Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Yuniza, SpPD., K-AI
Laporan Kasus
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 23 Mei
2022 s.d 13 Agustus 2022
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha
Pengasih dan Maha Penyayang karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus berjudul “Anemia Mikrositik Hipokrom ec Anemia
Defisiensi Besi ec Perdarahan Acute on Chronic ec Hemorroid Interna Grade
II”. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti kepaniteraan
klinik di Departemen/Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Dengan selesainya penyusunan laporan kasus ini, perkenankanlah penulis
untuk mengucapkan terima kasih kepada dr. Yuniza, Sp.PD., K-AI selaku
pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, kritik,
dan saran dalam pembuatan laporan kasus ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa
senantiasa memberikan berkat-Nya kepada pembimbing penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pengerjaan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
3.2.2. Etiologi .......................................................................................... 28
3.2.3. Faktor Risiko ................................................................................. 29
3.2.4. Patofisiologi ................................................................................... 29
3.2.5. Manifestasi Klinis .......................................................................... 30
3.2.6. Diagnosis ....................................................................................... 32
3.2.7. Diagnosis Banding......................................................................... 33
3.2.8. Tatalaksana .................................................................................... 33
3.3 Hemorroid ....................................................................................................... 35
3.3.1. Definisi .......................................................................................... 35
3.3.2. Klasifikasi ...................................................................................... 36
3.3.3. Epidemiologi ................................................................................. 37
3.3.4. Etiologi .......................................................................................... 38
3.3.5. Patofisiologi ................................................................................... 40
3.3.6. Gejala Klinis .................................................................................. 43
3.3.7. Diagnosis ....................................................................................... 44
3.3.8. Diagnosis Banding......................................................................... 45
3.3.9. Tatalaksana .................................................................................... 46
3.3.10. Prognosis ..................................................................................... 44
3.3.11. Komplikasi .................................................................................. 50
BAB IV ANALISA KASUS ................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 55
v
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Anemia merupakan suatu kondisi di mana jumlah sel darah merah atau
konsentrasi hemoglobin di dalamnya lebih rendah dari biasanya. Hemoglobin
diperlukan untuk membawa oksigen dan jika sel darah merah terlalu sedikit atau
abnormal, atau kekurangan hemoglobin, maka akan terjadi penurunan kapasitas
darah untuk membawa oksigen ke jaringan tubuh. Gejala pada anemia bergantung
pada etiologi yang mendasari, onset, serta komorbiditas. Pasien yang memiliki
gejala yang berhubungan dengan anemia biasanya kadar hemoglobinnya dibawah
7,0 9/dL. Gejala yang dapat dirasakan pada anemia antara lain mata yang
berkunang-kunang, tinnitus, pusing sempoyongan, lemah, pucat, hingga sesak
napas.1
Klasifikasi anemia dapat ditentukan dari gambaran morfologis dengan
melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Klasifikasi anemia terbagi menjadi
tiga yaitu anemia hipokromik mikrositer (nilai MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg),
anemia normositik normokrom (nilai MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg), dan
anemia makrositer (nilai MCV > 95 fl). Pada anemia hipokromik mikrositer, hal
pertama yang harus dilakukan dalam melakukan penegakkan diagnosis adalah
dengan memeriksa kadar besi serum. Jika kadar besi serum menurun, periksa kadar
ferritin dan TIBC. Dari hasil pemeriksaan tersebut akan mengarahkan kepada dua
kemungkinan. Jika kadar TIBC meningkat dan kadar ferritin menurun, seseorang
dapat dikatakan menderita anemia defisinsi besi, tetapi jika kadar TIBC menurun
dan kadar ferritin normal atau meningkat, seseorang dapat dikatakan menderita
anemia penyakit kronik.2
Sekitar 25% populasi di dunia mengalami anemia dan 50% nya adalah
anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh kurangnya asupan zat besi.
Kekurangan zat besi dapat terjadi akibat asupan zat besi yang tidak mencukupi,
penurunan penyerapan, atau kehilangan darah. Anemia defisiensi besi paling sering
disebabkan oleh kehilangan darah, terutama pada pasien yang lebih tua. Hal ini juga
dapat dilihat pada pasien dengan asupan makanan yang rendah.
1
2
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Badan terasa semakin lemas sejak ± 5 hari SMRS.
Keluhan Tambahan
Sesak napas dan perdarahan dari anus sejak ± 5 hari SMRS.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 2 minggu SMRS, pasien mengeluhkan badan lemas yang terjadi
secara tiba-tiba. Badan terasa semakin lemas ketika melakukan aktivitas dan
berkurang dengan istirahat. Pusing ada. Pandangan mata berkunang ada.
Sesak napas ada yang muncul saat beraktivitas dan berkurang setelah
beristirahat. Nafsu makan menurun ada. Penurunan berat badan tidak ada.
Telinga berdenging tidak ada. Mimisan tidak ada. Gusi Berdarah tidak ada.
Timbul lebam atau bintik-bintik merah pada kulit tidak ada. Demam tidak
ada. Mual dan muntah tidak ada. Keringat pada malam hari tidak ada. Perut
3
4
membesar tidak ada. Mata dan kulit kuning tidak ada. Menstruasi teratur
setiap bulan, kurang lebih 3-4 hari, ganti pembalut 2-3x/hari, pasien rutin
minum pil kb. Pasien menyangkal adanya perdarahan dari anus saat BAB dan
tidak ada keluhan pada BAK. Pasien pergi berobat ke Puskesmas dan
diberikan obat penambah darah. Keluhan pasien membaik.
Sejak kurang lebih 5 hari SMRS, mengeluhkan terdapat perdarahan dari
anus setiap BAB, darah berwarna merah segar, sebanyak kurang lebih 1/2
gelas belimbing setiap BAB, frekuensi BAB 1-2x/hari, konsistensi feses
keras, disertai benjolan pada anus dan rasa nyeri saat BAB dan benjolan tidak
masuk kembali setelah BAB. Pasien juga mengeluhkan lemas yang terasa
semakin memberat yang tidak berkurang dengan istirahat. Pusing ada.
Pandangan mata berkunang ada. Telinga berdenging tidak ada. Sesak napas
ada yang semakin berat saat beraktivitas. Demam ada, dirasakan terus
menerus, tidak diukur suhunya. Riwayat trauma tidak ada. BAK tidak ada
keluhan. Pasien berobat ke rumah sakit swasta dan dirujuk ke RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang untuk mendapatkan tindakan dan tatalaksana
lebih lanjut.
Pasien merasa benjolan di anus sudah muncul sejak ± 5 tahun yang lalu.
Benjolan muncul saat pasien BAB dan dapat masuk dengan sendirinya.
Keluar darah saat BAB tidak ada.
Riwayat Kebiasaan:
a. Riwayat merokok tidak ada
b. Riwayat minum alkohol tidak ada
Riwayat Pengobatan
a. Obat penambah darah (pasien lupa nama obat)
Riwayat Menstruasi
a. Pertama kali menstruasi saat usia 13 tahun
b. Mengonsumsi pil KB tiap hari sejak 5 tahun yang lalu
c. Sebelum mengonsumsi pil KB menstruasi rutin setiap bulan, selama 3-4
hari, ganti pembalut sebanyak 2-3 kali/hari.
g. SpO2 : 99%
h. Berat Badan : 49 kg
i. Tinggi Badan : 150 cm
j. IMT : 21.7 kg/m2 (normoweight)
k. Skala Nyeri :4
2. Keadaan Spesifik
a. Kepala
Bentuk : Normosefali
Ekspresi : Wajar
Rambut : Hitam-putih, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
Deformitas : Tidak ada
Perdarahan Temporal : Tidak ada
Nyeri Tekan : Tidak ada
Wajah Sembab : Tidak ada
b. Mata
Eksoftalmus : Tidak ada
Endoftalmus : Tidak ada
Palpebral : Edema tidak ada, normal
Konjungtiva Palpebral : Pucat (+/+)
Sklera : Ikterik (-/-)
Kornea : Jernih
Pupil : Bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, refleks
cahaya ada (+/+), gerakan baik ke segala
arah
c. Hidung
Sekret : Tidak ada
Epistaksis : Tidak ada
Nafas Cuping Hidung : Tidak ada
d. Telinga
Meatus Akustikus Eksternus : Lapang
7
Paru-paru (Posterior)
Inspeksi. : Bentuk dada normal, sela iga melebar (-), retraksi
dinding dada (-), spider nevi (-), venektasi (-).
Palpasi : Stem fremitus paru kanan sama dengan kiri
normal, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
8
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat, thrill (-)
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas atas jantung ICS II linea sternalis sinistra
Batas kanan jantung ICS II linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II (+) reguler, murmur sistolik (-),
murmur diastolik (-), gallop (-), splitting (-)
Abdomen
Inspeksi. : Datar, lemas, striae (-) scar (-), spider nevi (-),
Ikterik (-), caput medusa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, 4x/ menit, bruit (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan pada regio epigastrium dan
hipokondrium dekstra
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)
h. Ekstremitas
Ekstremitas atas : Akral hangat, palmar pucat (+/+), edema (-
/-), kuku koilonikia (-/-), ikterik (-/-),
sianosis (-/-) palmar eritem (-/-), CRT < 2
detik
Ekstremitas bawah : Akral hangat, pucat (+/+), edema pretibial
(-/-), sianosis (-), ikterik (-/-), CRT < 2 detik,
kuku koilonikia (-/-)
i. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
9
Hematologi
Kesan:
a. Tidak Tampak Cardiomegali
b. Pulmo dalam batas normal
2.8 Tatalaksana
Non Farmakologis
1. Istirahat
2. Edukasi
3. Transfusi PRC 1000 cc (bertahap)
4. Edukasi untuk tidak mengonsumsi makanan yang menghambat
penyerapan besi namun menyarankan untuk mengonsumsi makan-
makanan yang mengandung zat besi.
Farmakologis
1. Asam traneksamat 3 x 500 mg IV
2. Tablet tambah besi 3 x 1 tab (Ferro Fumarat 60 mg, asam folat 0,40 mg)
PO
3. Vitamin C 3 x 250 mg PO (bersamaan dengan tablet besi)
4. CaCO3 3 x 500 mg PO
5. Laxadyn syr 3x10 cc PO
6. Painlos dalam 100 cc NS 0.9% 3 x 400 mg IV
7. Antihemorrhoid supp 2 x 2 g
2.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
2.10 Follow Up
Follow Up (29 Juni 2022)
Subjektif : BAB berdarah berkurang, ± ¼ gelas belimbing disertai nyeri. Badan
lemas berkurang. Sesak napas sudah tidak ada.
Objektif :
Status Generalikus
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
13
Status Lokalis
Kepala : Eksoftalmus (-), endoftalmus (-), edema palpebra (-/-),
konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), kornea jernih, pupil
bulat isokor, refleks cahaya (+/+).
Hidung : Tampak luar tidak ada kelainan, sekret (-), epistaksis (-),
napas cuping hidung (-).
Telinga : Tampak luar tidak ada kelainan, meatus akustikus eksterna
lapang, membran timpani intak, nyeri tekan (-), nyeri tarik
aurikula (-), sekret (-), pendengaran baik, telinga berdenging (-).
Mulut : Chelitis (-), bibir pucat (+), stomatitis (-), ulkus (-), gigi- geligi
lengkap, gusi hipertrofi (-), gusi berdarah (-), atrofi papil lidah (+),
lidah oral thrush (-).
Leher : Simetris, scar (-), trakea deviasi (-), pembesaran KGB (-),
distensi vena jugularis (-) pembesaran kelenjar tiroid (-), tekanan
vena jugularis 5-2 cmH2O.
Thoraks
Pulmo : Bentuk dada normal, sela iga melebar (-), statis dan
dinamis simetris kanan = kiri, retraksi dinding dada (-), stem
fremitus kanan = kiri, sonor pada kedua lapang paru, vesikuler
(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung : Iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis tidak teraba, thrill (-),
BJ I-II (+) reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen : Datar, lemas bising usus (+) normal, lemas, nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani, nyeri ketok CVA (-).
Ekstremitas :
Tangan : ROM luas, deformitas (-), sianosis (-), edema (-), ikterik (-),
palmar eritem (-), clubbing finger (-), akral hangat (+/+), palmar
pucat (+/+), CRT <2 detik.
Kaki : Akral hangat, pucat (+/+), edema pretibial (-/-), sianosis (-),
CRT < 2’’ , koilonikia (-/-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Assessment
Anemia Mikrositik Hipokrom ec Anemia Defisiensi Besi ec Perdarahan
Acute on Chronic ec Hemorroid Interna Grade II
Terapi
Non Farmakologis
1. Edukasi mengenai penyakit
2. Istirahat
14
Farmakologis
1. Asam traneksamat 3 x 500 mg IV
2. Laxadyn syr 3x10 cc PO
3. Painlos dalam 100 cc NS 0.9% 3 x 400 mg IV
4. Antihemorrhoid supp 2 x 2 g
5. Tablet tambah besi 3 x 1 tab PO
6. Vitamin C 3 x 250 mg PO (bersamaan dengan tablet besi)
7. Dexamethasone 1 x 1 amp IV (Premedikasi Transfusi)
8. Difenhidramin 1 x 1 amp IV (Premedikasi Transfusi)
Status Lokalis
Kepala : Eksoftalmus (-), endoftalmus (-), edema palpebra (-/-),
konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), kornea jernih, pupil
bulat isokor, refleks cahaya (+/+).
Hidung : Tampak luar tidak ada kelainan, sekret (-), epistaksis (-),
napas cuping hidung (-).
Telinga : Tampak luar tidak ada kelainan, meatus akustikus eksterna
lapang, membran timpani intak, nyeri tekan (-), nyeri tarik
aurikula (-), sekret (-), pendengaran baik, telinga berdenging (-).
Mulut : Chelitis (-), bibir pucat (+), stomatitis (-), ulkus (-), gigi- geligi
lengkap, gusi hipertrofi (-), gusi berdarah (-), atrofi papil lidah (+),
lidah oral thrush (-).
Leher : Simetris, scar (-), trakea deviasi (-), pembesaran KGB (-),
distensi vena jugularis (-) pembesaran kelenjar tiroid (-), tekanan
vena jugularis 5-2 cmH2O.
Thoraks
Pulmo. : Bentuk dada normal, sela iga melebar (-), statis dan
dinamis simetris kanan = kiri, retraksi dinding dada (-), stem
fremitus kanan = kiri, sonor pada kedua lapang paru, vesikuler
15
Farmakologis
1. Asam traneksamat 3 x 500 mg IV
2. Laxadyn syr 3x10 cc PO
3. Antihemorrhoid supp 2 x 2 g
4. Tablet tambah besi 3 x 1 tab PO
5. Vitamin C 3 x 250 mg PO (bersamaan dengan tablet besi)
6. Dexamethasone 1 x 1 amp IV (Premedikasi Transfusi)
7. Difenhidramin 1 x 1 amp IV (Premedikasi Transfusi)
NRS :0
Status Lokalis
Kepala : Eksoftalmus (-), endoftalmus (-), edema palpebra (-/-),
konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), kornea jernih, pupil
bulat isokor, refleks cahaya (+/+).
Hidung : Tampak luar tidak ada kelainan, sekret (-), epistaksis (-),
napas cuping hidung (-).
Telinga : Tampak luar tidak ada kelainan, meatus akustikus eksterna
lapang, membran timpani intak, nyeri tekan (-), nyeri tarik
aurikula (-), sekret (-), pendengaran baik, telinga berdenging (-).
Mulut : Chelitis (-), bibir pucat (+), stomatitis (-), ulkus (-), gigi- geligi
lengkap, gusi hipertrofi (-), gusi berdarah (-), atrofi papil lidah (+),
lidah oral thrush (-).
Leher : Simetris, scar (-), trakea deviasi (-), pembesaran KGB (-),
distensi vena jugularis (-) pembesaran kelenjar tiroid (-), tekanan
vena jugularis 5-2 cmH2O.
Thoraks
Pulmo : Bentuk dada normal, sela iga melebar (-), statis dan
dinamis simetris kanan = kiri, retraksi dinding dada (-), stem
fremitus kanan = kiri, sonor pada kedua lapang paru, vesikuler
(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung : Iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis tidak teraba, thrill (-),
BJ I-II (+) reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen : Datar, lemas bising usus (+) normal, lemas, nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani, nyeri ketok CVA (-).
Ekstremitas :
Tangan : ROM luas, deformitas (-), sianosis (-), edema (-), ikterik (-),
palmar eritem (-), clubbing finger (-), akral hangat (+/+), palmar
pucat (+/+), CRT <2 detik.
Kaki : Akral hangat, pucat (+/+), edema pretibial (-/-), sianosis (-),
CRT < 2’’ , koilonikia (-/-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Assessment
Anemia Mikrositik Hipokrom ec Anemia Defisiensi Besi ec Perdarahan
Acute on Chronic ec Hemorroid Interna Grade II + Hipokalsemia
Terapi
Non Farmakologis
1. Edukasi mengenai penyakit
2. Istirahat
3. Transfusi PRC kolf ketiga [Pada tanggal 29 dan 30 diberikan transfusi PRC
kolf pertama (200 cc) dan kedua (200cc)]
Farmakologis
1. Laxadyn syr 3x10 cc PO
17
2. Antihemorrhoid supp 2 x 2 g
3. Tablet tambah besi 3 x 1 tab PO
4. Vitamin C 3 x 250 mg PO (bersamaan dengan tablet besi)
5. Dexamethasone 1 x 1 amp IV (Premedikasi Transfusi)
6. Difenhidramin 1 x 1 amp IV (Premedikasi Transfusi)
Status Lokalis
Kepala : Eksoftalmus (-), endoftalmus (-), edema palpebra (-/-),
konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), kornea jernih, pupil
bulat isokor, refleks cahaya (+/+).
Hidung : Tampak luar tidak ada kelainan, sekret (-), epistaksis (-),
napas cuping hidung (-).
Telinga : Tampak luar tidak ada kelainan, meatus akustikus eksterna
lapang, membran timpani intak, nyeri tekan (-), nyeri tarik
aurikula (-), sekret (-), pendengaran baik, telinga berdenging (-).
Mulut : Chelitis (-), bibir pucat (+), stomatitis (-), ulkus (-), gigi- geligi
lengkap, gusi hipertrofi (-), gusi berdarah (-), atrofi papil lidah (+),
lidah oral thrush (-).
Leher : Simetris, scar (-), trakea deviasi (-), pembesaran KGB (-),
distensi vena jugularis (-) pembesaran kelenjar tiroid (-), tekanan
vena jugularis 5-2 cmH2O.
Thoraks
Pulmo : Bentuk dada normal, sela iga melebar (-), statis dan
dinamis simetris kanan = kiri, retraksi dinding dada (-), stem
fremitus kanan = kiri, sonor pada kedua lapang paru, vesikuler
(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung : Iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis tidak teraba, thrill (-),
BJ I-II (+) reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen : Datar, lemas bising usus (+) normal, lemas, nyeri tekan (-),
18
hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani, nyeri ketok CVA (-).
Ekstremitas :
Tangan : ROM luas, deformitas (-), sianosis (-), edema (-), ikterik (-),
palmar eritem (-), clubbing finger (-), akral hangat (+/+), palmar
pucat (+/+), CRT <2 detik.
Kaki : Akral hangat, pucat (+/+), edema pretibial (-/-), sianosis (-),
CRT < 2’’ , koilonikia (-/-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Assessment
Anemia Mikrositik Hipokrom ec Anemia Defisiensi Besi ec Perdarahan
Acute on Chronic ec Hemorroid Interna Grade II + Hipokalsemia
Terapi
Non Farmakologis
1. Edukasi mengenai penyakit
2. Istirahat
3. Transfusi PRC kolf keempat [Pada tanggal 29 Juni, 30 Juni, dan 1 Juli
diberikan transfusi PRC kolf pertama (200 cc), kedua (200cc), dan ketiga
(200cc)]
Farmakologis
1. Laxadyn syr 3x10 cc PO
2. Antihemorrhoid supp 2 x 2 g
3. Tablet tambah besi 3 x 1 tab PO
4. Vitamin C 3 x 250 mg PO (bersamaan dengan tablet besi)
5. Dexamethasone 1 x 1 amp IV (Premedikasi Transfusi)
6. Difenhidramin 1 x 1 amp IV (Premedikasi Transfusi)
Status Lokalis
Kepala : Eksoftalmus (-), endoftalmus (-), edema palpebra (-/-),
19
Farmakologis
1. Laxadyn syr 3x10 cc PO
2. Antihemorrhoid supp 2 x 2 g
3. Tablet tambah besi 3 x 1 tab PO
20
Status Lokalis
Kepala : Eksoftalmus (-), endoftalmus (-), edema palpebra (-/-),
konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), kornea jernih, pupil
bulat isokor, refleks cahaya (+/+).
Hidung : Tampak luar tidak ada kelainan, sekret (-), epistaksis (-),
napas cuping hidung (-).
Telinga : Tampak luar tidak ada kelainan, meatus akustikus eksterna
lapang, membran timpani intak, nyeri tekan (-), nyeri tarik
aurikula (-), sekret (-), pendengaran baik, telinga berdenging (-).
Mulut : Chelitis (-), bibir pucat (+), stomatitis (-), ulkus (-), gigi- geligi
lengkap, gusi hipertrofi (-), gusi berdarah (-), atrofi papil lidah (+),
lidah oral thrush (-).
Leher : Simetris, scar (-), trakea deviasi (-), pembesaran KGB (-),
distensi vena jugularis (-) pembesaran kelenjar tiroid (-), tekanan
vena jugularis 5-2 cmH2O.
Thoraks
Pulmo : Bentuk dada normal, sela iga melebar (-), statis dan
dinamis simetris kanan = kiri, retraksi dinding dada (-), stem
fremitus kanan = kiri, sonor pada kedua lapang paru, vesikuler
(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung : Iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis tidak teraba, thrill (-),
BJ I-II (+) reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen : Datar, lemas bising usus (+) normal, lemas, nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani, nyeri ketok CVA (-).
Ekstremitas :
21
Tangan : ROM luas, deformitas (-), sianosis (-), edema (-), ikterik (-),
palmar eritem (-), clubbing finger (-), akral hangat (+/+), palmar
pucat (-/-), CRT <2 detik.
