Anda di halaman 1dari 3

Name : Kotambunan, Tesalonika

Money Banking and F. Institution

A. Moral Hazard Petinggi Industri Asuransi

Gelombang korupsi pejabat asuransi tidak disangka tidak dinyana mulai terbongkar karena era pandemic
Covid-19. Baru-baru ini delapan eksekutif PT Asabri dinyatakan sebagai tersangka oleh kejaksaan Agung
(Kejagung). Kerugian negara akibat ulah penjahat kerah putih itu mencapai Rp 23,73 triliun. Padahal,
Oktober tahun lalu, pengadilan tipikor juga menjatuhkan putusan penjara seumur hidup terhadap seluruh
terdakwa dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya (AJS). Tambahan denda juga dijatuhkan untuk Benny
Tjokrosaputro sebesar Rp 6,078 triliun dan Heru Hidayat sebesar Rp 10,72 triliun. Denda ini untuk
kompensasi kerugian negara berdasar hitungan BPK sebesar Rp 16,81 triliun. Yang akan dating bakal
menimpa Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera yang juga dililit masalah hampir sama. Per Januari tahun
ini Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menahan empat orang. Tersangkanya adalah Mohammad Irsyad
(mantan direktur teknik dan aktuaria 2013), Yon Maryono (kepala divisi syariah 2011), Agustiar Hendro
(chief marketing officer 2013), dan Hendro Subagio (kepala bagian aktuaria). Pokok korupsi adalah
pengalihan produk kesejahteraan karyawan (PKK) ke mitra save PT BSRE. Rusaknya tata kelola industri
asuransi ternama Indonesia menjadi skandal keuangan terburuk Indonesia setelah BLBI. Skandal Bank
Century Rp 6,7 triliun tampak tidak ada artinya dengan skandal AJS, Bumiputera, dan Asabri. Skandal
asuransi di Indonesia ini mengingatkan pada skandal kecurangan akuntansi terbesar pada Enron (2001).
Sedikitnya 12 ribu pekerja kehilangan pekerjaan. Dana triliunan uang pesangon dan dana pensiun yang
telah ditanamkan di saham Enron hilang. Pemegang saham lain, termasuk rakyat Amerika, juga dirugikan
sekitar USD 70 miliar ketika nilai saham Enron jatuh menjadi nol. Enron adalah perusahaan gas yang
dibangun Kenneth Lay. Aksi pertamanya melakukan merger dua perusahaan gas alam menjadi satu.
Penggabungan ini menjadikan Enron perusahaan pertama yang mampu mendistribusikan gas alam ke
seluruh Amerika Serikat. Namun, yang dilakukan Lay adalah rekayasa akuntansi dan laporan keuangan.
Eksekutif Enron melaporkan aset dan laba lebih besar kepada investor. Enron membukukan utang sebagai
pendapatan, bukan sebagai utang. Cara ini dikuatkan dengan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh
konsultan Arthur Andersen dan membuat pemegang saham percaya bahwa Enron tetap memberikan
keuntungan yang baik serta pendapatan meningkat dari tahun ke tahun.Tidak disangka, pada pertengahan
2001, harga saham Enron jatuh dari harga tertinggi USD 80 per saham. Penyebabnya adalah pemberitaan
majalah Fortune yang menyebutkan bahwa laporan keuangan Enron ”nearly impenetrable” dan harga
sahamnya sudah terlampau tinggi.Harga saham Enron terus-menerus jatuh pada Oktober 2001. Enron
kemudian mengumumkan telah melakukan penggelembungan pendapatannya sebesar USD 544 juta
sehingga nilai saham terdilusi sampai USD 1,2 miliar. Otoritas pengawas pasar modal Amerika Serikat,
SEC, mengumumkan untuk menginvestigasi Enron. Enron kemudian melakukan pelaporan ulang
(restatement) atas laporan keuangan Enron sejak 1997 sampai 2001. Dari hasil restatement tersebut, nilai
saham yang terdilusi melonjak menjadi USD 2,1 miliar dan menaikkan utang Enron USD 2,6 miliar. Pada
Oktober 2001 harga saham Enron turun menjadi USD 1 dan Enron menuju kebangkrutan.

Source : Sumber:https://www.google.com/amp/s/www.jawapos.com/opini/04/02/2021/moral-hazard-
petinggi-industri-asuransi/%3famp
B. Materi : Kasus Ini Berkaitan Dengan Materi Chapter 11 Mengenai Moral Hazard

C. Komentar

Pada kondisi maraknya perilaku buruk eksekutif BUMN di Indonesia akhir-akhir ini, memang sudah
sepatutnya kejahatan korporasi disidik dengan serius. Ini dalam rangka menciptakan efek jera agar
eksekutif bertindak hati-hati menjalankan bisnisnya. Mereka harus sadar punya kewajiban membawa
korporasi yang dipimpinnya benar-benar menerapkan asas clean, good, dan corporate governance.
Pentingnya memberikan perhatian dan tegas terhadap korporasi yang berperilaku korup ini berkaitan
dengan tata kelola pemerintahan. Jika terus-menerus pejabat BUMN dan pemerintah diiming-imingi
sejumlah besar gratifikasi, pemerintahan yang bersih dan kredibel tidak akan dapat diwujudkan Kini
rakyat Indonesia menunggu tindakan tegas para hakim tipikor, kegigihan para jaksa Kejagung, dan
ketegasan penegak hukum lainnya agar masalah kejahatan yang melibatkan korporasi asuransi disanksi
secara adil. Pelakunya wajib diganjar hukuman berat. Ini dalam rangka menyehatkan iklim berusaha yang
baik dan menangkal sistemiknya kejahatan korupsi yang sudah merambah ke seluruh sektor dan sendi-
sendi negara. Jangan ragu lagi, pidanakan dan berikan sanksi kepada korporasi jahat itu, demikian pula
eksekutifnya. Untuk pelanggaran tata kelola BUMN, sanksi etika dari Kementerian BUMN sangat
ditunggu publik terhadap tindakan eksekutifnya ini. Semoga kasus asuransi ini dapat menjadi
pembelajaran bagi manajemen BUMN dan korporasi Indonesia pada umumnya

Untuk memulihkan rasa kepercayaan para pemegang polis, Otoritas Jasa Keuangan dan Direksi serta
Komisaris Jiwasraya harus berani terbuka dan jujur ada moral hazard di dalam tata kelola investasi dana
mereka. Sebab kepercayaan dalam bisnis menjadi modal awal yang sanget penting. Pernyataan terbuka itu
dibarengi dengan kerjasama dengan aparat penegak hukum, mengajukan kasus ini ke meja hijau. Pers
saya harap juga ikut mengawal proses peradilannya.Terhadap pemulihan bisnis dan pengembalian uang
pemegang polis, Jiwasraya perusahaan bersama OJK dan pemerintah dapat melakukan beberapa langkah
terpadu.

Pertama, langkah pemerintah berencana membentuk holding asuransi patut diapresiasi. Langkah ini harus
disertai road map perusahaan holding asuransi, agar langkah bisnisnya ke depan terencana, terkontrol dan
mitigasi risiko bisnis sejak awal terlihat.

Kedua; sebelum Jiwasraya diintegrasikan dalam holding, perusahaan, pemerintah dan OJK harus
melakukan restrukturisasi aset, dan liabilitas perusahaan, termasuk keluar dari jebakan bisnis berisiko
seperti yang dikerjakan dalam empat tahun terakhir. Langkah ini untuk menghindari pembentukan
holding asuransi hanya pelimpahan penyakit, tetapi sakitnya tidak sembuh, tetapi juga tidak mengabaikan
kewajiban kepada pemegang polis.

Ketiga; terhadap seluruh pertanggungan pemegang polis, perlu membangun komunikasi sekaligus
memberikan kepastian waktu pengembalian, dengan merujuk pada ketentuan di Peraturan OJK.
Penjadualan ulang pembayaran terhadap pemegang polis tetapi dengan kepastian waktu. Saya kira
langkah ini bisa dimaklumi pemegang polis, daripada nasib uang mereka digantung tanpa kepastian.
Sumber pembiayaan pengembalian ini dapat dilakukan dari pinjaman subordinasi dari perusahaan
holiding asuransi atau reasuransi.
Keempat: Setelah menjalani berbagai program pemulihan, perusahaan dapat mengundang investor dengan
peningkatan premi, hal ini untuk meningkatkan ekuitas perusahaan. Akan tetapi tidak mengulangi lagi
berbagai kesalahan investasi, akan tetapi produk-produk asuransinya tetap kompetitif dengan perusahaan
asuransi lainnya.

Kelima; Jika pemerintah dan DPR sepakat membuat kebijakan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada
tahun 2021, PMN dapat diajukan terhadap perusahaan holding asuransi, tidak terhadap Jiwasraya. Dengan
kapitalisasi yang besar pada holding asuransi, dapat membantu likuiditas berbagai perusahaan anak
seperti Jiwasraya melalui berbagai skema, seperti pinjaman.

Dalam jangka panjang perusahaan sudah harus memiliki strategic partnership dengan melibatkan lembaga
asuransi yang memiliki reputasi internasional, untuk membantu Jiwasraya bisa tumbuh dan berkembang
lebih baik. Masuknya mitra asuransi internasional, tentu akan mengembalikan kepercayaan publik kepada
Asuransi Jiwasraya, sehingga akan bisa membantu pemulihan Asuransi Jiwasraya lebih cepat.

Anda mungkin juga menyukai