Anda di halaman 1dari 83

SKRIPSI

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH


DENGAN KEJADIAN TUBERKOLOSIS PARU
DI PUSKESMAS PURWOKERTO UTARA II TAHUN 2021

Oleh:
SITI KHUSNUL KHOTIMAH
NIM : P133743221031

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO
PROGRAM STUDI SANITASI LINGKUNGAN PROGRAM
SARJANA TERAPAN
2022

v
SKRIPSI

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH


DENGAN KEJADIAN TUBERKOLOSIS PARU
DI PUSKESMAS PURWOKERTO UTARA II TAHUN 2021

Oleh:
SITI KHUSNUL KHOTIMAH
NIM : P133743221031

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO
PROGRAM STUDI SANITASI LINGKUNGAN PROGRAM SARJANA TERAPAN
2022

v
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto
Program Studi Sanitasi Lingkungan
Program Sarjana Terapan
Skripsi, Juni 2021
Abstrak

Siti Khusnul Khotimah ( khusnulwarsito67@.com)


HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKOLOSIS PARU
DI PUSKESMAS PURWOKERTO UTARA II TAHUN 2021
xii + 47 halaman: 3 gambar, 18 tabel, 6 lampiran

TBC merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian terbesar di dunia. Sumber
penularan penyakit ini erat kaitannya dengan kondisi bangunan rumah yang dapat
mempengaruhi kejadian penyakit. Penelitian ini untuk menganalisis hubungan
lingkungan fisik rumah terhadap kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas Purwokerto
Utara II tahun 2021. Variabel bebas penelitian meliputi lingkungan fisik rumah yang
terdiri dri ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan kepadatan hunian dan variabel
terikatnya kejadian penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru). Jenis penelitian studi analitik
observasional desain studi case control. Hasilnya jumlah sampel kasus dan kontrol
masing-masing 30. Analisis data menggunakan uji Chi Square dan Odd Ratio.Terdapat
hubungan ventilasi rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II
tahun 2021 (p = 0,012; OR = 4,375). Terdapat hubungan pencahayaan rumah dengan
kejadian TB Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II 2021 (p = 0,028; OR = 3,500).
Terdapat hubungan kelembaban rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas
Purwokerto Utara II 2021 (p = 0,018; OR = 3,596). Terdapat hubungan kepadatan
hunian rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II 2021 (p =
0,002; OR = 5,675).Simpulan, Lingkungan fisik rumah yang meliputi ventilasi,
pencahayaan, kepadatan hunian berhubungan dengan kejadian TB Paru.

Daftar bacaan : 35 (1995 – 2021)


Kata kunci : Lingkungan, Fisik, Rumah, TB Paru

iii
Semarang Health Polytechnic of Ministry of Health
Purwokerto Environmental Health Department
Applied Undergraduate Program in Environmental Sanitation
Scientific Research, June 2021

Abstract

Siti Khusnul Khotimah


Correlation of The Physical Environment Factors Of The House With The Event Of
Pulmonary Tubercolosis In Puskesmas North Purwokerto II in 2021
xii + 47 pages: 3 picture, 18 table, 6 enclosure

TB is one of the top 10 causes of death in the world. The source of this disease
transmission is closely related to the condition of the house building which can affect the
incidence of the disease. This study was to analyze the relationship between the physical
environment of the house and the incidence of pulmonary tuberculosis at the Puskesmas
Purwokerto Utara II in 2021. The independent variables of the study include the physical
environment of the house which consists of ventilation, lighting, humidity and density of
dwellings and the dependent variable is the incidence of pulmonary tuberculosis (TB). This
type of research is an observational analytic study with a case control study design. The
number of samples of cases and controls were 30 each. Data analysis used Chi Square and
Odd Ratio tests.Result,there is a relationship between home ventilation and the incidence of
pulmonary TB at the Puskesmas Purwokerto Utara II in 2021 (p = 0.012; OR = 4.375). There
is a relationship between house lighting and the incidence of pulmonary TB at the
Puskesmas Purwokerto Utara II 2021 (p = 0.028; OR = 3.500). There is a relationship
between house humidity and the incidence of pulmonary TB at the Puskesmas Purwokerto
Utara II 2021 (p = 0.018; OR = 3.596). There is a relationship between residential density
and the incidence of pulmonary TB at the Puskesmas Purwokerto Utara II 2021 (p = 0.002;
OR = 5.675). Conclusio, the physical environment of the house which includes ventilation,
lighting, occupancy density is associated with the incidence of pulmonary TB

Reading list : 35 (1995 – 2021)


Key word : Environment, Physical, Home, Pulmonary TB

iv
SKRIPSI

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH


DENGAN KEJADIAN TUBERKOLOSIS PARU
DI PUSKESMAS PURWOKERTO UTARA II TAHUN 2021

Skripsi Ini Diajukan Sebagai


Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Terapan Kesehatan

Oleh:
SITI KHUSNUL KHOTIMAH
NIM : P133743221031

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO
PROGRAM STUDI SANITASI LINGKUNGAN PROGRAM SARJANA TERAPAN
2022

v
PERSETUJUAN

Skripsi atas :
Nama : Siti Khusnul Khotimah
Tempat Tanggal Lahir : Purbalinggal 29 September
1967 NIM : P1337433221031
Judul : Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan kejadian
Tuberkulosis Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II tahun
2021

Kami setuju untuk diseminarkan tanggal Juni 2022

Purwokerto, Juni 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.M.Choerul Anwar,SKM.M.Kes Zaeni Budiono,SIP,M.Si


NIP : 19601129 198207 1 001 NIP : 196211011983031003

vi
SKRIPSI

Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian


Tuberkulosis Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021

Disusun oleh :
SITI KHUSNUL KHOTIMAH
NIM : P133743221031

Telah diujikan di depan Penguji Skripsi


Program Studi Sanitasi Lingkungan Program Sarjana
Terapan Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto
pada tanggal 28 Juni 2022, dan dinyatakan

LULUS
Ketua Tim Pembimbing Seminar Pembimbing I

Dr. M. Choiroel Anwar, SKM, M.KesNIP: Dr. M. Choiroel Anwar, SKM, M.KesNIP:
19601129 198207 1 001 19601129 198207 1 001
Anggota Penguji I Pembimbing II

Dr. Djamaluddin Ramlan, SKM, M.Kes Zaeni Budiono, S.IP,M.Si


NIP : 196001221982071001 NIP :196211011983031003
Anggota Penguji II

Teguh Widiyanto, S.Sos, M.Kes


NIP : 19640821 198903 1 002

Skripsi ini telah memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai


derajat Sarjana Terapan Kesehatan

Mengetahui:
Ketua Program Studi Sanitasi Lingkungan Program Sarjana
Terapan Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang

Hari Rudijanto Indro Wardono., S.T, M.Kes


NIP. 197004281993031002

vii
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Siti Khusnul Khotimah
Tempat Tanggal Lahir : Purbalinggal 29 September
1967 NIM : P1337433221031
Judul : Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan kejadian
Tuberkulosis Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah betul-betul hasil


karya saya dan bukan hasil penjiplakan dari hasil karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dan apabila kelak dikemudian hari terbukti dalam skripsi
ada unsur penjiplakan, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

Purwokerto, Juni 2022

Yang menyatakan,

Siti Khusnul Khotimah

viii
BIODATA

Nama : Siti Khusnul Khotimah


NIM/ NIK : P1337433221031/ 3302276909670001
Tempat Tanggal Lahir : Purbalingga 29 September
1967 Agama : Islam
Jenis kelamin : Wanita
Alamat : Jalan Gunung Muria No 42 Rt 01 Rw 05
Kel. Bancarkembar Kec. Purwokerto
Utara. Kab. Banyumas
No hp/ email : 081327439029/ khusnulwarsito67@gmail.com

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul ” Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan kejadian
Tuberkulosis Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021”. Penulisan
skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
terapan kesehatan
Peneliti menyadari tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak,
sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya peneliti juga
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Marsum., BE, S.Pd, M.HP selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes
Semarang.
2. Asep Tata Gunawan., SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
3. Hari Rudijanto IW., ST, M.Kes selaku Kaprodi Sanitasi Lingkungan Program
Sarjana Terapan Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
4. Bapak Dr. M. Choiroel Anwar, SKM, M.Kes selaku pembimbing I yang telah
memberikan saran dan bimbingannya terhadap penulisan skripsi ini.
5. Bapak Zaeni Budiono, SIP, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan
saran dan bimbingannya terhadap penulisan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Semarang. yang telah memberikan banyak ilmu.
7. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pembuatan skripsi yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan melimpahkan rahmat dan
hidayahNya kepada semua pihak yang sudah terlibat dalam penyelesaian skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, oleh
karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.

Purwokerto, Juni 2022

Peneliti

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .....................................................................................iv
HALAMAN BIODATA ................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR...................................................................................................................vi
ABSTRAK ............................................................................................................................... vii
ABSTRACT .............................................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ix
DAFTAR TABEL......................................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 3
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 4
E. Keaslian Penelitian ......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberculosis Paru........................................................................................................... 7
B. Faktor- Faktor resiko TB Paru ....................................................................................... 9
C. Kerangka Teori ............................................................................................................. 26
D. Hipotesis ....................................................................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian ........................................................................................................ 27
B. Kerangka Konsep ......................................................................................................... 27
C. Definisi Operasional ..................................................................................................... 28
D. Jenis Penelitian............................................................................................................. 30
E. Ruang Lingkup.............................................................................................................. 30
F. Populasi dan Sampel.................................................................................................... 30
G. Pengumpulan Data ....................................................................................................... 31
H. Pengolahan Data .......................................................................................................... 32
I. Analisis Data ................................................................................................................. 33
J. Etika Penelitian ............................................................................................................. 34
BAB IV HASIL
A. Gambaran Umum ......................................................................................................... 45
B. Analisis Univariat.........................................................................................................40
C. Analisis Bivariat ...................................................................................................... ..... 42
BAB V PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat .......................................................................................................... 45
B. Analisis Bivariat.......................................................................................................... 49
C. Keterbatasan Penelitian..............................................................................................54
BAB VI SIMPULAN SARAN
A. Simpulan ....................................................................................................................... 46
B. Saran ............................................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1 Keaslian Penelitian................................................................................... 5


3.1 Definisi Operasional.................................................................................. 28
4.1 Jumlah Penduduk berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja
Puskesmas Purwokerto Utara II............................................................... 37
4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan........................................... 38
4.3 Jumlah Penduduk berdasarkan Pekerjaan............................................... 38
4.4 Angka Kematian Puskesmas Purwokerto Utara II Tahun 2021................ 39
4.5 Angka morbiditas Wilayah Puskesmas Purwokerto Utara II.................... 39
4.6 Kasus Tuberculosis Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021........... 40
4.7 Deskripsi Data Variabel Ventilasi ,Pencahayaan,Kelembaban, dan
Kepadatan Hunian di Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021...... 41
4.8 Hubungan ventilasi , Pencahayaan, Kelembaban,dan Kepadatan
Hunian dengan kejadian TB Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II
tahun 2021................................................................................................. 42

xii
DAFTAR GAMBAR / GRAFIK

GAMBAR HALAMAN

1.1 Teori Simpul........................................................................................... 26

3.1 Kerangka Konsep................................................................................... 27

4.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto Utara II............................. 35

4.2 Jumlah Penduduk berdasarka jenis kelamin di wilayah Puskesmas


Purwokerto Utara II................................................................................ 36

43 Jumlah Penduduk, Jumlah KK dan Kepadatan Penduduk.................... 37

...

xiii
xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil SPSS ............................................................................................ 51


Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden .............................................. 58
Lampiran 3 Lembar Permohonan Menjadi Responden............................................. 59
Lampiran 4 Dokumentasi Kegiatan Penelitian .......................................................... 60

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular yang paling banyak menyebabkan

kematian dan menjadi ancaman berbahaya bagi kesehatan masyarakat. TBC

merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian terbesar di dunia. Data Riskesdas

tahun 2019 jumlah penderita TB Paru di Indonesia menduduki peringkat ke – 3

dengan jumlah estimasi 845.000 orang, Sekitar 67 % ( 568.987) ternotifikasi TB,

sedangkan (276.013) atau sekitar 33 % yang belum ternotifikasi. Penyebab

penderita TB tidak ternotifikasi disebabkan oleh 2 hal yaitu undetected (tidak

terdeteksi kasusnya) dan dan unreported (sudah terdeteksi tetapi tidak dilaporkan),

TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

Mycrobacterium Tuberculosis, kuman tersebut masuk kedalam tubuh manusia

melalui udara pernafasan kedalam paru. Kemudian kuman tersebut dapat menyebar

kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, dan

melalui saluran nafas atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.

Penyakit ini menyebar melaui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberculosis.

Penyakit Tuberculosis dapat menyerang semua orang, baik laki-laki maupun

perempuan dari usia anak-anak sampai usia dewasa, Di Kabupaten Banyumas

terduga Tuberculosis pada tahun 2020 yang mendapatkan pelayanan sesuai

setandar sebanyak 10,367 orang, jumlah semua kasus 3,320 kasus dengan

rincian laki2 sebanyak 1.756 kasus atau 57,7 % dan perempuan sebanyak 1,293

kasus atau 42,3 %. sementara Tuberculosis anak usia 0 – 14 tahun (data profil

Kabupaten Banyumas tahun 2020). Fenomena ini bisa jadi berhubungan dengan

perilaku,

Faktor lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan


2
merupakan faktor risiko sumber penularan penyakit TB Paru. Sumber penularan

penyakit ini erat kaitannya dengan kondisi bangunan rumah yang dapat

mempengaruhi kejadian penyakit maupun kecelakaan antara lain: ventilasi,

pencahayaan, kelembaban ruangan, dan kepadatan hunian rumah. Syarat rumah

sehat salah satunya adalah rumah mempunyai Ventilasi yang dapat berfungsi

mengalirkan udara dari luar ke dalam ruangan dan sebaliknya, sehingga terjadi

sirkulasi udara yang sehat untuk dihirup. Demikian juga Ventilasi dapat digunakan

untuk memasukkan cahaya matahari masuk ke dalam rumah sehingga rumah tidak

gelap dan lembab karena adanya pencahayaan yang dibuat untuk menerangi

ruangan dalam rumah .