Kaki : Akral hangat, pucat (-/-), edema pretibial (-/-), sianosis (-),
CRT < 2’’ , koilonikia (-/-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Assessment
Anemia Mikrositik Hipokrom ec Anemia Defisiensi Besi ec Perdarahan
Acute on Chronic ec Hemorroid Interna Grade II + Hipokalsemia
Terapi
Non Farmakologis
1. Edukasi mengenai penyakit
2. Istirahat
3. Rencana pulang
Farmakologis
1. Antihemorrhoid supp 2 x 2 g
2. Tablet tambah besi 3 x 1 tab PO
3. Vitamin C 3 x 250 mg PO (bersamaan dengan tablet besi)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anemia
3.1.1 Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan
jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan
perifer (penurunan oxygen carrying capacity).1 Menurut WHO, anemia
didefinisikan sebagai kadar hemoglobin (Hb) <12,0 g/dl pada wanita dan
<13,0 g/dl pada pria. Namun distribusi Hb normal tidak hanya bervariasi
menurut jenis kelamin, tetapi juga dengan etnis, status fisiologis,
misalnya dengan dataran tinggi dan selama kehamilan. 2
3.1.2 Epidemiologi
Anemia adalah penyakit yang sangat umum yang mempengaruhi
hingga sepertiga dari populasi global. Dalam banyak kasus, anemia didapatkan
ringan dan tanpa gejala, dan tidak memerlukan manajemen. Prevalensi
meningkat dengan bertambahnya usia dan lebih sering terjadi pada wanita usia
reproduksi, wanita hamil, dan orang tua. Prevalensi lebih dari 20% individu
yang lebih tua dari usia 85 tahun. Insiden anemia adalah 50%-60% pada
populasi panti jompo. Pada lanjut usia, kurang lebih sepertiga pasien
mengalami defisiensi nutrisi sebagai penyebab anemia, seperti defisiensi zat
besi, folat, dan vitamin B12. Pada sepertiga pasien lainnya, terdapat bukti gagal
ginjal atau peradangan kronis.3
3.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan etiopatogenesisnya, anemia dibagi menjadi: 1
1. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit sumsum tulang
belakang
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
i. Anemia defisiensi besi
ii. Anemia defisiensi asam folat
iii. Anemia defisiensi vitamin B12
22
23
3.1.5 Diagnosis
Tahap dalam mendiagnosis suatu anemia adalah menentukan adanya
anemia, menentukan jenis anemia, menentukan etiologi atau penyakit
dasar anemia, dan yang terakhir, menentukan ada atau tidaknya penyakit
penyerta yang akan mempengaruhi hasil pengobatan.1,6
Diagnosis anemia diawali dengan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dimana perlu ditanyakan dan dicari gejala-gejala
anemia seperti yang sudah disebutkan diatas. Alur diagnosis anemia
berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dapat dilihat pada gambar
1. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
laboratorium, yaitu:1
1. Pemeriksaan penyaring: pengukuran kadar hemoglobin, indeks
eritrosit, dan hapusan darah tepi.
26
3.1.6 Tatalaksana
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada
pasien anemia adalah:7
27
3.2.2 Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya
masukan besi, gangguan penyerapan, serta kehilangan besi akibat
perdarahan menahun:
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat
berasal dari:
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat
atau OAINS, kanker lambung, kanker kolon, divertikulitis,
hemoroid dan infeksi cacing tambang
b. Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
c. Saluran kemih: hematuria
d. Saluran napas: hemoptoe
2. Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam
makanan, atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik
(makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam
masa pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis
kronik. Faktor nutrisi mungkin berperan pada sebagian besar
29
3.2.4 Patogenesis
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau
kkebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga
cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan
ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi
besi (iron depleted state) atau negative iron balance. Keadaan ini
ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi
besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif.
Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi
menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit
tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai
iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang
30
sendok.
3.2.8 Tatalaksana
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian
terapi. Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah:
a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya
pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan
34
Pengobatan Lain
1. Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein
terutama yang berasal dari protein hewani
2. Vitamin c: vitamin c diberikan 3x100 mg per hari untuk
meningkatkan absorpsi besi
3. Transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah.
Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi
adalah:
a. Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman gagal
jantung
b. Anemia yang sangat simptomatik, misalnya anemia dengan
gejala pusing yang sangat menyolok
c. Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang
cepat seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi.
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk
mengurangi bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat
dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.
3.3 Hemorroid
3.2.1. Definisi
Hemoroid adalah pembengkakan submukosa pada lubang anus
yang mengandung pleksus vena, arteri kecil, dan jaringan areola yang
melebar. Pada perubahan patologis ini bisa juga terdapat perpindahan
distal dari bantalan anus yang normal, atau terrdapat pecahnya
36
3.2.2. Klasifikasi
Hemoroid dapat bersifat internal, eksternal atau campuran.
Hemoroid internal diklasifikasikan berdasarkan derajat prolaps
kanalis anal. Sedangkan hemoroid eksternal dapat diklasifikasikan
sebagai akut (trombosis hemoroid) atau kronis (Anal Skin Tag).22
Hemoroid eksterna adalah terjadinya dilatasi vena subkutan
pada pleksus hemorodialis inferior yang terletak di bawah linea
dentata dan tertutup oleh kulit. Hemoroid ini diklasifikasikan sebagai
akut dan kronik. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan
pada tepi anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun
disebut hemoroid trombosis eksterna akut, bentuk ini sangat nyeri dan
gatal karena ujung-ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
Hemoroid eksterna kronik atau “Skin Tag” berupa satu atau lebih
lipatan kulit anus yang terdiri atas jaringan dan sedikit pembuluh
darah.24,25
Hemoroid interna adalah dilatasi vena submukosa pada pleksus
hemoroidalis superior, di atas linea dentata dan tertutup oleh mukosa
anus. Hemoroid interna dapat prolaps saat mengedan dan kemudian
terperangkap akibat tekanan sfingter anus sehingga terjadi
pembesaran mendadak yang edematosa, hemoragik, dan sangat nyeri.
