Makalah Pendidikan Agama Sarwo Aji Sudirjat (2157201026)
Makalah Pendidikan Agama Sarwo Aji Sudirjat (2157201026)
DOSEN (PAI)
H. LASRI NIJAL,LC.,M.H.,MTA
DISUSUN OLEH :
2157201026
KELAS 16 REG.B
2021/2022
1
KATA PENGANTAR
Shalawat serta salam tidak lupa selalu saya haturkan Penyus
untuk junjungan nabi agung, yaitu Nabi Muhammad
SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah
SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah
pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama
Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Tak lupa juga saya ucapkan terimakasih yang
sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah
mendukung serta membantu saya selama proses
penyelesaian makalah ini hingga rampungnya makalah
ini.
Puji syukur saya panjatkan atas ke hadirat Allah SWT
atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah “etika, moral, dan
akhlah” guna memenuhi tugas mata kuliah pendidikan
agama.
saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan saya telah berusaha semaksimal
mungkin dalam menyusun tugas makalah ini. Oleh
sebab itu, saya sangat mengharapkan kritik, saran dan
nasehat yang baik demi perbaikan tugas makalah ini
kedepannya.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga
makalah ini dapat berguna dan bemanfaat untuk kita
semua.
Perawang,1
3 November
2021
2
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..........................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan..................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................16
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan
syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik.Kepercayaan
yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya
sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang
dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan
tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang
menetukan corak hidup manusia.Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang
didasarkan atas nilai mutlak kebaikan.Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah
jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan
tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia
melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk.Disitulah
membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun
dia bisa melakukan.Itulah hal yang khusus manusiawi.Dalam dunia hewan tidak ada hal
yang baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti
dirinya sendiri, hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan
pada perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan.Sehingga
sebagai subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas
perbuatannya itu.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dan perbedaan dari Etika, Moral dan Akhlak
2. Untuk mengetahui karakteristik Etika, Moral dan Akhlak
3. Untuk mengetahui Aktualisasi Akhlak dalam kehidupan masyarakat
4
BAB II
PEMBAHASAN
Secara linguistis, kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar
(bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan
(wazan) tsulasi majid af’ala yuf’ilu if’alan yang berarti al- sajiyah (perangai), ath-
thabi’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-
maru’ah (peradaban yang baik), dan ad-din (agama). Kata akhlaq juga isim masdar
dari kata akhlaqa, yaitu ikhlak. Berkenaan dengan ini, timbul pendapat bahwa
secara linguistis, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim
yang tidak memiliki akar kata. Dalam pengertian umum, akhlak dapat dipadankan
dengan etika atau nilai moral.2
Adapun pengertian akhlak menurut terminologi, beberapa ahli berpendapat
diantaranya :
a. Imam al Ghazali
b. Ibrahim Anis
1
Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebani, op. cit., h. 43
2
Ibid.
3
Muhammad al Ghazali, Ihya Ulumuddin Jilid III, (Beirut: Darul Fikr, 2008), h. 57
4
Ibrahim Anis, Al Mu’jam al Wasith (Kairo: Maktabah as Syuruk ad Dauliyyah, 2004), h.252
5
A. Rahman Ritonga, Akhlak Merakit Hubungan Dengan Sesama Manusia, ( Surabaya:Amelia, 2005), h. 7.
5
Semua definisi akhlak secara subtansi tampak saling melengkapi, dengan
1. Akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang
sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Ini
tidak berarti bahwa saat melakukan perbuatan, orang yang bersangkutan
dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila
3. Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya, tanpa paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak
adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan, dan keputusan
yang bersangkutan.
4. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-
main atau karena bersandiwara, perbuatan yang dilakukan ikhlas semata-mata
karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan
pujian.6
Secara terminologis, pengertian akhlak adalah tindakan yang berhubungan
dengan tiga unsur yang sangat penting berikut :
1. Kognitif sebagai pengetahuan dasar manusia melalui potensi
intelektualitasnya;
2. Afektif, yaitu pengembangan potensi akal manusia melalui upaya
menganalisis berbagai kejadian sebagai bagian dari pengembangan ilmu
pengetahuan;
Kata etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang artinya adat kebiasaan.
Etika merupakan istilah lain dari akhlak, tetapi memiliki perbedaan yang
substansial, yaitu konsep akhlak berasal dari pandangan agama terhadap tingkah
laku manusia, sedangkan konsep etika berasal dari pandangan tentang tingkah
laku manusia dalam perspektif filsafat.8
6
Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebani, op.cit., h. 44
7
Ibid.
8
Ibid., h. 49
6
Etika adalah tingkah laku manusia yang ditransmisikan dari hasil pola
pikir manusia. Dalam Ensiklopedi Winkler Prins dikatakan bahwa etika
merupakan bagian dari filsafat yang mengembangkan teori tentang tindakan dan
alasan-alasan diwujudkannya suatu tindakan dengan tujuan yang telah
dirasionalisasi.