Kepadatan hunian merupakan salah satu indikator pemicu tingginya tingkat

penularan TB Paru. Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan

pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah

penghuninya akan menyebabkan berjubel (over crowded). Hal ini tidak sehat karena

disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota

keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada

anggota keluarga lain (Dina Mariana, Miftah Chairani. Desember 2017).

Wilayah Puskesmas Purwokerto Utara 2 terletak di perkotaan, Kabupaten

Banyumas, Jawa Tengah. mempunyai wilayah kerja 4 Kelurahan yaitu Kelurahan

Sumampir, Kelurahan Grendeng, Kelurahan Karangwangkal dan Kelurahan

Pabuwaran dengan luas total 460.78 hektar dan memiliki jumlah penduduk 26.641,

dengan kepadatan penduduk sebesar 53 jiwa /km 2, beriklim tropis, temperatur udara

berkisar antara 26° C sampai 30°C dengan kelembaban udara berkisar 80 % - 85 %.

(Laporan Tahunan 2020 dan Rencana Kerja 2021 Puskesmas Purwokerto Utara 2)

Gambaran Penyakit Tuberkulosis di Wilayah Puskesmas Purwokerto Utara II

Kabupaten Banyumas dari tahun 2019 diketahui sebanyak 24 kasus dengan rincian

Laki-laki 14 orang dan perempuan 10 orang, tahun 2020 sebanyak 10 kasus dengan

rincian laki-laki 4 orang dan perempuan 6 orang, dan pada tahun 2021 ada
3
peningkatan kasus yang cukup tinggi yaitu sebanyak 42 kasus dengan rincian laki-laki

15 orang dan perempuan 27 orang. Kasus Tuberculosis pada tahun 2021 merupakan

penyakit menular peringkat keempat, setelah diare 128 kasus, chikungunya 128

kasus dan Demam Berdarah 65 kasus dan TB Paru sebanyak 42 kasus (Profil

Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti ingin mengetahui lebih jauh

dengan melakukan penelitian kasus Tuberculosis Paru yang ada di wilayah

Puskesmas Purwokerto Utara dengan mengambil judul “Hubungan Lingkungan Fisik

Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II

tahun 2021 “.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian

Tuberkulosis Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021?

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk menganalisis hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian

tuberkulosis paru di Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis hubungan pencahayaan rumah dengan kejadian Tuberkulosis

Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021.

b. Menganalisis hubungan kelembaban rumah dengan kejadian Tuberkulosis

Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021

c. Menganalisis hubungan kepadatan hunian rumah dengan kejadian

Tuberkulosis Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021.

d. Menganalisis hubungan ventikasi rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru

di Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021


4
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan sebagai bahan kajian

dalam program peningkatan mutu pelayanan terutama tentang penurunan angka

kejadian Tuberkulosis Paru di Masyarakat dengan pemberian informasi

mengenai Penyakit Tuberkulosis Paru

2. Manfaat Praktis

1. Bagi Petugas Kesehatan

Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan sebagai bahan

pertimbangan dalam peningkatan mutu pelayanan terutama dalam rangka

penurunan angka kejadian Tuberkulosis Paru di Masyarakat dengan dengan

pemberian informasi mengenai Penyakit Tuberkulosis Paru

b. Bagi Institusi Pendidikan

Dari Penelitian ini diharapkan menjadi masukan sebagai bahan kajian dalam

program peningkatan mutu pendidikan terutama mengenai pengurangan

angka kejadian Tuberkulosis Paru dan menambah informasi untuk institusi

pendidikan.

c. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman untuk mendapatkan wawasan dan pengetahuan

tentang Tuberkulosis Paru serta memberikan pengalaman dalam menerapkan

ilmu yang telah didapat kedalam kondisi nyata di lapangan.

E. Keaslian Penelitian

Peneliti mengunakan sumber penelitian dari beberapa penelitian sebelumnya yang

berhubungan dengan penelitian ini, yaitu:


5
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Nama Judul Tahun Metode Hasil Pembahasan Persamaan dan


Peneliti perbedaan
Yufa Hubungan 2016 Penelitian ini Hasil penelitian ini Persamaaan
Zuriya antara menggunaka menyebutkan faktor Metode
Faktor Host n cross yang terbukti deskriptif
dan sectional berhubungan dengan
Lingkungan dengan dengan kejadian pendekatan cros
dengan menggunaka TB PAru di Wilayah sectional
Kejadian n random Kerja Puskesmas Perbedaan
TB Paru di sampling Pamulang yaitu Tempat
Wilayah riwayat kontak penelitian
Kerja serumah berbeda
Puskesmas (pvalue=0.034) Variabel yang
Pamulang akan di teliti
Sampel
penelitian yang
digunakan
Nanny Faktor Host 2019 Penelitian ini Hasil penelitian ini Persamaaan
Harmani dan menggunaka adalah responden Variabel yang
Lingkungan n metode yang menderita akan diteiliti
dengan kuantitatif tuberkulosis paru Perbedaan
Kejadian diukur ada tindakan metode kualitatif
Tuberkulosi dengan responden dengan
s Paru di kuesinoner sebagian besar pendekatan
Kabupaten dan kurang baik yaitu naratif
Cianjur menggunaka 128 responden (66 menggunakan
Propinsi n analisis %). Faktor pendekatan
Jawa Barat univariat lingkungan, untuk cross sectional
kepadatan hunian
sebagian besar
tidak padat yaitu
102 responden
(52,6 %), keadaan
jendela sebagian
besar responden
memiliki jendela
dan terbuka yaitu
sebesar 104
responden (53,6
%), Pencahayaan
sebagian besar
responden tidak
menyalakan lampu
saat membaca
pada siang hari
sebesar 170
responden (87,1
%), kondisi ventilasi
sebagian besar
responden baik ( ≥
10 % luas lantai)
yaitu 114
responden (58,8
6
Nama Judul Tahun Metode Hasil Pembahasan Persamaan dan
Peneliti perbedaan
Zira Faktor- 2017 Jenis Hasil penelitian Persamaaan
Azzahra faktor yang penelitian ini menunjukkan Variabel yang
mempenga bersifat bahwa faktor host diteliti
ruhi analitik yaitu pendidikan, Perbedaan
kejadian dengan pengetahuan, dan Metode
penyakit pendekatan sikap ada pendekatan
Tuberkulosi case control. hubungan dengan yang digunakan
s Paru di kejadian TB Paru dan jenis
Wilayah dan tidak ada penelitian
Kerja hubungan dengan
Puskesmas pekerjaan dan
Mulyorejo pendapatan. Pada
Kecamatan faktor lingkungan
Sunggal yaitu kepadatan
Kabupaten hunian,
Deli pencahayaan,
Serdang kelembaban,
ventilasi, lantai,
dinding rumah
terdapat hubungan
antara kejadian TB
Paru dan tidak ada
hubungan dengan
suhu ruangan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel

yang diteliti, yaitu

a. Jenis Penelitian : Hubungan hubungan lingkungan fisik rumah terhadap

kejadian Tuberculosis Paru, mengambil sampel seluruh rumah penderita TB

Paru tahun 2021 dengan jenis penelitian yang digunakan adalah studi case

control

b. Tempat Penelitian : Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Purwokerto Utara II Kabupaten Banyumas

c. Waktu penelitian dilakukan Tahun 2022


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberculosis Paru

1. Pengertian Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis. ..( Kemenkes 2019 ) disebut sebagai Bakteri

Tahan Asam (BTA) (Infodatin Kemenkes RI, 2018). Sebagian besar bakteri TB

menyerang paru (TB paru), namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (TB

ekstra paru). Penularan TB terutama terjadi secara aerogen atau lewat udara

dalam bentuk droplet (percikan dahak/sputum). Sumber penularan TB yaitu

penderita TB paru BTA positif yang ketika batuk, bersin atau berbicara

mengeluarkan droplet yang mengandung bakteri Mycobacterium Ttuberculosis

(Kemenkes RI, 2017).

2. Patogenesis dan Penularan TB Paru

a. Bakteri Penyebab TB

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis. Selain itu, terdapat beberapa spesies

Mycobacterium yang juga termasuk BTA yaitu M. tuberculosis, M. africanum, M.

bovis, dan M. leprae. Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium

tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal

sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis). Bakteri MOTT

terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB

(Infodatin Kemenkes RI, 2018). Secara umum, bakteri M. tuberculosis

mempunyai sifat di antaranya yaitu:

1) Berbentuk batang (basil) dengan panjang 1-10 mikron, dan lebar 0,2-0,8

mikron.
8

2) Tahan terhadap suhu rendah antara 40C sampai (-7) 0C sehingga bisa

bertahan hidup dalam waktu lama.

3) Dalam sputum manusia pada suhu 30-370C akan mati dalam waktu lebih

kurang satu minggu.

4) Bersifat tahan asam jika diperiksa secara mikroskopis dalam pewarnaan

metode Ziehl-Neelsen.

5) Bakteri tampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan

mikroskop.

6) Memerlukan media biakan khusus yaitu Loweinsten-Jensen dan Ogawa.

7) Sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan ultraviolet, sehingga

apabila terpapar langsung sebagian besar bakteri akan mati dalam

beberapa menit.

8) Bakteri dapat bersifat tidur atau tidak berkembang (dormant) terkadang

bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB (Infodatin

Kemenkes RI, 2018).

b. Cara Penularan TB

1) Sumber penularan dari penyakit ini adalah pasien TB BTA positif melalui

percik renik (droplet nuclei) yang dikeluarkannya. Akan tetapi, bukan berarti

bahwa pasien TB dengan hasil BTA negatif tidak mengandung bakteri dalam

sputumnya. Hal tersebut dapat terjadi karena jumlah bakteri yang terkandung

dalam contoh uji ≤ dari 5.000 bakteri/cc sputum sehingga sulit dideteksi

melalui mikroskopis langsung.

2) Tingkat penularan pasien TB dengan BTA positif adalah 65%. Tingkat

Tingkat penularan pasien BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26%,

sedangkan BTA negatif dengan hasil kultur negatif serta foto toraks positif

yaitu sebesar 17 %.
9

3) Infeksi terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik

renik (droplet nuclei) dari sputum penderita TB.

4) Pada saat penderita batuk akan mengeluarkan 0- 3500 bakteri, sedangkan

bersin 4500-1.000.000 bakteri. (Kemenkes RI, 2014, 2017).

B. Faktor Resiko TB Paru

Faktor resiko penularan TB Paru dan kejadian penyakit Tuberculosis

dipengaruhi adanya perilaku hidup dan sehat masyarakat, kurangnya pengetahuan

tentang etika batuk, kualitas perumahan dan lingkungan yang tidak sesuai standar

rumah sehat. Konsep ekologis dari John Gordon menyatakan bahwa terjadinya

penyakit karena adanya ketidak seimbangan antara agent (penyebab penyakit), host

(pejamu), dan environment (lingkungan).

1. Faktor Agent ( Penyebab Penyakit )

Faktor agent yaitu semua unsur baik elemen hidup atau mati, apabila kontak

dengan manusia rentan dalam keadaan yang akan memudahkan terjadinya

peroses penyakit. Yang menjadi agent pada TB Paru adalah kuman Mikobakterium

tuberkulosis.

2. . Faktor Host (penjamu)

. Penjamu adalah semua faktor pada diri manusia yang dapat mempengaruhi

dan timbulnya suatu perjalanan penyakit. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan

penyakit pada penjamu terdiri dari umur, jenis kelamin, imunitas, dan adat

kebiasaan (Kunoli, 2013 )

a. Umur

Menurut Depkes RI (2011), kelompok umur, kasus baru yang ditemukan

paling banyak pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40% diikuti

kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,41% dan pada kelompok umur 45-54

tahun sebesar 19,39%.Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang


10

paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien

TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal

tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya

sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan

pendapatannya sekitar 15 tahun

b. Jenis Kelamin

Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada

perempuan yaitu hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan.

Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak

terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Disparitas paling tinggi antara

laki-laki dan perempuan terjadi di Sumatera Utara, kasus pada laki-laki dua

kali lipat dari kasus pada perempuan (Kusuma, 2014).

c. Pendidikan

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan

pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar

pendidikan formal yang dapat dilakukan secara terstruktur dan berjenjang.

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan

(Undang-Undang Sisdiknas, 2012: 4)

Pendidikan akan menggambarkan perilaku seseorang, tingkat

pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi pengetahuan di bidang

kesehatan, maka secara langsung maupun tidak langsung dapat

mempengaruhi lingkungan fisik yang dapat mergikan kesehatan dan dapat

mempengaruhi tingginya kasus TB (Crofton, 2002).

d. Pekerjaan

Hubungan antara penyakit TB Paru erat kaitannya dengan pekerjaan.

