PADA PETANI
PEMBIMBING:
DISUSUN OLEH
JURNAL READING
Disusun oleh :
Telah diterima dan disetujui oleh Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Kerja
Jakarta, 2020
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
ii
3.2.7 Menentukan apakah kasus termasuk PAK/bukan PAK............ 59
BAB V KESIMPULAN........................................................................................... 64
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi cacing tambang tetap menjadi penyebab utama morbiditas di negara berkembang.
Prevalensi tertinggi di wilayah pertanian, di mana penggunaan air limbah untuk irigasi dan
kebersihan yang buruk meningkatkan tingkat infeksi di antara para petani. Infeksi muncul dengan
gejala gastrointestinal dan anemia kronis, dan biasanya tidak ada tanda kehilangan darah secara
nyata. (Marvi T, Syeda MM, Fareed AS, KM InamPal. Hookworm infestation as a cause of melena
and severe anaemia in farmer. Department of Surgery, Aga Khan University Hospital, Karachi,
Pakistan.2017)
Infeksi cacing tambang tetap menjadi penyebab utama anemia di negara berkembang, dengan
tingkat prevalensi tertinggi di negara-negara Asia. Marvi T, Syeda MM, Fareed AS, KM InamPal.
Hookworm infestation as a cause of melena and severe anaemia in farmer. Department of Surgery,
Aga Khan University Hospital, Karachi, Pakistan.2017) Terutama disebabkan oleh cacing nematoda
Necatoramericanus dan Ancylostoma duodenale, infeksi biasanya muncul pada orang yang
sebelumnya sehat dengan mual dan muntah, sakit perut, sesak napas dan kelelahan karena anemia
berat. (Wang CH, Lee SC, Huang SS, Chang LC. Hookworm infection in a healthy adult that
manifested as severe eosinphilia and diarrhea. J Microbiol Immunol Infect 2011; 44: 484-7.)
Dalam cara perolehan yang paling umum, larva tahap ketiga ada di tanah yang terkontaminasi
menembus kulit dan melakukan perjalanan ke paru-paru, menyebabkan gejala pneumonitis. Biasanya
batuk kering dan sakit tenggorokan menyelesaikan dalam sebulan, setelah itu larva bermigrasi ke
trakea dan ditelan. Larva ini tumbuh di saluran gastrointestinal (GI), menyebabkan gejala GI non
spesifik. Cara lain yang kurang umum untuk masuknya cacing tambang termasuk menelan langsung
makanan dan air yang terkontaminasi dan penanganan makanan yang terkontaminasi. (Hyun HJ, Kim
EM, Park SY, Jung JO, Chai JY, Hong ST. A case of severe anemia by Necatoramericanus infection
in Korea. J Korean Med Sci 2010; 25: 1802-4 )
Manifestasi cacing tambang terkenal menyebabkan anemia defisiensi besi yang parah.
Penempelan cacing ke mukosa GI melalui alat pemotong dan pelepasan faktor antikoagulan secara
bersamaan menyebabkan kehilangan darah kronis. Hal ini pada akhirnya menyebabkan anemia yang
berbahaya, tanpa kehilangan darah yang cukup berarti. Derajat anemia yang disebabkan bervariasi
1
menurut spesies, beban parasit dan umur penderita, dan sembuh segera setelah pengobatan anti-
parasit dan suplementasi zat besi, dengan transfusi kadang-kadang diperlukan pada kasus anemia
berat. (Marvi T, Syeda MM, Fareed AS, KM InamPal. Hookworm infestation as a cause of melena
and severe anaemia in farmer. Department of Surgery, Aga Khan University Hospital, Karachi,
Pakistan. 2017)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit cacing tambang pada manusia merupakan infeksi cacing yang umum dan secara
predominan disebabkan oleh parasit nematoda seperti Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale. Organisme yang dapat menimbulkan penyakit cacing tambang namun lebih
jarang yaitu Ancylostoma ceylonicum, Ancylostoma brazilense, dan Ancylostoma caninum.
Infeksi cacing tambang didapatkan lewat pajanan terhadap kulit akan tanah yang
terkontaminasi oleh feses manusia.1
2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia, kasus infeksi cacing tambang diperkirakan mencapai 472 juta jiwa.
Walaupun sebagian besar diantaranya asimptomatik. Infeksi pada umumnya terjadi di zona
tropikal dan sub -tropikal. Penyakit ini banyak dijumpai di daear pedesaan dengan tanah yang
lembab dan dengan jamban yang tidak adekuat. 1 Berdasarkan data World Health
Organization(WHO) pada tahun 2016, lebih dari 1,5 milyar orang atau sekitar 24% penduduk
2
dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminths (STH).2 Asia Tenggara merupakan wilayah
dengan prevalensi infeksi STH tertinggi pada dekade terakhir. Survey nasional tahun 2008
menunjukan prevalensi regional infeksi STH yaitu sebesar 61%. Indonesia dilaporkan
mempunyai agka kejadian yang sangat besar untuk ascariasis dan trichuriasis yaitu masing-
masing 90 juta kasus, dan cacing tambang yaitu 60 juta kasus. 3
2. Aritonang E. Analisa Telur Cacing Tambang pada Tinja Petani Kebun Sayur Usia 35-60
tahun di Desa Saribudolok Kecamatan Silima Kuta Kabupaten Simalungun. Jurnal
Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan hidup. 2020. Vol. 5(1). h422-433
3. Lee J, Ryu JS. Current Status of Parasite Infections in Indonesia: a Literature Review.
Korean J Parasitol. 2019. Vol. 57(4): p329-339
3
Gambar 1. Cacing Ancylostoma duodenale dewasa
4
2.4 Patofisiologi (Medscape)
Siklus hidup cacing tambang dimulai dengan keluarnya cacing tambang dalam kotoran
manusia dan pengendapannya ke dalam tanah. Setiap hari di usus, Ancylostoma duodenale
betina dewasa menghasilkan sekitar 10.000 – 30.000 telur, dan cacing Necator americanus
5
betina dewasa menghasilkan 5.000-10.000 telur. Setelah pengendapan di tanah dan dalam
kondisi yang sesuai, setiap telur bekembang menjadi larva infektif. Jika mereka tidak dapat
menginfeksi inang baru, mereka mati saat cadangan metaboliknya habis, biasanya dalam
waktu sekitar 6 minggu. Pertumbuhan larva paling banyang berkembang biak di tanah subur
yang berpasir dam lembab, dengan suhu optimal 20-30 derajat celsius, dengan kondisi
tersebut, larva menetas dalam 1 atau 2 hari menjadi larva rhabditiform. Larva rhabditiform
memakan tinja dan menjalani 2 pergantian kulit berturut-turut, setelah 5-10 hari, mereka
menjadi larva filariform infektif. Larva filariform mengalami penahanan perkembangan dan
dapat bertahan hidup di tanah lemab selama 2 tahun, tetapi, mereka cepat menjadi kering jika
terkena sinar matahari langsung, pengeringan, atau air asin. Larva rhabditiform memiliki
panjang 500-700 m dan mampu penetrasi cepat ke dalam kulit normal, paling sering tangan
dan kaki. Penularan terjadi setelah 5 menit atau lebih kontak dengan tanah yang mengandung
larva hidup. Penetrasi ke kulit dapat menyebabkan dermatitis pruritus lokal. Gatal di tempat
penetrasi lebih sering terjadi pada Ancylostoma dibandingkan dengan Necator. Larva
bermigrasi melalui dermis, memasuki aliran darah dan pindah ke paru-paru dalam 10 hari.
