Anda di halaman 1dari 5

Perancangan Museum Konflik DI/TII Aceh dan GAM di Banda Aceh

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di ujung barat pulau
Sumatera. Wilayah Aceh memiliki banyak potensi baik dari segi keindahan alam, sejarah,
kekayaan sumber daya alam maupun kebudayaan dan kulturnya. Dengan adanya sumber daya
alam yang melimpah, kekayaan adat, etnik dan segala potensi yang ada, seharusnya Aceh
dapat menjadi salah satu provinsi yang kaya, aman dan raharja, namun faktanya Aceh kerap
kali menjadi gelanggang konflik dan pemberontakan.
Pada tanggal 21 September 1953 adalah pemberontakan pertama yang tersulut yaitu
pemberontakan DI/TII Aceh yang dipimpin oleh Tgk Muhammad Daud Beureueh.
Pemberontakan ini sendiri dipicu oleh rasa kecewa dari masyarakat Aceh atas ingkarnya
pemerintahan pusat atas janji pemberian otonomi khusus dan penerapan Syariat Islam di
Aceh. (Iskandar, 2020)
Setelah berakhirnya pemberontakan DI/TII Aceh, gelombang api pemberontakan
kembali tersulut pada tanggal 4 Desember 1976 yang dipimpin oleh Teungku Hasan Tiro.
Pemberontakan ini disebut sebagai pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Pemberontakan kali ini dipicu atas alasan nasionalisme. (Hilmy, 2019)
Konflik di Aceh benar benar memberikan dampak kerusakan yang sangat masif baik
dari kerusakan infrastruktur, kerusakan properti, aksi vigilantisme, pelanggaran HAM berat,
bahkan juga berpengaruh buruk bagi ekonomi negara. Menurut data dari Program Tinjauan
Pasca Konflik yang dilaksanakna oleh Badan Reintegrasi-Damai Aceh (BRA), Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), AusAID, DFID, Kedutaan Besar
Kerajaan Belanda, UNDP, Program SERASIUSAID dan Bank Dunia dari bulan Mei 2008
hingga Desember 2009. Sekitar 1,5 juta masyarakat Aceh menganggap diri mereka sebagai
korban konflik. Lebih dari 400 ribu masyarakat Aceh harus mengungsi demi keamanan.
Konflik ini juga telah menelan biaya yang sangat fantastis. Diperkirakan negara telah
menggelontorkan Rp. 107,4 triliun (10,7 miliar dollar AS) untuk dana konflik. Biaya yang
digelontorkan nyaris setara dengan duakali lipat biaya kerugian bencana Tsunami 2004.
(eksekutif, 2008)
Walau perdamaian konflik Aceh sudah terwujud dari 15 tahun yang lalu, tetapi proses
hukum untuk para pelaku pelanggaran HAM di Aceh belum juga mendapat titik terang, para
korban juga belum mendapatkan keadilan yang seharusnya. Oleh sebab itu sangat
dibutuhkannya Museum Konflik sebagai wadah menjaga ingatan dan sarana edukasi untuk
generasi selanjutnya. (Redaksi, 2020)
Berdasarkan pernyataan Bapak M Nasir Djamil selaku anggota DPR Aceh, Aceh
harus memiliki sebuah museum perdamaian konflik sebagai media dan sarana edukasi bagi
generasi kedepan, wadah penelitian serta untuk sebagai pengingat akan sejarah konflik dan
proses perdamaian Aceh, sehingga generasi mendatang dapat mengetahui dan mengambil
pelajaran dari peristiwa kelam tersebut. (irawan, 2017)
Museum Konflik DI/TII dan GAM sangat penting untuk menjadi suatu wadah edukasi
yang memudahkan generasi mendatang untuk mengakses dan mempelajari sejarah serta
mendapatkan informasi tentang pristiwa heroik pemberontakan hingga proses perdamaian.
Gedung ini di tunjukkan bagi seluruh kalangan masyarakat Aceh, khususnya bagi pelajar dan
mahasiswa kota Banda Aceh dan juga bagi wisatawan luar yang berkunjung ke Aceh.
Perancangan Museum Konflik DI/TII dan GAM di Banda Aceh ini mengangkat Tema
“Biosentris”. Penerapan tema di dalam rancangan ini bertujuan untuk memberikan pandangan
baru bagi generasi selanjutnya tentang moral dan menghilangkan kontradiksi pandangan yang
berbeda antara pihak pemberontak dan pemerintah pusat tentang sejarah peristiwa konflik
tanpa menghilangkan ingatan dan fakta sejarah.

I.2 Identifikasi Masalah


1. Bagaimana mewujudkan adanya bangunan museum konflik DI/TII dan GAM
Aceh yang dapat menjadi sarana edukasi dan pengigat yang bersifat tangible?
2. Bagaimana merancang museum konflik DI/TII dan GAM Aceh yang sesuai
standar?
3. Bagaimana wujud perancangan museum konflik DI/TII dan GAM Aceh
dengan pendekatan Biosentris?

I.3 Tujuan Perancangan


Adapun rumusan permasalahan dari perancangan ini yaitu:
1. Menciptakan museum konflik DI/TII dan GAM Aceh yang dapat menjadi
objek memorial yang edukatif dan informatif.
2. Menciptakan museum konflik DI/TII dan GAM Aceh yang memenuhi standar.
3. Dengan terciptanya Museum konflik DI/TII dan GAM Aceh dengan
pendekatan biosentris sehingga museum konflik DI/TII dan GAM Aceh ini
dapat menjadi bangunan memorial yang ikonik, edukatif dan informatif di
kota Banda Aceh.

I.4 Pendekatan
Perancangan Museum konflik DI/TII dan GAM Aceh dilakukan dengan
menggunakan pendekatan biosentris, bertujuan untuk memberikan pandangan baru bagi
generasi selanjutnya tentang moral dan menghilangkan kontradiksi pandangan yang berbeda
antara pihak pemberontak dan pemerintah pusat tentang sejarah peristiwa konflik tanpa
menghilangkan ingatan dan fakta sejarah.

I.5 Lingkup/Batasan
Adapun batasan-batasan yang di buat dalam perancangan Museum konflik DI/TII dan
GAM Aceh sebagai berikut:
1. Massa bangunan pada perancangan Museum konflik DI/TII dan GAM Aceh
akan dibangun bermassa tunggal.
2. Ide perancangan akan menonjolkan simbolisme kekhasan Aceh.
3. Bangunan ini akan menunjukkan tentang runtutan peristiwa konflik di Aceh.
4. Kebutuhan ruang Museum konflik DI/TII dan GAM Aceh sesuai dengan
standar untuk bangunan Museum.
I.6 Kerangka Pikir

Museum Konflik DI/TII dan GAM Aceh

Pendekatan Arsitektur

Studi Literatur Studi Banding Studi Lokasi


Data dan referensi yang pengumpulan data primer Observasi langsung ke
relavan dan sesuai dengan dan data sekunder dari lapangan untuk
perencanaan bangunan instansi-instani terkait mengumpulkan data

Analisis
analisa fisik: analisa matahari, angin, sirkulasi, orientasi, view,
pencapaian dan peraturan pemerintah.
analisa nonfisik: analisa kebutuhan ruang, analisa aktivitas

Konsep Perancangan

Gambar pra Perancangan

Skema 1.1 Kerangka berfikir objek rancangan


Sumber: Analisa pribadi
I.7 Sistematika Laporan
Pokok bahasan dalam Perencanaan dan Perancangan Museum konflik DI/TII dan
GAM Ace ini terdiri dari 5 bab, dimana dalam tiap-tiap bab dijelaskan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang, tujuan dan sasaran, lingkup pembahasan,
metode pembahasan dan sistematika pembahasan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menjelaskan teori serta definisi-definisi tentang Museum, alternatif hiburan secara
umum: Standar teknis serta factor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan
Museum. Dalam bab ini membahas pemahaman atas apa yang di desain.
BAB III PENDEKATAN PERANCANGAN
Menjelaskan latar belakang pemilihan tema, alasan pemilihan tema, interpretasi
tema dan objek stubanding tema sejenis sehigga menghasilkan pedekatan tema.
BAB IV ANALISA
Menganalisis permasalahan yang telah dirumuskan terdiri dari fungsional, analisis
kondisi, sehingga menghasilkan analisis perancangan yng digunakan pada perancangan.
BAB V KONSEP PERANCANGAN
Tahap terakhir penyelesaian yang telah dianalisis melalui tahapan konsep dasar,
konsep perancangan tapak dan konsep perancangan bangunan.

Anda mungkin juga menyukai