Secara umum peningkatan angka kematian yang di pengaruhi rendahnya


11

tingkat sosial ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaan merupakan

penyebab tertentu yang didasarkan pada tingkat pekerjaan. Hasil penelitian

mengemukakan bahwa sebagian besar penderita TB Paru adalah tidak

bekerja (53,8%) (Muaz, 2014).

e. Pengetahuan

Pengetahuan penderita yang baik tentang penyakit TB Paru dan

pengobatannya akan meningkatkan keteraturan penderita, seseorang yang

punya pengetahuan yang baik tentang penularan TB Paru akan berupaya

untuk mencegah penularannya (Notoatmodjo, 2007).

f. Sosial Ekonomi

Sekitar 90% penderit tuberkulosis paru di dunia menyerang kelompok

sosial ekonomi lemah atau miskin. Faktor kemiskinan walaupun tidak

berpengaruh langsung pada kejadian tuberkulosis paru namun dari beberapa

peneliti menunjukkan adanya hubungan antara pendapatan yang rendah

dengan kejadian tuberkulosis paru dikarenakan pendapatan banyak

berpengaruh terhadap perilaku dalam menjaga kesehatan perindividu dan

dalam keluarga (Muaz, 2014).

g. Imunitas

Hidup secara teratur, memelihara hygiene personal dengan baik, dan

memenuhi kebutuhan gizi sesuai aturan kesehatan akan memiliki daya tahan

tubuh yang baik terhadap penyakit (Kunoli, 2013).

1) Immunisasi BCG

Imunisasi BCG merupakan salah satu imunisasi yang wajib

diberikan pada bayi. Imuniasisi ini memiliki fungsi penting untuk

mencegah penyakit tuberkulosis atau TBC, yang sekarang lebih dikenal

dengan sebutan TB.. BCG merupakan kepanjangan dari Bacillus

Calmette-Guérin. Vaksin BCG di Indonesia umumnya diberikan pada bayi


12

yang baru lahir atau saat bayi berusia 1 bulan. Jika ditunda, pemberian

vaksin BCG paling lambat diberikan saat bayi berusia 2−3 bulan. Imunisasi

BCG untuk Mencegah Penyakit Tuberkulosis, BCG terbuat dari bakteri

Tuberkulosis yang telah dilemahkan sehingga tidak akan menyebabkan

penerima vaksin menderita penyakit tuberkulosis atau TB. Bakteri yang

digunakan untuk menghasilkan vaksin BCG biasanya

adalah Mycobacterium bovis. Pemberian vaksin BCG akan

memicu sistem imun untuk menghasilkan sel-sel penghasil antibodi agar

bisa melindungi tubuh dari bakteri tuberkulosis. Imunisasi BCG berperan

penting dalam mencegah terjadinya tuberkulosis berat,

termasuk meningitis TB pada anak ( Hallo Dokter, 2021 )

2) Status Gizi

Sebenarnya TBC ini bisa diobati dengan antibiotik, dengan

pengobatan teratur tanpa putus selama 6 bulan. Namun penanganan

TBC tidak hanya itu. Penderita TBC) juga harus memastikan asupan

nutrisinya cukup, karena nutrisi berperan penting dalam proses

penyembuha. Dengan menerapkan pola makan yang sehat, maka bisa

membantu tubuh melawan infeksi dan melawan kuman penyebab

TBC .. kebutuhan bahan makanan yang mengandung antioksidan seperti

vitamin C, vitamin E, karoten dan selenium meningkat. Antioksidan sangat

dibutuhkan untuk melindungi paru dari proses inflammasi akibat asap

rokok dan polutan lainnya yang juga menjadi penyebab dari penyakit TB

itu sendir

(Cigielski, et al., 2012) menyebutkan bahwa orang dengan IMT rendah (<

18,5) memiliki risiko 12,4 kali lipat lebih besar untuk terserang TB.

Penelitian yang dilakukan (Savicevic, et al., 2013) juga menyebutkan


13

bahwa responden yang memiliki IMT rendah dan normal memiliki risiko

lebih tinggi terkena TB daripada responden yang memiliki IMT tinggi.

3) HIV-AIDs

TB adalah penyakit paling umum terjadi di antara orang yang hidup

dengan HIV. Diperkirakan ada 1,2 juta kasus baru TB positif HIV secara

global pada tahun 2014. Orang yang hidup dengan HIV 26 kali (24-28)

lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit TB aktif daripada mereka

yang tidak HIV (WHO, 2015).

h. Adat Kebiasaan

1) Menjemur Kasur, Bantal

Ketika seorang pasien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara,

maka secara tidak sengaja akan keluar percikan dahak (droplet nuklei)

dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Sinar matahari atau suhu

udara yang panas dapat menyebabkan percikan dahak (droplet nuklei)

menguap. Menguapnya percikan dahak (droplet nuklei) ke udara dibantu

dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang

terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara (Muttaqin, 2008).

Hasil penelitian (Azhar & Perwitasari, 2013) menyebutkan bahwa

perilaku tidak menjemur kasur berisiko terinfeksi TB Paru sebesar 1,423

kali

2) Membuka Jendela

Jendela berfungsi penting untuk memperoleh cahaya yang cukup

pada siang hari. Cahaya sangat penting untuk membunuh bakteri-bakteri

patogen di dalam rumah (Suryo, 2010). Hasil penelitian (Azhar &

Perwitasari, 2013) menyebutkan bahwa tidak membuka kamar tidur setiap

hari berisiko terinfeksi TB Paru sebesar 1,36 kali. Sejalan dengan

penelitian (Wulandari, et al., 2015) yang menyebutkan kebiasaan tidak


14

membuka jendela berhubungan dengan kejadian TB Paru (p-value =

0,033).

3) Merokok

Merokok adalah kebiasaan yang dapat memberi dampak buruk bagi

kesehatan, terutama pada paru-paru. Rokok dikenal sebagai salah satu

faktor yang dapat meningkatkan risiko tuberkulosis, yaitu penyakit paru-

paru yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Merokok dan tuberkulosis paru dapat saling mempengaruhi karena

baik asap rokok maupun kuman Mycobacterium tuberculosis dapat masuk

melalui saluran pernapasan, meskipun merokok tidak berperan dalam

etiologi tuberkulosis namun tingginya angka kejadian tuberkulosis dapat

ditemukan pada perokok.

Merokok dapat memperlemah paru dan menyebabkan paru lebih

mudah terinfeksi kuman tuberkulosis. Asap rokok dalam jumlah besar

yang dihirup dapat meningkatkan risiko keparahan tuberkulosis. Menurut

analisis penelitian yang diterbitkan dalam Archives of Internal Medicine,

sekitar sepertiga dari populasi dunia terinfeksi bakteri yang menjadi

penyebab tuberkulosis, ( Hallo Dokter dr. Rizal Fadli : 15 Juli 2020).

3. Faktor Lingkungan Fisik

Menurut Fatimah (2008), Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada

di sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan

dan perkembangan manusia. Faktor lingkungan memegang peranan penting

dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat

kesehatan . Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan

pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya. Adapun syarat-

syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh

terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain :


15

a. Pencahayaan Sinar Matahari

Sistem pencahayaan dalam ruang dapat dibagi menjadi dua bagian

besar berdasarkan sumber energi yang digunakan, yaitu sistem pencahayaan

alami dan sistem pencahayaan buatan. Kedua sistem ini memiliki karakteristik

yang berbeda, dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

1) Pencahyaan Alami

Adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari.

Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi

listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan

alami pada suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun

dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai. ( Riadi,

Muchlisin. (2013).

Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga

mempunyai daya untuk membunuh bakteri. Hal ini telah dibuktikan oleh

Robert Koch (1843-1910). Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk

pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan

masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya matahari masuk

ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar

matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan

kuman. Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun

lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan

panas api. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko

menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang

dimasuki sinar matahari (Soedarto, 2009).

Pencahayaan yang kurang menyebabkan pekembangan kuman

TB Paru akan meningkat, karena cahaya matahari dapat membunuh

kuman TB Paru, sehingga 6 jika pencahayaan ruangan memenuhi


16

syarat maka penularan dan perkembangan kuman bisa dicegah (Siti dan

Devi, 2016). Semua cahaya pada dasarnya dapat mematikan

mikroorganisme namun tergantung jenis dan lama cahaya tersebut.

Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber

dari sinar matahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk

masuknya cahaya matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau

genting kaca (Notoatmodjo, 2007).

b. Pencahayaan Buatan

Cahaya buatan adalah penyediaan penerangan buatan melalui

intalasi listrik atau sistem energi dalam bangunan gedung agar orang

didalamnya dapat melakukan kegiatanya sesuai bangunan gedung (UU

Rep. Indonesia Tentang Bangunan Gedung No.28, 2002). Pencahayaan

buatan biasanya diperlukan apabila tidak tersedia cahaya alami pada

saat-saat antara matahari terbenam sampai matahari terbit. Juga pada

saat cuaca di luar rumah tidak memungkinkan menghantarkan cahaya

matahari sampai ke dalam rumah. Pencahayaan buatan pun digunakan

saat cahaya matahari tidak dapat menjangkau ruangan atau menerangi

seluruh ruangan secara merata, karena letak ruang dan lubang cahaya

tidak memungkinkan (Hendriani Madewa, S.D.int,. HDII, 2000).

Lampu yang sering digunakan dalam rumah tangga adalah , Lampu

Pijar, Lampu Neon,Starter dan Ballast

c. Kelembaban

Kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat dapat disebabkan

karena konstruksi rumah yang tidak baik seperti atap yang bocor, lantai

dinding rumah yang tidak kedap air serta kurangnya pencahayaan buatan

ataupun alami didalam ruangan. Kelembaban rumah dinyatakan sehat dan

nyaman, apabila suhu udara dan kelembaban udara ruangan sesuai dengan
17

suhu tubuh manusia normal. Suhu udara dan kelembaban ruangan sangat

dipengaruhi oleh penghawaan dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang

atau tidak lancar akan menjadikan ruangan terasa pengap atau sumpek dan

akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan. (Dawile et al., 2015).

Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu

ruangan yang ideal antara 180C – 300C. Bila kondisi suhu ruangan tidak

optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnyasaat

bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu

dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang-orang tertentu dapat

menimbulkan alergi. kelembaban dalam rumah akan mempermudah

berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan

virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara

,selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa

hidung menjadi kering seingga kurang efektif dalam menghadang

mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang

baik untuk bakteri mycrobacterium tuberkulosis (Kemenkes RI, 2016).

Rumah yang tidak memiliki kelembapan yang memenuhi syarat

kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya, rumah yang lembab

merupakan media yang baik bagi tumbuhnya Mikroorganisme seperti

tuberkulosis. Tuberkulosis tersebut bisa masuk ke dalam tubuh melalui udara.

Bakteri mycobacterium tuberculosis seperti halnya bakteri yang lain, akan

tumbuh dengan suburnya pada lingkungan dengan kelembapan tinggi.Kondisi

ruangan yang lembap dan tidak memiliki ventilasi bisa memicu terjadinya

infeksi paru, karena kuman dan jamur sangat suka tinggal di tempat yang

lembap. Kalau sirkulasi udaranya tidak bagus, berarti kuman akan berada di
18

situ-situ saja dan siap menjangkiti para penghuninya,” kata dr.

Atika dari KlikDokter.

Pendapat ini diperkuat oleh studi di Swedia pada bulan November 2017

yang dipublikasikan dalam Clinical & Experimental Allergy. Studi itu

mengatakan bahwa kelembapan rumah sangat memengaruhi kesehatan

saluran pernapasan atas dan bawah (hidung, sinus, tenggorokan, paru-paru). ,

tingkat kelembapan sebuah ruangan juga dapat memperburuk gejala

penderita asma. Kerusakan bagian rumah yang disebabkan oleh air, lantai

yang lembap, atau bekas-bekas jamur di dinding maupun atap juga berkaitan

dengan penyakit rhinosinusitis kronis. Penyakit tersebut ditandai oleh

peradangan kronis di sinus dan adanya pertumbuhan polip di hidung meski

tidak terasa nyeri.Rhinosinusitis berlangsung setidaknya 12 minggu dan

gejalanya meliputi hidung tersumbat, nyeri pada wajah .Jadi, dengan berada di

ruangan yang basah (lembap) dan rusak akibat air, gejala-gejala seperti batuk,

mata dan kulit iritasi, sesak napas, serta hidung terasa mampet dan nyeri bisa

saja terjadi pada Anda. dan, apabila kondisi ruangan yang lembap dikelilingi

oleh jamur, kekebalan tubuh orang yang menempati ruangan tersebut akan

terganggu sehingga semakin berisiko terkena penyakit paru-paru kronis.

Beberapa cara mencegah terjadinya kelembapan berlebih serta jamur, :

1) Nyalakan AC untuk mencegah kelembapan yang berlebih, sehingga jamur

sulit untuk tumbuh.

2) Pastikan setiap ruangan di rumah memiliki ventilasi yang baik, termasuk

kamar mandi.

3) Sering-seringlah membuka jendela supaya ada sirkulasi udara, dan virus

tidak “terjebak” di ruanganan.

4) Usahakan agar rumah terkena sinar matahari, karena

kuman tuberkulosis sangat rentan terhadap paparan sinar ultraviolet.


19

5) Bersihkan rumah, ganti seprai, dan bersihkan sofa secara rutin.

6) Segera perbaiki bagian rumah yang rusak karena air, misalnya pipa, atap,

dan lain sebagainya.

d. Ventilasi

Ventilasi berfungsi sebagai tempat pertukaran udara di dalam suatu

ruangan untuk menjaga agar aliran udara di dalam ruangan tersebut tetap

segar. Penularan penyakit biasanya terjadi di dalam satu ruangan dimana

terdapat percikan dahak diudara berada dalam waktu yang lama.. Ventilasi

yang mengalirkan udara dapat mengurangi jumlah percikan dahak, sementara

sinar matahari langsung yang masuk ke dalam ruangan dapat membunuh

bakteri. Bakteri yang terkandung di dalam percikan dahak dapat bertahan

selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab. (Kenedyanti &

Sulistyorini, 2017).

Menurut Kemenkes RI (2014), Jendela dan lubang ventilasi selain

sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan

dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Menurut

indikator pengawasan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan

adalah ≥ 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat

kesehatan adalah < 10%luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang <10%

dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan

berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi

karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Di samping itu tidak

cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan

karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.

Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh

dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman

tuberkulosis.
20

Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu, luas

ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan

terhalangnya proses pertukaran udara dan sinar matahari yang masuk ke

dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak

dapat keluar dan ikut terhirup bersama udara pernafan (Korua, 2015).

Untuk mendapatkan udara terbaik. Dibutuhkan sistem ventilasi udara

yang baik pula. Sistem ventilasi udara yang baik memiliki beberapa kriteria

yakni mampu menyalurkan udara secara maksimal, memiliki celah bukaan

yang cukup, serta mampu menyaring debu atau udara kotor yang masuk. Hal

tersebut dapat dicapai dengan memperhatikan jenis ventilasi udara yang akan

digunakan dalam rumah. Berikut macam-macam ventilasi udara yang bakal

bikin ruangan terasa sejuk dan anti pengap. ( Mustika Land, Properti 03 mei

2021 )

1) Jendela Ventilasi

Jenis ini sangat umum digunakan, sayangnya jendela ventilasi

kurang bekerja maksimal karena kesalahan proses pemasangan.

Jendela ventilasi biasanya diletakkan di atas jendela utama dengan

posisi horizontal dan celah kecil. Namun, seringkali terjadi kesalahan

pada ukuran dan jumlah yang tidak disesuaikan dengan luas ruangan,

sehingga udara yang keluar masuk kurang maksimal.

2) Ventilasi Loster

Ventilasi loster bukan hanya saja cocok untuk memaksimalkan

sirkulasi udara, tetapi juga menjadi dekorasi unik. Ventilasi loster

merupakan gaya ventilasi berupa celah-celah yang membentuk suatu

pola menarik. Gaya ventilasi ini acap kali digunakan sebagai sekat

ruangan dan juga pagar rumah. Biasanya, ventilasi loster terbuat dari

bahan kayu, semen, ataupun keramik. Dengan menggunakan ventilasi


21

loster, rumah akan terlihat dekoratif dan juga memiliki sirkulasi udara

yang segar.

3) Ventilasi Jalusi

Ventilasi jalusi merupakan jenis ventilasi yang dipasang pada

jendela horizontal. Jenis yang satu ini memiliki banyak keunggulan yang

patut untuk jadi ventilasi pilihan. Jalusi memiliki model celah-celah yang

dapat diatur sehingga intensitas cahaya bisa didapat sesuai keinginan.

Ventilasi ini juga mampu menyaring udara kotor dengan baik. Dengan

kontrol buka tutup yang mudah, ventilasi jalusi juga sangat mudah

digunakan menyesuaikan kebutuhan dalam ruang. Model jalusi juga

sangat alami dan dekoratif sehingga bisa membuat tampilan ruangan

makin eye-catching.

4) Ventilasi Mekanis

Pada ventilasi mekanis,terdapat penggunaan kipas penghisap

(exhaust fan) yang diletakkan di bagian atap plafon. Penggunaan

ventilasi dengan kipas penghisap memang sangat bersih karena udara

yang masuk ke ruangan akan diekstraksi terlebih dahulu. Hasil dari

ekstraksi adalah udara bersih yang disalurkan kembali ke ruangan dan

udara yang tercemar akan dibuang melalui loteng. Penggunaan ventilasi

ini sangat efektif karena mampu menghilangkan udara yang

terkontaminasi. Bahkan, jenis ini mampu menjadi perangkap serangga

dan debu

5) Ventilasi Bergaya skylight

Skylight atau biasa disebut jendela yang berada di atap rumah.

Jenis ventilasi seperti ini biasanya diletakkan pada rumah dengan atap

miring atau atap yang rendah. Dengan ventilasi bergaya ini, atap makin

terlihat artistik. Namun, perlu pemasangan yang tepat agar atap mudah
22

dalam proses penggunaan. Ventilasi udara jenis ini biasanya

menggunakan bahan alumunium yang dikombinasikan dengan kaca

tempered glass.

6) Ventilasi udara dengan kaca nako

Ventilasi udara minimalis dengan menggunakan kaca nako

sudah dipakai sejak lama sekali. Kaca ini dipasang dengan kisi-kisi,

dengan celah yang bisa dibuka dan ditutup secara fleksibel. Kaca nako

sendiri kini jarang sekali digunakan pada perumahan. Padahal kaca

nako yang dikombinasikan dengan material dari kayu memberi kesan

artistik yang sederhana. Pemanfaatan kaca nako sebagai ventilasi udara

juga sangat tepat. Karena bisa diatur, kaca nako dapat mengontrol

intensitas cahaya serta udara yang keluar masuk. Pembersihan debu di

bagian kaca nako pun sangat mudah. Sekilas, kaca nako bekerja seperti

kipas AC, hanya saja dilakukan secara manual.

7) Ventilasi dari bambu

Ventilasi ini sangat memanfaatkan bentuk alami bamboo berupa

bagian tengah yang bolong. Bambu akan dipotong-potong menjadi

bagian kecil. Kemudian dipasang sejajar sampai membentuk suatu pola

besar yang cukup untuk mengisi udara di ruangan. Dengan

memanfaatkan bambu, rumah akan terkesan alami dan segar, serta

unik. Gaya ini juga membuat rumah seperti berada di pedesaan. Selain

ruang tamu, ventilasi udara dengan model seperti ini juga banyak

digunakan pada bagian kamar mandi rumah dengan konsep terbuka.

e. Suhu

Suhu ruangan dipengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara,

kelembaban udara, dan suhu benda-benda yang ada di sekitarnya.

Keberadaan suhu sangat berperan pada pertumbuhan basil Mycobacterium


23

tuberculosis, dimana laju pertumbuhan basil tersebut ditentukan berdasarkan

suhu udara yang berada di sekitarnya. (Prihartanti & Subagyo, 2016).

Suhu ruangan,yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar

kontruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak

dan kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan terlalu

rendah. Untuk itu harus diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding,

lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak (Suyono, 1985). Suhu

kamar atau suhu ruangan, dalam penggunaan (pengukuran) ilmiah, dianggap

kurang lebih antara 20 sampai 25 derajat Celsius (°C) (68 sampai 77

derajat Fahrenheit (°F), ( Wikipedia 2021).

f. Lantai Rumah

Menurut Keputusan Menkes RI No. 829/ Menkes/SK/VII/1999, jenis

lantai yang memenuhi syarat kesehatan adalah yang kedap air dan mudah

dibersihkan. Penelitian (Mahpudin & Mahkota, 2007) menyebutkan bahwa

mereka yang tinggal dengan jenis lantai tanah erisiko 2,201 kali terkena TB

Paru. Hasil tersebut selaras dengan penelitian (Ayomi, et al., 2012) yang

mengatakan bahwa rumah dengan jenis lantai yang tidak memenuhi syarat

(tanah, papan dan lontar/ tidak kedap air) meningkatkan kejadian penyakit

tuberkulosis sebanyak 4,575 kali lebih. Penelitian (Azhar & Perwitasari, 2013).

juga menyebutkan bahwa lantai rumah berupa semen plesteran

rusak/papan/tanah berisiko 1,731 kali lebih besar dibanding rumah berlantai

keramik, marmer atau ubin.

g. Dinding

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) RI No.1077 Tahun 2011

menyebutkan dinding rumah yang tidak kedap air dapat meningkatkan

kelembaban dan menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme.


24

Penelitian (Rosiana, 2013) di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Kota

Semarang menyebutkan bahwa responden dengan jenis dinding tidak

memenuhi syarat mempunyai risiko 5,333 kali lebih besar menderita TB

daripada responden dengan jenis dinding memenuhi syarat. Hasil penelitian

(Wulandari, 2012) menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis dinding

rumah dengan kejadian tuberkulosis paru dengan nilai p value 0,02

h. Kepadatan Hunian

Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi

dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut. Kepadatan penghuni

dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas

rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan

overcrowded. Hal ini tidak sehat karena di samping menyebabkan kurangnya

konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga menderita suatu

penyakit infeksi terutama TB paru akan mudah menular kepada anggota

keluarga yang lain, karena seorang penderita rata-rata dapat menularkan

kepada dua sampai tiga orang di dalam rumahnya. Kemenkes RI (2017)

kepadatan penghuni dikategorikan menjadi memenuhi standar apabila 2 orang

per 8 m2 dan kepadatan tinggi apabila lebih 2 orang per 8 m2 dengan

ketentuan anak <1 tahun tidak diperhitungkan dan umur 1-10 tahun dihitung

setengah .tentang Persyarata Kesehatan Perumahan, luas rumah minimal 4

m2 perorang dengan usi>10 tahun.

Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian

tuberkulosis paru. Secara statistik bahwa kejadian tuberkulosis paru paling

besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat pada luas

ruangannya. Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara

di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran Karena jumlah penghuni

yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam


25

ruangan tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Rumah yang

sehat harus mempunyai ruangan khusus untuk tidur agar terhndar dari

penyakit pernafasan yang mudah menular, maka ukuran ruang tidur minimal 8

m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang tidur kecuali anak di bawah

umur 5 tahun.

Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah, maka akan

memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih bagi Mycobacterium

tuberculosis, dengan demikian, tidak terdapatnya pembagian ruang tidur atau

tidak tersedianya ruang tidur tersendiri akan mempercepat kuman yang

terhisap oleh penghuni rumah melalui saluran pernafasan.


26

C. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan gambaran dari teori dimana suatu problem

riset berasal atau dikaitkan (S Notoatmodjo, 2018)

Simpul 2 Simpul 3
Media Transmisi: Simpul 4
Simpul 1 Host:
Agen: Sehat /
1. Pencahayaan 1. Umur
Mycobacterium Sakit
2. Kelembaban 2. Jenis Kelamin
Tuberculosis 3. Suhu 3. Pendapatan
4. Ventilasi 4. Pendidikan
5. Kepadatan 5. Pekerjaan
Hunian
6. pengetahuan

Variabel lain yang


mempengaruhi

Gambar : 2.1. Teori Simpul

D. Hipotesis

1) Ada hubungan pencahayaan rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru di

Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021

2) Ada hubungan kelembaban rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru di

Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021

3) Ada hubungan kepadatan hunian rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru

di Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021.

4) Ada hubungan ventikasi rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru di

Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas ( independent )

Variabel Bebas/ independent merupakan variabel yang menjadi sebab

timbulnya atau berubahnya variabel terikat, ada banyak variabel bebas dalam

penelitian yang meliputi lingkungan fisik rumah yang terdiri dri ventilasi,

pencahayaan, kelembaban dan kepadatan hunian.

b. Variabel Terikat ( dependent )

Variabel Terikat / dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas, yang termasuk variabel

terikat dalam penelitian ini adalah kejadian penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru)

c. Variabel Pengganggu ( Confounding )

Variabel Pengganggu/ confounding merupakan variabel yang akan

mempengaruhi variabel terikat tetapi tidak diutamakan, yang termasuk variabel

pengganggu dalam penelitian ini adalah pernah didiagnosa TB Paru

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut .

Variabel Independen :

Lingkungan Fisik Rumah:


1. Ventilasi
Variabel Dependen
2. Pencahayaan
3. Kelembaban Kejadian TB Paru
4. Kepadatan hunian

Gambar : 3.1. Kerangka Konsep


Hubungan Lingkungan Fisik rumah dengan kejadian Tuberculosis Paru
di Wilayah Puskesmas Purokerto Utara II.
28

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian mengenai batasan variabel yang dimaksud

atau apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Definisi operasional penting

dan diperlukan agar pengumpulan data konsisten antara sumber data (responden)

yang satu dengan yang lain (Soekidjo Notoatmodjo, 2012).

Definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut :

Tabel 3.1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur

Kejadian TB Responden yang Melihat Catatan 0 TB Paru Nominal


Paru menderita TB catatan Medis (Kasus)
Paru BTA Positif medis Pasien dan
berdasarkan hasil TB Paru Kuesioner 1 Tidak TB
uji laboratorium di berdasar Paru
Puskesmas kan ( Kontrol )
Purwokerto Utara diagnosi
II pada tahun s dokter
2021 dan sudah dan
didiagnosa wawanc
sebagai penderita ara
TB Paru

Kontrol
Responden Responden yang wawanc Kuesioner 0 TB Paru Nominal
bukan penderita ara (Kasus)
TB Paru kriteria
jenis kelamin 1 Tidak TB
yang sama dan Paru
umur yang tidak ( Kontrol )
jauh berbeda (± 5
bulan) dengan
penderita dengan
jarak rumah
radius ± 100 m.

Ventilasi Perbandingan Observ Roolmeter 0 Tidak Ordinal


antara luas asi memenuhi
lubang angin syarat jika
yang dapat
<10% luas
masuk kedalam
rumah dengan lantai
luas lantai rumah 1 Memenuhi
diukur pada jika ≥10%
tempat dimana luas lantai
penghuni
menghabiskan (Permenkes
sebagian besar RI
waktunya dirumah No1077,20
11)

Pencahayaan Pencahayaan Observa lux meter 0 Tidak Ordinal


alami yang si memenuhi
29

Variabel Definisi Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur

diperoleh dari syarat,jika


sinar matahari <40% dan
yang masuk ke atau >
dalam rumah 60%
diukur pada
1 Memenuhi
tempat dimana
penghuni syarat,
menghabiskan jika 40-
sebagian besar 60%
waktunya
dirumah diukur (Permenkes
antara jam 08.00 RINo1077,
WIB sampai 2011)
10.00 WIB
Kelembaban Banyaknya uap observa higrometer. 0 Tidak Nominal
air yang si memenuhi
terkandung dalam syarat jika
udara di dalam
kelembab
rumah diukur
pada tempat an <40%
dimana penghuni dan atau
menghabiskan >60%
sebagian besar 1 Memenuhi
waktunya syarat jika
dirumah diukur kelembaba
antara jam 08.00 n 40% -
WIB sampai 60%
10.00 WIB
(Permenkes
RINo1077,2
011)

Kepadatan Perbandingan Wawanc Kuesioner 0 0=Tidak Ordinal


hunian luas rumah ara dan dan memenuhi
minimal 4 m2 observa Roolmeter syarat bila
perorang usia >10 si ≤ 8 m2/ dan
tahun lebih dari 2
orang
Kemenkes RI
2017 Memenuhi
1 Syarat bila
>8 m2 dan
tidak lebih
dari 2
orang

D. Jenis Penelitian
30

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional desain

studi case control untuk ukuran risiko (OR) dengan memilih kasus yang menderita

TBC Paru dengan kontrol yang tidak menderita TBC Paru di wilayah Puskesmas

Purwokerto Utara II, Kabupaten Banyumas. Alasan penggunaan desain ini karena

studi kasus kontrol merupakan studi observasional yang menilai hubungan paparan

penyakit dengan membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan

status pajanannya.

E. Ruang Lingkup

1. Waktu

Waktu penelitian dilaksanakan pada :

- Tahap persiapan : Januari sampai Februari 2022

- Tahap pelaksanaan : Maret sampai Juni 2022

- Tahap penyelesaian : Juni sampai Juli 2022

2. Lokasi

Lokasi penelitian ini adalah di wilayah Puskemas Purwokerto Utara 2

Kabupaten Banyumas

3. Materi

Lingkup dalam penelitian ini adalah lingkungan fisik rumah penderita TBC Paru

di wilayah Puskesmas Purwokerto Utara II Kabupaten Banyumas. Data yang

digunakan yaitu penderita TBC Paru pada bulan Januari sampai bulan

Desember 2021

F. Popoulasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi kasus adalah semua penderita Tuberculosis ( TBC ) Paru di

Puskesmas Purwokerto Utara II dari bulan Januari sampai bulan Desember

2021.

Populasi kontrol adalah keluarga atau tetangga yang tidak menderita TBC Paru

di Puskesmas Purwokerto Utara II dengan kriteria jenis kelamin yang sama dan
31

umur yang tidak jauh berbeda dengan penderita dengan jarak rumah radius ±

100 m.

2. Sampel

Dalam penelitian ini sampel kasus adalah seluruh populasi kasus semua

penderita Tuberculosis ( TBC ) Paru di wilayah Puskesmas Purwokerto utara II

dari bulan Januari sampai bulan Desember 2021 jumlahnya 30 kasus.

Sampel kontrol adalah tetangga yang tidak menderita TBC Paru di wilayah

Puskesmas Purwokerto Utara II dengan kriteria jenis kelamin yang sama dan

umur yang tidak jauh berbeda dengan penderita dengan jarak rumah radius ±

100 m.

G. Pengumpulan Data

1. Jenis data

a. Data Umum

Data mengenai gambaran umum wilayah Puskesmas Purwokerto Utara II

Kabupaten Banyumas yang meliputi kondisi geografis dan demografi.

b. Data Khusus

Data yang berisi hasil pengamatan variabel penelitian yaitu :

1) Ventilasi

2) Pencahayaan

3) Kelembaban Udara

4) Kepadatan Hunian

2. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer diperoleh berdasarkan hasil observasi rumah responden.

b. Data Sekunder

Diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dan Puskesmas


32

Purwokerto Utara II

3. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara dilakukan dengan berdialog langsung dengan responden dan

anggota keluarganya.

b. Observasi yaitu dengan cara pengamatan dan pengukuran terhadap obyek

penelitian untuk mendapatkan data mengenai ventilasi, pencahayaan,,

Kelembaban dan kepadatan hunian.

c. Dokumentasi yaitu melakukan penggambilan gambar terhadap komponen –

komponen dalam penelitian sebagai bukti adanya kegiatan.

4. Instrument Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data

berupa :

a. Kuesioner

b. Checklist

c. Alat ukur yaitu hygrometer dan thermometer

d. Kamera

H. Pengolahan Data

1. Editing yaitu kegiatan pemeriksaan atau koreksi data yang telah dikumpulkan.

2. Coding yaitu kegiatan pemberian kode pada masing-masing data agar mudah

dalam proses-proses selanjutnya.

3. Processing yaitu dilakukan dengan cara mengentri data checklist ke alat

pengolah data (komputer).

4. Cleaning yaitu pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali

data yang sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak.

I. Analisis Data
33

1. Analasis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang

distribusi frekuensi masing-masing variabel independent yang meliputi

lingkungan fisik serta variabel dependent yaitu Penderita Tuberculosis Paru.

2. Analisis Bivariat

a. uji statistik Chi Square (X2) dengan menggunakan program pengolah

data komputer untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan

lingkungan fisik rumah terhadap kejadian Tuberculosis Paru

Adapun rumus X2 yaitu :

X  
2
O ij  E ij  0,5 
2

E ij
Keterangan :

X2 = Nilai X2 chi-square Oij = Nilai Observasi

Eij = Nilai Expected/ harapan r1 = Jumlah baris ke i

cj = Jumlah kolom ke j N = Grand total

Kesimpulan :

P < 0,05 artinya Ha diterima atau ada hubungan

P > 0,05 artinya Ho diterima atau tidak ada hubungan

Odd Ratio (OR) untuk menghitung besarnya risiko adanya pengaruh

lingkungan fisik rumah terhadap kejadian Tuberculosis Paru di Wilayah

Puskesmas Purwokerto Utara 2 Kabupaten Banyumas Tahun 2021

Kasus Kontrol Jumlah


Risiko + A B a+b
Risiko - C D c+d
Jumlah A+c B+d a+b+c+d
34

Odd Ratio (OR) =

Menurut kesimpulan nilai odd ratio (OR) dapat dilihat sebagai berikut

OR > 1 artinya mempertinggi risiko

OR = 1 artinya tidak terdapat asosiasi / hubungan

OR < 1 artinya mengurangi risiko (Handoko Riwidiko, 2007,

J. Etika Penelitian

Menurut A.Aziz Alimul Hidayat (2010) etika penelitian meliputi

1. Informed concent (lembar persetujuan)

Bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden peneliti dengan

memberikan lembar persetujuan

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencatumkan nama responden,

tetapi responden tersebut diberikan kode atau inisial.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset
BAB IV

HASIL

A. Gambaran Umum

1. Keadaan Geografi

Puskesmas Purwokerto Utara II merupakan salah satu Puskesmas yang

ada di Kecamatan Purwokerto Utara. Wilayah kerja meliputi 4 Kelurahan yaitu:

a. Kelurahan Sumampir

b. Kelurahan Grendeng

c. Kelurahan Karang Wangkal

d. Kelurahan Pabuwaran

Gambar 4.1 . Peta Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto Utara II

Secara umum wilayah kerja Puskesmas Purwokerto Utara II dapat di lihat

dari peta diatas ini. Batas wilayah kerja Puskesmas Purwokerto Utara II meliputi :

Sebelah Utara : Kecamatan Sumbang

Sebelah Barat : Kecamatan Baturaden (Purwanegara & Purwosari)

Sebelah Utara : Kecamatan Baturaden

Sebelah Selatan : Kelurahan Bancarkembar


36

Luas wilayah Puskesmas Purwokerto Utara II yaitu 460.78 Ha.

Kelurahan yang paling luas adalah Kelurahan Sumampir yaitu 151.820 Ha,

sedangkan Kelurahan yang wilayahya paling sempit adalah Kelurahan

Karangwangkal yaitu 60 Ha.

Secara administratif wilayah kerja Puskesmas Purwokerto Utara II

memilki 31 RW dari 4 Kelurahan dengan jumlah penduduk 25.680 jiwa yang

terdiri dari laki-laki 12.864 jiwa dan perempuan 12.816 jiwa. Jumlah rumah

tangga sebanyak 8.225 KK

2. Keadaan Demografi

a. Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan data Kecamatan Purwokerto Utara, jumlah

penduduk sebanyak 25.680 jiwa yang terdiri dari laki-laki 12.864 jiwa dan

perempuan 12.816 jiwa

5.174 Laki-Laki Perempuan


6.000 5.218
3.601
4.000 3.540
1.517 2.499
2.000
1.510 2.427
0
r
pi

g
am

en

al
d
m

gk
en

an
Su

an
Gr

ar
w

w
ng

bu
ra

Pa
Ka

Grafik 4.2. Jumlah Penduduk berdasarkan jenis kelamin di wilayah


kerja Puskesmas Purwokerto Utara II
37

b. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk wilayah Puskesmas Purwokerto Utara II sebesar

53 jiwa /km2.

15.000

10.000

5.000

0
Sumampir
Grendeng
Kr. Wangk al
Pabuwaran
Sumampir Grendeng Kr. Wangkal Pabuwaran
Jumlah Penduduk 10.214 7.141 2.959 4.855
Jumlah KK 3.169 2.271 929 1.563
Kepadatan Penduduk 67,3 60,2 49,3 37,3

Grafik 4.3 . Jumlah penduduk, jumlah KK dan kepadatan penduduk

c. Distribusi Penduduk

Jumlah penduduk per kelompok umur di wilayah kerja Puskesmas

Purwokerto Utara II dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur


Umur Jenis Kelamin Jumlah %
(tahun) Laki-laki % Perempuan % (jiwa)
0 - 14 2.923 22.93 2.595 20.54 5.518 21.74
15 – 60 8.638 67.77 8.729 59.09 17367 68.43
>60 1.184 9.28 1.311 10.38 2495 9.83
Jumlah 12.745 100 12.635 100 25.380 100
Sumber, Profil Puskesmas Purwokerto Utara II

Dari tabel diatas diketahui bahwa jumlah penduduk kelompok umur

produktif yaitu usia 15-60 tahun mencapai 68.43 % atau lebih besar

dibandingkan kelompok umur rentan yaitu usia balita dan usia sekolah

dengan prosentase 21 % dan usia lansia dengan prosentase 9.83 %

d. Keadaan Sosial Ekonomi

Berdasarkan jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan pada

wilayah Puskesmas Purwokerto Utara II dapat dilihat pada tabel sebagai

berikut :
38

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Jenis Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah


Laki- Laki Perempuan
1 Tidak memiliki Ijasah 4.270 3.967 8.237
2 SD/MI 2.688 3.032 5.720
3 SMP / MTs 2.259 2.182 4.441
4 SMA / MA 2.326 2.211 4.537
5 SMK 258 246 504
6 D1 / DII 69 100 169
7 Akademi / DIII 335 408 743
8 D IV / S1 963 949 1.912
9 S2/S3 208 124 332
Sumber, Profil Puskesmas Purwokerto Utara II

Dari data di atas diketahui penduduk tidak memiliki ijasah yaitu anak

balita dan usia sekolah dasar jumlahnya masih cukup tinggi yaitu 8.237 ,

penduduk dengan pendidikan SD ada 5.720 orang disusul yang

berpendidikan menengah dan terakhir masyarakat berpendidikan tinggi /

sarjana.

Berdasarkan jumlah penduduk menurut pekerjaan pada wilayah

Puskesmas Purwokerto Utara II dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk berdasarkan Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah


1 Belum/Tidak Bekerja 6413
2 Mengurus Rumah Tangga 4306
3 Pelajar/Mahasiswa 3845
4 Pegawai Negeri Sipil 1159
5 TNI / Polri 85
6 Pedagang 252
7 Petani/Pekebun 1100
8 Karyawan Swasta 5212
9 Buruh Harian Lepas 2545
Sumber, Profil Puskesmas Purwokerto Utara II

Penduduk di wilayah Puskesmas Purwokerto Utara II sebagian besar

bekerja menjadi karyawan swasta. Adapun yang belum/tidak bekerja

karena faktor umur yaitu masih anak-anak atau usia di bawah 6 tahun.
39

3. Situasi Kesehatan Masyarakat

e. Mortalitas

Kondisi kesehatan masyarakat dapat dilihat dari angka kematian yang

terjadi. Angka kematian ibu, angka kematian anak dan kematian balita yang

ada di Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto Utara II dalam kurun waktu 1

tahun terakhir adalah sebagai berikut :

Tabel 4.4 Angka Kematian Puskesmas Purwokerto Utara II Tahun 2021

No. Angka Kematian Jumlah Kasus


2019 2020 2021
1 Angka Kematian Ibu 0 kasus 1 kasus 0 kasus
2 Angka Kematian Bayi 2 kasus 2 kasus 1 kasus
3 Angka Kematian 3 kasus 1 kasus 0 kasus
Balita
4 Kematian Neonatal 2 kasus 4 Kasus 0 kasus

Sumber, Profil Puskesmas Purwokerto Utara II

Dari data tiga tahunan kasus kematian Ibu dan anak di Puskesmas

Purwokerto Utara II diatas dapat dilihat bahwa ada penurunan kasus kematian

pada angka kematian ibu, maupun Balita walaupun pada kematian bayi

masih terlihat ada kasus, Kematian Bayi yang selalu ada menurut data dari

Bidan Puskesmas dikarenakan bayi lahir Prematur / BBLR

f. Morbiditas

Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat juga dari angka kesakitan

(morbiditas) dalam satu tahun di masyarakat yang di tampilkan dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 4.5 Angka morbiditas Wilayah Puskesmas Purwokerto Utara II

No. Morbiditas Jumlah Kasus


1 Penemuan Kasus Konfirmasi Covid19 895 kasus
2 Ispa 358 kasus
3 Penemuan Penderita Diare 270 kasus
4 Dyspepsia 193 kasus
40

5 Hypertensi 180 kasus


6 Febris 139 kasus
7 Dermatitis 79 kasus
8 Penemuan BTA Positif 41 kasus
9 Penderita DBD 26 kasus
10 Faringitis 19 kasus
Sumber, Profil Puskesmas Purwokerto Utara II

Dari data 10 besar penyakit yang ada di Puskesmas Purwokerto Utara

II tahun 2021 yang tertinggi adalah kasus Covid-19 yang mencapai 895

kasus berikutnya Kasus ISPA 384 kasus , ketiga Diare 270 kasus dan

seterusnya , kasus TB yang ditemukan ada 41 kasus

B. Analisis Univariat

1. Deskripsi kejadian Tuberkulosis Paru

Penderita Tuberculosis Paru (TB Paru) di wilayah Puskesmas

Purwokerto utara II yang diteliti dari bulan Januari sampai bulan Desember

2021 sebanyak 30 kasus. Wilayah Puskesmas Purwokerto Utara 2 terletak di

perkotaan, Kabupaten Banyumas.

Tabel 4,6 Kasus Tuberculosis Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021

Jumlah Kasus
Jumla
No Kelurahan Laki- % Perempu % %
h
Laki an
1 Sumampir 9 21.95 8 19.51 17 41.47
2 Grendeng 5 12.19 8 19.51 13 31.70
3 Karangwangkal 0 0 2 4.87 2 4.87
4 Pabuwaran 1 2.44 8 19.51 9 21.96
jumlah 15 36.58 26 63.41 41 100
Sumber : Data Profil Puskesmas tahun 2021

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa jumlah kasus TB pada tahun

2021 sejumlah 41 kasus, dengan prosentase 36,58 % laki-laki dan 63,41%

adalah perempuan , dengan kasus terbanyak di Kelurahan Sumampir dengan

jumlah 17 kasus atau 41,47 %


41

2. Deskripsi Variabel Penelitian

Data hasil penelitian variabel bebas yang diteliti meliputi ventilasi,

pencahayaan, kelembaban, kelembaban dan kepadatan hunian disajikan pada

tabel berikut ini:

Tabel 4.7. Deskripsi Data Variabel Ventilasi, Pencahayaan, Kelembaban,dan


Kepadatan Hunian di Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021
Variabel n %
Ventilasi Rumah
Tidak Memenuhi syarat 19 31,7
Memenuhi syarat 41 68,3
jumlah 60 100,0
Pencahayaan Rumah
Tidak Memenuhi syarat 20 33,3
Memenuhi syarat 40 66,7
jumlah 60 100,0
Kelembaban Rumah
Tidak Memenuhi syarat 25 41,7
Memenuhi syarat 35 58,3
jumlah 60 100,0
Kepadatan Hunian Rumah
Tidak Memenuhi syarat 26 43,3
Memenuhi syarat 34 56,7
jumlah 60 100,0
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2022

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa ventilasi rumah

yang tidak memenuhi syarat sebanyak 19 rumah (31,7%) dan yang memenuhi

syarat sebanyak 41 rumah (68,3%). Pencahayaan rumah yang tidak memenuhi

syarat sebanyak 20 rumah (33,3%) dan yang memenuhi syarat sebanyak 40

rumah (66,7%).
42

Kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 25 rumah

(41,7%) dan yang memenuhi syarat sebanyak 35 rumah (58,3%). Kepadatan

hunian rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 26 rumah (43,3%) dan

yang memenuhi syarat sebanyak 34 rumah (56,7%).

Dari data diatas bila dilihat dari masing masing variabel maka dapat

dikatakan yang memenuhi syarat masih lebih banyak daripada yang tidak

memenuhi syarat

C. Analisis Bivariat

Hubungan antara lingkungan fisik dengan kejadian TB Paru di Puskesmas

Purwokerto Utara II tahun 2021 dianalisis menggunakan uji statistik Chi Square.

Hasil analisis data diuraikan sebagai berikut.

Tabel 4.8 Hubungan Ventilasi, Pencahayaan, Kelembaban, dan Kepadatan


Hunian dengan kejadian TB Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II
tahun 2021

Kejadian TB Paru
Variabel Jumlah
Ya Tidak
f % f % f % p OR
Ventilasi Rumah
TMS 14 73,7 5 26,3 19 100,0 0,012 4,375
MS 16 39,0 25 61,0 41 100,0
Jumlah 30 50,0 30 50,0 60 100,0
Pencahayaan Rumah
TMS 14 70,0 6 30,0 20 100,0 0,028 3,500
MS 16 40,0 20 60,0 40 100,0
Jumlah 30 50,0 30 50,0 60 100,0
Kelembaban Rumah
TMS 17 68,0 8 32,0 25 100,0 0,018 3,596
MS 13 37,1 22 62,9 35 100,0
Jumlah 30 50,0 30 50,0 60 100,0
Kepadatan Hunian
TMS 19 73,1 7 26,9 26 100,0 0,002 5,675
MS 11 32,4 23 67,6 34 100,0
Jumlah 30 50,0 30 50,0 60 100,0
43

Keterangan: TMS = Tidak Memenuhi Syarat; MS = Memenuhi Syarat


Sumber: Data diolah tahun 2022

Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Hubungan Ventilasi Rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas

Purwokerto Utara II tahun 2021

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari 19 rumah dengan

ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat, sebagian besar terdapat penderita

TB Paru (73,7%). Dari 41 rumah dengan ventilasi rumah yang memenuhi

syarat, sebagian tidak terdapat penderita TB Paru (61,0%). Hasil uji statistik

dengan Chi Square diperoleh nilai p = 0,012. Nilai p yang lebih kecil dari  =

0,05 artinya terdapat hubungan ventilasi rumah dengan kejadian TB Paru di

Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021 dengan OR sebesar 4,375.

2. Hubungan Pencahayaan Rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas

Purwokerto Utara II tahun 2021

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari 20 rumah dengan

pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat, sebagian besar terdapat

penderita TB Paru (70,0%). Dari 40 rumah dengan pencahayaan rumah yang

memenuhi syarat, sebagian tidak terdapat penderita TB Paru (60,0%). Hasil uji

statistik dengan Chi Square diperoleh nilai p = 0,028. Nilai p yang lebih kecil

dari  = 0,05 artinya terdapat hubungan pencahayaan rumah dengan kejadian

TB Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II 2021 dengan OR sebesar 3,500.

3. Hubungan Kelembaban Rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas

Purwokerto Utara II tahun 2021

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari 25 rumah dengan

kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat, sebagian besar terdapat

penderita TB Paru (68,0%). Dari 35 rumah dengan kelembaban rumah yang

memenuhi syarat, sebagian tidak terdapat penderita TB Paru (62,9%). Hasil


44

uji statistik dengan Chi Square diperoleh nilai p = 0,018. Nilai p yang lebih

kecil dari  = 0,05 artinya terdapat hubungan kelembaban rumah dengan

kejadian TB Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II 2021 dengan OR

sebesar 3,596.

4. Hubungan Kepadatan Hunian dengan kejadian TB Paru di Puskesmas

Purwokerto Utara II tahun 2021

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari 26 rumah dengan

kepadatan hunian rumah yang tidak memenuhi syarat, sebagian besar terdapat

penderita TB Paru (73,1%). Dari 34 rumah dengan kepadatan hunian rumah

yang memenuhi syarat, sebagian tidak terdapat penderita TB Paru (67,6%).

Hasil uji statistik dengan Chi Square diperoleh nilai p = 0,002. Nilai p yang lebih

kecil dari  = 0,05 artinya terdapat hubungan kelembaban rumah dengan

kejadian TB Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II 2021 dengan OR sebesar

5,675.
45

BAB V

PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

1. Deskripsi kejadian Tuberkulosis Paru

Penderita Tuberculosis Paru (TB Paru) di wilayah Puskesmas

Purwokerto utara II yang diteliti dari bulan Januari sampai bulan Desember

2021 sebanyak 30 kasus. Wilayah Puskesmas Purwokerto Utara 2 terletak

di perkotaan, Kabupaten Banyumas. Masih adanya kasus TB Paru

menunjukkan penularan penyakit ini masih terus berlangsung.

Gordon dan Le Richt menyebutkan tentang peristiwa timbulnya

penyakit, bahwa timbul atau tidaknya penyakit pada manusia dipengaruhi

oleh tiga faktor utama, yaitu pejamu (host), bibit penyakit (agent), dan

lingkungan (environment). Pejamu adalah semua faktor yang terdapat pada

diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya serta perjalanan

penyakit. Bibit penyakit adalah substansi atau elemen tertentu yang

kehadiran atau ketidakhadirannya dapat menimbulkan atau mempengaruhi

perjalanan penyakit. Lingkungan ialah agregat dari seluruh kondisi dan

pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan

organisasi, termasuk faktor lingkungan adalah rumah tempat tinggal

(Suyono & Budiman, 2011).

2. Deskripsi Ventilasi

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa ventilasi rumah

yang tidak memenuhi syarat sebanyak 19 rumah (31,7%) dan yang

memenuhi syarat sebanyak 41 rumah (68,3%). Kondisi ventilasi rumah

yang sebagian besar sudah memenuhi syarat tidak terlepas dari perbaikan

kondisi ekonomi masyarakat khususnya di Puskesmas Purwokerto utara II


46

yang termasuk dalam wilayah perkotaan. Namun demikian, masih cukup

banyak rumah dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat. Hal ini dapat

disebabkan karena kondisi rumah yang saling berdekatan, bahkan dinding

rumah yang satu dengan lainnya sudah mulai banyak yang menjadi satu

atau saling menempel, sehingga Bentuk ventilasi berupa jendela yang

hanya terdiri dari satu daun jendela. Jendela dapat dibuka dengan sistem

buka dari bawah ke arah luar. Jendela dipasang bersebelahan dengan pintu

masuk rumah. Bentuk ventilasi sebagian besar termasuk bentuk horisontal.

Jendela sangat penting untuk suatu rumah tinggal, karena jendela

mempunyai fungsi ganda. Fungsi pertama sebagai lubang keluar masuknya

udara. Dengan adanya jendela ventilasi ini maka di dalam ruangan tidak

akan terasa pengap. Fungsi kedua dari jendela adalah sebagai masuknya

cahaya dari luar (matahari), cahaya alami ini akan masuk kedalam ruangan

lewat jendela yang terbuka atau terbuat dari kaca, untuk mencegah

terjadinya penyakit berbasis lingkungan luas minimal ventilasi 5-15% dari

luas lantai (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

829/MENKES/VII/1999).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dani et. al (2021) yang

melaporkan ventilasi rumah yang memenuhi syarat 56 rumah (76,7%) dan

yang tidak memenuhi syarat sebanyak 18 rumah (24,3%).

3. Deskripsi Pencahayaan

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa pencahayaan

rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 20 rumah (33,3%) dan yang

memenuhi syarat sebanyak 40 rumah (66,7%). Kondisi pencahayaan

rumah yang sebagian besar sudah memenuhi syarat dapat disebabkan

karena di wilayah perkotaan sudah mulai berkurang pohon-pohon yang

dapat menghalangi cahaya sinar matahari masuk ke dalam rumah. Namun


47

demikian, masih cukup banyak rumah dengan pencahayaan yang tidak

memenuhi syarat. Hal ini seperti pada kondisi ventilasi rumah yaitu

disebabkan karena kondisi rumah yang saling berdekatan, bahkan dinding

rumah yang satu dengan lainnya sudah mulai banyak yang menjadi satu

atau saling menempel, sehingga cahaya matahari hanya masuk melalui

rumah di bagian depan.

Cahaya yang cukup untuk ruangan-ruangan di dalam rumah, baik

cahaya alam maupun cahaya buatan,*) tidak silau, tidak menimbulkan

panas yang menganggu, tidak terganggu bayangan. Sebaiknya cahaya

matahari dibiarkan bebas masuk ruangan pada pagi hari. Semua jendela

dan tirai terbuka. Sebaiknya di depan jendela jangan terhalang rumah atau

pohon yang langsung menghalangi masuknya sinar matahari (Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829/MENKES/VII/1999).

Berdasarkan KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/02/1990

batas syarat normal suatu ruangan dan memenuhi standar kesehatan

antara 50 lux sampai 300 lux. Perhitungan untuk kebutuhan cahaya buatan

yaitu 1 lux = 0,001496 watt/m persegi, 300 lux = 0,4488 watt/m persegi.

Ruangan seluas 12 m persegi maka dibutuhkan 12×0.4488= 5,36 watt atau

dibulatkan 6 watt.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahmat et. al (2021)

yang melaporkan pencahayaan rumah yang memenuhi syarat 66 rumah

(70,2%) dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 28 rumah (29,8%).

4. Deskripsi Kelembaban

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa kelembaban

rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 25 rumah (41,7%) dan yang

memenuhi syarat sebanyak 35 rumah (58,3%). Kondisi kelembaban rumah


48

yang sebagian besar sudah memenuhi syarat dapat disebabkan karena

suhu rata-rata yang sudah tinggi.

Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara,

biasanya dinyatakan dengan persentase. Kelembaban ini berhubungan

atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama–sama antara

temperatur (Riyadi, 2018). Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan

Republik Indonesia No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan

Kerja, persyaratan untuk kelembaban ruang yang nyaman adalah 40%-

60%. Kelembaban ruangan yang tinggi dapat menjadi tempat yang baik

untuk tumbuh dan berkembangnya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman

tuberkulosis.

Beberapa jenis bakteri yang terdeteksi mencemari udara antara lain:

Mycobacterium tuberculosis, Pseudomonas sp, Klebsiella sp, Proteus sp,

Bacillus sp, dan golongan jamur. Kelembaban sangat penting untuk

pertumbuhan bakteri bakteri membutuhkan kelembaban tinggi, pada

umumya untuk pertumbuhan bakteri yang baik dibutuhkan kelembaban di

atas 85% (Waluyo, 2009 )

Rumah yang baik dan sehat harus dapat melindungi para

penghuninya, termasuk kelembaban udara dalam ruangan atau rumah yang

anyaman sehingga para penghuni merasa kerasan dan nyaman tinggal di

dalam rumah. Walaupun ukuran nyaman ini bersifat obyektif karena dalam

keadaan tertentu seorang sudah merasa nyaman sedangkan orang lain

belum merasa nyaman (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No. 829/MENKES/VII/1999).

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sachrul et. al (2019)

yang melaporkan kelembaban yang tidak memenuhi syarat 59 rumah


49

(84,0%) dan yang memenuhi syarat sebanyak 11 rumah (15,7%).

Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena kondisi geografis lokasi

penelitian yang berbeda. Penelitian oleh Sachrul et. al (2019) dilakukan di

wilayah kerja Puskesma Babana Kabupaten Mamuju Tengah.

5. Deskripsi Kepadatan Hunian

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa kepadatan

hunian rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 26 rumah (43,3%) dan

yang memenuhi syarat sebanyak 34 rumah (56,7%). Kepadatan hunian

rumah yang sebagian besar sudah memenuhi syarat dapat disebabkan

karena berhasilnya program pemerintah melalui Keluarga Berencana (KB),

sehingga setiap keluarga banyak yang hanya memiliki dua anak saja.

Namun demikian, masih cukup banyak rumah dengan kepadatan hunian

yang tidak memenuhi syarat. Hal ini dapat terjadi karena anak yang sudah

menikah tidak menempati rumah sendiri, tetapi masih berkumpul dengan

orang tuanya, sehingga menambah kepadatan rumah.

Rumah yang sehat harus mempunyai ruang khusus untuk tidur agar

terhindar dari penyakit saluran pernapasan. Ukuran ruang tidur minimal

9m2 untuk anak yang berumur di atas 5 tahun dan 4,5 untuk anak di bawah

5 tahun (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

829/MENKES/VII/1999).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahmat et. al (2021)

yang melaporkan kepadatan hunian rumah yang memenuhi syarat 71

rumah (75,5%) dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 23 rumah

(24,5%).

B. Analisis Bivariat

1. Hubungan Ventilasi Rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas

Purwokerto Utara II tahun 2021


50

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari 19 rumah dengan

ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat, sebagian besar terdapat

penderita TB Paru (73,7%). Dari 41 rumah dengan ventilasi rumah yang

memenuhi syarat, sebagian tidak terdapat penderita TB Paru (61,0%). Hasil

tersebut menunjukkan bahwa rumah dengan ventilasi yang tidak memenuhi

syarat berisiko terhadap kejadian TB Paru. Hal ini didukung dengan hasil uji

statistik yang menyimpulkan terdapat hubungan ventilasi rumah dengan

kejadian TB Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021 (p =

0,012) . Nilai OR diketahui sebesar 4,375, yang artinya rumah dengan

ventilasi yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko sebesar 4,375 kali lebih

besar terhadap kejadian TB Paru dibandingkan rumah yang ventilasinya

memenuhi syarat.

Fungsi ventilasi sebagai jalur saluran keluarnya polusi dari dalam

rumah. Jika ruangan yang berpolusi atau terdapat doplet kuman TB Paru

tidak terdapat ventilasi, maka polusi atau doplet kuman TB Paru tersebut

akan terperangkap didalam ruangan dan ruangan menjadi pengap dan

dapat menularkan TB Paru. Adanya pertukaran udara yang baik, terjaganya

kadar oksigen di dalam rumah serta udara yang segar tentu akan

berpengaruh terhadap kesehatan para penghuni yang tinggal di rumah

tersebut.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sachrul et. al (2019)

yang melaporkan ventilasi rumah berhubungan dengan Kejadian

Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Babana (p = 0,048).

2. Hubungan Pencahayaan Rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas

Purwokerto Utara II tahun 2021

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari 20 rumah dengan

pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat, sebagian besar terdapat


51

penderita TB Paru (70,0%). Dari 40 rumah dengan pencahayaan rumah

yang memenuhi syarat, sebagian tidak terdapat penderita TB Paru (60,0%).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa rumah dengan pencahayaan yang tidak

memenuhi syarat berisiko terhadap kejadian TB Paru. Hal ini didukung

dengan hasil uji statistik yang menyimpulkan terdapat hubungan

pencahayaan rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas Purwokerto

Utara II tahun 2021 (p = 0,028) . Nilai OR diketahui sebesar 3,500, yang

artinya rumah dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat memiliki

risiko sebesar 3,500 kali lebih besar terhadap kejadian TB Paru

dibandingkan rumah yang pencahayaannya memenuhi syarat.

Pencahayaan sangat dibutuhkan pada suatu ruangan. Pencahayaan

ini sangat dibutuhkan agar rumah menjadi tidak lembab, dan dinding rumah

menjadi tidak berjamur akibat bakteri atau kuman yang masuk ke dalam

rumah. Bakteri penyebab penyakit menyukai tempat yang gelap untuk

berkembang biak.

Intensitas pencahayaan alami rumah dapat di pengaruhi oleh luas

ventilasi dan jendela rumah yang dibuka setiap hari.Hal ini akan berdampak

buruk terhadap kesehatan penghuni rumah tersebut jika jendela kurang luas

dan jarang dibuka pada siang hari, tidak memiliki ventilasi rumah, dan

kebanyakan rumah menghadap ke arah barat dan utara. Pencahayaan

alami dalam rumah merupakan penerangan dalam rumah pada pagi, siang,

atau sore hari yang berasal dari sinar matahari langsung yang masuk

melalui jendela, ventilasi, atau genteng kaca minimal 10 menit perhari.

Cahaya matahari penting, karena selain dapat membunuh bakteri-bakteri

patogen di dalam rumah juga mengurangi kelembaban ruangan dalam

rumah (Azwar, 2012).


52

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sachrul et. al (2019)

yang melaporkan pencahayaan rumah berhubungan dengan Kejadian

Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Babana (p = 0,023).

3. Hubungan Kelembaban Rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas

Purwokerto Utara II tahun 2021

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari 25 rumah dengan

kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat, sebagian besar terdapat

penderita TB Paru (68,0%). Dari 35 rumah dengan kelembaban rumah yang

memenuhi syarat, sebagian tidak terdapat penderita TB Paru (62,9%). Hasil

tersebut menunjukkan bahwa rumah dengan kelembaban yang tidak

memenuhi syarat berisiko terhadap kejadian TB Paru. Hal ini didukung

dengan hasil uji statistik yang menyimpulkan terdapat hubungan

kelembaban rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas Purwokerto

Utara II tahun 2021 (p = 0,018). Nilai OR diketahui sebesar 3,596, yang

artinya rumah dengan kelembaban yang tidak memenuhi syarat memiliki

risiko sebesar 3,596 kali lebih besar terhadap kejadian TB Paru

dibandingkan rumah yang kelembabannya memenuhi syarat.

Rumah yang lembab memungkinkan tikus dan kecoa membawa

bakteri dan virus yang semuanya dapat berperan dalam memicu terjadinya

penyakit pernafasan dan dapat berkembang biak dalam rumah (Krieger dan

Higgins, 2002). Menurut Notoatmodjo (2007), kurangnya ventilasi akan

menyebabkan kelembaban udara dalam ruangan naik karena terjadinya

proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini dapat

menjadi media yang baik untuk bakteri patogen.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sachrul et. al (2019)

yang melaporkan kelembaban rumah berhubungan dengan Kejadian

Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Babana (p = 0,022).


53

4. Hubungan Kepadatan Hunian dengan kejadian TB Paru di Puskesmas

Purwokerto Utara II tahun 2021

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari 26 rumah dengan

kepadatan hunian rumah yang tidak memenuhi syarat, sebagian besar

terdapat penderita TB Paru (73,1%). Dari 34 rumah dengan kepadatan

hunian rumah yang memenuhi syarat, sebagian tidak terdapat penderita TB

Paru (67,6%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa rumah dengan kepadatan

hunian yang tidak memenuhi syarat berisiko terhadap kejadian TB Paru. Hal

ini didukung dengan hasil uji statistik yang menyimpulkan terdapat

hubungan kepadatan hunian rumah dengan kejadian TB Paru di

Puskesmas Purwokerto Utara II tahun 2021 (p = 0,002). Nilai OR diketahui

sebesar 5,675, yang artinya rumah dengan kepadatan hunian tidak

memenuhi syarat memiliki risiko sebesar 5,675 kali lebih besar terhadap

kejadian TB Paru dibandingkan rumah yang kepadatan huniannya

memenuhi syarat.

Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya

akan menyebabkan penjubelan (overcrowded). Penularan penyakit ISPA

dapat terjadi karena adanya kontak antara penderita dengan penghuni

rumah yang lain. Kemungkinan kontak ini menjadi lebih besar pada rumah

yang padat penghuninya. Kepadatan penghuni rumah dihubungkan dengan

infeksi saluran pernafasan (Krieger dan Higgins, 2002). Kepadatan menjadi

faktor yang dapat mendukung proses penularan penyakit. Semakin padat

tingkat hunian, maka perpindahan penyakit khususnya penyakit melalui

udara akan semakin mudah dan cepat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Siregar (2020) yang

melaporkan kepadatan hunian rumah berhubungan dengan Kejadian

Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor (p = 0,009).


54

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan diantaranya yaitu cuaca yang tidak

menentu dan masih sering hujan, sehingga dapat berdampak pada pengukuran

variable yaitu kelembaban dan pencahayaan. Namun demikian, peneliti

melakukan pengukuran pada saat tidak sedang turun hujan atau akan turun

hujan sehingga bias hasil pengukuran variable dapat diminimalisir.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan

sebagai berikut:

1. Ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 19 rumah (31,7%) dan

yang memenuhi syarat sebanyak 41 rumah (68,3%). Terdapat hubungan

ventilasi rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas Purwokerto Utara II

tahun 2021 (p = 0,012; OR = 4,375).

2. Pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 20 rumah (33,3%)

dan yang memenuhi syarat sebanyak 40 rumah (66,7%). Terdapat hubungan

pencahayaan rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas Purwokerto Utara

II 2021 (p = 0,028; OR = 3,500).

3. Kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 25 rumah (41,7%)

dan yang memenuhi syarat sebanyak 35 rumah (58,3%). Terdapat hubungan

kelembaban rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas Purwokerto Utara

II 2021 (p = 0,018; OR = 3,596).

4. Kepadatan hunian rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 26 rumah

(43,3%) dan yang memenuhi syarat sebanyak 34 rumah (56,7%). Terdapat

hubungan kelembaban rumah dengan kejadian TB Paru di Puskesmas

Purwokerto Utara II 2021 (p = 0,002; OR = 5,675).


56

B. Saran

Saran-saran yang dapat diberikan terkait dengan kesimpulan hasil penelitian

sebagai berikut:

1. Bagi Keluarga / masyarakat

a. Sebelum membangun rumah pahamilah tentang syarat rumah sehat yang

tentunya mencakup adanya ventilasi, pencahayaan rumah, kelembaban

rumah , kepadatan hunian dan lainsebagainya agar nantinya rumah akan

menjadi tempat istirahat yang aman dan nyaman

b. Keluarga hendaklah mengikuti informasi masalah kesehatan yang saat ini

dapat diperoleh dengan mudah melalui media sosial yang ada atau

melalui sosialisasi yang banyak diberikan oleh Dinas Kesehatan atau

Puskesmas setempat

c. Bagi keluarga yang ada anggota keluarganya menderita Tuberculosis

( TBC Paru ) hendaklah dukung pengobatan penderita sampai sembuh

dengan menjadi Perawat Minum obat bagi penderita agar supaya tidak

putuh dijalan atau DO

d. Dan bagi penderita hendaklah mematuhi anjuran yang diberikan oleh

tenaga kesehatan dengan minum obat secara teratur dan tetap memakai

masker ( Prokes ).

2. Bagi petugas kesehatan

a. Petugas kesehatan di puskesmas, khususnya di bagian Kesling agar lebih

sering memberikan edukasi tentang rumah sehat.dan sanitasi lingkungan

sehat kepada masyarakat

b. Petugas kesehatan / promkes lebih banyak memberikan sosialisasi

tentang penyakit – penyakit yang ada di masyarakat khususnya penyakit

Tuberculosis agar penyakit ini dapat dicegah penularannya.