Begitu sampai di paru-paru, mereka pecah menjadi alveoli, menyebabkan alveolitis ringan
dan biasanya asimtomatik dengan eosinofilia. Setelah menembus alveoli, larva dengan kerja
sillia saluran pernapasan dibawa ke glotis. Selama migrasi paru, pasien dapat mengalami
batuk, sakit tenggorokan, dan demam yang akan hilang setelah caing bermigrasi ke usus. Di
glottis, larva ditelan dan dibawa ke tujuan akhirnya, usus kecil. Selama bagian migrasi ini,
larva menjalani 2 proses lebih lanjut, mengembangkan kapsul bukal dan mencapai bentuk
dewasanya. Kapsul bukal pada cacing dewasa Ancylostoma duodenale memiliki gigi untu
memfasilitasi perlekatan ke mukosa, sedangkan Necator americanus dewasa memiliki plat
pemotong. Muskular esofagus menciptakan isap di kapsul bukal. Dengan menggunakan
kapsul bukal, cacing dewasa menempel pada lapisan mukosa usus halus bagian proksimal,
termasuk bagian bawah duodenum, jejenum, dan ileum proksimal, dengan demikian arteriol
dan venula pecah di sepanjang permukaan luminal usus. Cacing dewasa melepaskan
hyaluronidase, yang menurunkan mukosa usus dan mengikis pembuluh darah, mereka juga
menelan darah. Dalam 3-5 minggu, cacing dewasa menjadi dewasa secara seksual, dan cacing
betina mulai menghasilakn telur yang akan terdeteksi pada feses pasien.
6
larva menjadi dewasa segera selama musim kemarau dalam setahun, betina akan melepaskan
telur ke tanah yang tidak ramah lingkungan. Telur yang di produksi dan dilepaskan selama
musim hujan memiliki peluang besar untuk menghadapi kondisi tanah yang optimal untuk
pengembangan lebih lanjut.
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale tidak berkembang biak di dalam inang.
Jika inang tidak terpapar kembali, infeksi menghilang setelah worm mati. Rentang hidup
alami untuk cacing Ancylostoma duodenale dewasa adalah sekitar 1 tahun, dan untuk cacing
Necator americanus dewasa adalah 3 – 5 tahun.
Kondisi optimal untuk telur meliputi suhu lingkungan sekitar 20-30 ° C dan tanah yang
hangat, lembab, dan beraerasi baik yang terlindung dari sinar matahari. Kondisi ini terjadi
selama penanaman berbagai produk pertanian; karenanya, infeksi cacing tambang terjadi
terutama di daerah pedesaan. Larva gagal berkembang pada suhu di bawah 13° C dan
dihancurkan oleh suhu di bawah 0° C dan di atas 45° C. Infeksi cacing tambang sering terjadi
di daerah di mana kotoran manusia digunakan sebagai pupuk atau tempat buang air besar ke
tanah. (Haburchak, David R.; Dhawan, V. K.; Watson, C. M. Hookworm disease. 2016.)
7
3. Hipoalbuminemia
4. Seiring dengan hilangnya zat besi, infeksi cacing tambang sedang dan berat mengakibatkan
hilangnya protein yang substansial, Pada kasus yang parah, ini dapat menghasilkan gambaran
klinis yang menyerupai kwashiorkor (bentuk malnutrisi yang parah). (lex L, Peter JH, David
D, Maria Y, James S, Rodrigo CO, John C, Jeffrey MB. Hookworm Infection. Australian
Institute of Tropical Health and Medicin. 2016;2;1-14) Infeksi cacing tambang yang parah
dapat menyebabkan hipoproteinemia, yang dapat menyebabkan anasarca (edema pada wajah
dan tungkai bawah) dan perut kembung akibat asites. (Peter JH, Simon B, Jeffrey MB, Maria
EB, Alex L, Shuhua X. Hookworm Infection. The New England Journal of Medicine:
Department of Microbiology and Tropical Medicine George Washington
University.2012;351:299-807)
5. Kulit individu yang terinfeksi memperoleh warna kekuningan yang sakit-sakitan, kadang-
kadang disebut sebagai 'klorosis'. (peter)
6. Pertumbuhan dan keterbelakangan mental dengan kelesuan akibat kehilangan darah usus
kronis akibat infeksi cacing tambang dalam menghadapi diet kekurangan zat besi. (peter)
1. Penyakit cacing tambang klasik - Ini adalah infeksi gastrointestinal (GI) yang ditandai
dengan kehilangan darah kronis yang menyebabkan anemia defisiensi besi dan malnutrisi
protein; ini terutama disebabkan oleh N americanus dan A duodenale dan lebih jarang
oleh spesies zoonosis A ceylonicum. ( David RH. Hookworm Disease. Deparment of
Medicine Divisi of Infection Disease. Medical College of Georgia at Augusta University.
2018;1-24)
2. Migrans larva kulit - Ini adalah infeksi yang manifestasinya terbatas pada kulit; ini paling
sering disebabkan oleh A braziliense, yang inang definitifnya termasuk anjing dan
kucing. Pada larva migrans kulit, larva infektif dari spesies zoonosis seperti A braziliense
tidak menguraikan konsentrasi enzim hidrolitik yang cukup untuk menembus
persimpangan dermis dan epidermis. Oleh karena itu, larva tetap terperangkap di
permukaan lapisan ini, di mana mereka bermigrasi secara lateral dengan kecepatan 1-2
cm / hari dan menciptakan terowongan serpiginous patognomonik yang terkait dengan
kondisi ini. Larva dapat bertahan hidup di kulit selama sekitar 10 hari sebelum mati.