9
Ibid.
10
Ibid., h. 50
7
7. Simbol-simbol kehidupan yang berasal dari jiwa dalam bentuk tindakan
konkret;
8. Pandangan tentang nilai perbuatan yang baik dan yang buruk yang bersifat
relatif dan bergantung pada situasi dan kondisi;
9. Logika tentang baik dan buruk suatu perbuatan manusia yang bersumber dari
filsafat kehidupan yang dapat diterapkan dalam pergumulan sosial, politik,
kebudayaan, ekonomi, seni, profesionalitas pekerjaan, dan pandangan hidup
suatu bangsa.11
Etika (adab) bisa diartikan dengan standar-standar moral yang mengatur
prilaku kita. Hal ini senada dengan perkataan Mufti Amir yang mengutif pendapat
Deddy Mulyana bahwa etika (adab) adalah :
Dari semua pandangan yang berhubungn dengan pengertian etika di atas, dapat
diambil pemahaman bahwa etika adalah cara pandang manusia tentang tingkah
laku yang baik dan buruk, yang digali dari berbagai sumber yang kemudian
dijadikan sebagai tolak ukur tindakan dengan pendekatan rasional dan filosofis.
11
Ibid.
12
Mufti Amir, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 17
13 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasinya, (Bandung: Alfabeta, 2012)., h.14
14 Mufti Amir, op.cit., h. 34
8
2.1.3 Pengertian Moral
2. Adat fasidah, yaitu kebiasaan yang telah lama dilaksanakan oleh masyarakat,
tetapi bertentangan dengan ajaran Islam, misalnya kebiasaan melakukan
kemusyrikan, yaitu memberi sesajen di atas kuburan setiap malam Selasa atau
Jumat. Seluruh kebiasaan yang mengandung kemusyrikan dikategorikan
sebagai adat yang fasidah , atau adat yang rusak.
Berbicara tentang moral berarti berbicara tentang tiga landasan utama
terbentuknya moral, yaitu:17
1. Sumber moral atau pembuat sumber. Dalam kehidupan bermasyarakat sumber
moral dapat berasal dari adat kebiasaan dan pembuatnya bisa seorang raja,
sultan, kepala suku, dan tokoh agama, bahkan mayoritas adat dilahirkan oleh
kebudayaan masyarakat yang penciptanya tidak pernah diketahui, seperti
mitos-mitos yang sudah menjadi norma sosial. Dalam moralitas Islam, sumber
moral dari wahyu Alquran dan As-Sunnah , sedangkan Pencipta standar
moralnya Allah SWT., yang telah menjadikan para nabi dan rasul, terutama
Nabi Muhammad SAW. yang menerima risalah-Nya berupa sumber ajaran
Islam yang tertuang di dalam kitab suci Alquran. Nabi Muhammda SAW.
adalah pembuat sumber kedua setelah Allah SWT.;
2. Objek sekaligus subjek dari sumber moral dan penciptanya. Moralitas sosial
yang berasal dari adat, objek dan subjeknya adalah individu dan masyarakat
yang sifatnya lokal, karena adat hanya berlaku untuk wilayah tertentu, artinya
tidak bersifat universal, tetapi teritorial. Dalam moralitas Islam, subjek dan
objeknya adalah orang yang telah baligh dan berakal yang disebut mukallaf;
15
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter : Menjawab Tantangan Krisis Multidimendiontal, (Jakarta:Bumi
Aksara, 2006), h. 74
16
Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebani, op.cit., h. 51-52
17
Ibid.
9
3. Tujuan moral, yaitu tindakan yang diarahkan kepada target tertentu, misalnya
bertujuan untuk ketertiban sosial, keamanan dan kedamaian, kesejahteraan, dan
sebagainya. Dalam moralitas Islam, tujuan moral adalah mencapai kemaslahatan
duniawi dan ukhrawi. Contohnya moralitas yang berkaitan dengan pola makan
yang dianjurkan Alquran surat Al-Baqarah ayat 168:
Ayat tersebut adalah perintah yang hukumnya wajib bagi seluruh umat
Islam untuk memakan harta yang halal dan bergizi. Pada ayat di atas terdapat
kalimat :
Ayat itu adalah larangan maka haram hukumnya bagi orang yang
beriman mengikuti pola hidup dengan sistem yang dibangun dan dibentuk oleh
setan. Kaitannya dengan makanan yang dimaksud dengan pola hidup setan adalah
menikmati harta benda hasil korupsi, manipulasi, hasil menipu, merampok, dan
bentuk kejahatan lainnya.
18
Ibid.
19
Heri Gunawan, op. Cit., h. 13
11
Sufi yang lain mengungkapkan tanda-tanda manusia berakhlak, antara lain :
Memiliki budaya malu dalam interaksi dengan sesamanya, tidak menyakiti orang lain,
banyak kebaikannya, benar dan jujur dalam ucapannya, tidak banyak bicara tapi banyak
bekerja, penyabar, hatinya selalu bersama Allah, tenang, suka berterima kasih, ridha
terhadap ketentuan Allah , bijaksana, hati-hati dalam bertindak, disenangi teman dan
lawan, tidak pendendam, tidak suka mengadu domba, sedikit makan dan tidur, tidak pelit
dan hasad, cinta karena Allah dan benci karena Allah.
Ketika Rasulullah ditanya tentang perbedaan mukmin dan munafik, Rasulullah
menjawab, orang mukmin keseriusannya dalam shalat, puasa dan ibadah sedangkan orang
munafik kesungguhannya dalam makan minum layaknya hewan. Hatim al-‘Asam seorang
ulama tabi’in menambahkan, bahwa indikator mukmin adalah manusia yang sibuk dengan
berfikir dan hikmah, sementara munafik sibuk dengan obsesi dan panjang angan-angan,
orang mukmin putus harapan terhadap manusia kecuali pada Allah. Sebaliknya orang
munafik banyak berharap kepada sesama manusia dan bukan kepada Allah. Mukmin
merasa aman dari segala sesuatu kecuali dari Allah, munafik merasa takut oleh segala
sesuatu kecuali oleh Allah. Mukmin berani mengorbankan hartanya demi agamanya
sedangkan munafik berani mengorbankan agamanya demi hartanya. Mukmin menangis
dan berbuat baik, munafik berbuat jahat dan tertawa terbahak-bahak. Mukmin senang
berkhalawat (bersemedi) sedang munafik senang keramaian. Mukmin menanam dan
menjaga agar tidak terjadi kerusakan, munafik menuai dan mengharap keuntungan.
Mukmin memerintah dan melarang (amar ma’ruf nahi munkar) untuk kekuasaan, maka
kerusakannlah yang terjadi.
Kalau akhlak dipahami sebagai pandangan hidup, maka manusia berakhlak adalah
manusia yang menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam hubungannya
dengan Tuhan, sesama makhluk dan alam dalam arti luas.
Pada saat ini, kehidupan semakin sulit di mana kebutuhan semakin kompleks
namun sarana pemenuhan kenutuhan terbatas. Ada sebagian orang yang belum dapat
memenuhi kebutuhanya, sehingga menyebabkan beberapa dari mereka menghalalkan
segala cara untuk bisa memenuhi kebutuhanya. Terutama pada saat ini banyak orang
beranggapan bahwa harta adalah prioritas utama.
Akhlak tercela tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja namun juga terjadi pada
sebagian besar para remaja. Remaja sering dikaitkan dengan masalah. Banyak pengaruh
serta tekanan dari luar yang kebanyakan menjerumuskan kepada hal-hal yang negatif.
Apabila sudah terpedaya pada hal-hal yang negatif, akhlak remaja mudah rusak sehingga
menimbulkan berbagai masalah. Padahal pemuda adalah generasi penerus bangsa, namun
pada kenyatanya sebagian besar remaja pada saat ini sudah terjerumus dalam hal negatif,
seperti seks bebas, narkoba, dan lain-lain.
12
2.3 Fungsi Akhlak dalam Kehidupan Masyarakat
Islam merupakan agama yang santun karena dalam islam sangat menjunjung tinggi
pentingnya berakhlak. Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena
akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter manusia yang
baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama
makhluk. Aktualisasi akhlak adalah bagaimana seseorang mengimplementasikan iman
yang dimilikinya dan mengaplikasikan seluruh ajaran Islam ke dalam tingkah laku sehari
hari.
13
b. Menumbuhkan sikap Ta’awun atau saling tolong menolong
c. Suka memaafkan kesalahan orang lain
d. Menepati janji yang telah dibuat
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika adalah ajaran yang berbicara tentang baik dan buruk dan yang menjadi
ukuran baik dan buruknya adalah akal. Karena memang etika adalah bagian
dari filsafat.
Moral adalah ajaran baik dan buruk yang ukurannya adalah tradisi yang
berlaku di suatu masyarakat.
Akhlak dalam kebahasaan berarti budi pekerti, perangai atau disebut juga
sikap hidup yang berbicara tentang baik dan buruk yang ukurannya adalah
wahyu tuhan.
Dari satu segi akhlak adalah buah dari tasawuf (proses pendekatan diri
kepada Tuhan), dan istiqamah dalam hati pun bagian dari bahasan ilmu
tasawuf. Indikator manusia berakhlak (husn al-khulug ) adalah tertanamnya
iman dalam hati dan teraplikasikannya takwa dalam perilaku.
3.2 Saran
Hendaknya kita sebagai muslim dapat menerapan etika, moral, dan akhlak ke
dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan syariat islam.
15
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad al Ghazali, Ihya Ulumuddin Jilid III, (Beirut: Darul Fikr, 2008)
A. Rahman Ritonga, Akhlak Merakit Hubungan Dengan Sesama Manusia, ( Surabaya:Amelia, 2005)
Mufti Amir, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999).
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasinya, (Bandung: Alfabeta, 2012).
16