sehingga dapat menarik
pasien/konsumen baik dalam negeri maupun luar negeri dengan standar yang telah ditetapkan
dan bertaraf internasional (Reni, et al. 2022). Sebagai contoh, diharapkannya pemerintah
Indonesia mempunyai lembaga khusus atau institusi yang bertanggung jawab mengurus
masalah wisata medis ini seperti di negara tetangganya, yaitu Negara Singapura mempunyai
Singapore Medical Tourist (SMT) ataupun seperti Malaysia yang mempunyau Healthcare
Travel Council (MHTC) (Taufik, 2019).  Setiap badan tersebut berrwewenang dalam
menyediakan fasilitator yang mempersiapkan pasien secara fisik dan mental, menyusun
kemudahan sistem payment, bekerja sama dengan pihak asuransi, melakukan penjemputan
pasien di bandara dan transportasi, bahkan memperpanjang visa tinggal bagi penumpang
yang datang ke negara tersebut yang memerlukan perawatan dari 30 hari menjadi 90. Selain
itu, lembaga tersebut juga mengembangkan jaringan referral/perujuk dari luar negeri dan
lembaga tersebut juga secara aktif berpromosi melalui media cetak dan elektronik serta
komunitas (Taufik, 2019).
Agar tercapainya keunggulan secara kompetitif, pelaku wisata harus dapat
memanfaatkan langkah yang divergen seperti dengan memberikankeunggulan biaya rendah,
penggunaan teknologi termutakhir dan lebih banyak untuk mengamankan pangsa pasar yang
tinggi di industri yang sedang naik daun ini (Taufik dan Sulistiadi, 2018). Dengan begitu,
Indonesia dapat memberikan ciri khas tersendiri bagi rumah sakit dalam menarik atensi bagi
para wisatawan medis.

With so many dental benefit plans available to patients today, it’s important to learn the
differences between them. Some plans require your dental practice to be part of a network,
others limit maximum charges and many have set fees for specific services.

1. Preferred Provider Organizations (PPO)

A PPO plan is regular indemnity insurance combined with a network of dentists under
contract to the insurance company to deliver specified services for set fees and according to
the provisions of the contract.

Contracted dentists must usually accept the maximum allowable fee as dictated by the plan,
but non-contracted dentists may have fees either higher or lower than the plan allowance.

2. Dental Health Maintenance Organizations (DHMO)/Capitation Plans

Under a DHMO or capitation plan, contracted dentists are “pre-paid” a certain amount each
month for each patient that has been designated or assigned to that dentist. Dentists must then
provide certain contracted services at no-cost or reduced cost to those patients. The plan
usually does not reimburse the dentist or patient for individual services and therefore patients
must generally receive treatment at a contracted office in order to receive a benefit.

3. Indemnity Plans
An indemnity dental plan is sometimes called “traditional” insurance. In this type of plan, an
insurance company pays claims based on the procedures performed, usually as a percentage
of the charges.  Generally an indemnity plan allows patients to choose their own dentists, but
it may also be paired with a PPO.  Most plans have a maximum allowance for each procedure
referred to as “UCR” or “usual, customary and reasonable” fees. 

4. Direct Reimbursement (DR®)

Benefits in this type of plan are based on dollars spent, rather than on the type of treatment.  
Direct
Reimbursement is a self-funded plan that allows patients to go to the dentist of their choice. 
Depending on the plan, the patient pays the dentist directly (or the benefit may be directly
assigned to the dental office) and then submits a paid receipt or proof of treatment.  The
administrator then reimburses the employee a percentage of the dental care costs.  With some
plans there are no insurance claim forms to complete and no administrative processing to be
done by the dental office or an insurance company.

5. Point of Service Plans

Point of service options are arrangements in which patients with a managed care dental plan
have the option of seeking treatment from an “out-of-network” provider.  The reimbursement
to the patient is usually based on a low table of allowances; with significantly reduced
benefits than if the patient had selected an “in network” provider.

6. Discount or Referral Plans

Discount or referral plans are technically not insurance plans. The company selling the plan
contracts with a network of dentists.  Contracted dentists agree to discount their dental fees. 
Patients pay all the costs of treatment at the contracted rate determined by the plan and there
are no dental claim forms to file.  Originally these plans were sold to individuals; however,
more and more employers are purchasing these types of plans as the dental plan for the
company’s employees.

7. Exclusive Provider Organizations (EPO)

Exclusive provider organization plans require that subscribers use only participating dentists
if they want to be reimbursed by the plan.  These closed panel groups limit the subscriber’s
choice of dentists and also can severely limit access to care.

8. Table or Schedule of Allowances Plans

These types of plans are indemnity plans that pay a set dollar amount for each procedure,
irrespective of the actual charges.  The patient is responsible for the difference between the
carrier’s payment and the charged fee.  The plan may also be paired with a PPO that limits
contracted dentists to a maximum allowable charge.

Menurut ADA, terdapat berbagau jenis rencana manfaat gigi yang tersedia untuk pasien saat
ini, dimana penting untuk mempelajari perbedaan di antara mereka. Beberapa paket
mengharuskan praktik gigi menjadi bagian dari jaringan, yang lain membatasi biaya
maksimum dan banyak yang menetapkan biaya untuk layanan tertentu. Berbagai j enis
kategori rencana perawatan gigi dalam asuransi, yaitu :

1. Preferred Provider Organizations (PPO)


Rencana PPO adalah asuransi ganti rugi reguler yang digabungkan dengan jaringan dokter
gigi berdasarkan kontrak dengan perusahaan asuransi untuk memberikan layanan tertentu
dengan biaya yang ditetapkan dan sesuai dengan ketentuan kontrak.
Dokter gigi yang dikontrak biasanya harus menerima biaya maksimum yang diperbolehkan
seperti yang ditentukan oleh rencana tersebut, tetapi dokter gigi yang tidak dikontrak
mungkin memiliki biaya yang lebih tinggi atau lebih rendah dari tunjangan rencana.

2. Dental Health Maintenance Organizations (DHMO)/Capitation Plans


Di bawah DHMO atau rencana kapitasi, dokter gigi kontrak "dibayar di muka" sejumlah
tertentu setiap bulan untuk setiap pasien yang telah ditunjuk atau ditugaskan ke dokter gigi
itu. Dokter gigi kemudian harus memberikan layanan kontrak tertentu tanpa biaya atau
pengurangan biaya kepada pasien tersebut. Rencana tersebut biasanya tidak mengganti dokter
gigi atau pasien untuk layanan individu dan oleh karena itu pasien umumnya harus menerima
perawatan di kantor yang dikontrak untuk menerima manfaat.

3. Indemnity Plans
Rencana perawatan gigi ganti rugi kadang-kadang disebut asuransi "tradisional". Dalam jenis
rencana ini, perusahaan asuransi membayar klaim berdasarkan prosedur yang dilakukan,
biasanya sebagai persentase dari biaya. Umumnya rencana ganti rugi memungkinkan pasien
untuk memilih dokter gigi mereka sendiri, tetapi juga dapat dipasangkan dengan PPO.

4. Direct Reimbursement (DR®)


Manfaat dalam jenis rencana ini didasarkan pada dolar yang dikeluarkan, bukan pada jenis
perawatannya. Direct Reimbursement adalah rencana yang didanai sendiri yang
memungkinkan pasien untuk pergi ke dokter gigi pilihan mereka. Tergantung pada rencana,
pasien membayar dokter gigi secara langsung (atau manfaat dapat langsung diberikan ke
kantor gigi) dan kemudian menyerahkan tanda terima pembayaran atau bukti perawatan.
Administrator kemudian mengganti karyawan tersebut dengan persentase dari biaya
perawatan gigi. Dengan beberapa rencana, tidak ada formulir klaim asuransi yang harus
dilengkapi dan tidak ada proses administrasi yang harus dilakukan oleh kantor gigi atau
perusahaan asuransi.

5. Point of Service Plans


Opsi Point of Service adalah pengaturan di mana pasien dengan rencana perawatan gigi
terkelola memiliki opsi untuk mencari perawatan dari penyedia "di luar jaringan".
Penggantian biaya kepada pasien biasanya didasarkan pada tabel tunjangan yang rendah;
dengan manfaat yang berkurang secara signifikan dibandingkan jika pasien telah memilih
penyedia "dalam jaringan".

6. Discount or Referral Plans


Rencana diskon atau rujukan secara teknis bukan rencana asuransi. Perusahaan menjual
rencana kontrak dengan jaringan dokter gigi. Dokter gigi yang dikontrak setuju untuk
mengurangi biaya perawatan gigi mereka. Pasien membayar semua biaya perawatan dengan
tarif kontrak yang ditentukan oleh rencana dan tidak ada formulir klaim gigi yang harus
diajukan. Awalnya rencana ini dijual kepada individu; namun, semakin banyak para pelaku
usaha yang membeli jenis rencana ini sebagai rencana gigi untuk karyawan perusahaan.

7. Exclusive Provider Organizations (EPO)


Paket organisasi penyedia eksklusif mengharuskan pelanggan hanya menggunakan dokter
gigi yang berpartisipasi jika mereka ingin mendapatkan penggantian dari paket tersebut.
Kelompok ini membatasi pilihan pelanggan terhadap dokter gigi dan juga dapat sangat
membatasi akses ke perawatan.

Sumber : (Types of Dental Plans | American Dental Association, no date) Available :


https://www.ada.org/resources/practice/dental-insurance/dental-plan-overview

Anda mungkin juga menyukai