(David)
3. Enteritis eosinofilik - Ini adalah infeksi GI yang ditandai dengan nyeri perut tetapi tidak
8
ada kehilangan darah; itu disebabkan oleh anjing cacing tambang A caninum. Pada
enteritis eosinofilik, larva caninum biasanya masuk ke tubuh manusia dengan menembus
kulit, meskipun infeksi melalui konsumsi oral juga mungkin terjadi. Larva ini mungkin
tetap tidak aktif di otot rangka dan tidak menimbulkan gejala. Pada beberapa individu,
larva dapat mencapai usus dan menjadi cacing dewasa. (David)
a. Anamnesis
Keluhan tambahan : Diare, nyeri perut, kurang nafsu makan, dan demam.
8. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh pada pasien yang menderita infeksi Cacing
Nematoda adalah :1,2
Observasi :
9
Inspeksi:
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lab
Pada pemeriksaan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai
adalah :3
1. Pengukuran kadar hemoglobin dan indeks eritrosit didapatkan anemia hipokromi mikrositer
dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH
menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalasemia major.
MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. RDW (red cell
distribution witdh) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Anisositosis merupakan
tanda awal defisiensi besi. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan
gejala anemia yang menyolok karena anemia timbul perlahan-lahan. Hapusan darah
mennunjukan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel target
dan sel pensil. Leukosit dan trombosit normal. Pada kasus ankilostomiasis sering disertai
eosinofilia.
2. Kadar besi serum menurun < 50 g/dl, TIBC meningkat > 350 g/dl, dan saturasi
transferin < 15 %
10
3. Kadar serum feritinin < 20 g/dl.
4. Protoforfirin eritrosit meningkat ( > 100 g/dl)
5. Sumsum tulang menunjukan hiperplasia normoblastik dengan normoblast kecilkecil
(micronormoblast) dominan.
6. Pada laboratorium yang maju dapat diperiksa reseptor transferin kadar reseptor transferin
meningkat.
7. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukan cadangan besi
yang negatif (butir hemosiderin negatif).
8. eosinofilia(1.000-4.000 sel/ml),
Pemeriksaan penunjang pada cacing tambang dewasa dilakukan dan dapat menemukan
telur cacing dan atau cacing dewasa pada pemeriksaan feses. Hal-hal penting pada
pemeriksaan laboratorium, diantaranya adalah telur cacing tambang yang ditemukan dalam
tinja sering dikacaukan oleh telur A.lumbricoides yang berbentuk dekortikasi. Tinja yang
dibiarkan lebih dari 24 jam tanpa diawetkan maka telur yang ada di dalamnya akan
berkembang, menetas dan mengeluarkan larva labditiform. Larva labditiform cacing tambang
harus dibedakan dengan Stronyloides stercoralis dan Trichostrongylus (melalui pembiakan
larva metode Harada Mori). Telur cacing tambang mudah rusak oleh perwanaan permanen
dan telur lebih mudah di lihat pada sediaan basah.
11
reaksi. Diambil kaca tutup tnpa mengubah kedudukannya langgsung diletakan pada kaca
benda dan diperiksa telur-telurnya.
4. Tehnik FLOTAC
Studi terbaru menyarankan penggunaan teknik FLOTAC untuk diagnosis STH pada manusia.
Teknik ini telah digunakan secara ekstensif di bidang kedokteran hewan. Ini adalah metode
inovatif untuk menghitung telur tinja dengan menggabungkan flotasi, sentrifugasi dan
translasi menggunakan alat FLOTAC tunggal. Ada protokol FLOTAC yang berbeda
tergantung pada FS yang digunakan. Ini termasuk teknik dasar, ganda, ganda dan pelet yang
membutuhkan hingga 1 g feses yang mengarah pada peningkatan sensitivitas analitik teoritis
dua telur per gram (EPG). Jumlah feses yang digunakan sekitar 24 kali lipat lebih tinggi
dibandingkan dengan teknik Kato-Katz (41,7 mg), faktor penting yang menjelaskan
sensitivitas yang lebih tinggi dari teknik FLOTAC. Selain itu, ada kemungkinan untuk
menggunakan sampel feses yang diawetkan hingga 83 hari. Teknik ini memakan waktu lebih
sedikit dibandingkan dengan teknik Kato-Katz yang hanya membutuhkan 12–15 menit dari
persiapan hingga analisis mikroskop. Ini melibatkan penimbangan akurat hingga 1 g atau
lebih sampel tinja yang diambil dari sejumlah besar bahan tinja dan dihomogenisasi secara
menyeluruh dalam air keran. Jaring kawat digunakan untuk menyaring melalui suspensi yang
dihomogenisasi ke dalam tabung berbentuk kerucut dan tabung disentrifugasi selama 3 menit
pada 1500 rpm. Setelah sentrifugasi, supernatan dibuang dan tabung diisi ulang dengan FS
pilihan, dan akhirnya dihomogenisasi untuk mendapatkan suspensi dan suspensi digunakan
untuk mengisi dua ruang flotasi peralatan FLOTAC. Peralatan FLOTAC ditutup dan
disentrifugasi lagi selama 5 menit pada 1000 rpm. Setelah sentrifugasi dan translasi bagian
atas ruang flotasi, mereka dapat dibaca di bawah mikroskop.
12
1. Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan pemberantasan.
Edisi ke-5. EMS. Jakarta.
2. David RH. Hookworm Disease. Deparment of Medicine Divisi of Infection Disease. Medical
College of Georgia at Augusta University. 2018;1-24
3. Terry D, David Y. Diagnosis and Management of Iron Deficiency Anemia in the 21 st
Century. Therapeutic Advances in Gastroenterology. 2011: 177-181
4. Mirabeau MN, Gédéon PM, Paul ANM, Michael R , Meral E , Ayola AA. Diagnostic
Techniques of Soil-Transmitted Helminths: Impact on Control Measure. Department of
Tropical Medicine and Infectious Disease University Medical Center Hamburg. 2020;5:1-17
2.8 Penatalaksanaan
Sebagian besar kasus penyakit cacing tambang klasik dapat ditangani secara rawat
jalan dengan terapi anthelmintik dan zat besi, dilengkapi dengan diet yang sesuai. Pasien
dengan anemia dan malnutrisi memerlukan suplemen zat besi dan dukungan nutrisi (termasuk
suplementasi folat). Beberapa pasien dengan anemia berat dan gagal jantung kongestif
mungkin memerlukan rawat inap. ( Haburchak DR. Hookworm Disease. Medscape. 2018.)
Transfusi darah diindikasikan pada kasus perdarahan gastrointestinal (GI) berat akut.
Pada pasien dengan anemia kronis, transfusi darah (red pack cell) harus diberikan secara
perlahan dan diikuti dengan diuretic untuk mencegah kelebihan cairan yang cepat. (
Haburchak DR. Hookworm Disease. Medscape. 2018.)
Farmakologi ( Haburchak DR. Hookworm Disease. Medscape. 2018.) (Pawlowski ZS, Schad
GA, Stott GJ. Hookworm infection and anemia. Geneva: World Health Organization.
