Anda di halaman 1dari 2

PEMUDA PEMBERANI YANG ADABTIF

Oleh : Rofiq Abidin

ِ ‫ض َوِإنَّهُ لَ ِمنَ ْال ُمس‬


َ‫ْر ِفين‬ ٍ ‫ف ِم ْن فِرْ عَوْ نَ َو َملَِئ ِه ْم َأ ْن يَ ْفتِنَهُ ْم َوِإنَّ فِرْ عَوْ نَ لَ َع‬
ِ ْ‫ال فِي األر‬ ٍ ْ‫فَ َما آ َمنَ لِ ُمو َسى ِإال ُذرِّ يَّةٌ ِم ْن قَوْ ِم ِه َعلَى خَ و‬

Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda-pemuda dari kaumnya (Musa) dalam
keadaan takut bahwa Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Firaun itu
berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui
batas. (QS. Yunus : 83).

Perubahan suatu bangsa, tak lepas dari peran pemuda. Mengingat, kekuatan pemuda tidak hanya bertumpu
pada semangat, namun ketajaman berfikir, analisa masalah hingga ketangkasan menyelesaikan masalah yang
terus dinamis. Begitupun dalam sejarah kenabian, pemuda menjadi pilar perubahan yang menerobos
paganisme kejahiliahan dan kemusrikan yang telah mengakar secara budaya dan realisme. Tengok saja Nabi
Ibrahim alaihissalam yang menjadi identitas ketauhidan memberikan pengertian hujjah yang logis kepada
Fir’aun dan pengikutnya tentang ketuhanan. Uniknya, Nabi Ibrahim yang pemberani itu memahami dan
memperjuangkan ketauhidan pada usia muda. Para pemuda pada zaman nabi Musa juga yang banyak
menerima pemikiran monoteisme, bahkan pada zaman nabi Muhammad SAW yang paling banyak menerima
dan mendukung dakwahnya. Jika menyingkap 10 sahabat yang dijamin masuk surga, maka usia mereka semua
dibawah usia nabi. Sebut saja Abu Bakar As Shidiq, Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan usianya kisaran
30-40. Yang usia 20-30 tahun ada dua, yakni Umar bin Khatab dan Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Dan ada lima
orang yang usianya dibawah 20 tahun, yakni ; Ali bin Abi Thalib, Saad bin Abi Waqhas, Zubair bin Awam,
Thalhah bin Ubaidillah dan Said bin Zaid. Sepuluh sahabat yang merupakan Assabiqunal Awwalun yang
menjadi rule model sahabat yang cukup lengkap dengan barbagai keilmuan, adab dan skill, hingga adabtif
dengan zaman setelah nabinya wafat.

Pemuda yang menjadi pengikut Nabi Musa merupakan pemuda yang pemberani, mereka lebih mengutamakan
ketauhidan dari pada keselamatan. Padahal ancaman rajanya, Fir’aun di depan mata, namun mereka lebih
memilih nabinya karena iman yang kokoh. Tak ada rasa takut karena memang begitulah mukmin tidak takut
kepada selain Alloh.

Dengan demikian, mukmin zaman sekarang harus memiliki keberanian bertindak atas nama iman, keyakinan
yang kuat akan ketauhidan.

BERANI DAN ADABTIF

Zaman dengan perubahan yang serba cepat, maka dibutuhkan sikap yang berani dan anti mainstrem, namun
semua harus tetap berporos kepada iman. Karena dengan landasan iman, semua amal akan menjadi sangat
kuat, ada spririt Ilahiyah. Maksudnya, spirit yang mengedepankan keterlibatan Tuhan, sehingga berdampak
secara amazing. Sebab spirit ilahiyah, memberikan dampak besar baik saat berproses, maupun outcame-nya.
Baiklah kita coba menyelami pemuda pemberani dan pemuda adabtif.

Pemuda pemberani dan adabtif yang ada di zaman Nabi Musa saat itu salah satunya ialah Yusya’ bin Nun. Ia
membersamai Nabi Musa dengan sangat setia, bisa kita tengok informasi Al Qur’an berikut ini :

ِ ‫ال ُمو َسى لِفَتَاهُ ال َأب َْر ُح َحتَّى َأ ْبلُ َغ َمجْ َم َع ْالبَحْ َري ِْن َأوْ َأ ْم‬
‫ض َي ُحقُبًا‬ َ َ‫َوِإ ْذ ق‬

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya (pemuda yang membersamai): "Aku tidak akan berhenti
(berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".
(QS Al Kahfi : 60).
Gemblengan Nabi Musa kepada muridnya begitu kuat, kokoh dan konsisten terhadap target dan impian yang
diinginkan. Komitmen atas pencapaiannya hingga digambarkan dalam Al Qur’an sampai batas dua lautan, atau
berjalan selama bertahun-tahun. Dengan demikian Yusya’ bin Nun begitu kokoh. Terbukti pada masa Yusya’
bin Nun baitul maqdis bisa kembali kepada ummat nabi Musa, yang sebelumnya dikuasai oleh orang-orang
yang perkasa yang susah ditakhlukkan pada masa gurunya, yakni Nabi Musa. Namun, berkat sikap adabtif
seorang pemuda dalam memimpin, maka pasukan yang militan itu mau diajak menakhlukkan baitul maqdis.
Cara yang digunakan oleh pemuda Yusya’ bin Nun memang tak biasa atau anti mainstream, ia memilih pemuda
dan pasukan pemberani yang tak memikirkan dunia. Berkat gemblengan gurunya yang kuat dan kokoh
menggapai impian di atas keimanan.

Maka, perjalanan guru dan murid dalam satu nahkoda perjuangan haruslah memberikan impact full secara
karakter dan budaya. Dengan demikian pemuda akan berani menempuh perjalanan sesulit apapun, karena
pondasi awalnya ialah iman. Iman itulah yang menjadikan seseorang tak ada rasa takut, kecuali kepada Alloh
saja. Itulah jika pemuda pemberani yang adabtif hadir memberikan warna kebaikan.

Dengan demikian, wahai pemuda beranilah berinovasi dan adabtiflah jangan tergantung pada cara-cara lama
yang bisa jadi cenderung tak relevan lagi dalam pengejawentahan dimasa kini dan masa depan. Jangan pernah
ada ketakutan dalam melangkah, selama tetap di atas jalan kebenaran dan berlandaskan keimanan.

Anda mungkin juga menyukai