Anda di halaman 1dari 6

MEMBUAT NARASI

SEJARAH BERDIRINYA GEREJA

Nama  : Vira Siska Adelvina Telimoni


Prodi / Kelas   : S1 TEOLOGI B
Judul : Sejarah Berdirinya Desa Toinasa
Dan Gereja Jemaat Yordan Toinasa
Narasumber : Ketua Adat Desa Toinasa ( bpk.

SEKOLAH TINGGI THEOLOGI GKST TENTENA


2022
Desa Toinasa didirikan oleh pemerintah kabupaten Poso dan di prakarsai oleh bapak almarhum
M. Pandora ( Ngkai Na’i). Desa Toinasa adalah Desa di pinggiran Danau Poso, di sebelah barat
wilayah kecamatan pamona utara, dan juga di sebelah barat dari kota Tentena kecamatan pamona
utara. Desa ini adalah Desa yang dibangun oleh pemerintah Daerah Kabupaten Poso,
bekerjasama dengan Pemerintah Kecamatan Pamona Utara. Sebelumnya lembah Toinasa adalah
hutan rimbah, hanyalah merupakan tempat orang-orang dari desa lain yang datang berburu babi
hutan dan lain sebagainya. Selain tempat berburu, juga sebagai tempat mengambil kekayaan
alam yang berguna bagi kehidupan manusia, seperti kayu untuk pembuatan rumah, dan rotan
untuk kebutuhan lainnya yang kesemuanya selain dipakai, juga dijual untuk mendapatkan
kebutuhan lainnya. Di pinggiran danau ramai orang berdatangan menangkap ikan untuk
memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Bermacam-macam cara mereka pergunakan untuk
mendapatkan ikan, ada yang mendapatkan pukat, ada yang menggunakan kail dan lain
sebagainya.

Pada tahun1974, desa ini mulai dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Poso, sebagai desa
tempat dipindahkannya warga dari desa lain di kecamatan pamona utara, bahkan ada juga yang
berasal dari kecamatan pamona selatan ( Transmigrasi Lokal ). Dan pertama-tama adalah sebagai
desa untuk tempat dipindahkannya warga dari desa Siuri yang berjumlah 35 kepala keluarga
(KK), yang mempunyai suku “Topo Bare’e” atau lebih dikenal sekarang suku Pamona dan juga
8 kepala keluarga (KK) yang berasal dari Desa Mayakeli yang mempunyai suku Mori. Pada
mulanya masyarakat dari Desa Mayakeli ( suku Mori ) datang ke daerah Toinasa hanya untuk
bertani tidak tinggal menetap di Toinasa. Setelah masyarakat dari desa Siuri dipindahkan ke
lokasi  yang telah disiapkan oleh pemerintah untuk dijadikan desa, pada saat itulah mereka
( masyarakat Mayakeli ) tinggal menetap dan berbaur bersama masyarakat lainnya. Dan pada
tahun 1977 terjadi transmigrasi spontan dari masyarakat Bali dengan jumlah transmigrasi 18
kepala keluarga pada gelombang pertama. Pada tahun 1978 terjadi lagi transmigrasi spontan dari
masyarakat Bali dengan jumlah kepala keluarga 30 pada gelombang yang kedua. Demikianlah
dari tahun ke tahun Desa Toinasa di datangi oleh orang-orang dari desa dan daerah yang
berbeda-beda, untuk datang membuka lahan pertanian dan tinggal menetap.
Nama Toinasa diambil dari sejarah, ketika seorang perempuan tua yang menjadi penghuni
Gunung Bangkalia ditangkap oleh suku Bada yang menjelajah di dataran Toinasa pada saat itu.
Perempuan itu dibunuh di muara sungai, sehingga diberilah nama Toinasa yang artinya “ Toina
Nda Sasa”. Toina ( berasal dari bahasa suku Bada ) artinya “ perempuan tua”, Nda artinya “ di “,
Sasa artinya “ cincang”. Arti kata Toinasa adalah seorang perempuan tua yang dicincang pada
saat perang suku.

Pada tahun 1979 pemerintah membangun gedung Sekolah Dasar, dimana sebelumnya murid-
murid Sekolah Dasar hanya belajar di sebuah bangunan sekolah yang bersifat darurat. Pada tahun
itu pula dibangun rumah-rumah proyek untuk tempat tinggal masyarakat yang menetap di Desa
Toinasa. Kemudian pada tahun 1982, Pemerintah mengadakan proyek pembangunan Desa
dimana dibangunlagi rumah-rumah untuk tempat tinggal warga sebanyak 210 rumah, dan semua
itu diperuntukan bagi warga yang sudah tinggal menetap dan pula terbuka bagi siapa saja yang
mau datang untuk tinggal menetap di Desa Toinasa. Dengan dibangunnya tempat tinggal bagi
penduduk Desa, peluang bagi warga masyarakat untuk merencanakan dan mengusahakan
pembangunan di bidang lainnya.

Dulu belum ada jalan raya yang bisa dilalui kendaraan bermotor. Waktu itu, orang-orang yang
hendak berpergian harus menggunakan perahu motor. Hasil pertanian seperti, kayu gerjaji, rotan
dan lain sebagainya yang akan dijual harus dimuat di perahu motor. Di Toinasa pada saat itu
orang-orang mengatakan bahwa ada sampai sepuluh buah perahu motor.

Pada tahun 1990-an sudah ada jalan raya yang dapat dilalui kendaraan bermotor dari Tentena
sampai ke Toinasa bahkan sampai juga ke Pendolo. Sehingga sebagian masyarakat tidak lagi
menggunakan perahu motor untuk pergi ke Tentena tapi sudah menggunakan mobil bus, taksi,
sepeda motor dan lain sebagainya. Dari lancarnya alat transportasi tersebut orang-orang sudah
mulai membangun tempat tinggal yang layak, menggantikan rumah-rumah proyek yang
dibangun oleh Pemerintah Daerah yang sudah mulai lapuk.
SEJARAH GEREJA ATAU JEMAAT YORDAN TOINASA

Nama jemaat Yordan Toinasa adalah ide dari bapak P. Tandondo yang disampaikan pada
pembicaraan khusus bersama sekertaris dan bendahara jemaat, yang selanjutnya di sampaikan
kepada seluruh anggota jemaat. Alasan dari bapak P. Tandondo ini ialah ketika di hubungkan
dengan sejarah perjalanan bangsa Israel memasuki tanah Kanaan yang menurut janji Allah
adalah tanah yang berlimpah susu dan madunya, namun untuk sampai kenegeri itu maka harus
melalui perjalanan panjang dan harus menyeberangi sungai Yordan. Dipahami pula bahwa
sungai Yordan adalah satu dari sekian banyak ujian yang diperhadapkan oleh Tuhan Allah
kepada bangsa Israel dengan tidak ada jalan lain selai harus menyeberangi sungai Yordan untuk
mencapai tujuan yaitu tanah perjanjian (Kanaan).

Jemaat ini berdiri sejak tanggal 05 Januari 1968 dengan no S.K. 203 Badan Pekerja Sinode
GKST 1968. Nama Yordan di usulkan pada rapat Klasis Pamona Utara di jemaat Bukit Zaitun
Saojo pada bulan Januari 1984 dan disahkan pada Sidang Sinode bulan Desember 1984. dalam
dinamika perkembangannya, telah melaksanakan misinya sesuai tuntutan kebutuhan pelayanan
panggilan Gereja yaitu bersaksi, bersekutu, dan melayani. Warga jemaat Yordan Toinasa
awalnya mereka berasal dari desa, Peura, Sangele, Buyumpondoli, Dulumai, Tolambo, dan
penduduk asli dari jemaat ini berasal dari Siuri yang semuanya tergolong suku pamona. Sebagian
pula beragama Islam namun ketika kerusuhan terjadi mereka keluar akibat pemberontakan hebat
saat itu.
PELAYANAN  Pendeta-pendeta yang pernah melayani di jemaat Yordan Toinasa (1968-
2022)
1. Tahun 1968-1976:  Bpk. A.S Rapo
2. Tahun 1976-1988:  Bpk. P.Tandondo
3. Tahun 1988-1992:  Bpk. RS. Kumpa
4. Tahun 1992-2004:  Pdt. S.Sabintoe, Sm.Th
5. Tahun 2004-2009:  Pdt. E.Maugo, S.Th
6. Tahun 2009-2011:  Pdt. A.Bange, S.Th
7. Tahun 2011-2016:  Pdt. N.Pandoyu, S,Th
8. Tahun 2017-2021     :  Pdt. I.Pasambaka, Sm.Th
9. Tahun 2021- sekarang  Pdt. Laganda S.Th
Daftar pustaka

Penelitian Jemaat Yordan Toinasa

Anda mungkin juga menyukai