1. Obat antelmintik yang efektif melawan cacing tambang termasuk benzimidazol (misalnya,
albendazole, mebendazole) dan pyrantel pamoat. Perawatan yang dapat digunakan meliputi:
- Albendazole dalam dosis tunggal 400 mg setiap hari selama 3 hari
- Mebendazole 100 mg dua kali sehari selama 3 hari (lebih efektif daripada dosis tunggal 500
mg)
- Thiabendazole dioleskan untuk membunuh larva yang bermigrasi pada CLM
- Pyrantel pamoate 11mg /kg, selama 3 hari
13
*Anak: Setengah dari dosis dewasa albendazole atau mebendazole pada pasien dengan
infeksi cacing tambang yang berat. Dosis pyrantel ditentukan berdasarkan berat badan anak.
*Wanita hamil dan ibu menyusui: antelmintik selama trimester kedua atau ketiga
14
2.9 Pencegahan
Penghapusan atau pemberantasan infeksi cacing tambang dari daerah sosial-ekonomi rendah
sulit dilakukan karena potensi penularannya. Dibutuhkan upaya meningkatkan status sosial
ekonomi, hasil yang diharapkan dapat meningkatnya pula sanitasi rumah tangga seperti tersedia
pengolahan air minum yang dapat mengurangi penularan cacing tambang. Kebiasaan defekasi
dengan pemakaian toilet higienis juga terlibat dalam menurunkan intensitas infeksi cacing
tambang. Penggunaan lantai ditiap rumah maupun bangunan supaya tidak berkontak langsung
dengan tanah.
Selain itu, strategi saat ini untuk mengendalikan cacing tambang adalah dengan dukungan
pendidikan kesehatan seperti personal hygiene dan sanitasi lingkungan. Hal tersebut terkait
dengan tingkat pendidikan yang rendah dapat berpengaruh pada tingkat pengetahuan yang
rendah, utamanya pengatahuan di bidang kesehatan (personal hygiene dan sanitasi lingkungan).
Diharapkan dapat mencuci tangan dengan benar sebelum-sesudah makan, mencuci buah atau
sayur sebelum dikonsumsi, dan sebagainya Seseorang yang memiliki personal hygiene dan
sanitasi lingkungan yang buruk akan lebih berisiko terinfeksi STH.
Penggunaan alas kaki saat beraktivitas, baik ketika bekerja atau aktivitas lain di luar rumah.
Seseorang yang tidak menggunakan alas kaki akan lebih mudah terinfeksi karena memudahkan
larva filariform Hookworm menembus kulit kaki. Jenis alas kaki yang digunakan saat bekerja
juga dapat mempengaruhi pekerja untuk terinfeksi STH.
Masa kerja dan durasi jam kerja juga dapat berpengaruh pada kejadian infeksi cacing
tambang, sebab semakin lama seseorang bekerja maka semakin sering pula pekerja tersebut
terpapar oleh tanah yang terkontaminasi STH sehingga lebih berisiko terinfeksi STH semakin
besar. Masa kerja yang lama juga meningkatkan risiko infeksi berulang oleh STH.
Keluarga dan petani yang terlibat dalam penggunaan tinja sebagai pupuk di lahan pertanian
memiliki tingkat infeksi yang lebih tinggi.
Pentingnya penggunaan APD berupa sepatu, sarung tangan, baju lengan panjang, dan celana
panjang dapat melindungi pekerja dari potensi terinfeksi cacing tambang karena mayoritas
aktivitasnya kontak langsung dengan tanah dimana tanah merupakan media penularan infeksi
cacing tambang.
1. Adebayo AM, Owoaje ET, Famakin M. Helminthic infections among farmers in a rural
community in Oyo State, south-western Nigeria. Journal of Community Medicine and
Primary Health Care. 2015;27(1):1-0.
15
2. Hossain M, Bhuiyan JU. Hookworm infection: A neglected tropical disease of mankind.
Journal of Advanced Veterinary and Animal Research. 2016;3(4):297-320.
3. Baidowi II, Armiyanti Y, Febianti Z, Nurdian Y, Hermansyah B. The Correlation Between The
Use of Personal Protective Equipment (PPE) and Soil-Transmitted Helminths Infection in the
Workers of Kaliputih Plantation Jember Regency. JOURNAL AMS. 2019 Jun 28;5(2):61-8.
16
disebabkan pada infeksi parasit atau jamur, penggunaan obat-obatan terapeutik atau
terlarang
Schistosomiasis
Schistosomiasis disebabkan oleh infeksi trematoda. Schistosomiasis didapat melalui
kulit yang terpapar air tawar yang dipenuhi dengan serkaria, misalnya saat berenang atau
mandi di air tawar (kolam, danau, dan sungai) atau saat mencuci pakaian di air yang
terkontaminasi. Klinis terlihat sekitar 1 bulan setelah terpapar ketika parasit dewasa mulai
bertelur. Klinis yang dapat muncul yaitu urtikaria, demam, berkeringat, menggigil, batuk,
dan sakit kepala disertai limfadenopati dan hepatosplenomegali
Strongyloidiasis
Strongyloidiasis disebabkan oleh Strongyloides stercoralis. Telur diekskresikan dalam
feses dan larva bermigrasi ke kulit perianal dan menyebabkan manifestasi kulit. Klinis
yang ditemukan adalah urtikaria, gatal, nyeri yang dimulai di area perianal dan
menyebar ke bokong, paha, dan perut, plak eritematosa linier atau serpiginous.
1.12Prognosis
Umumnya infeksi cacing tambang memiliki prognosis bonam, jarang menimbulkan kondisi
klinis yang berat, kecuali terjadi perdarahan dalam waktu yang lama (Ikatan Dokter Indonesia.
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 2nd ed. Jakarta:
Ikatan Dokter Indonesia; 2014)
17
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Berkas Okupasi
No Berkas : xx
Data Administrasi
Tanggal :
Nama: NPM/NIP:
Nama Tn. X
Umur 52 tahun
Industri jenis : -
18
Data Pelayanan
1. ANAMNESIS (subyektif dilakukan secara auto anamnesis, dan alloanamnesis dengan istri
dan rekan kerja pasien)
Dilakukan secara Auto anamnesis
19
G. Anamnesis Okupasi
I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital
2. Status Gizi
5. Kepala
a. Tulang : Tidak didapatkan adanya deformitas dan juga tidak terdapat fraktur
b. Kulit Kepala : Dalam batas normal (tidak ditemukan adanya laserasi dan hematom)
c. Rambut : Berwarna hitam dan tebal
20
d. Bentuk Wajah : Dalam batas normal, simetris dan tidak ditemukan adanya deformitas
6. Mata
Mata OD OS KETERANGAN
Persepsi warna Mampu mengenali warna Mampu mengenali warna Tidak buta
dengan baik dengan baik warna
Kelopak mata Pada pemeriksaan palpebra Pada pemeriksaan palpebra Dalam batas
tidak ditemukan adanaya tidak ditemukan adanya normal
kelainan seperti ptosis, kelainan seperti ptosis,
blefaritis, hordeolum, blefaritis, hordeolum,
kalazion, entropion/ kalazion,
ektropion entropion/ektropion
Konjungtiva Pada konjungtiva tidak Pada konjungtiva tidak Dalam batas
tampak adanya injeksi, tampak adanya injeksi, normal
selaput fibrovaskular selaput fibrovaskular
Kesegarisan / Gerak bola mata nomal, Gerak bola mata nomal, Dalam batas
GBM tidak ada hambatan gerak tidak ada hambatan gerak normal
bola mata bola mata
Sklera Tidak tampak ikterik, tidak Tidak tampak ikterik, tidak Dalam batas
tampak injeksi tampak injeksi normal
Lensa mata Jernih Jernih Dalam batas
normal
Kornea Tidak terdapat kelainan Tidak terdapat kelainan Dalam batas
seperti, infiltrat, seperti, infiltrat, normal
neovaskularisasi, ulkus neovaskularisasi, ulkus
kornea, perforasi dan benda kornea, perforasi dan benda
asing asing
Iris Tidak di temukan kelainan Tidak di temukan kelainan Dalam batas
seperti atrofi, dan seperti atrofi, dan normal
neovaskularisasi, kripti neovaskularisasi, kripti
normal dan tidak terdapat normal dan tidak terdapat
sinekia anterior dan sinekia anterior dan posterior
posterior
Bulu mata Tidak di temukan kelainan Tidak di temukan kelainan Dalam batas
seperti trikiasis, distrikiasis seperti trikiasis, distrikiasis normal
dan tidak terdapat sekret dan tidak terdapat sekret
21
TIO N/p N/p Dalam batas
normal
Visus mata tanpa 6/6 6/6 Dalam batas
koreksi normal
Pemeriksaan palpasi
Palpasi OD OS
7. Telinga
Telinga AD AS
Daun telinga Normotia, tidak terdapat laserasi Normotia, tidak terdapat laserasi dan
dan hematom, tidak ada nyeri hematom, tidak ada nyeri tekan tragus
tekan tragus dan nyeri tarik daun dan nyeri tarik daun telinga, tidak ada
telinga, tidak ada nyeri nyeri retroaurikular
retroaurikular
Liang telinga Liang telinga lapang, warna merah Liang telinga lapang, warna merah
muda, sekret tidak ada, serumen muda, sekret tidak ada, serumen
sedikit sedikit
Membran timpani Bentuk intak, warna putih seperti Bentuk intak, warna putih seperti
mutiara, refleks cahaya (+), mutiara, refleks cahaya (+), perforasi
perforasi tidak ada, kelainan lain tidak ada, kelainan lain tidak ada
tidak ada
Tes berbisik Normal 5/6 Normal 5/6
Tes garpu tala
Tes Rine + +
Tes Weber Tidak terdapat lateralisasi
Tes Swabach Sama dengan telinga pemeriksa Sama dengan telinga pemeriksa
8. Hidung
22
Konka nasi Warna merah muda, licin, tidak Warna merah muda, licin , tidak
terdapat adanya masa terdapat adanya masa
Nyeri ketok sinus Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri
Penciuman Masih dapat mencium aroma/ bau- Masih dapat mencium aroma/bau-
bauan bauan
11. Tenggorokan
12. Leher
Leher
Gerakan leher Tidak terdapat keterbatasan gerak
Otot – otot leher Normotrofi
Kelenjar thyroid Dalam batas normal
Pulsasi carotis +
Tekanan vena jugularis Dalam batas normal
Trachea Tidak terdapat deviasi
Lain – lain
23
13. Dada
Dextra Sinistra
Palpasi Gerakan dinding dada Gerakan dinding dada simetris, tidak
simetris, tidak ada yang ada yang tertinggal dan vokal
tertinggal dan vokal fremitus fremitus +
+
Perkusi Sonor Sonor
Iktus kordis Tidak terlihat pulsasi ictus kordis dan
pulsas abnormal, Palpasi: Ictus cordis
tidak teraba
Batas jantung Batas kanan jantung berada di linea
para sternalis dextra, batas kiri
jantung berada + 2 cm medial dari
linea mid klavikularis sinistra
Auskultasi SNV +/+, Ronchi /-, Wheezing -/-
15. Abdomen
24
16. Genitourinaria
Kandung kemih Tidak terdapat hematom dan laserasi serta tidak terdapat nyeri tekan
suprapubik
Anus/ rektum / perianal / RT : tonus sfingter ani baik, permukaan mukosa licin,tidak terdapat
prostat (khusus laki-laki) masa, tidak terdapat nyeri tekan, ampula baik, pada perabaan pukul
12 tidak terdapat pembesaran, permukaan licin tidak terdapat nyeri
tekan
Genital eksterna Tidak terdapat laserasi dan hematom pada permukaan luar, tidak
terdapat sekret pada oue, tidak terdapat nyeri pada perabaan
Ger
Tidak ada keterbatasan gerak, tidak ada Tidak ada keterbatasan gerak, tidak ada
akan :
nyeri pada saat gerak nyeri pada saat gerak
Range of Motion
Abduksi Neer’s
test : Tangan dapat turun kebawah dengan Tangan dapat turun kebawah dengan
perlahan dengan sempurna tanpa adanya perlahan dengan sempurna tanpa adanya
nyeri nyeri
Adduksi
25
Hawkin’stest : Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri
Drop arm’s test : Tidak ada peningkatan tendon di dalam Tidak ada peningkatan tendon di dalam
sulcus bicipitalis dan tidak terdapat sulcus bicipitalis dan tidak terdapat nyeri
nyeri
Yergason test :
Speed test :
Tulang :
Sensibilitas : Pasien masih dapat merasakan benda Pasien masih dapat merasakan benda yang
yang diperiksa seperti tajam dan halus diperiksa seperti tajam dan halus
Varises : Tidak ada pembengkakan dan pelebaran Tidak ada pembengkakan dan pelebaran
pembuluh darah pembuluh darah
Kekuatan otot :
Pin Prick test : Tidak ada nyeri dan penekanan pada Tidak ada nyeri dan penekanan pada
pergelangan tangan pergelangan tangan
Tidak ada merasakan kesetrum atau Tidak ada merasakan kesetrum atau sensasi
Phallen test :
sensasi tingling yang menjalar pada ibu tingling yang menjalar pada ibu jari,
jari, telunjuk, jari tengah dan kelingking telunjuk, jari tengah dan kelingking
Tinnel test:
Finskelstein test :
Vaskularisasi :
Kelainan Kuku/ Tidak ada sianosis, dan kelainan Tidak ada sianosis, dan kelainan
Jari
18. Tulang/ Bentuk dan ukuran sama simetris, tidak Bentuk dan ukuran sama simetris, tidak
Sendi ada krepitasi, tidak ada keterbatasan ada krepitasi, tidak ada keterbatasan gerak
Ekstremitas gerak
Bawah
Simetri kanan
dan kiri :
26
Gerakan
Test Laseque : Pasien dapat ekstensi lutut mencapai Pasien dapat ekstensi lutut mencapai 135˚
135˚ dan tidak ada nyeri pada saat dan tidak ada rasa nyeri pada saat
pergerakan pergerakan
Tidak ada nyeri pada sendi panggul saat Tidak ada nyeri pada sendi panggul saat
Test Kernique : dilakukan penekanan pada lutut di tekuk dilakukan penekanan pada lutut di tekuk
Tidak ada nyeri dan nyeri menjalar pada Tidak ada nyeri dan nyeri menjalar pada
garis sendi sakroiliaka garis sendi sakroiliaka
Test Patrick :
Tidak ada nyeri tekan di daerah kaki Tidak ada nyeri tekan di daerah kaki
Test Kontra
Patrick:
Nyeri tekan :
Sensibilitas : Pasien masih merasakan sensasi benda Pasien masih merasakan sensasi benda
yang di rangsang (tajam dan halus) yang di rangsang (tajam dan halus)
Vas
kularisasi :
27
19. Fungsi Sensorik dan Otonom
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi Otonom : dalam batas normal
Daya ingat Segera : dalam batas normal Jangka pendek : dalam batas normal
Jangka menengah : dalam batas normal Jangka panjang : dalam batas normal
Orientasi Waktu Baik
Orang Baik
Tempat Baik
21. Refleks
28
22. Kulit
Kulit Tidak tampak adanya kelainan seperti papul, pustul, makula, vesikel, tidak
tampak adanya laserasi
Selaput lendir Dalam batas normal
Kuku Dalam batas normal ( tidak terdapat clubing finger )
Lain – lain
29
Oesophagogastroduodenoscopy (OGD): menunjukan adanya beberapa cacing tambang hidup
berada pada permukaan mukosa duodenum dan ileum terminal, dengan mukosa normal yang
mendasarinya.
CT-scan abdomen: tidak ditemukan adanya sumber perdarahan di tempat lain
30
Langkah Diagnosis kesatu Diagnosis kedua Diagnosis Ketiga
Anamnesis :
- KELUHAN UTAMA:
o Seorang pria, 52 tahun, datang dengan keluhan bab
berdarah sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit..
- RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:.
o Keluhan ini dirasakan oleh pasien disertai dengan keuhan
konstipasi dan nyeri keseluruhan pada perut
o Awal sebelum muncul keluhan bab berdarah, pasien
mengeluh batuk tidak berdahak dan nyeri tenggorokan
selama 1 bulan.
- RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
o Riwayat penyakit dahulu pasien dikatakan pernah ke
rumah sakit akibat keluhan sesak napas dan kelelahan.
- RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :
o Riwayat keluarga pasien tidak ada data.
- RIWAYAT KEBIASAAN
o Riwayat kebiasaan tidak ada data
- RIWAYAT PEKERJAAN
o Pekerjaan pasien adalah sebagai petani
- RIWAYAT SOSIO-EKONOMI
o Riwayat sosio-ekonomi tidak ada data
PemeriksaanFisik :
- Tanda Vital
o Takikardi
- Status Generalis
o Konjungtiva anemis
o Nyeri perut menyeluruh
31
- Pemeriksan Penunjang
- Lab Darah: Hemoglobin 4,6 g/dl, Hematokrit 20,7%, leukosit
normal
- Oesophagogastroduodenoscopt (OGD) : menunjukan adanya
beberapa cacing tambang hidup berada pada permukaan mukosa
duodenum dan ileum terminal, dengan mukosa normal yang
mendasarinya.
- Colonoscopy: menunjukan adanya mukosa kolon yang ternoda
oleh feses dengan warna abu-kehitaman, namun tidak
teridentifikasi titik dari perdarahan.
Fisik Tanah
Pupuk kandang
Air irigasi
Tangan kontak langsung dengan zat kimia yang terdapat di dalam pupuk
32
4. Masa kerja
Jumlah jam terpajan per Pada kasus ini tidak dibahas waktu bekerja, waktu istirahat, dan masa kerja
hari petani ini.
Pemakaian APD Pada kasus ini selama bekerja, petani tersebut tidak terlalu mementingkan
pemakaian alat pelindung diri seperti tidak memakai alas kaki tertutup
Hand hygiene Petani tersebut tidak memperhatikan kebersihan tangan saat bekerja seperti tidak
mnggunakan sarung tangan saat mengolah tanah dan tidak mencuci tangan dengan
sabun setelah bekerja
Konsentrasi pajanan Berdasarkan PERMENKES No 70 Tahun 2016 dengan standar baku mutu
(SBM) biologi tanah, dengan parameter telur cacing (jumlah / 10 gr tanah
kering) mempunyai nilai kadar maksimum yaitu tidak ada telur / 10 gr tanah
kering. Sementara pada penelitian Isaac et al, menunjukan bahwa terdapat
2-84 telur/gram tanah pada musim human dan 4-20 telur/gram tanah pada
musim kemarau.
Kesimpulan jumlah Penulis menyimpulkan bahwa jumlah pajanan terhadap kejadian cacing
pajanan dan dasar tambang tidak dapat dinilai spesifik dan pada kasus ini tidak dibahas durasi
perhitungannya terpajan per hari
5. Apa ada faktor individu Terdapat adanya faktor imdividu yang berpengaruh yaitu kebiasaan pasien
yang berpengaruh yang tidak memakai alas kaki saat bekerja, dan tidak melakukan kebiasaan
terhadap timbulnya mencuci tangan setelah bekerja
diagnosis klinis?
Bila ada, sebutkan.
7. Diagnosis Okupasi
Apa diagnosis klinis ini
termasuk penyakit
akibat kerja? Penyakit infeksi cacing tambang yang dialami oleh pasien merupakan
Bukan penyakit akibat penyakit akibat kerja (PAK)
kerja (diperberat oleh
33
pekerjaan atau bukan
sama sekali PAK)
Butuh pemeriksaan lebih
lanjut)?
34
Lampiran poin nomor 3 (Evidence Based)
Prevalesnsi infeksi cacing 2018 Zaria, Nigeria 400 responden Infeksi cacing tambang Chock J. Ado S. Whong C.
tambang pada petani di daerah adalah petani merupakan infeksi parasit yang
pemerintah tertentu negara umum pada petani di wilayah
Kaduna, Nigeria. penelitian.
PREVALANCE AND 2014 Nigeria 615 responden Terdapat hubungan antara E.O ACHIGBU and U. F.
SEVERITY OF PTERIGIUM pengendara durasi paparan sinar matahari EZEPUE
AMONG COMMERCIAL motor komersil dengan keparahanpterigium
MOTORCYCLE RIDERS IN
SOUTH EASTERN NIGERIA
FACE SHIELD OR HELMET 2018 DKI Jakarta 131 responden Terdapat hubungan antara A Waren, D S Soemarko and
AS PROTECTION AGAINST pengendara ojek tingkat pendidikan, riwayat G GSuardana
PTERIGIUM AMONG antioksidan, pengerahuan dan
MOTORCYCLE TAXI perilaku penggunaan pelindung
DRIVERS IN DKI JAKARTA wajah. Dan tidak terdapat
hubungan antara masa kerja,
merokok, usia dengan kejadian
pterigium
35
Tabel 3.4 Lampiran jurnal
36
III. Prognosis
1. Klinis :
Ad Vitam : Ad bonam
Ad Functionam : Dubia Ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
37
2. Paparan sinar UV Eliminasi meliputi : Edukasi Diharapkan
dilakukan 1 pengetahuan
Sulit dikendalikan
bulan sekali pekerja
mengenai
peterigium ini
dapat
meningkat,
sehingga
dapat
meningkatkan
kewaspadaanp
ekerja
terhadap
paparan sinar
uv
Subtitusi meliputi :
Sulit untuk dikendalikan
38
Administrasi meliputi : Selama Paparan sinar
berkerja UV pada
Adanya pengaturan waktu
pekerja
kerja seimbang meliputi :
berkurang
membatasi pekerjaan diluar
ruangan selama jam jam
tengah hari, memperpanjang
waktu istirahat makan siang.
39
signifikan, yang dapat bermanifestasi sebagai melena, dan dapat berakibat anemia. Pasien
dengan anemia dapat bermanifestasi dengan lesu, sakit kepala, palpitasi, dispnea saat
berakhtifitas, sinkop, dan edema.
Pada pemeriksaan fisik tanda awal penyakit cacing tambang dapat ditemukan ruam
eritematosa, pruritus, papulovesikuler berkembang di tempat infeksi awal pada telapang tangan
atau telapak kaki dan dapat bertahan selama 1 – 2 minggu setelah infeksi awal. Ketika cacing
mencapai sirkulasi dapat terdengar mengi pada auskultasi, dan apabila telah terdapat
keterlibatan usus, pada pemeriksaan perut dapat menunjukkan pada palpasi di didapatkan nyeri
pada midepigastrik. Tanda tanda anemia seringkali tidak sensitif. Pasien mungkin menunjukan
pucat , hipotermi, takikardi. Hipoproteinemia dapat menyebabkan edema perfier.
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada infeksi cacing tambang adalah
pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan darah lengkap, dan juga pemeriksaan feses untuk
memeriksa telur dan parasit. . Dan dengan pemeriksaan penunjang yang dilalukan dimana
dilakukan endoskopi ditemukannya ditemukan cacing tambang hidup yang melekat pada
mukosa eduodenal dan ileum terminal yang menunjukkan pasien terinfeksi oleh cacing
tambang.dan dilakukan pemeriksaan CT abdomen untuk menilai apakah ada sumber
perdarahan. (MarviTariq,SyedaMariaMuzammil,FareedAhmedShaikh,K.M.InamPal. Hook
worm infestation as a cause of melena and severe anaemia in farme. Student corner case
report .Dapartement of surgery,Aga Khan. Vol.67,No.2,February 2017)
40
Menurut penelitian lainnya, disebutkan disebutkan di wilayah barat daya China bahwa,
infeksi cacing tambang tampaknya sangat erat kaitannya dengan petani yang bekerja di lapangan
tanpa alas kaki. Sementara itu, penelitian lain menemukan bahwa tingkat infeksi cacing tambang
pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada pria. Pada penelitian tersebut, mereka percaya
bahwa hasil kami disebabkan oleh prevalensi kinerja buruh tani di barat daya China oleh wanita,
yang karenanya lebih sering terpapar infeksi, sementara sebagian besar pria bekerja di kota.
Tidak hanya pertanian, menurut penelitian lainnya seperti di daerah pedesaan di
Thailand, masyarakat yang memelihara kerbau di sekitar rumah berisiko 4,8 kali lebih besar
terkena infeksi cacing tambang. Kerbau biasanya mengubur diri di kolam lumpur yang berada
di sekitar rumah pemiliknya. Tanah atau lumpur yang lembab cocok untuk perkembangan dan
pertumbuhan larva filariform. Dengan demikian, daerah dengan kerbau dapat memelihara larva
penular untuk jangka waktu tertentu, para pemilik kerbau tersebut tertular karena tidak memakai
sepatu atau pelindung lainnya
(Wei, KY, et al. Hookworm infection: a neglected cause of overt obscure gastrointestinal
bleeding. The Korean journal of parasitology, 2017, 55.4: 391. ) ( Jiranaakul, V, et al. Incidence and
risk factors of hookworm infection in a rural community of central Thailand. The American journal of
tropical medicine and hygiene, 2011, 84.4: 594-598.)
Mirabeau
Teknik
Risiko infeksi lebih Mbong
Diagnostik Soil-
tinggi pada petani Ngwese ,
Transmitted
German di mana mereka Gédéon Prince
Helminths: 2020
y rutin bersentuhan Manouana,
Dampak pada
dengan air yang Paul Alvyn
Tindakan
terkontaminasii Nguema Moure
Pengendalian 2
41
Biditas infeksi
cacing tambang
terkait dengan
karakteristik
yang epidemiologi di Zhang, Ming-
Terselubung wilayah tersebut, di Ming Deng,
dan Terabaikan mana sangat erat Mu-Han Lü3
kaitannya dengan
pertani yang
bekerja di lapangan
tanpa alas kaki.
30% responden
memiliki
setidaknya satu sel
telur cacing .Petani
di wilayah studi ini
Infeksi memenuhi syarat
Helminthic di sebagai '' kelompok
antara Petani berisiko. Adebayo AM ,
Komunitas 2015 Nigeria 400 Petani Tingginya Owoaje ET ,
Pedesaan di prevalensi cacing Famakin M4
Negara Bagian tambang
Oyo, Nigeria disebabkan oleh
Barat Daya para petani yang
berjalan tanpa alas
kaki di lahan yang
terkontaminasi.
