Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR
1
Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin, segala puji bagi Allah tuhan seluruh alam
yang telah memberikan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga
tetap terlimpahkan kepada nabi kita Muhammad Saw yang telah menunjukkan kita
jalan kebenaran yaitu addinul Islam.
Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada kedua orang tua kami yang
senantiasa mendukung dan mendoakan kami untuk mendapatkan pelajaran dan ilmu
yang bemanfaat. Dan tak lupa kepada teman-teman kami yang telah
mengontribusikan waktu dan pikirannya dalam menyelesaikan makalah ini sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan.
Penyusun
BAB I
2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui lebaga
atau instuisi hukum. Hukum memiliki tujuan untuk menciptakan tatanan
masyarakat yang tertib, damai, adil yang ditunjang dengan kepastian hukum
sehingga kepentingan individu dan masyarakat dapat terlindungi.
Ketentuan-ketentuan tersebut diwujukan melalui suatu kejadian dalam
masyarakat yang menggerakkan suatu peraturan hukum tertentu yang disebut
peristiwa hukum. Peristiwa hukum juga dapat diartikan dengan sesuatu yang bisa
menggerakkan peraturan hukum sehingga ia secara efektif menunjukkan
potensinya untuk mengatur.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian peristiwa hukum ?
2. perbuatan hukum dan akibat hukum ?
3. Apa pengertian sanksi hukum ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian peristiwa hukum.
2. Mengetahui macam-macam perbuatan perbuatan hukum dan akibat hukum.
3. Mengetahui pengertian sanksi hukum.
1
Muhamad Sadi Is, “Pengantar ilmu Hukum” (Jakarta: Kencana, 2017), 87.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peristiwa hukum
2
TITIK TRIWULAN TUTIK, PENGANTAR ILMU HUKUM (JAKARTA: PRESTASI PUSTAKARYA, 2006),
CET. 1, HLM. 104.
3
IBID, HLM. 105.
4
SOEDJONO DIRDJOSISWORO, PENGANTAR ILMU HUKUM (JAKARTA: PT RAJA GRAFINDO
PERSADA, 1999), CET. 5, HLM. 130-131.
4
masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Adapun pasal 34 ayat
(2) menetapkan, “ istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.5
5
MUHAMAD SADI, PENGANTAR ILMU HUKUM (JAKARTA: KENCANA, 2017), CET. 2, HLM. 88.
6
SOEDJONO DIRDJOSISWORO, PENGANTAR ILMU HUKUM (JAKARTA: PT RAJA GRAFINDO
PERSADA, 1999), CET. 5, HLM. 130-131.
7
MUHAMAD SADI, PENGANTAR ILMU HUKUM (JAKARTA: KENCANA, 2017), CET. 2, HLM. 88.
5
hukum karena terdapat norma hukum yang memberi akibat hukum terdapat
peristiwa itu.8
Dengan demikian yang menjadi tolak ukur apakah suatu peristiwa adalah
peristiwa hukum atau tidak, ialah norma hukum. Apakah ada norma hukum yang
mengaturnya, apakah norma hukum memberi akibat hukum terhadap peristiwa
itu? Hanya peristiwa-peristiwa yang diatur norma hukumlah yang menimbulkan
akibat hukum yang dinamakan peristiwa hukum.
Peristiwa hukum ada dua macam, yaitu peristiwa hukum karena perbuatan
subjek hukum dan peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum.
Peristiwa hukum karena perbuatan subjek hukum adalah semua perbuatan yang
dilakukan manusia atau badan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum.
Contoh peristiwa pembuatan surat wasiat dan peristiwa tentang penghibahan
barang. Sedangkan peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum adalah
semua peristiwa hukum yang tidak timbul karena perbuatan subjek hukum. Akan
tetapi, apabila terjadi dapat menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Contoh
kelahiran seorang bayi, kematian seseorang, dan kedaluwarsa (aquisitief yaitu
kedaluwarsa yang menimbulkan hak dan exinctief yaitu kedaluwarsa yang
meleyapkan kewajiban.9
8
TITIK TRIWULAN TUTIK, PENGANTAR ILMU HUKUM (JAKARTA: PRESTASI PUSTAKARYA, 2006),
CET. 1, HLM. 105.
9
MUHAMAD SADI, PENGANTAR ILMU HUKUM (JAKARTA: KENCANA, 2017), CET. 2, HLM. 89.
10
IBID.
6
Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan yang akibatnya diatur oleh
hukum dan akibatnya itu dapat dianggap “dikehendaki” oleh yang melakukan
perbuatan itu. Kehendak dari yang melakukan perbuatan itu merupakan unsur
yang esensial dari perbuatan hukum. Suatu perbuatan hukum akibatnya tidak
dikehendaki oleh yang melakukannya bukan perbuatan hukum.
Perbuatan hukum dibagi menjadi dua, yaitu perbuatan hukum yang bersegi
satu (tunggal) dan perbuatan hukum yang bersegi dua (majemuk). Perbuatan
hukum yang bersegi satu (tunggal) adalah setiap perbuatan yang berakibat hukum
(rechtsgvolg) dan akibat hukum ditimbulkan oleh kehendak satu subjek hukum,
yaitu satu pihak saja (yang telah melakukan perbuatan itu). Misalnya perbuatan
hukum yang disebut dalam pasal 132 KUH Perdata (hak seorang istri untuk
melepaskan haknya atas barang yang merupakan kepunyaan suami istri berdua
setelah mereka kawin, benda perkawinan), perbuatan hukum yang disebut dalam
pasal 875 KUH Perdata (perbuatan mengadakan testamen adalh suatu perbuatan
hukum yang bersegi satu), perbuatan hukum yang mendirikan yayasan
(stichtingshandhandeling).11
11
IBID, HLM. 90.
12
IBID.
7
yaitu pembayaran yang tak diwajibkan (pasal 1359 BW). Perbuatan ini
menimbulkan hak keoada orang yang membayar itu untuk menuntut kembali apa
yang telah dibayarkannya dan orang yang menerima pembayaran tersebut,
berkewajiban untuk mengembalikan (pasal 1360 BW).13
13
TITIK TRIWULAN TUTIK, PENGANTAR ILMU HUKUM (JAKARTA: PRESTASI PUSTAKARYA, 2006),
CET. 1, HLM. 106.
8
Perbuatan hukum merupakan setiap perbuatan yang akibatnya didasarkan
pada hukum. Yaitu kejadian yang timbul karena perbuatan manusia dalam
bermasyarakat14. Perbuatan hukum menurut KUH Perdata adalah peristiwa di
dalam masyarakat yang duatur oleh hukum, yaitu merupakan kejadian yang
timbul dalam bermasyarakat yang diatur dalam hukum15. Perbuatan hukum
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
Perbuatan hukum subjek peristiwa hukum yang disebabkan oleh manusia atau
badan hukum dapat di bedakan dalam:
14
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), Cet. 12, hlm. 254.
15
Ibid.
16
Muhamda Sadi, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana, 2017), Cet. 2, hlm. 90.
17
Ibid.
18
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), Cet. 12, hlm. 255.
9
- Onverschuldigde betaling merupakan pembayaran hutang yang sebenarnya
tidak ada hutang.
ii) Perbuatan yang dilarang oleh hukum merupakan perbuatan yang
bertentangan dan melanggar hukum. Akibat hukum yang timbul tetap diatur
oleh peraturan hukum, meski akibat itu tidak dikehendaki oleh pelakunya.
Perbuatan ini dinamakan onrechtmatigedaad, perbuatan hukum yang tidak
dibenarkan oleh hukum19. Sudah dijelaskan pada pasal 1365 KUH Perdata
yang berbunyi:
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang melanggar kerugian kepada orang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut”.
Dari pasal tersebut ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur melanggar hukum
onrechtmatigedaad, yaitu :
- Perbuatan
- Melanggar
- Kerugian
- Kesalahan
Apabila dalam suatu peristiwa terdapat empat dari unsur diatas, maka si pelaku
telah melakukan perbuatan melanggar hukum onrechtmatigedaad pasal 1365
KUH Perdata.
Pengertian “perbuatan” ialah apabila perbuatan itu terjadi karena tindakan
atau kelalaian melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan atau tidak
melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.20
Ketika aliran legisme pada sampai abad 19 masih kuat, maka yang
dianggap bertentangan dengan hukum merupakan perbuatan yang benar-benar
bertentangan dengan hukum.
Pengertian “melanggar” disini apabila sesuatu yang dilanggar merupakan
suatu hukum yang berlaku dan hak orang lain.
Contoh:
Tafsiran sempit yang pernah terjadi pada putusan Hoge Raad pada tanggal 10
Januari 1910, mengenai sengketa si A dengan si B yang bertempat tinggal
19
Ibid.
20
Ibid, hlm. 256.
10
dalam satu flat. Si B bertempat tinggal diatas si A. pada waktu musim dingin
saluran si B bocor dan membasahi barang-barang si A yang berada tepat
dibawahnya. Maka Si B tersebut dituntut oleh si A. ternyata tuntutan itu tidak
memenuhi unsur-unsur yang terdapat pada pasal 1365 KUH Perdata21.
Pengertian “melanggar” diperluas lagi oleh Hoge Raad pada tanggal 31
januari 1919, perbuatan melanggar diartikan apabila:
- Hukum yang berlaku
- Hak orang lain
- Kelalaian melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban
menurut hukum yang berlaku, kesusilaan, kehormatan dalam pergaulan
dimasyarakat terhadap orang.
Pengertian “kerugian” adalah bahwa pihak lawan mengalami kerugian,
dan kerugian tersebut dapat bersifat:
- Material(bersifat kebendaan)
- Imaterial(bersifat tidak kebendaan)
Pengertian “kesalahan” adalah bahwa perbuatan melanggar hukum,
merupakan perbuatan yang salah dan tidak dapat dibenarkan. Unsur kesalahan
dapat terjadi karena:
- Disengaja
- Tidak disengaja
Yang dinyatakan bersalah ialah subjek hukum, karena subjek hukum disini
mempunyai hak dan kewajiban. Subjek hukum dibedakan menjadi 2, yaitu:
- Manusia pribadi (natuurlijk persoon)
- Badan hukum (rechtspersoon)
Apabila subjek hukum yang melakukan kesalahan dinyatakan tidak cakap (niet
handelingsbekwaam), seperti orang gila, anak dibawah umur, dan istri, maka yang
bertanggung jawab adalah para pengawasnya yaitu kurator, orang tua/wali, dan
suami. Hal itu sesuai dengan pengertian subsidaire verantwoordelijkkheid
(tanggung jawab pengawas terhadap orang yang berada pada pengawasannya)
seperti yang dimaksud pada pasal 1367 KUH Perdata yang berhubungan dengan
pasal 1365 KUH Perdata.22 Pasal 1367 KUH Perdata yang berbunyi:
21
Ibid.
22
Ibid, hlm. 257.
11
“Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan
perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan
perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau
disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya”.23
2. Peristiwa/perbuatan yang bukan perbuatan hukum
Peristiwa hukum yang bukan karena manusia/karena perbuatan lainnya dapat
dibedakan menjadi 3 bagian:
a. Kepailitan dan kadaluarsa
- Keadaan pailit mangakibatkan subjek hukum tidak dapat membayar
hutang-hutangnya secara penuh. Pada pasal 1 undang-undang kepailitan
dijelaskan:
Ayat 1 yang berbunyi: “setiap berutang dalam keadaan berhenti membayar
hutang-hutangnya harus dinyatakan dalam keadaan pailit dengan putusan
hakim, baik atas pelaporan sendiri, maupun atas permintaan seorang atau
lebih para berpiutang”.24
Ayat 2 yang berbunyi: “pernyataan pailit itu boleh diucapkan juga
berdasarkan pada kepentingan umum atas tuntutan kejaksaan”.
- Kadaluarsa untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu
perikatan dengan lewat waktu syarat-syarat tertentu, seperti dikemukakan
oleh pasal 1946 KUH Perdata, yang berbunyi senagai berikut: “daluarsa
adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari
suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu yang tertentu dengan syarat-
syarat yang ditentukan oleh undang-undang”.
b. Perkembangan pisik kehidupan manusia
- Kelahiran membawa kewajiban bagi orang tua untuk memelihara dan
mendidik anak itu serta memberikan tunjangan dalam keseimbangan
pendapatan mereka, guna membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak
tersebut.25
- Kedewasaan: anak-anak yang mempunyai kewajiban untuk member
ongkos kepada orang tuanya, terlebih lagi apabila orang tuanya tidak
23
Ibid, hlm. 261.
24
Ibid, hlm. 263.
25
Ibid, hlm. 265.
12
mampu atau tidak mempunyai penghasilan. Kewajiban ini berlaku juga
bagi anak-anak menantu, laki-laki maupun perempuan untuk member
nafkah kepada ibu bapak mertua mereka.26
- Kematian seseoran juga merupakan suatu peristiwa hukum atau
menimbulkan akibat hukum. Pada saat kematian ini hak dan kewajiban
lenyap dan timbul bersamaan artinya lenyap hak dan kewajiban bagi yang
meninggal dan tumbuhnya hak dan kewajiban bagi ahli waris. Kematian
menyebabkan anak, cucu, dan para ahli waris lainnya berhak atas harta
peninggalan atau harta warisan dari yang meninggal.27
c. Kejadian-kejadian lain
Pada pasal 1553 KUH Perdata yang berbunyi:
“jika selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena
suatu kejadian yang tidak disengaja, maka persetujuan sewa gugur demi
hukum”.
Dari pasal tersebut dapat diartikan, bahwa misalnya ada sebuah rumah yang
disewakan disambar petir sehingga habis terbakar, akan mengakibatkan lenyapnya
perjanjian sewa menyewa.28
C. Sanksi Hukum
26
Ibid, hlm. 266.
27
Ibid, hlm. 267.
28
Ibid, hlm. 268.
13
perampasan kebebasan (hukuman penjara), perampasan harta benda
(penyitaan), dan kehormatan bahkan jiwa seseorang (hukuman mati).
Dalam membicarakan tentang tujuan hukum pidana, hal ini tidak terlepas
dari tujuan hukum umumnya, yaitu menjamin agar didalam masyarakat
tercipta kedamaian keadilan bagi seluruh orang. Dengan demikian maka
tujuan hukum yaitu mengatur sedemikian rupa, sehingga hak dan kepentingan
masyarakat itu terjamin disamping terciptanya kedamaian dan keadilan.29
Adanya hukum pidana ialah sebagai aturan hukum untuk melindungi
segala hak dan kepentingan para anggota masyarakat dan negara yang ada dan
yang telah dilindungi oleh undang-undang. Hukum pidana adalah hukum
sanksi, sifat hukum pidana bukan norma-norma melainkan hukumnya.30
Tujuan adanya sanksi hukum pada hakikatnya adalah untuk: pertama,
untuk menakut-nakuti. Hukuman ini sebaiknya diberikan sedemikian rupa,
sehingga orang menjadi takut atau jera untuk melakukan kejahatan atau
pelanggaran hukum.31
Kedua, untuk memperbaiki. Sanksi hukuman yang dijatuhkan harus
mengandung unsur-unsur yang dapat menginsyafkan diri seseorang agar
dengan sanksi tersebut dia tidak akan mengulangi kesalahannya lagi.32
Ketiga, untuk melindungi masyarakat. Tujuan dari dijatuhkannya sanksi
kepada mereka yang berbuat kesalahan adalah agar masyarakat atau negara
tidak dirugikan oleh perbuatan-perbuatan jahat dengan diasingkannya pelaku
untuk sementara waktu atau seterusnya (dihukum penjara beberapa tahun atau
seumur hidup). Dengan begitu masyarakat akan terlindungi karena mereka
tidak berada ditengah-tengah masyarakat.33
Suatu perbuatan dianggap salah jika seseorang yang bersangkutan telah
melanggar salah satu norma, sedangkan seseorang dianggap melakukan
kejahatan apabila melanggar norma hukum atau norma yang telah ditetapkan
sebagai undang-undang oleh pemerintah. Dalam hukum pidana kita mengenal
perbuatan-perbuatan jahat yang dipandang dari segi penilaiannya, yaitu:
29
Rien G. kartasapoetra, “Pengantar Ilmu Hukum Lengkap” (Jakarta: Bina Aksara, 1988), 49
30
Ibid, 49
31
Ibid, 54
32
Ibid, 54
33
Ibid, 54
14
a. Perbuatan yang dipidana berat
Kejahatan yaitu pelanggaran terhadap undang-undang yang dinilai sebagai
perbuatan kejahatan oleh negara, besar kecilnya kejahatan tersebut harus
diberikan sanksi dengan hukuman yang memadai, pada umumnya sanksi ini dapat
berupa hukuman penjara atas diri mereka yang nyata berbuat kejahatan tersebut.
15
2. Hilangnya suatu keadaan hukum yang diikuti dengan terciptanya
hukum yang baru.
Sanksi tersebut diberikan kepada tersangka berdasarkan putusan hakim.
Putusan hakim adalah suatu pernyataan oleh hakim yang berlaku sebagai pejabat
negara yang diberi wewenang untuk memutuskan suatu perkara dipersidangan dan
bertujuan untuk mengakhiri persengketaan antar pihak.36 Dalam hukum perdata
putusan yang dijatuhkan oleh hakim bisa berupa:
36
Ibid, 250
37
Ibid, 251
16
DAFTAR PUSTAKA
17