57

c. Petugas kesehatan melakukan kunjungan rumah penderita TBC paru

guna meemberkan conseling kepada keluarga untuk menjadi PMO yang

baik

d. Petugas Kesehatan Memantau dan selalu memberi motivasi kepada

penderita untuk patuh minum obat

e. Libatkan lintas program dan lintas sektoral ( pengambil keputusan,

Ormas, Kader, Toma, Toga ) dalam pelaksanaan pencegahan penularan

tuberculosis dimasyarakat

3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut dengan menganalisis faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat khususnya

terhadap kejadian TB Paru seperti faktor perilaku / kebiasaan hidup, status

perkawinan, keturunan, nutrisi dan imunitas.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :


PT Rineka Cipta.
Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Azwar, Saifudin. (1995). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya Edisi.
Kedua.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Azzahra, Zira . (2017). Faktor- faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit
Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kecamatan
Sunggal Kabupaten Deli Serdang, Skripsi :Universitas Sumatra Utara
Crofton J, Horne N, Miller F. (2002) Tuberkulosis Klinis. Jakarta: Widya Medika
Dani Imaduddin, Onny Setiani dan Suhartono. (2019). Hubungan Kondisi Fisik Rumah
dan Perilaku dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Batu
10 Kota Tanjungpinang Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal) Volume
7, Nomor 3, Julia 2019 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
Data profil Kabupaten Banyumas tahun 2020
Dawile, G., Sondakh, R. C., & Maramis, F. R. R. (2015). Hubungan Antara Kondisi
Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Hubungan Antara Kondisi
Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tobelo Kabupaten Halmahera Utara, 1–8.
Harmani, Nanny (2019), Faktor Host dan Lingkungan dengan Kejadian Tuberkulosis
Paru di Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat, Skripsi:Universitas
Muhammadiyah Hamka
Hutari S, Wongkar MCP, Langi YA (2014). Hubungan antara tingkat pendidikan ,
pengetahuan dan status gizi dengan pengobatan tuberkulosis paru di
puskesmas Tuminting. Jurnal E-Clinic (ECL), 2 (1): 3244-3250
Riadi, Muchlisin. (2013). Sistem Pencahayaan Alami. Diakses pada 1/8/2022,
dari https://www.kajianpustaka.com/2013/12/sistem-pencahayaan-
alami.html
Kemenkes RI (2010) Hasil Riset Kesehatan Dasar 2010, Jakarta:Kemenkes RI.
Kemenkes RI (2014) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta:Kemenkes RI.
Kemenkes RI (2019) Hipertensi Penyakit Paling Banyak Diidap Masyarakat,
Jakarta:Kemenkes
Kemenkes RI (2016). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.Jakarta:
Kemenkes
Kenedyanti, E., & Sulistyorini, L. (2017). Analisis Mycobacterium Tuberkulosis Dan
Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 5(2), 152–162
Manalu. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru Dan Upaya
Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 9 No. 4,
Nizar,Muhammad (2010), Pemberantasan dan Penanggulanagan Tuberkulosis.
Yogyakarta : Gosyen Publising
Profil Puskesmas purwokerto Utara II, 2021
Rahmat Hidayat Sikumbanga, Putri Chairani Eyanoerb , Nondang Purnama Siregar
(2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tb Paru Pada
Usia Produktif Di Wilayah Kerja Puskesmas Tegal Sari Kecamatan Medan
Denai Tahun 2018. Ibnu Sina Volume 21 No 1 Tahun 2021
Sachrul Romadhan S, Nur Haidah, Pratiwi Hermiyanti. (2019). Hubungan Kondisi Fisik
Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas
Babana Kabupaten Mamuju Tengah. An-Nadaa, Vol. 6 No.2 Desember
2019
Siregar, Fazidah Aguslina.(2020). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Tahun 2020.
https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/31433
Siti Nur Azyyati dan Devi Angeliana Kusumaningtiar. (2016). Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian Tb Paru Di Rw 09 Kelurahan Jembatan Besi
Kecamatan Tambora Jakarta Barat Tahun 2016.
https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-7539-
JURNAL.pdf
Siyoto, Sandu dan Ali Sodik. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Sendangtirto
Sleman : Penerbit Literasi Media Publishing.
Soekidjo Notoatmodjo. (2007) Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta:Rineka
Cipta
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta
Suyono & Budiman (2011) Ilmu kesehatan masyarakat dalam konteks kesehatan
lingkungan, Jakarta:EGC.
Yufa Zuriya, (2016), Hubungan Antara Faktor Host Dan Lingkungan Dengan Kejadian
TB Paru Di Wilayah Kerja Puskemas Pamulang Tahun 2016, Skripsi :
FKIK UIN Jakarta

59
60

Lampiran 1 . Hasil SPSS


Frequencies
Statistics

Ventilasi Pencahayaan Kelembaban Kepadatan Hunian Kejadian TB Paru

N Valid 60 60 60 60 60
Missing 0 0 0 0 0

Frequency Table
Ventilasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid TMS 19 31.7 31.7 31.7


MS 41 68.3 68.3 100.0
Total 60 100.0 100.0

Pencahayaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TMS 20 33.3 33.3 33.3
MS 40 66.7 66.7 100.0
Total 60 100.0 100.0

Kelembaban
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TMS 25 41.7 41.7 41.7
MS 35 58.3 58.3 100.0
Total 60 100.0 100.0

Kepadatan Hunian
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TMS 26 43.3 43.3 43.3
MS 34 56.7 56.7 100.0
Total 60 100.0 100.0
Kejadian TB Paru
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kasus 30 50.0 50.0 50.0
Kontrol 30 50.0 50.0 100.0
Total 60 100.0 100.0

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Ventilasi * Kejadian TB Paru 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%
Pencahayaan * Kejadian TB
60 100.0% 0 .0% 60 100.0%
Paru
Kelembaban * Kejadian TB Paru 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%
Kepadatan Hunian * Kejadian
60 100.0% 0 .0% 60 100.0%
TB Paru

Ventilasi * Kejadian TB Paru


Crosstab

Kejadian TB Paru

Kasus Kontrol Total


Ventilasi TMS Count 14 5 19
Expected Count 9.5 9.5 19.0
% within Ventilasi 73.7% 26.3% 100.0%
% within Kejadian TB Paru 46.7% 16.7% 31.7%
% of Total 23.3% 8.3% 31.7%
MS Count 16 25 41
Expected Count 20.5 20.5 41.0
% within Ventilasi 39.0% 61.0% 100.0%
% within Kejadian TB Paru 53.3% 83.3% 68.3%
% of Total 26.7% 41.7% 68.3%
Total Count 30 30 60
Expected Count 30.0 30.0 60.0
% within Ventilasi 50.0% 50.0% 100.0%
% within Kejadian TB Paru 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

61
62

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.239a 1 .012
Continuity Correctionb 4.929 1 .026
Likelihood Ratio 6.431 1 .011
Fisher's Exact Test .025 .013
Linear-by-Linear Association 6.135 1 .013
N of Valid Casesb 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,50.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Ventilasi (TMS /


4.375 1.320 14.504
MS)
For cohort Kejadian TB Paru =
1.888 1.183 3.014
Kasus
For cohort Kejadian TB Paru =
.432 .196 .952
Kontrol
N of Valid Cases 60
Pencahayaan * Kejadian TB Paru

Crosstab

Kejadian TB Paru

Kasus Kontrol Total


Pencahayaan TMS Count 14 6 20
Expected Count 10.0 10.0 20.0
% within Pencahayaan 70.0% 30.0% 100.0%
% within Kejadian TB Paru 46.7% 20.0% 33.3%
% of Total 23.3% 10.0% 33.3%
MS Count 16 24 40
Expected Count 20.0 20.0 40.0
% within Pencahayaan 40.0% 60.0% 100.0%
% within Kejadian TB Paru 53.3% 80.0% 66.7%
% of Total 26.7% 40.0% 66.7%
Total Count 30 30 60
Expected Count 30.0 30.0 60.0
% within Pencahayaan 50.0% 50.0% 100.0%
% within Kejadian TB Paru 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square 4.800a 1 .028
Continuity Correctionb 3.675 1 .055
Likelihood Ratio 4.902 1 .027
Fisher's Exact Test .054 .027
Linear-by-Linear Association 4.720 1 .030
N of Valid Casesb 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,00.
b. Computed only for a 2x2 table

63
64

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Pencahayaan
3.500 1.112 11.017
(TMS / MS)
For cohort Kejadian TB Paru =
1.750 1.087 2.816
Kasus
For cohort Kejadian TB Paru =
.500 .244 1.023
Kontrol
N of Valid Cases 60

Kelembaban * Kejadian TB Paru

Crosstab

Kejadian TB Paru

Kasus Kontrol Total


Kelembaban TMS Count 17 8 25
Expected Count 12.5 12.5 25.0
% within Kelembaban 68.0% 32.0% 100.0%
% within Kejadian TB Paru 56.7% 26.7% 41.7%
% of Total 28.3% 13.3% 41.7%
MS Count 13 22 35
Expected Count 17.5 17.5 35.0
% within Kelembaban 37.1% 62.9% 100.0%
% within Kejadian TB Paru 43.3% 73.3% 58.3%
% of Total 21.7% 36.7% 58.3%
Total Count 30 30 60
Expected Count 30.0 30.0 60.0
% within Kelembaban 50.0% 50.0% 100.0%
% within Kejadian TB Paru 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.554a 1 .018
Continuity Correctionb 4.389 1 .036
Likelihood Ratio 5.654 1 .017
Fisher's Exact Test .035 .018
Linear-by-Linear Association 5.462 1 .019
N of Valid Casesb 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Kelembaban
3.596 1.216 10.638
(TMS / MS)
For cohort Kejadian TB Paru =
1.831 1.102 3.043
Kasus
For cohort Kejadian TB Paru =
.509 .272 .952
Kontrol
N of Valid Cases 60

65
66

Kepadatan Hunian * Kejadian TB Paru

Crosstab

Kejadian TB Paru

Kasus Kontrol Total


Kepadatan Hunian TMS Count 19 7 26
Expected Count 13.0 13.0 26.0
% within Kepadatan Hunian 73.1% 26.9% 100.0%
% within Kejadian TB Paru 63.3% 23.3% 43.3%
% of Total 31.7% 11.7% 43.3%
MS Count 11 23 34
Expected Count 17.0 17.0 34.0
% within Kepadatan Hunian 32.4% 67.6% 100.0%
% within Kejadian TB Paru 36.7% 76.7% 56.7%
% of Total 18.3% 38.3% 56.7%
Total Count 30 30 60
Expected Count 30.0 30.0 60.0
% within Kepadatan Hunian 50.0% 50.0% 100.0%
% within Kejadian TB Paru 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square 9.774a 1 .002
Continuity Correctionb 8.213 1 .004
Likelihood Ratio 10.082 1 .001
Fisher's Exact Test .004 .002
Linear-by-Linear Association 9.611 1 .002
N of Valid Casesb 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Kepadatan
5.675 1.841 17.494
Hunian (TMS / MS)
For cohort Kejadian TB Paru =
2.259 1.317 3.873
Kasus
For cohort Kejadian TB Paru =
.398 .203 .781
Kontrol
N of Valid Cases 60
Lampiran. 2
KUESIONER
HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH
DENGAN KEJADIAN TUBERKOLOSIS PARU
DI PUSKESMAS PURWOKERTO UTARA II
TAHUN 2021
___________________________________________________________________________________
Nomor Responden :
|_|_|_|

Hari/Tanggal : .............................|_|_|/|_|_|/2022

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
No Karakteristik responden Keterangan
A.1 Nama |_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|
A.2 Kategori Responden |_| Kasus |_| Kontrol
A.3 Tanggal Pemeriksaan |_|_|/|_|_|/2021
A.4 Alamat |_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_
|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|
A.5 Umur |_|_| Tahun
A.6 Jenis Kelamin |_| Laki-laki |_|_Perempuan
A.7 Status Perkawinan |_| Menikah |_| Belum menikah
A.8 Jumlah Penghuni Rumah |_|_| Orang
A.9 Pendidikan |_| Tidak Sekolah
|_| SD
|_| SLTP
|_| SLTA
|_| Akademi/PT
A.10 Jenis Pekerjaan |_| Tidak Bekerja
|_| TNI/Polri/ABRI/BUMN
|_| Pegawai Swasta
|_| Wiraswasta
|_| Pensiunan
|_| Pelajar/mahasiswa
|_| Petani/Buruh Tani
|_| Pedagang
|_| Lainnya, Sebutkan |_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|_|

B. LINGKUNGAN FISIK RUMAH


Cecklist pemantauan lingkungan fisik dalam rumah

No Variabel Lingkungan Hasil Keterangan

B1 Luas Ventilasi rumah ..........m |_| tidak memenuhi syarat jika <10% luas lantai
|_| Memenuhi syarat jika > 10% luas lantai

B2 Pencahayaan ruang tamu ..........lux Rata – rata

67
68

Pencahayaan ruang kamar


| _| tidak memenuhi syarat ≤ 40 % / > 60 %
............ |_ | Memenuhi syarat diantara 40 % – 60 %
lux

B3 Kelembaban ruang tamu Rata – rata


..............% |_| Tidak memenuhi syarat < 40% / > 60 %
|_| memenuh syarat diantara 40% - 60%
Kelembaban ruang kamar
..............%

B4 Jumlah Anggota Keluarga


dalam satu rumah |_| Tidak memenuhi syarat bila ≤ 8 m2/ dan lebih dari
..............O 2 orang
r |_| Memenuhi Syarat bila >8 m2 dan tidak lebih dari
2orang
Jumlah kamar tidur dalam
satu rumah
..............
Pengukuran luas lantai
kamar
.............m
2

Purwokerto,

Pewawancara/Pemeriksa
Lampiran 3 .

69

Anda mungkin juga menyukai