Dan
42
limbah untuk
irigasi dan
Urrunaga-
kebersihan yang
anemia berat Pastor, Vicente
buruk
pada petani A. Benites-
meningkatkan
Zapata1
tingkat infeksi di
antara para petani.
2. Mirabeau Mbong Ngwese , Gédéon Prince Manouana, Paul Alvyn Nguema Moure.
Diagnostic Techniques of Soil-Transmitted Helminths: Impact on Control Measures. Centre de
Recherches Médicales de Lambaréné (CERMEL). 2020
3. Kun-Yan Wen, Qiong Yan, Bo Tang, Shi-Ming Yang, Peng-Bing Zhang, Ming-Ming Deng,
Mu-Han Lü. Department of Gastroenterology, The Affiliated Hospital of Southwest Medical
University, Sichuan 646000, P.R. China. Korean J Parasitol Vol. 55, No. 4: 391-398, August 2017
Pada kasus ini tidak dibahas masa kerja pria ini bekerja sebagai petani. Berdasarkan
penelitian Yunita, et al didapatkan jumlah petani yang terinfeksi cacing tambang lebih tinggi
pada petani dengan masa kerja lebih dari 10 tahun dibandingkan dengan petani dengan masa
kerja kurang dari 10 tahun. (Armiyanti Y, et al. Hookworm infection and the risk factors among
plantation workers in Jember, Indonesia. Ann Trop & Public Health; 23 (S8): 1324–1329. 2020.
DOI: http://doi.org/10.36295/ASRO.2020.23820)
Tanah merupakan salah satu media yang baik untuk pertumbuhan cacing. Kondisi
lingkungan yang menguntungkan mendukung perkembangan penyakit cacing tambang. Kondisi
optimal untuk telur meliputi suhu sekitar 20-30oC, tanah yang hangat, lembab, dan beraerasi
baik yang terlindung dari sinar matahari. Kondisi ini terjadi selama penanaman berbagai produk
44
pertanian karenanya, infeksi cacing tambang terjadi terutama di daerah pedesaan. (Haburchak
DR. Hookworm Disease. Medscape. 2018).
Para petani memiliki faktor risiko tinggi terinfestasi oleh cacing. Faktor yang
menyebabkan petani terinfestasi cacing yaitu personal hygiene yang buruk dan tidak
memakai APD. Personal hygiene yang buruk dapat dilihat dari kuku panjang yang kotor dan
rendahnya kesadaran mencuci tangan. (Dewi F. Faktor Risiko Petani Sayuran terhadap Infestasi
Soil-Transmitted Helminths. ResearchGate. 2018.)
45
tidak ada, sehingga penulis menyimpulkan bahwa kasus ini belum dapat dikategorikan sebagai
penyakit akibat kerja.
46
BAB IV
PENCEGAHAN/PENGENDALIAN
B. Subtitusi
Sulit dikendalikan
C. Pengendalian teknik
Prinsip utama dalam pencegahan penyakit akibat kerja adalah dengan melakukan
pengendalian lingkungan kerja. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan mengontrol
semua pajanan yang ada dilingkungan kerja. Penggunaan sepatu, atau alas kaki dapat
menjadi salah satu pengendalian yang baik terhadap infeksi cacing tambang, termasuk
hygiene yang baik, seperti mencuci tangan, penggunaan toilet yang baik, tidak BAB
sembarangan. Jiranaakul, V, et al. Incidence and risk factors of hookworm infection in a
rural community of central Thailand. The American journal of tropical medicine and
hygiene, 2011, 84.4: 594-598.
D. Administrasi
1) Pengaturan waktu kerja seimbang
Pengendalian yang dilakukan adalah dengan menyediakan APD seperti alas
kaki, suatu tempat atau aliran air yang dapat digunakan untuk menjaga sanitasi
seperti mencuci tangan, dan penggunaan toilet yang baik. Edukasi terhadap petani
di daerah pedesaan sangat penting untuk menjaga agar mereka dapat mengetahui
penyakit terkait pekerjaan mereka. Pada petani sebaiknya diberikan sepatu boots
agar dapat mencegah penetrasi langsung larva dari tanah ke kulit, penggunaan
obat cacing secara rutin, dan perbaikan status ekonomi dapat memperbaiki
kejadian pada penyakit cacing tambang. Tidak ada pengaturan jam kerja,
dikarenakan penetrasi cacing dapat sewaktu-waktu menginvasi kulit.
47
2) Pengawasan yang intensif.
Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara lebih
dini terhadap kemungkinan terjadinya risiko sakit akibat kerja dengan cara
mengkonsumsi obat cacing secara rutin.
E. APD
Alat pelindung diri digunakan untuk membatasi antara terpaparnya tubuh dengan
potensi bahaya yang diterima oleh tubuh. Pengendalian alat pelindung diri dilakukan
dengan penggunaan APD berupa sepatu boots untuk mencegah kontak langsung kulit
petani dengan tanah yang lembab.
48
BAB V
KESIMPULAN
Penyakit cacing tambang pada manusia merupakan infeksi cacing yang umum dan secara predominan
disebabkan oleh parasit nematoda seperti Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Sanitasi yang
buruk, akses yang terbatas ke air bersih, dan pendapatan rendah merupakan faktor risiko infeksi cacing
tambang.
Diagnosis infeksi cacing tambang dapat di tegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan. Pasien dengan infeksi cacing tambang menunjukkan berbagai macam keluhan
mulai dari kemerahan, gatal, iritasi lokal di tempat infeksi, batuk dan mengi dapat terjadi sekitar 1 minggu
seteleh terpapar. Gejala paru jarang terjadi, dan biasanya ringan, kecuali pada infeksi berat. Migrasi cacing
ke dalam gastrointestinal dapat menyebabkan ketidaknyamanan gastrointestinal akibat iritasi, dapat berupa
diare, nyeri perut, rasa kembung, mula, dan anoreksia. Infeksi sedang hingga berat menyebabkan
kehilangan darah yang signifikan, yang dapat bermanifestasi sebagai melena, dan dapat berakibat anemia.
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada infeksi cacing tambang adalah pemeriksaan
laboratorium yaitu pemeriksaan darah lengkap, dan juga pemeriksaan feses untuk memeriksa telur dan
parasit. . Dan dengan pemeriksaan penunjang yang dilalukan dimana dilakukan endoskopi ditemukannya
ditemukan cacing tambang hidup.
Penggunaan sepatu, atau alas kaki dapat menjadi salah satu pengendalian yang baik terhadap infeksi
cacing tambang, termasuk hygiene yang baik
49
DAFTAR PUSTAKA
1.
50