Pada posisi litotomi, benjolan paling sering terdapat pada arah jam 3,
7, dan 11. Ketiga letak ini dikenal dengan three primary
haemoorhoidal areas.24,25
37
3.2.3. Epidemiologi
Hemoroid merupakan penyakit yang bisa diderita oleh semua
orang dengan prevalensi sama banyaknya pada laki-laki maupun
perempuan dan sedikit meningkat pada wanita yang sedang
mengandung dan akan melahirkan. National Center for Health
Statistics (NCHS) melaporkan bahwa teradapat 10 juta orang di
Amerika Serika mengeluhkan hemoroid. Prevalensi hemoroid yang
dilaporkan di Amerika Serikat adalah 4,4% dengan puncak kejadian
pada usia antara 45- 65 tahun. Sedangkan pada usia dibawah 20
tahun penyakit hemoroid ini jarang terjadi. Prevalensi meningkat
pada ras Kaukasian dan individu dengan status ekonomi tinggi.20
Di Indonesia sendiri penderita hemoroid terus bertambah.
Menurut data Depkes tahun 2008, prevalensi hemoroid di indonesia
adalah sekitar 5,7%, namun hanya 1,5% saja yang terdiagnosa. Data
Riskesdas tahun 2007 menyebutkan ada 12,5 juta jiwa penduduk
indonesia mengalami hemoroid, maka secara epidemiologi
diperkirakan pada tahun 2030 prevalensi hemoroid di Indonesia
mencapai 21,3 juta orang.18
Angka kejadian hemoroid interna lebih besar, yaitu sekitar
82,10%. Berdasarkan penelitian di RSUP. dr. Mohammad Hoesin
Palembang pada tahun 2012, jenis hemoroid terbanyak adalah
hemoroid interna yakni (74,4%), sedangkan hemoroid eksterna
38
3.2.4. Etiologi
Etiologi hemoroid masih belum jelas, tapi bisa dihubungkan
dengan adanya faktor risiko atau suatu predisposisi genetik. 23 Pola
yang muncul sepertinya akibat faktor kondisi anatomis jaringan, otot,
dan vaskularisasi, begitupula juga dengan tekanan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hemoroid,
adalah18:
a. Konstipasi
Keadaan tersebut menjadi salah satu faktor risiko yang paling sering
menyebabkan hemoroid.
b. Mengedan pada buang air besar yang sulit.
Keadaan dimana terjadinya kesulitan untuk melakukan buang air
besar menyebabkan perlunya seseorang mengedan yang kuat. Hal ini
disebabkan oleh feses yang kering dan keras pada colon descenden
39
3.2.5. Patofisiologi
Hemoroid eksternal terjadi di distal linea dentate dan
berkembang sebagai akibat distensi dan pembengkakan sistem
vena hemoroidalis eksterna. Pembengkakan akut pembuluh darah
hemoroid memungkinkan darah menggumpal dan kemudian
membeku; hal ini menyebabkan inflamasi dan distensi kulit
perianal di atasnya, perubahan warna kebiru-biruan serta sering
disertai dengan rasa nyeri yang hebat. Nyeri terjadi akibat
pembesaran dari persarafan kulit akibat bekuan darah dan edema
di sekitarnya.18
Nyeri berlangsung 7-14 hari dan sembuh dengan resolusi
trombosis. Dengan resolusi ini, anoderm yang meregang bertahan
sebagai kulit yang berlebih atau skin tags. Trombosis eksternal
kadang-kadang mengikis kulit di atasnya dan menyebabkan
perdarahan.18
Patofisiologi hemoroid internal juga masih belum
sepenuhnya dipahami. Terdapat banyak temuan fungsional,
histopatologis, dan anatomi telah terakumulasi selama dekade
terakhir, tetapi hubungan antara temuan-temuan tersebut masih
tidak jelas. Terdapat empat teori mengenai patofisiologi hemoroid
yang telah dikembangkan. Pertama, teori varises. Namun teori ini
telah terbukti salah, karena saat ini telah diterima secara luas
bahwa hemoroid bukanlah varises. Teori selanjutnya yaitu teori-
teori yang melibatkan hiperplasia vaskular (teori yang
menjelaskan bahwa wasir menyerupai jaringan ereksi penis) dan
41
3.2.7. Diagnosis
Diagnosis hemoroid dapat ditegakkan dengan melakukan 30:
a. Anamnesis
1. Terdapat pendarahan segar pada saat defekasi.
2. Mengeluh nyeri dan gatal-gatal di sekitar anus
3. Terdapat pembengkakan di anus.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi prolaps, dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan kondiloma perinatal dan tumor anorektum.
2. Colok dubur, jika prolaps tidak terlihat untuk
menyingkirkan diagnosis banding karsinoma rektum.
3. Meminta pasien mengedan, maka didapatkan hasil
hemoroid menonjol keluar atau hemoroid yang sudah
menonjol akan terlihat semakin besar.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa
rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid.
2. Pemeriksaan sigmoidoskopi fleksibel atau kolonoskopi
45
2. Karsinoma anal
3. Karsinoma kolorectal
Terapi non-bedah.
Sebagian besar dilakukan pada pasien dengan hemoroid derajat
I dan II yang gagal dalam perawatan medis serta pasien tertentu
dengan hemoroid internal derajat III dapat diobati secara efektif
47
Terapi Bedah.
Untuk pasien dengan gejala hemoroid eksternal atau gabungan
hemoroid eksternal dan internal derajat III – IV.31
1. Surgical Excision
Teknik yang paling banyak dipraktikkan dan dianggap sangat
efektif untuk pasien jika tindakan konservatif dan office-based
psocedure gagal, hemoroid derajat III atau IV, hemoroid yang
mengalami komplikasi seperti ulserasi, fistula, fissura, atau yang
dikaitkan dengan symptomatic external hemorrhoids atau anal tags
yang besar.18
Meskipun ada banyak variasi teknik, terdapat dua teknik operasi
yang penting, antara lain; hemoroidektomi terbuka (Open
MilliganMorgan Hemorrhoidectomy) dan hemoroidektomi tertutup
(Closed Ferguson Hemorrhoidectomy). Untuk teknik eksisi terbuka,
elemen eksternal hemoroid yang tertutup kulit dikeluarkan bersama
dengan elemen mukosa dengan ligasi pada pedikel hemoroid.
Ferguson hemoroidektomi juga menghilangkan jaringan hemoroid
vaskular tetapi mempertahankan anoderm, secara teoritis membatasi
keluarnya cairan pasca operasi dan mempercepat proses
penyembuhan.21
Dalam metaanalisis dari 11 studi yang membandingkan
hemoroidektomi terbuka versus tertutup (1326 pasien). Pendekatan
tertutup dikaitkan dengan penurunan nyeri pasca operasi,
penyembuhan luka yang lebih cepat, dan risiko perdarahan
49
3.2.10. Prognosis
Pada umumnya prognosis hemoroid baik apabila ditangani dengan
tepat. Kebanyakan hemoroid sembuh secara spontan atau hanya
dengan terapi medis konservatif. Namun, komplikasinya dapat berupa
trombosis, infeksi sekunder, ulserasi, abses, dan inkontinensia.
Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Setelah
terapi, penderita harus diberikan edukasi untuk mencegah tejadinya
kekambuhan. Tingkat kekambuhan dengan teknik non-bedah adalah
10-50% selama periode 5 tahun, sedangkan dengan bedah
hemoroidektomi kurang dari 5%.18
3.2.11. Komplikasi
Komplikasi dari hemoroid sendiri adalah perdarahan, kelanjutan
progresifitas grade sampai prolaps. Untuk komplikasi dari operasi,
51
52
53
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa gejala anemia pada pasien sudah
mulai muncul sejak 2 minggu SMRS, dimana pada saat itu belum terjadi perdarahan
saat BAB, sehingga perlu dipikirkan penyebab lain anemia pada pasien. Pada
anamnesis, didapatkan pasien jarang mengonsumsi daging merah, dan pada
pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan kepada pasien. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan konjungtiva palpebral pucat (+/+), bibir pucat (+), terdapat atrofi
papil lidah, akral pada ekstremitas atas dan bawah pucat (+/+). Hasil pemeriksaan
penunjang yang dilakukan pada tanggal 27 Juni 2022 didapatkan nilai Hb 2.3 g/dL,
MCV 52,6 fL, MCH 13 pg, kadar besi pasien sebesar 10 ug/d, TIBC 460 μg/dL,
dan ferritin 1.00 ng/mL.
Dikatakan anemia jika nilai Hb pada wanita dewasa yang tidak hamil adalah
< 12 g/dL. Pada pasien didapatkan nilai Hb 2.3 g/dL yang dimana sudah dapat
dikatakan anemia. Untuk mengetahui jenis anemia pada pasien, dilakukan
pemeriksaan MCV dan MCH dan didapatkan nilai MCV sebesar 52.6 fL (< 27 fL)
dan MCH sebesar 13 pg (< 80 pg) yang jika diinterpretasikan menjadi anemia
mikrositik hipokromik, sehingga kemungkinan penyebab lain dari anemia pasien
adalah akibat defisiensi zat besi, anemia akibat penyakit kronik dan thalasemia.
Dalam penegakkan diagnosis anemia mikrositik hipokrom, untuk mengetahui
etiologi yang pasti, perlu dilakukan pemeriksaan besi serum. Pada pasien, nilai besi
serum yang didapat adalah 10 ug/dL. Didapatkan pula nilai TIBC sebesar 460 ug/dL
dan ferritin 1.00 ng/mL. Dari nilai besi serum dan TIBC yang ada, didapatkan nilai
saturasi transferrin sebesar 2%. Dengan nilai besi serum yang rendah, TIBC yang
meningkat, ferritin yang menurun, serta nilai saturasi transferrin yang rendah, oleh
karena itu pasien ini juga dapat didiagnosis mengalami anemia defisiensi besi
berdasarkan kriteria diagnosis WHO, dimana didapatkannya gambaran anemia
mikrositik hipokrom dengan besi serum <50 mg/dl, dan TIBC >350mg/dl.
Berdasarkan alur diagnosis diatas, dapat disimpulkan diagnosis pasien adalah
Anemia Mikrositik Hipokrom ec Anemia Defisiensi Besi ec Perdarahan Acute on
Chronic ec Hemorroid Interna Grade II + Hipokalsemia.
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan
besi, gangguan penyerapan, serta kehilangan besi akibat perdarahan. Dalam
54
penatalaksanaannya, terapi pada anemia defisiensi besi dapat berupa terapi kausal
yaitu terapi terhadap penyebab perdarahan dan pemberian preparat besi untuk
menggantikan kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement therapy). Selain dua
terapi tersebut, pemberian vitamin C, diet, dan transfusi darah juga dapat menjadi
tatalaksana pada anemia defisiensi besi. Pada pasien diberikan preparate besi 50
mg, vitamin C 3x250 mg, dan dilakukan transfusi darah 5 kantong. Jenis darah yang
diberikan adalah PRC (packed red cell) sebanyak 1000cc. Dalam pengobatan
anemia defisiensi besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respon baik bila
terdapat kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hemoglobin
menjadi normal setelah 4-10 minggu. Hb saat pasien masuk rumah sakit (27 Juni
2022) adalah 2.3 g/dL dan nilai Hb saat hari ke 8 (4 Juli 2022) pasien dirawat,
didapatkan nilai Hb 10.5 g/dL Kenaikan nilai Hb yang dialami pasien menandakan
bahwa pengobatan anemia defisiensi besi pada pasien memberikan respon baik.
Sedangkan penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada hemorroid berupa
modifikasi gaya hidup, perbaikan pola makan dan minum dan perbaikan cara
defekasi. Diet seperti minum 30–40 ml/kgBB/hari dan makanan tinggi serat 20-30
g/hari. Perbaikan pola defekasi dapat dilakukan dengan berubah ke jongkok pada
saat defekasi. Penanganan lain seperti melakukan warm sits baths dengan
merendam area rektal pada air hangat selama 10- 15 menit 2-3 kali sehari. Pada
pasien ini diberikan pengobatan simptomatik sesuai gejala yang dialami berupa
asam traneksamat 3x500 mg yang merupakan antifibrinolitik yang bekerja dengan
cara menghambat fibrinolisis, sehingga dapat terbentuk gumpalan darah untuk
menyumbat pendarahan akibat hemorroid. Laxadyn syrup 3x10 cc sebagai laksatif
untuk merangsang gerakan peristaltik usus, menghambat reabsorbsi air dan
melicinkan jalannya feses. Antihemorroid supp 2x2 g sebagai obat simptomatik
yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri,
akibat kerusakan kulit di daerah anus.
DAFTAR PUSTAKA
55
10. Lasocki S, Pène F, Ait-Oufella H, Aubron C, Ausset S, Buffet P, et al.
Management and prevention of anemia (acute bleeding excluded) in adult
critical care patients. Ann Intensive Care [Internet]. 2020;10(1). Available
from: https://doi.org/10.1186/s13613-020-00711-6
11. Kumar A, Sharma E, Marley A, Samaan MA, Brookes MJ. Iron deficiency
anaemia: Pathophysiology, assessment, practical management. BMJ Open
Gastroenterol. 2022;9(1).
12. Yu Y. Iron Deficiency Anemia: Pathogenesis and Clinical Findings
[Internet]. 2012 [cited 2022 July 2]. Available from: https://calgaryguide.
ucalgary.ca/iron-deficiency-anemia-2/
13. Ghaffari S, Pourafkari L. Koilonychia in Iron-Deficiency Anemia. N Engl
J Med. 2018;379(9):e13.
14. Niimi N, Mori N. Papillary atrophy of the tongue. Clin Case Reports.
2018;6(11):2283–4.
15. Ayesh MH. Angular cheilitis induced by iron defi ciency anemia. Cleve
Clin J Med. 2018;85(8):581–2.
16. Kurniati I. Anemia Defisiensi Zat Besi ( Fe ). J Kedokt Univ Lampung.
2020;4(1):18–33.
17. Yamana T. Japanese practice guidelines for anal disorders I. Hemorrhoids.
Journal of the anus, rectum and colon. 2017 Jul 27;1(3):89-99.
18. Rezkita W. KARAKTERISTIK PENDERITA HEMOROID RAWAT
INAP DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
PERIODE JULI 2017–JULI 2019 (Doctoral dissertation, Universitas
Hasanuddin).
19. Indrayani NN, Arnaya AA, Wiguna KK, Wiyasa IB. Diagnosa dan
Tatalaksana pada Hemoroid Derajat IV: Laporan Kasus. Intisari Sains
Medis. 2021 Oct 9;12(3):706-9.
20. Utami RF, Elfera VM, Haryono H. WANITA 19 TAHUN DENGAN
HEMOROID GRADE IV: LAPORAN KASUS. Proceeding Book
National Symposium and Workshop Continuing Medical Education XIV.
21. Brown SR. Haemorrhoids: an update on management. Therapeutic
56
advances in chronic disease. 2017 Oct;8(10):141-7.
22. Cerato MM, Cerato NL, Passos P, Treigue A, Damin DC. Surgical
treatment of hemorrhoids: a critical appraisal of the current options.
ABCD. Arquivos Brasileiros de Cirurgia Digestiva (São Paulo). 2014
Jan;27:66-70.
23. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K, Setiyohadi B, Syam AF.
Buku ajar ilmu penyakit dalam.
24. Lohsiriwat V. Hemorrhoids: from basic pathophysiology to clinical
management. World journal of gastroenterology: WJG. 2012 May
7;18(17):2009.
25. Sudarsono DF. Diagnosis dan penanganan hemoroid. Jurnal Majority.
2015 Mar 1;4(6):31-4.
26. Damayanti L. Gambaran pasien hemoroid di instalasi rawat inap
departemen bedah rumah sakit umum pusat dr. Mohammad Hoesin
Palembang. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2017 Jan 1;4(1):15-21.
27. Margetis N. Pathophysiology of internal hemorrhoids. Annals of
gastroenterology. 2019 May;32(3):264.
28. Manucot aleeza. Hemorrhoids – pathogenesis and clinical findings:
Calgary guide [Internet]. The Calgary Guide to Understanding Disease.
2019 [cited 2022Jul11]. Available from:
https://calgaryguide.ucalgary.ca/hemorrhoids-pathogenesis-and-clinical-
findings/hemorrhoids-pathogenesis-and-clinical-findings/
29. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran.
Jakarta: Media Aesculapius. 2014:329-0.
30. Setiawan MR, Rohmani A, Kurniati ID, Ratnaningrum K, Basuki R.
BUKU AJAR: ILMU BEDAH.
31. Davis BR, Lee-Kong SA, Migaly J, Feingold DL, Steele SR. The
American Society of Colon and Rectal Surgeons clinical practice
guidelines for the management of hemorrhoids. Diseases of the Colon &
Rectum. 2018 Mar 1;61(3):284-92.
57
58