Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu peningkatan abnormal tekanan
dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari satu periode. Hal ini terjadi jika
arteriole-arteriole konstriksi. Konstriksi arteriole membuat darah sulit mengalir dan
meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan
arteri yang bila berlanjut dapat menyebabkan kerusakan jantung dan pembuluh darah
(Udjianti,2011).

2.1.2.Klasifikasi Hipertensi
Menurut Udjianti (2011) Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan
yaitu :
1. Hipertensi Primer/ Esensial Hipertensi primer yaitu hipertensi yang belum diketahui
penyebabnya dengan jelas (Ideopatik). Beberapa faktor penyebab diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi primer seperti berikut:
a. Genetik: beresiko tinggi terkena hipertensi, padaindividu yang mempunyai riwayat
keluarga dengan hipertensi.
b. Jenis kelamin dan usia: laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca menopause
beresiko tinggi terkena hipertensi.
c. Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan dengan
berkembangnya hipertensi.
d. Berat badan: obesitas (>25% diatas berat badan ideal) dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi.
e. Gaya hidup: merokok dan konsumsi alkohol meningkatkan tekanan darah, jika tidak
mengubah gaya hidup.
2. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan karena kerusakan
suatu organ. Yang termasuk hipertensi sekunder seperti: hipertensi jantung, hipertensi penyakit
hipertensi penyakit ginjal, hipertensi penyakit jantung dan ginjal, hipertensi diabetes melitus, dan
hipertensi sekunder lain yang tidak spesifik ginjal, hipertensi penyakit jantung dan ginjal,
hipertensi diabetes melitus, dan hipertensi sekunder lain yang tidak spesifik.

2.1.3. Etiologi Hipertensi


Menurut Nurhidayat 2015 berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua
golongan yaitu :
1. Hipertensi Primer (esensial) Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Faktor yang mempengaruhi adalah:
a.genetic, lingkungan,
b. hiperaktifitas syaraf simpatis system rennin.
c. Angiotensin dan peningkatan Na+Ca intraseluler.
d.Obesitas, merokok, alkohol, dan polisitemia merupakan faktor-faktor yang
meningkatkan resiko hipertensi.
2. Hipertensi Sekunder Disebabkan oleh: penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom
cusing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
a. Hipertensi yang tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisoalasi karena tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan
tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg. Penyebab hipertensi pada lansia karena
terjadinya perubahan pada:
1) Elastisitas pada dinding aorta menurun.
2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% satu tahun sesudah berusia 20
tahun, kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dalam volumenya.
4) Hilangnya elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena kekurangan efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5) Meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer.

2.1.4. Patofisiologi hipertensi


Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor bermula jaras saraf sympatis, yang
berlanjut ke bawah konda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis
di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang
bergerak ke bawah melewati sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada keadaan ini, neuron
pada masing-masing ganglia melepaskan asetikolin yang akan merangsang serabut saraf pusat
ganglia ke pembuluh darah, dimana dilepaskannya norepinefrin menyebabkan konstriksi
pembuluh darah.
Berbagi faktor kecamasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriktor. Seseorang dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak di ketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat
bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang
emosi, Kelenjar adrenal juga terangsang sehingga menyebabkan bertambahnya aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin sehingga akhirnya mengakibatkan
vasokonstriksi korteks adrenal serta mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi tersebut juga menyebabkan
menurunnya aliran darah ke ginjal yang kemudian mengakibatkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I, kemudian di ubah menjadi angiotensin II, yaitu suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini mengakibatkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler.
Faktor-faktor tersebut dapat mencetuskan keadaan hipertensi untuk pertimbangan
gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung, mengakibatkan penurunan curah
jantung dan peningkatan tekanan vaskuler serebral. Peningkatan tekanan vaskuler serebral
tersebut yang menyebabkan arteri utama pembawa darah yang mengandung Oksigen menurun,
sehingga suplai darah keotak berkurang dan mengakibatkan nyeri pada bagian kepala
(Brunner&Suddarth,2002 dalam Nurhidayat, 2015).

2.1.5. Manifestasi Klinis Hipertensi


Menurut Rokhaeni (2001) dalam Nurhidayat (2015) manifestasi klinis pasien yang
menderita hipertensi yaitu:
1. Mengeluh nyeri kepala, pusing
2. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
3. Lemas, kekelahan
4. Sesak nafas
5. gelisah
6. Mual, muntah
Crowin (2000) dalam Aspiani (2014) menjelaskan bahwa sebagian besar gejala klinis
muncul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa:
1. Nyeri kepala, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
2. Penglihatan menjadi kabur karena kerusakan retina karena hipertensi
3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
4. Nokturia terjadi karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
5. Edema dan pembengkakan karena peningkatan tekanan kapiler.

2.1.6. Faktor-faktor yang Mengakibatkan Hipertensi


Sampai sekarang penyebab hipertensi secara pasti belum diketahui dengan jelas. Secara
umum, faktor resiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain :
1. Faktor resiko terjadinya hipertensi yang tidak dapat dirubah menurut Nurhidayat
(2015) sebagai berikut:
a. Keturunan Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena hipertensi
jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
b. Jenis Kelamin Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan
darah. Beberapa fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin
angiotensin. Secara umum tekanan darah pada laki-laki lebih tinggi dari pada
perempuan. Pada perempuan resiko hipertensi meningkat setelah masa menopause
yang menunjukkan adanya pengaruh hormon.
c. Umur Semakin tua umur seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini di
sebabkan oleh elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun karena
bertambahnya umur.
d. Ras atau suku bangsa Orang berkulit hitam memiliki resiko lebih besar menderita
hipertensi primer ketika predisposisi kadar renin plasma yang rendah mengurangi
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan kadar natrium yang berlebih.

2. Faktor resiko terjadinya hipertensi yang dapat diubah menurut Black & Hawks (2014)
sebagai berikut :
a. Diabetes Mellitus Hipertensi terbukti terjadi dua kali lipat pada seseorang yang
menderita diabetes mellitus karena diabetes mellitus mempercepat aterosklerosis dan
menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah.
b. Stress Stress dapat meningkatkan resistensi vaskuler perifer, curah jantung serta
menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Stress merupakan permasalahan persepsi,
interpretasi orang terhadap kejadian yang menciptakan banyak stressor dan respon
stress.
c. Obesitas Obesitas terutama pada tubuh bagian atas, meningkatnya jumlah lemak
disekitar diafragma, pinggung, dan perut, dihubungkan dengan perkembangan
hipertensi. Kombinasi obesitas dengan faktor lain dapat ditandai dengan sindrom
metabolis, yang dapat meningkatkan resiko hipertensi.
d. Nutrisi Kelebihan dalam mengonsumsi garam menjadi faktor terjadinya hipertensi
pada seseorang. Diit tinggi garam mengakibatkan pelepasan hormon natriuretik yang
berlebihan, yang secara tidak langsung meningkatkan tekanan darah. Muatan natrium
juga dapat menstimulasi mekanisme vaseoresor didalam system saraf pusat. Asupan
diit rendah kalsium, kalium, dan magnesium dapat berkontribusi dalam pengembangan
hipertensi.
e. Penyalahgunaan obat Merokok, mengonsumsi alkohol, dan penggunaan obat terlarang
menjadi faktor resiko hipertensi. Pada dosis tertentu nikotin didalam kandungan rokok
serta obat seperti kokain dapat menyebabkan hipertensi secara lansung.

2.1.7. Komplikasi Hipertensi


Hipertensi yang tidak di tanggulangi lama-kelamaan akan menyebabkan rusaknya arteri
didalam tubuh dan rusaknya organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut.
Wijaya&Putri (2014) menyimpulkan komplikasi hipertensi terjadi pada organ-organ tubuh,
diantanya :
1. Jantung : Hipertensi dapat menyebabkan timbulnya gagal jantung dan penyakit
koroner. Individu yang menderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot
jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya yang disebut dekompensasi.
Sehingga mengakibatkan jantung tidak lagi mampu memompa sehingga banyaknya
cairan yang tertahan di paru dan jaringan tubuh yang menyebabkan sesak napas atau
odema. Keadaan ini disebut gagal jantung.
2. Otak : Komplikasi hipertensi pada bagian otak dapat mengakibatkan resiko stroke,
apabila tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
3. Ginjal : Hipertensi dapat menyebabkan rusaknya ginjal, sehingga menyebabkan
kerusakan system penyaringan didalam ginjal karena lambat laun ginjal tidak mampu
membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh yang masuk melalui aliran darah
dan terjadi penumpukan dalam tubuh.
4. Mata ; Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat
menyebabkan kebutaan.

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang


Menurut Udjianti (2011) pemeriksaan penunjang untuk pasien hipertensi yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hb/Ht: untuk mengetahui hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan dan dapat
mengidentifikasi faktor resiko seperti hipokoagulabilita, anemia.
b. BUN/ kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c. Glukosa: hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa: untuk mengetahui protein dalam urine, darah dan glukosa.
e. Kadar Kolesterol atau trigliserida: peningkatan kadar kolesterol mengindikasikan
predisposisi pembentukan plaque atheromatus.
f. Kadar serum aldosteron: menilai adanya aldosteronisme primer.
g. Asam Urat: hiperuricemia merupakan implikasi faktor resiko hipertensi.
2. EKG: menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau
disritmia.
3. Elektrolit
a. Serum potasium atau kalium (hipokalemia mengidentifikasikan adanya efek
samping terapi diuretik).
b. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi.
4. Radiologi
a. Intra Venous Pyelografi (IVP): mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal
pharenchymal disease, urolithiasis, dan BPH.
b. Rontgen toraks: menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung, deposit kalsium
pada aorta, dan pembesaran jantung.
5. CT scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
6. Photo dada: menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung

2.1.9. Penatalaksanaan Keperawatan


1. Penatalaksanaan Non Farmakologi menurut Aspiani (2014):
a. Pengaturan diet Beberapa diet yang dianjurkan:
1) Rendah garam, diet rendah garam mampu menurunkan tekanan darah pada klien
hipertensi. Pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi system renin-
angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah masukan
sodium yang diajurkan adalah 50-100 mmol atau sama dengan 3-6 gram garam
perhari.
2) Diet tinggi patasium, dapat menurunkan tekanan darah akan tetapi mekanismenya
belum jelas. Pemberian Potasium secara intravena dapat mengakibatkan vasodilatasi,
yang dipercaya dimediasi oleh nitric oxide pada dinding vascular.
3) Diet kaya buah dan sayur. Mengkonsumsi buah, terutama buah belimbing karena buah
belimbing sangat bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah tinggi karena
kandungan serat, kalium, fosfor, dan vitamin C. Buah belimbing memiliki efek
diuretic yang dapat memperlancar air seni sehingga dapat menggurangi beban kerja
jantung (Chaturvedi, 2009 dalam Nathalia, 2017).
4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.
a. Penurunan Berat Badan Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah,
karena mengurangi beban kerja jantung dan volume sekuncup juga berkurang.
b. Olahraga Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepedah, bermanfaat
untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan jantung. Olahraga teratur
selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat dianjurkan untuk
menurunkan tekanan darah. Olahraga meningkatkan kadar HDR, yang dapat
mengurangi pembentukan arterosklerosis karena hipertensi.
c. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat Berhenti merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi
karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan
meningkatkan kerja jantung.

2.1.10 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan farmakologi adalah penatalaksanaan dengan menggunakan obat-obatan.
Menurut Brunner &Suddarth (2002) dalam Aspiani (2014) golongan obat-obatan yang dapat
digunakan sebagai antihipertensi antara lain:
a. Diuretik: Chlorthalidan, Hydromox, Lasix, Aldactone, Dyrenium Diuretic bekerja
melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dengan mendorong ginjal
meningkitkan ekskresi garam dan airnya.
b. Penyekat saluran kalsium dapat menurunkan kontraksi otot polos jantung atau arteri.
Sebagian penyekat saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium otot
jantung,sedangkan sebagian yang lain lebih spesifik untuk saluran kalsium otot polos
vascular. Dengan demikian, berbagai penyekat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-
beda dalam menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR.
c. Penghambat Enzim mengubah angiotensin II atau inhibitor ACE berfungsi
menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin
II. Kondisi ini menurunkan TPR, dan secara tidak langsung menurunkan sekresi aldosterone,
yang akhirnya meningkatkan pengeluaran natrium pada urin kemudian menurunkan volume
plasma dan curah jantung.
d. Antagonis (Penyekat) reseptor beta (β-blocker), terutama penyekat selektif, bekerja
pada reseptor beta di jantung sebagai penurun kecepatan denyut dan curah jantung.
e. Antagonis reseptor alfa (β-blocker) menghambat reseptor alfa di otot polos vascular
yang normalnya berespon terhadap rangsangan saraf simpatis dengan vasokonstriksi. Kondisi
ini akan menurunkan TPR.
f. Vasodilator arterior, langsung dapat digunakan untuk menurunkan TPR. Misalnya:
Natrium, Nitroprusida, Nikardipin, Hidralazin, Nitrogliserin, dll.

2.2 Konsep Askep Lansia


2.2.2 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses
pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien (Wahyuni, 2016).
1. Identitas Identitas Lansia (nama, alamat, jenis kelamin, umur, status, agama, suku, riwayat
pendidikan, riwayat pekerjaan, sumber pendapatan, tempat tinggal sekarang, lama tinggal)
Identitas klien yang biasa di kaji pada penyakit hipertensi adalah usia karena penyakit hipertensi
sering terjadi pada lansia dengan usia diatas 50 tahun.
2. Riwayat Kesehatan
a. Status kesehatan saat ini : keluhan terlazim yang dirasakan lansia dengan hipertensi yaitu nyeri
kepala bagian belakang, tengkuk terasa pegal, kaku dan sakit. Keluhan yang dirasakan dapat
hilang timbul dan timbul saat terjadi peningkatan tekanan darah (Udjianti,2011). Menurut
Mubarak (2008) jika lansia mengatakan nyeri, dapat dikaji dengan pengkajian PQRST
b. Masalah kesehatan kronis : lansia diajarkan dan diminta untuk mengisi format pengkajian
masalah kesehatan kronis untuk mengetahui riwayat kesehatan kronis pasien. Instrument yang
digunakan yaitu pengkajian masalah kesehatan kronis.
c. Riwayat kesehatan masa lalu : bertanya kepada pasien apakah pernah memiliki riwayat
penyakit hipertensi, jantung, DM, stroke, dan ginjal dan lain-lain. Perlu ditanyakan juga riwayat
jatuh/kecelakaan, riwayat dirawat di Rumah Sakit, Riwayat pemakaian obat pasien dengan
hipertensi biasanya mengonsumsi antihipertensi (Aspiani,2014).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : bertanya kepada pasien apakah ada didalam keluarga yang
mempunyai riwayat penyakit genetik/keturunan seperti hipertensi, jantung, DM, stroke, dan
ginjal. Perlu ditanyakan juga silsilah keluarga pasien (Aspiani, 2014).
3. Status Fisiologis
1. Pola Kesehatan Sehari-hari
a. Nutrisi Mengkaji jenis makanan dan minuman yang di konsumsi lansia, kebiasaan makan,
makanan yang tidak disukai dan disukai, pantangan makan dan keluhan saat makan. Makanan
yang dapat menyebabkan hipertensi mencakup makanan yang tinggi garam, lemak dan
kolesterol. Pola makan perlu diwaspadai, pembatasan asupan natrium (komponen utama garam)
sangat dianjurkan karena baik untuk kesehatan penderita hipertensi (Nurhidayat, 2015). Pasien
hipertensi dengan keluhan nyeri kepala kadang-kadang merasakan mual/ muntah saat makan,
penurunan berat badan dan riwayat pemakaiaan diuretik (Nurhidayat S, 2015).
b. Eliminasi Mengakaji frekuensi, konsistensi, kebiasaan dan keluhan pasien saat buang air besar
dan buang air kecil.
c. Istirahat/tidur Pasien hipertensi sering mengalami kesukaran untuk istirahat karena nyeri
kepala.
d. Aktivitas Sehari-hari Pasien dengan hipertensi mengalami kesukaran untuk beraktivitas karena
mudah lelah saat melakukan aktivitas dan nyeri kepala dapat menganggu aktivitas. Mengkaji
kemandirian dan keseimbangan lansia dalam beraktifitas dengan menggunakan instrumen format
index katz, indek barthel dan format keseimbangan lansia.
e. Personal Hygiene Adanya kesukaran untuk melakukan perawatan diri karena pasien dengan
hipertensi lebih sering mengalami nyeri kepala dan mudah lelah.
f. Reproduksi dan seksual Pasien lansia terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan hipertensi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital dan Status Gizi Keadaan umum: keadaan umum pasien hipertensi dengan
keluhan nyeri kepala umumnya lemah. Kesadaran: kesadaran klien Composmentis, Apatis
sampai Somnolen. TTV: suhu normal (36-37°C), nadi meningkat pada arteri korotis, jugularis,
dan pulsasi radialis (>80x/menit), tekanan darah meningkat (>140/90 mmHg) dan pernafasan
meningkat >20x/menit.
b. Sistem respirasi Inspeksi: bila melibatkan sistem pernafasan, umumnya ditemukan
kesimetrisan rongga dada, klien tidak sesak napas, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan.
Palpasi: fremitus antara kanan dan kiri seimbang. Perkusi: suara resonan pada seluruh lapang
paru. Auskultasi: suara napas hilang atau melemah pada sisi yang sakit biasanya didapatkan
suara ronki dan mengi.
c. Sistem Cardiovaskuler Denyut jantung cepat, tekanan darah meningkat, pengisian kapiler
kurang dari 1 detik, sering ditemukan keringat dingin dan pusing karena nyeri. Suara S1 dan S2
tunggal, kulit pucat, sianosis.
d. Sistem Neurosensori Gejala: keluhan nyeri kepala (terjadi saat bangun tidur dan menghilang
secara spontan setelah beberapa jam, terjadi gangguan penglihatan secara spontan setelah
beberapa jam, terjadi gangguan penglihatan). Tanda: status mental terjadi perubahan keterjagaan,
dan disorientasi.
e. Sistem Pencernaan Gejala: ketidakmampuan dalam mengkonsumsi makanan atau cairan yang
tidak adekuat karena mual, muntah, anorexsia, dan kesulitan untuk mengunyah makanan. Tanda:
penurunan berat badan, membrane mukosa tidak lembab.
f. Sistem Metabolisme-integumen Kulit pada pasien hipertensi mengalami keringat yang
berlebih, mukosa bibir dan turgor kulit terjadi penurunan karena nafsu makan yang turun, terjadi
edema di daerah tertentu.
g. Sistem Muskuloskeletal Terjadi kelemahan fisik, respon motorik terjadi penurunan
genggaman, biasanya terjadi perubahan gaya berjalan.
h. Sistem genitourinaria Produksi urine dalam batas normal serta tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan, kecuali sudah menderita penyakit hipertensi yang sudah komplikasi ke ginjal.
4. Status Kognitif
Pemeriksaan status kognitif dapat menunjukkan perilaku dan kemampuan mental dalam fungsi
intelektual. Pemeriksaan singkat terstandarisasi ditujukan untuk mendeteksi gangguan kognitif
sehingga fungsi intelektual dapat teruji melalui satu/ dua pertanyaan untuk masing-masing area.
Saat instrument skrining mendeteksi terjadinya gangguan, maka pemeriksaan lebih lanjut akan
dilakukan. Pengujian status mental saat klien masuk perawatan/panti lansia berfungsi
membangun dasar dan mengidentifikasi klien yang beresiko mengalami delirium. Pengkajian
yang dilakukan pada pasien lansia dengan hipertensi sebaiknya pasien yang tidak mengalami
dimensia, agar data yang diperoleh lengkap. Instrumen yang digunakan untuk pemeriksaan status
mental lansia yaitu Short Portable Mental Status 44 Questioner (SPMSQ), Mini Mental State
Exam (MMSE) (Kushariyadi, 2012).
5. Status Psikososial dan Spiritual
a. Psikologis Persepsi lansia terhadap proses menua yang sedang dihadapinya, apakah lansia
menerima atau menolak, kebanyakan lansia menolak terhadap proses menua yang mereka
hadapi. Harapan lansia terhadap proses menua yang mereka hadapi kebanyakan ingin
menghibiskan waktu dengan orang terdekat. Lansia dengan hipertensi kebanyakan mengalami
nyeri kepala yang menganggu aktivitas, nyeri yang tidak kunjung sembuh membuat lansia
mengalami depresi. Perawat harus mengkaji status depresi lansia dengan meminta lansia mengisi
format pengkajian tingkat depresi lansia. Instrument yang digunakan Inventaris Depresi Geriatrik
dan Inventaris Depresi Beck (Kushariyadi, 2012).
b. Sosial Hubungan lansia dengan orang terdekat disekitarnya yaitu petugas kesehatan dan
teman satu wisma sebagai peran sentral pada tingkat kesehatan dan kesejahteraan. Pengkajian
sistem sosial dapat menghasilkan tentang jaringan pendukung. Instrument yang digunakan yaitu
format Apgar Lansia (Kushariyadi, 2012).
c. Spiritual Kegiatan keagamaan yang lansia ikuti, keyakinan terhadap kematian, semakin tua
usia umumnya lansia semakin takut akan kematian, dan biasanya lansia lebih sering mengikuti
kegiatan keagamaan dan taat dalam beribadah.
2.2.3 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakmampuan lansia menggunakan pelayanan kesehatan berhubungan dengan pengetahuan
masyarakat yang kurang.
2. Kurangnya kesadaran lansia tentang masalah Hipertensi berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang kesehatan dan perubahan-perubahan pada lansia.
3. Ketidakpatuhan lansia untuk memeriksakan kesehatan berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan lansia tentang kesehatan hipertensi.
4. Kurang pengetahuan lansia tentang diet hipertensi berhubungan dengan ketidakmampuan
mengambil keputusan tentang pemilihan , pengolahan serta pengaturan diet hipertensi.

2.2.4. Intervensi Keperawatan


DIAGNOSA NOC NIC
1. Ketidakmampuan lansia Kriteria Hasil : 1. Motivasi lansia untuk menggunakan
menggunakan pelayanan 1. Kegiatan pelayanan posyandu sarana kesehatan yang disediakan atau
kesehatan berhubungan lansia dapat berjalan secara pergi ke posyandu Lansia secara rutin.
dengan pengetahuan efektif. 2. Beri penyuluhan tentang Hipertensi
masyarakat yang kurang. 2 Meningkatkan derajat kesehatan serta dampak jika tidak periksa atau
lansia ditindaklanjuti.
3 Lansia menyatakan kesediannya 3. Kerjasama dengan lintas sektor :
untuk mau mengikuti kegiatan Kader dan Tokoh Masyarakat untuk
posyandu lansia secara rutin. rutin menghadiri Posyandu Lansia
agar jadi contoh kepada Lansia
setempat
2. Kurangnya kesadaran Kriteria Hasil : 1. Beri penyuluhan tentang kesehatan
lansia tentang masalah 1) Lansia mampu menyebutkan lansia serta perubahan – perubahan
Hipertensi berhubungan perubahan apa yang terjadi pada yang terjadi pada usila.
dengan kurangnya dirinya. 2. Beri leaflet tentang kesehatan lansia
pengetahuan tentang 2) Mampu menjelaskan penyebab untuk membantu pemahaman para
kesehatan dan perubahan- perubahan yang terjadi pada usila lansia.
perubahan pada lansia. 3) Derajat kesehatan lansia 3. Kerjasama dengan lintas program
meningkat dan sektor : kader lansia setempat
untuk melanjutkan memberi
pendidikan kesehatan tentang
kesehatan lansia.
3. Ketidakpatuhan lansia Kriteria Hasil : 1. Motivasi lansia untuk menggunakan
untuk memeriksakan 1) Kegiatan pelayanan posyandu sarana kesehatan yang disediakan atau
kesehatan berhubungan lansia dapat berjalan secara efektif pergi ke posyandu Lansia secara rutin.
dengan kurangnya serta kunjungan posyandu 2. Beri penyuluhan tentang Hipertensi
pengetahuan lansia tentang meningkat sampai dengan 100 % serta dampak jika tidak periksa atau
kesehatan hipertensi. dalam kurun waktu 1 tahun. 47 ditindaklanjuti.
2) Lansia mampu menyebutkan 3. Kerjasama dengan lintas sektor :
manfaat posyandu lansia dengan Petugas Puskesmas dan Kader dalam
benar, jadwal posyandu lansia di pelaksanaan posyandu lansia.
RW V dan kegiatan posyandu
lansia.
3) Lansia menyatakan
kesediannya untuk mau mengikuti
kegiatan posyandu lansia secara
rutin.
4. Kurang pengetahuan lansia Kriteria Hasil : 1. Beri penyuluhan tentang Hipertensi
tentang diet hipertensi 1) Lansia mengerti dan komposisi menu diet untuk penderita
berhubungan dengan menerapkan diet hipertensi dalam hipertensi.
ketidakmampuan kehidupan sehari - hari. 2. Beri contoh menu diet hipertensi.
mengambil keputusan 2) Mampu memperagakan 3. Kerjasama dengan lintas program
tentang pemilihan , mengkonsumsi sesuai komposisi sektor : Kader untuk meneruskan
pengolahan serta menu yang diajarkan. pendidikan kesehatan komposisi menu
pengaturan diet hipertensi 3) Mampu menyebutkan dengan diet penderita hipertensi setiap
benar makanan pantangan untuk kegiatan posyandu lansia.
penderita hipertensi.
Daftar Pustaka :
Alini. (2015). Pengaruh Konsumsi Pisang Ambon Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Klien Lansia Dengan Hipertensi Sedang. Pekanbaru.
Dewi, Sofia Rhosma. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 1. Yogyakarta:
Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai