Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

J DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAPASAN : DYPSNEA DI RUANG PRABU KRESNA
RSD K.R.M.T WONGSONEGORO

WELLA PRASTYABELA YANA SAPUTRI

P1337420922165

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu faktor
yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia, disamping juga karunia
dari Tuhan yang Maha Esa yang perlu disyukuri. Oleh karena itu, kesadaran perlu
diperihara dan ditingkatkan kualitasnya serta dilindungi dari ancaman yang
merugikan (Yogi,2009).
Perilaku masyarakat yang diharapkan Indonesia sehat 2025 adalah perilaku
yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah
kesehatan lainnya, sadar hukum, serta berpatisifasi aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan (safe community).
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh
perorangan tetapi juga oleh kelompok danbahkan oleh masyarakat, oleh karena itu
sejalan dengan upaya bidang kesehatan dan kemajuan teknologi maka pola
kesehatan akan terus ditingkatkan terutama pada masalah-masalah yang dapat
menghambat pola aktivitas dan produktivitas (Yogi,2009).
Pembangunan dibidang kesehatan, ditunjukan untuk tercapainya
kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan masyarakat yang optimal,sebagian unsur kesejahteraan umum dari
ujung nasional.sistempelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam
pelayanan kesehatan, karena melalui asuhan keperawatan yang baik dan
berkesinambungan, maka kebutuhan bio, psiko, sosial, spiritual, dan kultur dapat
terpenuhi (Hidayat,2006).
Masyarakat jaman sekarang kurang memperhatikan kesehatan terutama
pada kondiri neurologis yang di tandai dengan kelemahan atau kelumpuhan
parsial ditungkai bawah biasanya disebut dengan paraparese ada beberapa kondisi
ini.Hal ini biasanya tidak dapat disebutkan, meskipun dapat dikelola, dan pasien
dapat menerima bantuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan untuk membantu
dan mempertahankan otot di kaki (Bromley, 2006).
Menurut ASIA (2000) seperti yang dikutip Trombly (2000), paraparese
karena spinal cord injury dapat berupa paraplegia komplit dan paraparese
inkomplit.Pada paraparese komplit, pasien kehilangan fungsi sensorik dan
motorik hilang segmen sakral yang terbawah.Sedangkan pada paraparese
inkomplit pasien kehilangan sebagian fungsi sensorik dan atau motorik.Paraparese
adalah terjadinya gangguan antara dua anggota gerak tubuh bagian bawah.Hal ini
terjadi karena adanya efek antara sendi facet superior dan inferior
(parsinterartikularis). Paraparese adalah adanya defek pada pars interartikularis
tanpa subluksasi korpus vertebrata .parapareses terjadi pada 5% dari populasi.
Kebanyakan penderita tidak menunjukan gejala atau gejalanya hanya minimal,
dan sebagian besar kasus dengan tindakan konservatif memberikan hasil yang
baik. Parapareses dapat terjadi pada semua level vertebrata, tapi yang paling
sering terjadi pada vertebrata lumbal bagian bawah (Iskandar,2006).
Kasus cidera pada tulang vertebra sekitar 70% karena trauma dan kurang
lebih setengahnya termasuk cedera pada vertebra, sekitar 50% dari kasus trauma
dikarenakan oleh kecelakan lalu-lintas. Kecelakaan industry sekitar 26%,
kecelakaan dirumah sekitar 10%mayoritas dari kasus trauma di temukan adanya
fraktur atau dislokasi, kurang dari 25% hanya fraktur saja (Bromley,2006).
Permasalahan yang sering terjadi akibat cidera tulang belakang terutama
paraparese yaitu impairment seperti penurunan kekuatan otot pada ke dua
ekstremitas bawah sehingga potensi terjadi kontraktur otot, keterbatasan LGS,
decubitus, dan penurunan atau gangguan sensasi.Fungsional limitation seperti
adanya gangguan fungsional dasar seperti gangguan miring, duduk dan berdiri
serta gangguan berjalan, dan disability yaitu ketidakmampuan melaksanakan
kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan.
Pasien yang terkena penyakit paraparese akan mengalami kelemahan pada
bagian anggota gerak tubuh bagian bawah, pasien akan mengalami kelumpuhan,
contohnya sulit berjalan, sulit melakukan aktifitas sehari-hari, nyeri di bagian
ekstremitas bawah dan goyah atau mudah terjatuh.
Berdasarkan data yang diambil dari catatan medik RSD K.R.M.T
Wongsonegoro Semarang di ruang Sadewa 2 terhubung pada bulan September
2022 jumlah penderita Paraparese atau paraplegia sebanyak 1 orang dalam satu
bulan terakhir.
Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik membuat laporan kasus
yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Ny. R dengan Gangguan SIstem
Persarafan : Paraplegia di Ruang Sadewa 2 RSD K.R.M.T Wongsonegoro
Semarang”.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Paraparese inferior adalah sindrom klinis dimana prosesnya dimediasi oleh
sistem imun menyebabkan cedera neural medula spinalis dan mengakibatkan
berbagai derajat disfungsi motorik, sensori, dan autonomi. Penyakit ini dapat
menyerang anak-anak maupun dewasa pada semua usia. Akan tetapi puncak usia
adalah antara usia 10-19 tahun dan 30-39 tahun(Anwar,2006).
Paraparese atau paraplegia adalah kelemahan/kelumpuhan parsial bagian
ekstremitas bawah yang ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai
oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Kelemahan
adalahhilangnya sebagian fungsi otot untuk untuk satu atau lebih kelompok otot
yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena(Apley,2006).
B. Etiologi
Penyebab paraparese inferior adalah sindrom klinis berupa berbagai derajat
disfungsi motorik, sensori, dan autonomy yang disebabkan oleh peradangan fokal
di medulla spinalis. Pasien biasanya mengalami kecacatan karena cedera pada
neural sensori, motorik dan autonomi di dalam medulla spinalis(Anwar,2006).
Paraparese dapat di sebabkan oleh suatu infeksi, satu hingga dua segmen dari
medulla spinalis dapat rusak secara sekaligus.Infeksi langsung dapat terjadi
melalui emboli septik (Japardi, 2006).
Paraparese adalah suatu keadaan berupa kelemahan pada
ekstremitas.Paraparese bukan merupakan suatu penyakit yang berdiri sendiri,
namun merupakan suatu gejala, ang disebabkan adanya kelainan patologis pada
medulla spinalis (Ngastiyah, 2005).Kelainan-kelainan pada medulla spinalis
tersebut diantaranya adalah multiple sclerosis, suatu penyakit inflamasi dan
demyelinisasi yang di sebabkan oleh berbagai macam hal.Diantaranya adalah
genetik, infeksi dan virus dan faktor lingkungan (Sudoyo, 2006).Selain itu
paraparese juga dapat disebabkan oleh tumor yang menekan medulla spinalis, baik
primer maupun skunder. Juga dapat disebabkan oleh kelainan vascular pada
pembulu darah medulla spinalis, yang bisa berujung pada stroke medulla spinalis
(Iskandar, 2006). Semua keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya
paraparese inferior yang apabila tidak segera ditangani akan memperburuk
keadaan penderita. Sehingga diagnosis dan penanganan yang tepat pada
kelainana-kelainan diatas di harapkan dapat membantu penderita paraparese untuk
mewujudkan kondisi yang optimal (Iskandar, 2006).
C. Patofisologi
Lesi yang mendesak medulla spinalis sehingga merusak daerah jaras
kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot
bagian tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi. Lesi transversal medulla spinalis
pada tingkat servikal, misalnya C5 dapat mengakibatkan kelumpuhan UMN pada
otot-otot, kedua lengan yang berasal dari miotoma C6 sampai miotoma C8, lalu
otot-otot toraks dan abdomen serta seluruh otot-otot kedua ekstremitas (Bromley,
2006).
Akibat terputusnya lintasan somatosensory dan lintas autonom
neurovegetatif asendens dan desendens, maka dari tingakat lesi kebawah,
penderita tidak dapat melakukan buang air besar dan kecil, serta tidak
memperlihatkan reaksi neurovegetatif (Bromley, 2006).
Lesi transversal yang memotong medulla spinalis pada tingkat torakal atau
tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya serupa
dengan lesi yang terjadi pada daerah servikal yaitu pada tingkat lesi terjadi
gangguan motorik berupa kelumpuhan LMN pada otot-otot yang merupakan
sebagian kecil dari otot-otot toraks dan abdomen, namun kelumpuhan yang terjadi
tidak begitu jelas terlihat dikarenakan peranan dari otot-otot tersebutkurang
menonjol, hal ini dikarenakan lesi dapat mengenai kornu anterior medulla
spinalis. Dan dibawah tingkat lesi dapat terjadi gangguan motoric berupa
kelumpuhan UMN karena jaras kortikospinal lateral segmen thorakal terputus
(Apley, 2006).
Gangguan fungsi sensori dapat terjadi karena lesi yang mengenai kornu
posterior medulla spinalis maka akan terjadi penurunan fungsi sensibilitas
dibawah lesi, sehingga penderita berkurang merasakan adanya rangsangan taktil,
rangsangan nyeri, rangsangan thermal, rangsangan discrim dan rangsangan lokas
(Apley, 2006). Gangguan fungsi autonomy dapat terjadi karena terputusnya jaras
ascenden spinothalamicu sehingga inkotinensial urin dan inkotinensial
alvi.Tingkat lesi transversal di medulla spinalis mudah terungkap oleh batas
defisit sensorik.Dibawah batas tersebut, tanda-tanda UMN dapat ditemukan pada
kedua tungkai secara lengkap (Apley, 2006).
D. Manifestasi Klinis
Paraparese memiliki gejala sendri yang spesifik, gejala utama :
1. Sensitivitas kulit pada kaki berkurang.
2. Nyeri dibagian ekstremitas bawah.
3. Kesulitan membungkuk dan meluruskan kaki.
4. Ketidak mampuan untuk menginjak tumit.
5. Kesulitan berjalan.
6. Goyah/mudah terjatuh.
Gejala ini mulai muncul dengan cepat dan pada saat yang sama disimpan
untuk waktu yang lama. Dalam kasus yang parah, paraparese dari ekstremitas
bawah pada orang dewasa bergabung dan disfungsi organ panggul. Selain itu
dapat didiagnosis kelemahan otot yang parah, manusia menjadi apati, hamper
tidak makan dan tidur perubahan suasana hati, gangguan usus, peningkatan suhu
tubuh dan mempengaruhi pertahanan tubuh (Ngastiyah, 2005).
E. Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005), komplikasi yang dapat terjadi berupa:
1. Disfungsi neural
2. Gangguan sistem motorik.
3. Gangguan sistem sensori.
4. Autonomy.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan fokus untuk mengurangi peradangan. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan memberi terapi imunomodulator seperti steroid,
plasmapheresis, dan imunomodulator lain. Ketika fase akut selesai, biasanya
pasein akan meninggalkan gejala sisa yang sangat mempengaruhi hidupnya.
Lamanya fase penyembuhan tergantung terapi fisik dan okupasi yang diberikan
segera mungkin. Kuat, mencegah decubitus, kontaktur, dan mengajari mereka
bagaimana mengkompensasi defisit yang permanen(Ngastiyah,2005). Peranan
perawat terhadap pasien dengan paraparese inferior adalah sebagian pemberian
asuhan keperawatan yang dibutuhkan melalui menggunakan proses keperawatan
sehingga dapat di tentukan diagnose keperawatan agar bisa direncanakan dan di
laksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dasar manusia (Hidayat
A, 2004).
1. Melakukan alih baring karena klien tidak bisa lagi menggerakan tungkainya,
disamping untuk mengurangi resiko luka decubitus pada klien, disamping
itu juga melakukan perawatan kulit dipunggung yang baik dengan
memasase,memberikan minyak untuk mengurangi penekanan (Hidayat A,
2004)
2. ROM dilakukan untuk meningkatkan sirkulasi darah ke anggota gerak yang
lumpuh (Hidayat A, 2004).
3. Nyeri yang dirasakan dapat dilakukan dengan teknik masase atau dengan
distraksi (Hidayat A, 2004).
G. Pemeriksaan Diagnostik.
Menurut Sudoyo, dkk (2006) pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu:
1. MRI : menunjukkan daerah yang mengalami fraktur, infark, hemoragik
2. Tes darah
3. Urinalisis
4. Penentuan jumlah vitamin B12 dan asam folat.
5. CT scan : untuk melihat adanya edema, hematoma, iskemi dan infark.
6. Rontgen : menunjukan daerah yang mengalami fraktur, dan kelainan tulang.
Tanggal pengkajian : 10 Oktober 2022
Pukul : 22.00 WIB
Ruang/Bangsal : Prabu Kresna

A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Biodata Klien
a. Nama : Ny. R
b. Umur : 57 Tahun 3 bulan
c. Alamat : Semarang
d. Pendidikan : SD
e. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
f. Diagnosa medis : HIV, Dypsnea
g. Nomor register : 53xxxxx
h. Tanggal masuk : 29 September 2022
b. Biodata Penanggung Jawab
1) Nama : Tn. S
2) Umur : 37 Tahun
3) Alamat : Semarang
4) Pendidikan : SMA
5) Pekerjaan : Tidak terkaji
6) Hubungan dg klien : Anak
2. Keluhan Utama
Klien mengeluh sesak napas.
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang ke rawat inap melalui Instalasi Gawat Darurat
(IGD) dari pada tanggal 29 September 2022, klien terpasang infus
NACL 0.9% 20 tpm, terpasang IVC pada kaki kiri, terpasang bedside
monitor, terpasang OPA dan selang NGT. Klien datang mengeluh
sesak napas, pernapasan cuping hidung (+). Klien mendapatkan terapi
nebulizer per 8 jam. Saat dikaji, klien diberikan terapi oksigen NRM
15 lpm. Keluarga klien mengatakan tidak ada masalah pada BAB dan
BAK, demam (-), mual muntah (-), dyspnea (+). Pemeriksaan tanda-
tanda vital Ny. R yaitu TD = 168/78 mmHg, HR = 123 x/menit, RR =
31 x/menit, SpO2 = 98%, dan T 38,8 0C, kesadaran somnolen, GCS E
= 2, V = 3 M = 5.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan didiagnosis HIV sejak 4 tahun yang lalu dan
pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengatakan bahwa suami klien juga memiliki
riwayat seperti yang dialami oleh Ny. R.
4. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi kesehatan
Keluarga mengatakan sehat merupakan hal terpenting, maka
dari itu jika ada anggota keluarga yang sakit maka biasanya periksa ke
dokter setempat, membeli obat di apotek atau periksa ke puskesmas
dan rumah sakit.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum sakit
Keluarga klien mengatakan bahwa klien makan 3 kali sehari
disertai banyak nyemil. Makanan selalu dihabiskan, selain itu klien
biasanya minum 6 gelas air mineral per hari (±1500 ml).Klien
mengatakan selalu mengkonsumsi sayur. Sebelum sakit klien sering
banyak makan manis. Klien tidak memiliki alergi apapun terhadap
makanan.
A (Antropometri) :
1. Usia = 57 tahun
2. Berat Badan = 50 kg
3. Tinggi Badan = 153 cm
4. IMT =
50 = 21.4 (Normal)
1,53 X 1,53
B (Biological) : Tidak terkaji
C (Clinical) :
1. Keadaan umum = Baik
2. Nilai GCS 15 (E4M6V5) = Compos mentis
3. Turgor kulit baik

D (Diet) :

1. Klien makan 3x sehari dengan cemilan, minum ±1500 ml


2. Klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan.
Setelah sakit :
Klien terpasang
A (Antropometri) :
1. Usia = 57 Tahun
2. Berat Badan = 43 kg
3. Tinggi Badan = 153 cm
4. IMT =
43 = 18,4 (Kurus)
1,53 X 1,53

B (Biological) :
1. Hemoglobin = 10,4 g/dL
2. Trombosit = 40 ribu/mm3
3. Gula darah = 90 mg/dL
C (Clinical) :
1. Keadaan umum = cukup baik
2. Nilai GCS 10 (E2M5V3) = somnolen
3. Turgor kulit baik
D (Diet) :
1. Klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan.
2. Diet TKTP
c. Pola eliminasi
BAB
Sebelum sakit :
Keluarga klien mengatakan bahwa klien biasanya BAB 1 kali
sehari, dengan konsistensi feses padat, tidak terlalu keras, dan warna
cokelat. Ny. R tidak memiliki riwayat hemoroid atau susah BAB.
Setelah sakit :
Keluarga klien mengatakan baru BAB 1 kali dalam 2 hari saat
dirawat di rumah sakit dengan konsistensi padat dan warna kuning
kecoklatan. Keluarga Ny. R mengatakan tidak ada keluhan seperti
sembelit, dll.
BAK
Sebelum sakit :
Keluarag llien Ny. R mengatakan bahwa saat BAK tidak
memiliki keluhan seperti nyeri. BAK 6-8 kali sehari dengan
konsistensi urine kuning jernih, namun saat klien minum teh, warna
urine menjadi agak kuning kecokelatan.
Setelah sakit :
Klien menggunakan selang kateter untuk eliminasi urin dengan
frekuensi output ± 1100 cc per hari dan warna kuning kecoklatan.
d. Pola istirahat & tidur
Sebelum sakit :
Keluarga klien mengatakan bahwa klien biasanya tidur pukul
20.00 WIB dan bangun sekitar pukul 05.00 WIB.Klien biasanya
bangun dimalam hari untuk BAK. Klien mengatakan merasa segar
setelah bangun tidur.
Setelah sakit :
Keluarga klien mengatakan sering terbangun saat di rumah sakit
karena merasakan sesak napas dan batuk berdahak.
e. Pola aktifitas dan latihan
Sebelum sakit :
Klien tidak memiliki gangguan dalam ADL sebelum sakit. Klien
dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain
ataupun alat bantu.
Setelah sakit :
Klien mengalami penurunan kesadaran, sehingga seluruh
aktivitas sehari-hari klien perlu dibantu oleh orang lain maupun alat.

Kemampuan 0 1 2 3 4
Makan-minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Mobilisasi tempat tidur V
Berpindah V
Total score 14
Keterangan : Ketergantungan total
Skor 0 : Mandiri
1 : Dibantu Sebagian
2 : Perlu Bantuan Orang Lain
3 : Perlu Bantuan alat
4 : Perlu bantuan orang dan alat
f. Pola peran & hubungan
Ny. R merupakan seorang istri dan ibu rumah. Hubungan klien
dengan suami, anak, menantu, anggota keluarga dan tetangga baik.
g. Pola persepsi sensori
Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak memiliki
gangguan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan,
perabaan maupun penglihatan.
h. Pola persepsi diri /Konsep diri
Tidak terkaji
i. Pola Seksual & reproduksi
Ny. R berjenis kelamin perempuan, keluarga klien mengatakan
bahwa klien memiliki 2 anak. Keluarga klien mengatakan bahwa klien
sudah mengalami menopause.

j. Pola mekanisme koping


Klien dan keluarga terbuka dengan menjawab semua
pertanyaan. Keluarga klien mengatakan jika klien mengalami stress
maka curhat kepada anggota keluarga lain. Selain itu apabila ada suatu
masalah maka klien dan keluarga menyelesaikan secara musyawarah.
k. Pola nilai & Kepercayaan
Ny. R dan keluarga memeluk agama Islam dan biasanya
melaksanakan ibadah dan berdoa untuk kesehatannya. Keluarga Ny. R
mengatakan pengobatan klien selama di rumah sakit menurutnya tidak
ada yang bertentangan dengan keyakinan.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah
b. Kesadaran : Somnolen
c. Nilai GCS : 10 (E2 M5 V3)
d. Tanda-tanda vital
TD : 168/78 mmHg
HR : 123 x/menit
RR : 31x/menit
T : 38.8o C
SPO2 : 98 %
e. Pemeriksaan head to toe

Kepala : Tidak ada lesi, mesochepal


Rambut : Panjang, hitam beruban, rambut bergelombang, sedikit
berminyak
Mata : Bentuk simetris, cekung, pupil isokor, konjugtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik.
Mulut : simetris, mukosa bibir kering, tidak ditemukan
stomatitis, tidak ada sianosis, lidah kotor, terpasang
OPA.
Telinga : Simetris, tidak ada gangguan pendengaran, bersih
Hidung : Terpasang NRM 15 lpm, hidung bersih, penciuman
baik, tidak ada gangguan, tidak ada sinusitis, cuping
hidung (+).
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada
tonsilitis, tidak ada kaku kuduk.
Thorax : I (Inspeksi) : Dada datar, tidak ada lesi atau massa,
ada retraksi otot dada
P (Palpasi) : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
P (Perkusi) : Pekak
A (Auskultasi) : terdapat suara tambahan ronkhi basah
Abdomen : I : Simetris, datar, tidak ada acites
P : Ada pembesaran massa, tidak ada nyeri tekan
P : Timpani
A : Bising usus 8 x/menit
Genetalia : Terpasang kateter, tidak ada keluhan.
Ekstremitas : Tangan kanan terpasang selang infus, kaki kiri
terpasang IVC, tidak ditemukan odema, tidak ada luka.
Kulit : Warna kulit sawo matang, turgor kulit kembali <1
detik, tidak ada odema, akral hangat, CRT < 2 detik,
diaforesis (+).
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi : 30 September 2022
Pemeriksaan X Foto Thorax AP
Hasil : Kardiomegali (LV, LV, dan RV), pada pulmo terdapat
gambaran bronkopneumonia disertai efusi pleura duplex, tulang serta
jaringan lunak baik.
Pulmo : Corakan bronkovaskuler meningkat, tampak bercak-bercak
dikedua paru.
b. Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


09/10/2022 GDS 90 mg/dL 80 - 150
09/10/2022 Hemoglobin 10.3 g/dL 12,0 – 14,0
09/10/2022 Hematokrit 29.60 % 40 – 50
09/10/2022 Trombosit 40 Ribu/mm3 150 – 400
09/10/2022 Eritrosit 3.51 Juta/mm3 4,0 – 5,0
09/10/2022 Leukosit 1.3 Ribu 5,0 – 10,0
10/10/2022 Hemoglobin 8.2 g/dL 12,0 – 14,0
10/10/2022 Leukosit 1.7 Ribu 5,0 – 10,0
10/10/2022 Eritrosit 3.51 Juta/mm3 4,0 – 5,0
10/10/2022 Hematokrit 23.1 % 40 – 50
10/10/2022 Trombosit 5 Ribu/mm3 150 – 400
10/10/2022 APTT Kontrol 27.7 Detik -
10/10/2022 APTT Pasien 22.4 Detik 26.0- 34.0
10/10/2022 PT Kontrol 11.4 Detik -
10/10/2022 PT Pasien 12.5 Detik 11.0 – 15.0
10/10/2022 INR 1.12 -

7. Terapi Medis

Tanggal & Dosis


Jenis terapi / Pemberian Obat Fungsi
Nama obat 10/10 11/10 -
Terapi Parenteral
Infus Normal 20 tpm 20 tpm 20 tpm Untuk menggantikan
Saline 0.9% cairan tubuh yang hilang
saat mengalami luka
cedera, dan kehilangan
darah.
Terapi Nebulizer
Flixotide /8 jam /8 jam Untuk mengurangi
pembengkakan dan iritasi
di paru-paru.
Combivent 2.5 /8 jam /8 jam Untuk meredakan dan
ml mencegah munculnya
gejala sesak napas atau
mengi akibat penyempitan
saluran pernapasan
Terapi Injeksi
Diazepam 3x1 3x1 - Untuk mengatasi
gangguan kecemasan,
meredakan kejang, kaku
otot, atau sebagai obat
penenang sebelum operasi.
Asam 2x1 2x1 - Untuk menghentikan
traneksamat perdarahan pada beberapa
500 mg kondisi.
Omeprazole 1x1 1x1 - Untuk menangani penyakit
asam lambung
Difenhydramin 2x1 2x1 - Untuk meredakan gejala
alergi dan batuk pilek
(common cold)
Kalnex 500 mg 1x1 1x1 - Untuk menghentikan
perdarahan pada beberapa
kondisi.
Terapi Oral
Neoral 3x1 3x1 -
sandimmun 50
mg
Prednisolone 5 3x1 3x1 Untuk mengatasi berbagai
mg kondisi peradangan
B. ANALISA DATA

No Tanggal Data Fokus Etiologi Problem


1 10/10/22 DS : - Sekresi yang Bersihan
DO tertahan jalan napas
tidak efektif
- Ada retraksi otot dada, klien
menggunakan otot bantu nafas.
- Klien terpasang OPA
- Sekret (+)
- Suara nafas ronkhi
- RR = 31 x/menit
- SpO2 klien 98%
- Hasil ro-Thorax : Corakan
bronkovaskuler meningkat, tampak
bercak-bercak dikedua paru
2 10/10/22 DS : - Hambatan Pola napas
DO : upaya napas tidak efektif
- Klien terpasang OPA dan NRM 15 lpm
- Cuping hidung (+) dypsnea (+)
- RR = 31 x/menit
- SpO2 = 98%
- Hasil ro-thorax pulmo terdapat
gambaran bronkopneumonia disertai
efusi pleura duplex
3 10/10/22 DS : - Proses Hipertermia
DO : penyakit
- Tanda-tanda vital : TD = 168/78 mmHg,
HR = 123 x/menit, RR = 31 x/menit,
SpO2 = 98%, dan T 38,8 0C
- Akral hangat
- Diaphoresis (+)
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. (D.0001) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
yang tertahan.
2. (D. 0005) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas.
3. (D.0130) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tanggal/ Dx
No Kriteria Hasil Intervensi Paraf
Jam Keperawatan
1 10/10/2021 (D.0001) Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor frekuensi dan kedalaman nafas Wella
21.15 WIB Bersihan Jalan keperawatan selama 3 x 3 jam 2. Monitor tanda dan gejala hipoksia
Napas Tidak bersihan jalan napas paten 3. Monitor bunyi nafas tambahan
Efektif b.d (L.01001) dengan kriteria hasil: 4. Berikan posisi semi fowler 45o
Sekresi yang  Frekuensi napas membaik 5. Pasang oksimetri nadi
tertahan dibuktikan dengan respiratory rate 6. Berikan oksigen dengan NRM untuk
(RR) menjadi 21 x/menit. mempertahankan SpO2 >90%
 Produksi sputum menurun 7. Pasang jalur intra vena untuk memasukkan
dibuktikan dengan obat dan hidrasi
berkurangnya sekret pada jalan 8. Kolaborasi pemberian inh
napas. 9. Kolaborasi pemberian obat tambahan
 Ronkhi menurun dibuktikan Difenhydramin.
dengan tidak ada suara
tambahan pernapasan.
2 10/10/2021 (D. 0054) pola Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi (I.01014) Wella
21.15 WIB napas tidak keperawatan selama 3 x 24 jam,
efektif b.d diharapkan keluarga melaporkan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
hambatan upaya pola napas membaik (L.01004) upaya napas.
napas dengan kriteria hasil : 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
 Frekuensi napas membaik
dibuktikan dengan respiratory rate
Stokes, Biot, ataksik
(RR) menjadi 21 x/menit. 3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
 Dyspnea menurun, dibuktikan 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
dengan klien tidak lagi 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
mengeluh sesak 7. Auskultasi bunyi napas
 Penggunaan otot bantu nafas 8. Monitor saturasi oksigen
menurun dibuktikan dengan 9. Monitor hasil x-ray toraks
tidak lagi terlihat retraksi otot Terapeutik
dada. 10. Atur interval waktu pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
11. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
12. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
13. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3 10/10/2022 (D.0130) Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia (I.15506)
21.15 WIB Hipertermia keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
berhubungan diharapkan keluarga melaporkan 1. Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi
dengan proses termoregulasi membaik degan terpapar lingkungan panas penggunaan
penyakit pengaturan suhu tubuh dalam incubator).
rentang normal (L.14134) dengan 2. Monitor suhu tubuh
kriteria hasil : 3. Monitor kadar elektrolit
 Takikardi menurun dibuktikan 4. Monitor haluaran urine
dengan heart rate (HR) dalam 5. Sediakan lingkungan yang dingin
rentang normal 60-100 x/menit. 6. Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Tekanan darah membaik 7. Basahi dan kipasi permukaan tubuh Berikan
dibuktikan dengan dengan TD cairan oral
dalam rentang normal. 8. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
 Suhu tubuh menurun dibuktikan mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
dengan temperature (T) < 9. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut
0
37,5 C. hipotermia atau kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen,aksila)
10. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
11. Batasi oksigen, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring.
Kolaborasi :
a. Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu.

E. CATATAN KEPERAWATAN

Dx Tanggal/
No Implementasi Keperawatan Respon Paraf
Keperawatan Jam
1 (D.0001) 10/10/2022 1. Memonitor frekuensi dan DS : - Wella
Bersihan Jalan 21.20 WIB kedalaman nafas DO :
Napas Tidak 2. Memasang oksimetri nadi RR = 30x/menit, SpO2 = 98%, HR =
Efektif b.d 112x/menit, ada retraksi otot dada
Sekresi yang 10/10/2022 3. Memonitor tanda dan gejala DS : - Wella
tertahan 21.20 WIB hipoksia DO :
Dypsnea (+), takipnea ditandai dengan RR =
30x/menit, ronkhi (+).
10/10/2022 4. Memonitor bunyi nafas tambahan DS : - Wella
21.25 WIB DO : ronkhi pada kedua lapang paru (+)
10/10/2022 5. Memberikan posisi semi fowler 45o DS : Wella
21.30 WIB DO :
Klien dalam posisi supinasi dengan posisi kepala
semifowler dan klien tampak nyaman.
10/10/2022 6. Berkolaborasi pemberian terapi DS : - Wella
21.30 WIB nebulizer dengan obat flixotide dan DO :
combivent 2.5 mg. Klien masih batuk, sekret berkurang
10/10/2022 7. Memberikan oksigen dengan NRM DS : - Wella
21.35 WIB 15 lpm DO :
Klien tampak tidak gelisah, klien terpasang
NRM 15 lpm, SpO2 = 98%
10/10/2022 8. Memasang jalur intra vena untuk DS : - Wella
21.30 WIB memasukkan obat dan hidrasi DO :
Tangan kanan klien terpasang selang infus NaCl
20 tpm.
10/10/2022 9. Kolaborasi pemberian obat DS : - Wella
21.30 WIB tambahan Difenhydramin. DO :
Tidak ada hambatan saat memberikan terapi
obat.
2 (D. 0054) Pola 10/10/2022 1. Memonitor frekuensi, irama, DS : - Wella
napas tidak 21.45 WIB kedalaman, dan upaya napas. DO :
efektif b.d 2. Memonitor pola napas (seperti 1. Pasien terpasang bedside monitor.
hambatan upaya bradipnea, takipnea, hiperventilasi, 2. Tanda-tanda vital :
napas Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, TD = 163/78, HR = 112, RR = 30x/menit, T =
ataksik 38,20C, SpO2 = 98%
3. Memonitor saturasi oksigen 3. Pola napas takipnea (RR = 30x/menit)
4. Adanya suara ronkhi pada lapang paru
10/10/2022 4. Memonitor kemampuan batuk DS : - Wella
21.45 WIB efektif DO :
5. Memonitor adanya produksi Klien tampak sesekali batuk, sekret (+), klien
sputum terpasang OPA.
6. Memonitor adanya sumbatan jalan
napas
10/10/2022 7. Melakukan palpasi kesimetrisan DS : - Wella
21.45 WIB ekspansi paru DO :
8. Melakukan auskultasi bunyi napas P (Palpasi): Tidak ada nyeri tekan, tidak ada
massa
P (Perkusi): Pekak
A (Auskultasi) : terdapat suara tambahan ronkhi
basah
10/10/2022 9. Memonitor hasil x-ray toraks DS : - Wella
21.45 WIB DO :
Hasil pemeriksaan diagnostik ro-Thorax pada 30
September 2022, pulmo terdapat gambaran
bronkopneumonia disertai efusi pleura duplex.
3 (D.0130) 10/10/2022 1. Memonitor suhu tubuh DS : Keluarga klien mengatakan Ny. R demam Wella
Hipertermia 22.00 WIB 2. Memonitor kadar elektrolit DO :
berhubungan Akral hangat, T = 38,20C, diaphoresis (+),
dengan proses 10/10/2022 3. Memonitor haluaran urine DS : - Wella
penyakit 22.00 WIB DO :
Klien terpasang dower kateter, output urine 250
cc, warna coklat pekat
10/10/2022 4. Menyediakan lingkungan yang DS : -
22.00 WIB dingin DO :
5. Melonggarkan atau lepaskan Ny. R menggunakan pakaian yang tipis dan longgar,
pakaian suhu ruangan 250C dan ber-AC
6. Membasahi dan kipasi permukaan
tubuh
10/10/2022 7. Berkolaborasi memberikan cairan DS : - Wella
22.00 WIB dan elektrolit intravena berupa DO :
NaCl 0.9% 20 tpm. Tangan kanan terpasang infus NaCl 0.9% 20
tpm.
1 (D.0001) 11/10/2022 1. Memonitor frekuensi dan DS : - Wella
Bersihan Jalan 07.00 WIB kedalaman nafas DO :
Napas Tidak 2. Memasang oksimetri nadi RR = 28x/menit, SpO2 = 99%, HR =
Efektif b.d 119x/menit, retraksi otot dada (+)
Sekresi yang 10/10/2022 3. Memonitor tanda dan gejala DS : - Wella
tertahan 07.00 WIB hipoksia DO :
Dypsnea (+), takipnea ditandai dengan RR =
28x/menit, ronkhi (+).
10/10/2022 4. Memonitor bunyi nafas tambahan DS : - Wella
07.00 WIB DO : ronkhi pada kedua lapang paru (+)
10/10/2022 5. Memberikan posisi semi fowler 45o DS : Wella
07.10 WIB DO :
Klien dalam posisi supinasi dengan posisi kepala
semifowler dan klien tampak nyaman.
10/10/2022 6. Memberikan oksigen dengan NRM DS : - Wella
07.10 WIB 15 lpm DO :
Klien tampak tidak gelisah, terpasang NRM 15
lpm, SpO2 = 99%
10/10/2022 7. Memasang jalur intra vena untuk DS : - Wella
07.15 WIB memasukkan obat dan hidrasi DO :
Tangan kanan klien terpasang selang infus NaCl
0.9% 20 tpm.
2 (D. 0054) Pola 10/10/2022 1. Memonitor frekuensi, irama, DS : - Wella
napas tidak 21.45 WIB kedalaman, dan upaya napas. DO :
efektif b.d 2. Memonitor pola napas (seperti 1. Pasien terpasang bedside monitor.
hambatan upaya bradipnea, takipnea, hiperventilasi, 2. Tanda-tanda vital :
napas Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, TD = 160/82, HR = 119, RR = 28x/menit, T =
ataksik 38,40C, SpO2 = 99%
3. Memonitor saturasi oksigen 3. Pola napas takipnea (RR = 28x/menit)
4. ronkhi pada lapang paru (+)
10/10/2022 4. Memonitor kemampuan batuk DS : - Wella
21.45 WIB efektif DO :
5. Memonitor adanya produksi Klien tampak sesekali batuk, sekret berkurang,
sputum klien terpasang OPA.
6. Memonitor adanya sumbatan jalan
napas
10/10/2022 7. Melakukan palpasi kesimetrisan DS : - Wella
21.45 WIB ekspansi paru DO :
8. Melakukan auskultasi bunyi napas P (Palpasi): Tidak ada nyeri tekan, tidak ada
massa
P (Perkusi): Pekak
A (Auskultasi) : terdapat suara tambahan ronkhi
3 (D.0130) 10/10/2022 1. Memonitor suhu tubuh DS : Keluarga klien mengatakan Ny. R masih Wella
Hipertermia 21.45 WIB demam
berhubungan DO :
dengan proses Akral hangat, T = 38,40C, diaphoresis (+)
penyakit
10/10/2022 2. Menyediakan lingkungan yang DS : - Wella
22.00 WIB dingin DO :
3. Melonggarkan atau lepaskan Ny. R menggunakan pakaian yang tipis dan longgar,
pakaian suhu ruangan 250C dan ber-AC, selimut diganti
4. Membasahi dan kipasi permukaan
tubuh
5. Mengganti linen tempat tidur setiap
hari.
10/10/2022 6. Berkolaborasi memberikan cairan DS : - Wella
22.00 WIB dan elektrolit intravena berupa DO :
NaCl 0.9% 20 tpm. Tangan kanan terpasang infus NaCl 0.9% 20
tpm.
F. EVALUASI KEPERAWATAN

No Tgl/ Jam Dx Keperawatan Evaluasi Paraf


1 10/10/2022 (D.0001) Bersihan jalan S: - Wella
21.35 WIB napas tidak efektif O :
berhubungan dengan - RR = 30x/menit
sekresi yang tertahan - SpO2 = 98%
- HR = 112x/menit
- Retraksi otot dada (+)
- Dypsnea (+), takipnea ditandai dengan RR = 30x/menit, ronkhi (+)
- Klien dalam posisi supinasi dengan posisi kepala semifowler dan klien
tampak nyaman
- Klien masih batuk, sekret berkurang
- Klien tampak tidak gelisah, klien terpasang NRM 15 lpm, SpO2 = 98%
A : Masalah bersihan jalan napas tidak efektiff belum teratasi
P : Lanjukan intervensi manajemen nyeri :
1. Monitor frekuensi dan kedalaman nafas
2. Monitor tanda dan gejala hipoksia
3. Monitor bunyi nafas tambahan
4. Berikan posisi semi fowler 45o
5. Pasang oksimetri nadi
6. Berikan oksigen dengan NRM untuk mempertahankan SpO2 >90%
7. Pasang jalur intra vena untuk memasukkan obat dan hidrasi
10/10/2022 (D. 0005) Pola napas S : - Wella
21.50 WIB tidak efektif O :
berhubungan dengan - Pasien terpasang bedside monitor.
hambatan upaya napas - Tanda-tanda vital :
TD = 163/78, HR = 112, RR = 30x/menit, T = 38,20C, SpO2 = 98%
- Pola napas takipnea (RR = 30x/menit)
- Adanya suara ronkhi pada lapang paruKlien tampak sesekali batuk, sekret
(+), klien terpasang OPA
- P (Palpasi): Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
P (Perkusi): Pekak
A (Auskultasi) : terdapat suara tambahan ronkhi basah
- Hasil pemeriksaan diagnostik ro-Thorax pada 30 September 2022, pulmo
terdapat gambaran bronkopneumonia disertai efusi pleura duplex.
A : Masalah pola napas tidak efektif belum teratasi
P : Lanjukan intervensi pemantauan respirasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas.
b. Monitor pola napas
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
10/10/2022 (D.0130) Hipertermia S : Keluarga klien mengatakan Ny. R demam Wella
22.05WIB berhubungan dengan O :
proses penyakit - Akral hangat
- T = 38,20C
- Diaphoresis (+)
- Klien terpasang dower kateter, output urine 250 cc, warna coklat pekat
- Ny. R menggunakan pakaian yang tipis dan longgar, suhu ruangan 25 0C dan ber-
AC
- Tangan kanan terpasang infus NaCl 0.9% 20 tpm.
A : Masalah hipertermia belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi manajemen hipertermi
a. Monitor suhu tubuh
b. Monitor haluaran urine
c. Sediakan lingkungan yang dingin
d. Longgarkan atau lepaskan pakaian
e. Basahi dan kipasi permukaan tubuh Berikan cairan oral
f. Ganti linen
2 11/10/2022 1. (D.0001) Bersihan jalan S : Keluarga Ny. R mengatakan bahwa klien berhenti bernapas dan badan kaku. Wella
12.30 WIB napas tidak efektif O:
berhubungan dengan - Nadi tidak teraba
sekresi yang tertahan. - Pernapasan (-)
2. (D. 0005) Pola napas - Akral dingin
tidak efektif - Pupil dilatasi
berhubungan dengan - Refleks cahaya (-/-)
hambatan upaya - GCS 3 (E1M1V1)
napas. A:-
3. (D.0130) Hipertermia P : Hentikan intervensi dikarenakan pasien meninggal pada pukul 12.28 WIB
berhubungan dengan
proses penyakit
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Kasus
Berdasarkan dari asuhan keperawatan yang dilakukan selama 3 hari yang
dimulai dari tanggal 26-28September2022 yang diberikan pada pasien Ny. R yang
mengalami paraplegia, maka penulisan mengambil suatu kesimpulan mengenai :
1. Pengkajian
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa klien mengeluh kelemahan
anggota gerak bawah dengan kekuatan otot (5/5) (1/1) serta nyeri yang
sangat mengganggu Activity Daily Livinghingga istirahat dan tidur klien.
Klien tampak meringis kesakitan, diaphoresis (+),TD = 121/89 mmHg, HR
= 74 x/menit, RR = 20 x/menit, SpO2 = 98%, dan T 36,6 0C.Pengkajian
PQRST yang telah dilakukan menunjukkan :
P = Nyeri bertambah saat bergerak
Q = Nyeri seperti dipelintir
R = Nyeri dirasakan disekitar pinggang hingga kaki
S = Skala nyeri 7
T = Nyeri hilang timbul dan lama nyeri bermenit-menit
2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal
26 September 2022 pada Ny. R, terdapat 3 diagnosa keperawatan yang
sesuai dengan teori yaitu diagnosa gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan neuron fungsi motorik dan sensori, nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis, dan kurangnya pengetahuan
berhubungan dengan penyakit dan pengobatan. Akan tetapi terdapat pula
diagnosa keperawatan yang tidak sesuai dengan teori namun sesuai dengan
kondisi pasien yaitu diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan
hambatan mobilitas di tempat tidur.

B. Analisa Intervensi Keperawatan


Dari diagnosa keperawatan yang ditemukan pada Ny. R telah dilakukan
penentuan prioritas, penetapan tujuan, kriteria hasil dan perumusan perencanaan
keperawatan. Perencanaan sangat membantu proses keberhasilan asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien Ny. R yang mengalami
paraplegia.Perencanaan yang dilakukan ada yang sesuai dengan teori danada juga
yang tidak sesuai dengan teori tetapi dengan melihat kondisi pasien juga, sehingga
tidak semua perencanaan dapat dilakukan. Pada penanganan nyeri akut yang
dialami oleh Ny. R diatasi dengan intervensi manajemen nyeri sedangkan masalah
gangguan mobilitas fisik diatasi dengan intervensi dukungan mobilisasi.Setelah
3x24 jam dilakukan implementasi manajemen nyeri pada Ny. R, klien
mengatakan nyeri berkurang dari skala 7 (nyeri berat) menjadi 3 (nyeri ringan),
nyeri yang dirasakan hilang timbul.
BAB VI
PENUTUP

A. Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis barikan untuk perbaikan dalam hal
meningkatkan mutu dan kualitas asuhan keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan agar dapat memberikan dan menambah referensi terbaru
didalam perpustakan sehingga penyusun karya tulis ilmiah ini mahasiswi
dalam mencari literature.
2. Bagi institusi rumah sakit
Dalam rangka meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan kepada
pasien dengan tepat, benar, dan sesuai dengan prosedur hendaknya rumah
sakit terus meningkatkan sumber daya manusia dengan melaksanakan
pelatihan/seminar untuk perawat dan juga menyediakan fasilitas yang sesuai
dengan standar prosedur tindakan keperawatan.
3. Bagi perawat
Bagi perawat hendaknya selalu meningkatkan kerjasama yang
harmonis terhadap seluruh tim kesehatan, meningkatkan ilmu pengetahuan
dan skill tindakan, sehingga asuhan keperawatan dapat dilaksanakan tanpa
adanya hambatan.
4. Bagi pasien dan keluarga
Bagi pasien dan keluarga hendaknya lebih memperhatikan pola
makananny serta menghindari kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang
dapat mempengaruhi kesehatan khususnya untuk penyakit yang dapat
memicu terjadinya penyakit lain.
DAFTAR PUSTAKA

Docthwrman, J. M. & Bulecheck, G. N. (2004).Nursing Interventions Classification.St


Louis, ication. St Louis, Mossouri, Elsevier inc.

Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi &


Klasifikasi. Edisi 10. Jakarta: EGC

Kowalak, P. J., Welsh, W., & Mayer, B. (2011). Buku Ajar Patofisologi. Jakarta: EGC

Moorhead, S., Jonson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. (2008). Nursing Of Nursing
Outcomes Classification.Mosby : Elsevier inc

Potter, P. A. & Perry, G. A. (2010).Fundamental of Nursing.Ed. 7.Volume


2.Singapore :Elsevier Inc

Smeltzer, S. C, & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Volume


2, Edisi 8. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai