Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Api-Api Jambu (Avicennia marina)

2.1.1. Definisi

Avicennia marina adalah salah satu jenis mangrove yang

masuk dalam kategori mangrove mayor sehingga Avicennia

marina hampir selalu bisa ditemukan pada ekosistem mangrove

diseluruh hutan mangrove di Indonesia (Halidah, 2014).

Avicennia marina banyak ditemukan di hilir hingga pertengahan

air payau di sebagian besar kawasan pasang surut yang

berlumpur hingga hampir mendekati pantai (Bengen, 2000 dalam

Handayani, 2013).

2.1.2. Klasifikasi

Mangrove yang didalamnya terdapat spesies Avicennia

marina mempunyai banyak manfaat yang dapat digunakan oleh

manusia mulai dari manfaat ekologi sampai digunakan sebagai

sumber makanan maupun obat. Akan tetapi, mangrove yang kaya

manfaat ini belum banyak diketahui orang dan belum banyak

digunakan. Tumbuhan mangrove sendiri yang berada di

Indonesia merupakan tumbuhan yang paling banyak di dunia dari

segi area yaitu ± 42,550 km2 dan ditemukan dengan species

5
6

terbanyak sekitar ± 45 spesies. Spesies mangrove yang paling

sering dijumpai di Indonesia adalah Acanthus ilicifolius,

Avicennia alba, Avicennia marina, Avicennia offinalis, Bruguiera

sp., Cerbera manghas, Ceriops sp., Nypa fructicans, Rhizophora

sp., Sonneratia alba dan masih banyak lagi jenis lainnya

(Mawaddah, 2012).

Taksonomi

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Family : Acanthaceae

Genus : Avicennia

Spesies : Avicennia marina

2.1.3. Morfologi tumbuhan

Avicennia marina atau yang biasa dikenal juga dengan

nama api-api memiliki beberapa nama daerah seperti kayu

kendeka, kayu ting (Manado), kibalanak (Sunda), api-api brayu,

api-api kacang, bogem (Jatim), peape (Madura). Di Indonesia,

api-api memiliki sejumlah nama, di antaranya mangi-mangi, sia-

sia, boak, koak, merana pejapi, papi, atau nyapi (Halidah, 2014).

Pohon api-api mempunyai beberapa ciri yang dapat

dikenali dengan mudah, yaitu pohon api-api mempunyai akar


7

napas dengan ciri akar percabangan yang tumbuh secara vertikal

dari akar horizontal yang terpendam dalam tanah yang berbentuk

pensil. Reproduksi pohon api-api bersifat kryptovivipary yang

berarti bijinya tumbuh keluar dari kulit biji saat masih tergantung

pada tanaman induk, tetapi biji tersebut tidak sampai menembus

buah sampai biji jatuh ke tanah. Buahnya berbentuk seperti

mangga dengan ujung buah tumpul dan panjang kira-kira 1 cm.

Daun pohon api-api berbentuk elips dengan ujung tumpul dan

panjang daun sekitar 7 cm dengan lebar 3-4 cm yang mempunyai

ciri daun tunggal bertangkai, berhadapan, bertepi rata dengan

ujung runcing. Helai daun seperti kulit dengan warna hijau

mengkilap pada bagian atas dan bagian bawah berwarna abu-abu

atau putih. Pertulangan daun pada umumnya tidak terlalu jelas

dengan kuncup yang terletak pada lekuk pasangan tangkai daun

paling atas. Pohon api-api mempunyai tinggi sekitar 12 m hingga

20 m. Bunganya mempunyai tipe majemuk dimana dalam satu

tangkai terdapat 8 hingga 14 bunga.


8

Gambar 2.1. Daun Api-api Jambu (Avicennia marina)

Sumber: Halidah, 2014

2.1.4. Habitat

Avicennia marina tersebar luas di seluruh dunia.

Tumbuhan ini tersebar di China, Taiwan, Hongkong, Jepang,

Malaysia, Filipina, Pakistan, Brunei Darussalam, Thailand,

Vietnam, hingga Australia. Di Indonesia sendiri Avicennia

marina hampir terdapat di seluruh pulau di Indonesia.

Pohon Avicennia marina umumnya tumbuh pada tanah

berlumpur, pada daerah tepi sungai atau pada daerah kering

hingga pohon Avicennia marina nyaris dapat ditemukan di

seluruh daerah di Pulau Jawa (Halidah, 2014).

2.1.5. Manfaat

Beberapa manfaat yang ditemukan berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan terhadap daun api-api meliputi (Halidah,

2014) :
9

1. Daun api-api di sekitar Laut Merah, India, dan Australia

digunakan sebagai pakan ternak (Duke, 1983 dalam Halidah,

2014). Di Indonesia terutama di daerah sekitar pantai daun

api-api digunakan pula sebagai pakan ternak kambing. Daun

api-api digunakan sebagai pakan karena telah dilakukan

analisis dan ditemukan bahwa daun api-api mempunyai

kandungan vitamin B, vitamin C, karbohidrat, dan

mempunyai kandungan mineral yang tinggi. Kandungan

mineral yang terdapat pada daun api-api adalah kalsium,

kalium, dan natrium (Kusmana, 2009).

2. Daun api-api juga dapat dijadikan sebagai bahan pengawet

makanan yang alami dengan cara dilakukan penyulingan

terhadap daun api-api (Duke, 1983).

3. Daun api-api digunakan sebagai obat untuk kulit terbakar

oleh masyarakat yang hidup di sekitar pantai. Selain itu, daun

api-api pada penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti pada

tahun 2009 menyebutkan bahwa pemberian ekstrak daun api-

api dapat menyebabkan penurunan berat dan panjang badan

janin mencit yang berakibat terhambatnya pertumbuhan janin

mencit. Sedangkan pada penelitian Kusmana pada tahun

2009 juga menyebutkan bahwa daun api-api tidak memiliki

senyawa yang bersifat tokolitik atau bertindak sebagai agen

kontrasepsi tetapi lebih bersifat antimikroba dan antibiotik.


10

2.1.6. Kandungan kimia

Pemanfaatan tumbuhan mangrove oleh masyarakat

Indonesia yang digunakan secara tradisional telah berlangsung

lama, karena tumbuhan mangrove mengandung senyawa seperti

alkaloid, flavonoid, fenol, terpenoid, tannin, dan saponin.

Senyawa tersebut dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan

modern (Oktavianus, 2013).

1. Alkaloid

Senyawa ini merupakan senyawa yang paling banyak

ditemukan di alam yang bersifat basa (Handayani, 2013).

Senyawa alkaloid yang terdapat pada tanaman mangrove

sebagian besar bersifat neurotoxin atau racun alami yang

tidak membahayakan manusia (Bayu, 2009). Menurut

Harborne (1984) dalam Handayani (2013) alkaloid umumnya

tidak mempunyai warna, mempunyai sifat optis aktif,

bentuknya kristal, tetapi terkadang ditemukan dalam bentuk

cairan pada suhu ruangan dan terasa pahit di lidah ketika

tertelan. Alkaloid berfungsi untuk mengganggu permeabilitas

membrane sel terutama peptidoglikan sehingga transport

nutrient yang diperlukan oleh sel terganggu (Safii, 2015).

Peptidoglikan merupakan komponen utama dinding sel

bakteri yang bersifat kaku dan bertanggungjawab untuk


11

menjaga integritas sel serta menentukan bentuknya (Safii,

2015).

2. Flavonoid

Senyawa golongan flavonoid maupun turunan flavonol

yang terdapat pada tanaman mangrove dapat digunakan

sebagai antioksidan dengan cara menghambat peroksidasi

dari lipid dan dapat menginaktifasi oksigen triplet (Bayu,

2009). Senyawa flavonoid dalam tumbuhan terikat pada gula

sebagai glikosida dan aglikon (Handayani, 2013). Menurut

Markham (1988) dalam Handayani (2013), falvonoid yang

bersifat polar disebabkan karena terdapat sejumlah hidroksil

yang tidak terikat bebas dalam kandungannya. Fungsi

flavonoid dapat digunakan sebagai antioksidan, antimikroba,

sebagai fotoreseptor dan dapat digunakan sebagai skrining

cahaya. Flavonoid mempunyai kemampuan sebagai

penghambat peroksidasi lipid, penghambat kerja enzim, dan

dapat merusak permeabilitas dinding sel (Harborne, 1987).

3. Terpenoid

Terpenoid atau yang dikenal juga dengan Triterpenoid

merupakan senyawa utama penyusun nonsaponifiable lipid

dan dapat ditemukan hampir pada semua jenis tanaman

mangrove. Senyawa triterpenoid sendiri mengandung lupane,

oleanane, dan ursane yang mempunyai kemampuan untuk


12

merusak membrane sel (Bayu, 2009). Terpenoid umumnya

ketika tertelan akan menimbulkan rasa pahit di lidah, tidak

berwarna, berbentuk Kristal, mempunyai titik lebur yang

tinggi dan komponen yang sukar dikarakterisasi (Handayani,

2013).

4. Fenol

Senyawa fenolik merupakan senyawa yang memiliki

cincin aromatik yang membawa satu atau lebih gugus

hidroksil dan memiliki struktur yang bervariasi. Dalam

keadaan murni, senyawa fenolik merupakan zat padat yang

tidak berwarna, tetapi bila senyawa ini teroksidasi, akan

berubah menjadi berwarna gelap. Dengan struktur senyawa

fenolik yang khas, yaitu memiliki satu atau lebih gugus

hidroksil yang terikat pada cincin aromatik benzen,

senyawa ini memiliki sifat yang khas yaitu dapat

teroksidasi. Kemampuan dalam membentuk radikal fenoksi

yang stabil dalam proses oksidasi menyebabkan senyawa

ini banyak digunakan sebagai antioksidan (Harborne,

1984).

5. Saponin

Saponin yang mempunyai sifat seperti sabun dan

mempunyai kemampuan dalam proses pembentukan busa dan

dapat digunakan untuk menghemolisis darah (Silaban, 2009


13

dalam Handayani, 2013). Senyawa golongan saponin

mempunyai karakteristik biologis yang luas antara lain

antimikroba, antiradang, antibiotik, obat hemolitik,

hipoglikemi, dan sebagai sitotoksik (Bayu, 2009).

6. Tannin

Tanin banyak terdapat dalam tumbuhan berpembuluh,

khususnya dalam jaringan kayu. Senyawa ini membentuk

koloid bila dilarutkan ke air dan mengendapkan protein dari

larutannya. Secara kimia, tanin dibagi menjadi dua jenis

utama yaitu tanin terkondensasi dan tanin yang

terhidrolisiskan. Tanin terkondensasi ini banyak tersebar

pada tumbuhan paku-pakuan dan gimnospermae,

angiospermae, dan tumbuhan berkayu sedangkan tanin

terhidrolisiskan hanya terdapat pada tumbuhan berkeping

dua (Harborne, 1987).

2.2. Streptococcus pyogenes

2.2.1. Definisi

Streptococcus sp. adalah salah satu patogen yang paling

sering menginfeksi manusia, karena tidak ada organ atau jaringan

dalam tubuh manusia yang betul-betul kebal terhadap infeksi

Streptococcus (Adi, 2010).


14

Streptococcus pyogenes merupakan bakteri yang bersifat

anaerob fakultatif, hanya beberapa jenis yang bersifat anaerob

obligat. Pada perbenihan biasa pertumbuhan kurang subur jika

tidak ditambahkan darah atau serum, tumbuh baik pada pH 7,4 –

7,5. Suhu optimum pada 37OC, pertumbuhannya cepat berkurang

pada suhu 40OC dan biasanya pada pewarnaan akan tampak

sebagai kokus gram-positif yang memanjang (Erywiyanto, 2012).

2.2.2. Klasifikasi

Kingdom : Bacteria

Divisio : Firmicutes

Class : Bacilli

Order : Lactobacillales

Family : Streptococcacceae

Genus : Streptococcus

Species : Streptococcus pyogenes

Gambar 2.2. Bakteri Streptococcus pyogenes

(Sumber: Brook, 2010 dalam Rahman, 2013)


15

2.2.3. Morfologi

Streptococcus sp. adalah bakteri gram positif yang

berbentuk rantai dimana bakteri ini terdiri dari dua atau lebih sel

individu. Sel-selnya berbentuk bola atau bulat telur dengan

diameter antara 0,5 – 1,0 µm. Bakteri ini bersifat anaerob

fakultatif dan bersifat patogen jika ditaman pada media cair atau

padat yang sesuai sehingga mempunyai rantai yang terdiri dari 8

buah kokus atau lebih (Ganitafuri, 2010). Bakteri ini

digolongkan dalam bakteri hemolitik β, dimana dapat

membentuk zona terang bila ditumbuhkan dalam media agar

darah (Kusuma, 2010).

2.2.4. Struktur

Streptococcus pyogenes yang termasuk dalam

Streptococcus β hemolyticus memiliki struktur yang lebih

kompleks dibandingkan dengan Pneumococcus. Struktur yang

dimiliki antara lain karbohidrat C, protein M, substansi T, dan

nukleoprotein (Adi, 2010).

Karbohidrat C terdapat dalam dinding sel yang tersusun

atas polimer bercabang dari L-rhamnose dan N-acetyl-D-

glucosamine yang memiliki peranan dalam peningkatan

kapasitas invasif (Syahrurachman, 2010).


16

Protein M berhubungan dengan virulensi kuman

Streptococcus pyogenes yang bekerja dengan cara menghambat

fagositosis.

Substansi T merupakan struktur yang tidak

berhubungan dengan virulensi kuman. Struktur ini rusak pada

saat dilakukan pemanasan.

Nukleoprotein dihasilkan dari campuran yang terdiri

dari protein dan substansi P yang merupakan bagian dari badan

sel kuman.

Adanya koloni bakteri Streptococcus pyogenes di epitel

faring dapat terjadi jika sebelumnya terjadi kerusakan epitel.

Penempelan Streptococcus pyogenes diperantarai oleh protein

M yang dapat menahan fagositosis saat antibody spesifik tidak

ada. Protein M dapat memicu respon tubuh melalui produksi

IL-6 yang dapat mengakibatkan inflamasi. Dari proses ini maka

Protein M yang membantu penempelan pada permukaan epitel

(Rahman, 2013).
17

Gambar 2.3. Struktur bakteri Streptococcus pyogenes

(Sumber: Pardede, 2009)

2.2.5. Metode uji antibakteri

a) Metode Disc Diffusion (Test Kirby and Bauer)

Metode ini digunakan untuk menentukan aktivitas

daripada antimikroba. Blank disc yang telah berisi agen

antimikroba diletakkan pada media Agar yang sebelumnya

telah ditanami bakteri Streptococcus pyogenes. Ada

tidaknya hambatan dilihat pada zona disekitarnya. Area

jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan

mikroorganisme oleh agen mikroba.

Keuntungan menggunakan metode difusi adalah:

1. Dapat digunakan untuk screening test dalam jumlah

banyak

2. Mudah untuk memodifikasi atau mengubah disk

yang digunakan untuk uji bakteri


18

3. Dapat mengidentifikasi isolate pada pemeriksaan

dengan metode lain

b) Broth methods

Broth methods merupakan metode dimana suspense bakteri

dengan konsentrasi optimal di uji dengan berbagai macam

konsentrasi dari agen antimikroba pada media liquid.

Metode broth bias dilakukan pada tabung dengan volume 2

ml atau dengan tabung yang memiliki volume lebih kecil

(Rahman, 2013).

c) Metode Dilusi

Metode ini digunakan untuk mengukur MIC (minimum

inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambat

minimum) dan MBC ( minimum bakterial concentration)

atau KBM (kadar bunuh minimum). Caranya dengan

membuat seri pengenceran antimikroba pada medium cair

yang ditambahkan dengan mikroba. Larutan uji agen

antimikroba pada kadar terkecil terlihat jernih tanpa adanya

pertumbuhan mikroba ditetapkan sebagai KHM.

Selanjutnya larutan tersebut dikultur ulang pada media cair

tanpa adanya penambahan mikroba uji atau agen

antimikroba, kemudian diinkubasi selama 18-24 jam.

Media cair yang terlihat jernih setelah masa inkubasi

ditetapkan sebagai KBM. (Ahmad, 2010).


19

2.2.6. Patogenesis

Penyakit tersering yang disebabkan oleh bakteri

Streptococcus pyogenes atau bakteri Streptococcus β

hemolyticus grup A sebagai akibat adanya infeksi lokal

adalah terjadinya infeksi pada saluran pernapasan dan

biasanya menyeabkan terjadinya faringitis akut pada anak-

anak yang berusia 5-15 tahun (Ganitafuri, 2010).

Faringitis merupakan penyakit dengan peradangan

pada dinding faring yang disebabkan oleh Streptococcus

pyogenes. Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan

menyebabkan inflamasi (keradangan) lokal. Infeksi group A

streptococcus β hemolitik dapat menyebabkan kerusakan

jaringan yang hebat, karena bakteri ini zat berbahaya

(toksin)ekstraseluler. Pada umumnya bakteri ini menyerang

anak usia sekolah (terutama usia 4-7 tahun), dan orang

dewasa. Penularan penyakit ini bisa melalui sekret hidung

dan ludah (droplet infection) (Soepardi, 2012).

Faringitis merupakan penyakit umum menyerang

dewasa dan anak. Berdasarkan National Ambulatory Medical

Care Survey dan National Hospital Ambulatory Medical

Care Survey telah mendokumentasikan antara 6,2 – 9,7 juta

kunjungan anak-anak dengan kasus faringitis ke klinik dan


20

departemen gawat darurat setiap tahun, dan lebih dari 5 juta

kunjungan oran dewasa pertahun (Fan, 2013).

Frekuensi faringitis lebih sering terjadi pada anak

dengan usia 5-15 tahun dibandingkan anak usia dibawah 3

tahun. Kira-kira sekitar 15-30% kasus pada anak usia sekolah

dan 10% kasus terjadi pada dewasa (Fan, 2013).

Faringitis dapat disebabkan infeksi maupun non

infeksi. Banyak mikroorganisme yang dapat menyebabkan

faringitis, antaranya virus (40-60%) dan yang paling sering

adalah bakteri (5-40%) (Rusmarjono, 2007).

Ada beberapa bakteri yang menjadi penyebab

faringitis akut seperti Neisseria Gonorrhoeae,

Corynebacterium diptheria, Arcanobacterium haemolyticum.

Namun, kebanyakan faringitis akut disebabkan bakteri yang

termasuk Group A Beta Hemolytic Streptococcus (GABHS)

yang merupakan penyebab faringitis akut pada 5-15% dewasa

dan 20-30% pada anak-anak dengan usia 5-15 tahun

(Rusmarjono, 2007; Ferri, 2012).

Faktor lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang

dingin, turunnya sistem imun tubuh yang disebabkan oleh

infeksi virus, konsumsi makanan yang kurang bergizi,

konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok, dan seseorang


21

yang tinggal dilingkungan yang terdapat penderita yang sakit

tenggorokan atau demam (Gore, 2013).

Perjalanan penyakit bergantung pada perjalanan

infeksi sekunder dan virulensi kumannya serta daya tahan

tubuh penderita, akan tetapi biasanya faringitis sembuh dalam

3-5 hari (Arvin, 2000).

2.2.7. Antibiotika

Ceftriaxone merupakan antibiotika yang sensitif

terhadap bakteri Streptococcus pyogenes (Ganitafuri, 2010).

Antibiotik ini bekerja dengan cara menghambat sintesis

mukopeptida yang diperlukan untuk pembentukan dinding sel

bakteri, yaitu menghambat reaksi transpeptidase tahap ketiga

dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Ceftriaxone

merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat bakterisidal

(membunuh bakteri). Efek bakterisidal ceftriaxone dihasilkan

akibat penghambatan sintesis dinding bakteri. Ceftriaxone

mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap beta-laktamase,

baik terhadap penisilin maupun sefalosporinase yang

dihasilkan oleh bakteri gram-negatif dan gram-positif.

Ceftriaxone mengikuti farmakokinetika non linier

(bergantung dosis), terikat protein plasma 85 hingga 95%.

Absorbsi ceftriaxone di saluran cerna buruk, karena itu

diberikan secara parentral. Ceftriaxone secara luas


22

didistribusikan dalam jaringan tubuh dan cairan. Umumnya

mencapai konsentrasi terapeutik dalam cairan serebro spinal.

Melintasi plasenta dan konsentrasi rendah telah terdeteksi

dalam ASI konsentrasi tinggi dicapai dalam empedu (Saroh,

2016). Berdasarkan penjelasan diatas maka ceftriaxone

digunakan sebagai kontrol positif dalam penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai