Anda di halaman 1dari 15

Makalah Transformator

PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK (SAPI/KERBAU) UNTUK


PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOGAS

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TORAJA

TAHUN PELAJARAN 2022/2023


Lembar Pengesahan

Nama : 1. Juber Hezron Ra’dak


2. Treyona Putra
3. Risky Palembangan
4. Matius Tandi Panga
5. Julianto Pata’
6. Redianto Archi Pangalinan
Kelompok : II
Kelas : Transformator B5-T
Judul : Pemanfaatan Kotoran Ternak (Sapi/Kerbau) Untuk Pembangkit Listrik
Tenaga Biogas.

Menyetujui Ketua

Alexander Pakiding, S.Si.,M.Si Juber Hezron Ra’dak

Anggota Anggota Anggota

Treyona Putra Matius Tandi Panga’ Julianto Pata’

Anggota Anggota

Risky Palembangan Redianto Archi Pangalinan

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami selaku penulis dapat menyelesaikan makalah tepat pada
waktunya. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang mendukung
dalam penulisan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini pastilah penulis mengalami berbagai hambatan maupun
kendala. Dengan segala upaya, makalah ini dapat terwujud dengan baik berkat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini izinkan kami menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan lebih lanjut. Besar harapan
kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan khususnya dan bagi
semua pihak pada umumnya. Penulis juga berharap makalah ini mampu menjadi salah satu
bahan bacaan untuk acuan pembuatan makalah selanjutnya agar menjadi lebih baik.

Kakondongan, 09 November 2022

Ketua Kelompok

iii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan...............................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iv
BAB I  PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
A. Pengertian Bulu tangkis.............................................................................................................2
B. Sejarah Bulu tangkis..................................................................................................................2
C. Peraturan Permainan Bulu Tangkis............................................................................................3
1. Ukuran Lapangan...................................................................................................................3
2. Tiang......................................................................................................................................4
3. Jaring.....................................................................................................................................4
4. Kok atau Shuttlecock.............................................................................................................4
5. Pemain...................................................................................................................................5
6. Pengundian............................................................................................................................5
7. Penilaian................................................................................................................................5
BAB III PENUTUP...............................................................................................................................6
A. Kesimpulan................................................................................................................................6
B. Saran..........................................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................7
DOKUMENTASI..................................................................................................................................8

iv
BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Listrik merupakan salahsatu kebutuhan utama dalam kehidupan, namun
kebutuhan listrik di Indonesia terus mengalami peningkatan seiring meningkatnya
jumlah penduduk. Perkiraan rata – rata pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik di
Indonesia sebesar 6,42%. Di Samping itu, ketersediaan cadangan batubara di
Indonesia semakin menurun dari tahun 2014 hingga tahun 2017. Cadangan batubara
Indonesia pada tahun 2014 adalah sekitar 32.385 juta ton, sedangkan pada tahun 2017
adalah sekitar 24.240 juta ton. Indonesia menargetkan porsi energi baru dan
terbarukan (EBT) sekitar 23% pada tahun 2025. Saat ini, pemanfaatan EBT relatif
kecil (sekitar 2%).
Salah satu jenis energi terbarukan yang dapat dikembangkan adalah biogas.
Pemerintah Provinsi Bali ikut serta dalam mendukung pemanfaatan energi baru
terbarukan dengan menetapkan target setiap jenis energi baru terbarukan. Target
tersebut tercantum dalam draft Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Bali
Tahun 2018. Salah satu jenis energi baru dan terbarukan (EBT) yang ditargetkan yaitu
biogas. Biogas merupakan salah satu jenis bioenergi. Data potensi EBT menunjukkan
bahwa potensi bioenergi di Bali adalah sekitar 191,6 MW. Pemerintah Provinsi Bali
menargetkan penyediaan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg)
dengan target kapasitas minimal sebesar 2 MW pada tahun 2025 dan 50 MW pada
tahun 2050.
Dalam jurnal ini, kami melakukan analisa mengenai pemanfaatan kotoran
hewan ternak untuk digunakan sebagai bahan baku pembangkit listrik tenaga biogas
di Provinsi Bali. Tujuan dari analisa ini adalah untuk mengetahui berapa potensi
energi listrik yang bisa diperoleh dari kotoran hewan ternak untuk dikembangkan
menjadi pembangkit listrik tenaga biogas di Provinsi Bali. Kami menggunakan 8 jenis
hewan ternak untuk digunakan sebagai bahan analisa meliputi sapi, kerbau, kambing,
kuda, domba, babi, ayam, dan itik. Data yang digunakan sebagai bahan analisa adalah
data populasi hewan ternak di Provinsi Bali dari tahun 2013 hingga tahun 2017 yang
tercantum dalam buku Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diperoleh dari
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Kementerian Pertanian).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pembangkit listrik?
2. Bagaimana struktur pembangkit?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan pembangkit listrik dengan memanfaatkan kotoran
ternak?

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian pembangkit listrik


Pembangkit listrik adalah sekumpulan peralatan dan mesin yang digunakan
untuk membangkitkan energi listrik melalui proses transformasi energi dari berbagai
sumber energi. Sebagian besar jenis pembangkit listrik menghasilkan tegangan listrik
arus bolak-balik 3-fasa. Selain itu, sebagian besar pembangkitan listrik menggunakan
generator sinkron yang didukung oleh penggerak mula yang memperoleh energi dari
bahan bakar atau sumber daya alam. Komponen utama di dalam pembangkit listrik
meliputi instalasi energi primer, instalasi penggerak mula, instalasi pendingin dan
instalasi listrik. Jenis pembangkit listrik umumnya dinamakan sesuai dengan tenaga
penggerak mula yang digunakan, antara lain air (PLTA), diesel (PLTD), uap (PLTU),
gas (PLTG), gas dan uap (PLTGU), panas bumi (PLTP), dan nuklir (PLTN).
Sejarah perkembangan listrik di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19,
ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk
keperluan Belanda sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut berkembang menjadi
untuk kepentingan umum, diawali dengan perusahaan swasta Belanda yaitu NV.
NIGM yang memperluas usahanya dari hanya di bidang gas ke bidang tenaga listrik.
Selama Perang Dunia II berlangsung, saat Jepang datang menguasai Indonesia,
perusahaan-perusahaan listrik tersebut dikuasai oleh Jepang dan setelah kemerdekaan
Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan-perusahaan listrik asal Belanda
direbut oleh pemuda-pemuda Indonesia pada bulan September 1945 dan diserahkan
kepada Pemerintah Republik Indonesia. Pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden
Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas, dengan kapasitas pembangkit tenaga
listrik saat itu sebesar 157,5 MW. Tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas
diubah menjadi BPU-PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang
bergerak di bidang listrik, gas dan kokas. Tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN
dibubarkan dan dibentuk 2 perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN)
yang mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas.
Saat itu kapasitas pembangkit tenaga listrik PLN sudah 300 MW. Tahun 1972,
Pemerintah Indonesia menetapkan status Perusahaan Listrik Negara sebagai
Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN). Tahun 1990 melalui Peraturan Pemerintah
No. 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang monopili listrik di Indonesia. Tahun 1992,
pemerintah memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam
bisnis penyediaan tenaga listrik. Sejalan dengan kebijakan di atas, pada bulan Juni
1994 status PLN dialihkan dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan
(Persero).

vi
B. Struktur pembangkit listrik
Gas yang dihasilkan mikroba akibat adanya fermentasi dari bahan organik, dalam
keadaan anaerobik, baik dari sisi temperatur, sisi kelembaban, serta sisi keasaman
disebut sebagai biogas. Bahan organik nantinya dimasukkan ke digester (ruang
tertutup kedap udara) sehingga akan terjadi proses pembusukkan bahan organik yang
menghasilkan output berupa, gas (biogas). Biogas yang terkumpul dalam digester
disalurkan ke tabung penyimpanan gas atau langsung disalurkan ke lokasi
pembuangan melalui suatu pipa penyalur gas

Gambar 2.1 Struktur pemanfaatan biogas dari kotoran sapi dan kerbau

Berdasarkan metode pengisian bahan baku, sistem produksi biogas dibedakan


menjadi 2 yaitu pengisian curah dan pengisian kontinyu. Sistem Pengisian Curah
(SPC) adalah cara penggantian bahan yang dilakukan ketika produksi biogas telah
berhenti, dengan mengeluarkan sisa bahan dari suatu tangki pengolahan, lalu
dilanjutkan dengan mengisikan bahan baku yang baru. Sedangkan pada Sistem
Pengisian Kontinyu (SPK), bahan baku dimasukkan ke tangki pengolahan, dimana
hal tersebut dilakukan secara berkelanjutan setiap harinya, selama kurang lebih empat
minggu terhitung dari waktu awal pengisian, namun bahan yang sudah diolah tidap
perlu dikeluarkan kembali.
Faktor-faktor utama yang memiliki pengaruh besar terhadap potensi biogas dari
kotoran ternak yaitu jumlah kotoran ternak yang dihasilkan per hari, persentase
kandungan bahan kering dari setiap jenis kotoran ternak, serta jumlah biogas yang
dihasilkan dari setiap jenis kotoran ternak. Setiap jenis ternak menghasilkan jumlah
biogas yang berbeda sehingga potensi dari setiap jenis kotoran ternak juga berbeda.
Kandungan terbesar yang terdapat pada biogas yaitu gas metana (CH4) dan
karbon dioksida (CO2). Konsentrasi metana (CH4) menentukan besarnya kandungan
energi dalam biogas. Kandungan energi (nilai kalor) akan semakin besar bilamana
kandungan metananya (CH4) juga tinggi. Karbon dioksida (CO2), hidrogen sulphur,
dan kandungan air harus dihilangkan bilamana ingin meningkatkan kualitas dari
biogas yang dihasilkan.

Olahraga yang menggunakan bola dan raket ini berkembang di Mesir kuno sekitar
2000 tahun lalu. Nenek moyangnya adalah sebuah permainan Tionghoa bernama
Jianzi yang melibatkan penggunaan bola tetapi tanpa raket. Objek atau misi
permainan ini adalah untuk menjaga bola agar tidak menyentuh tanah selama
mungkin tanpa menggunakan tangan. Di Inggris sejak zaman pertengahan, permainan

vii
ini dimainkan oleh anak-anak disebut dengan Battledores atau Shuttlecocks, raketnya
memakai dayung/tongkat (Battledores). Ini cukup populer di jalan-jalan London pada
tahun 1854 ketika majalah Punch mempublikasikan kartun untuk permainan ini.
Penduduk Britania membawa permainan ini ke Jepang, Tiongkok, dan Siam selagi
mereka mengolonisasi Asia. Ini kemudian dengan segera menjadi permainan anak-
anak di wilayah setempat mereka.
Olahraga kompetitif bulu tangkis diciptakan oleh petugas Tentara Britania di Pune,
India pada abad ke-19 saat mereka menambahkan jaring/net dan memainkannya
secara bersaingan. Oleh sebab itu kota Pune dikenal sebelumnya sebagai Poona, pada
masa itu permainan tersebut juga dikenali sebagai Poona. Para tentara membawa
permainan itu kembali ke Inggris pada 1850-an. Olahraga ini mendapatkan namanya
yang sekarang pada 1860 dalam sebuah pamflet oleh Isaac Spratt, seorang penyalur
mainan Inggris, berjudul “Badminton Battledore – a new game” Ini melukiskan
permainan tersebut dimainkan di Gedung Badminton (Badminton House), estat Duke
of Beaufort’s di Gloucestershire, Inggris.
Rencengan peraturan yang pertama ditulis oleh Klub Badminton Bath pada 1877.
Asosiasi Bulu tangkis Inggris dibentuk pada 1893 dan kejuaraan internasional
pertamanya berunjuk-gigi pertama kali pada 1899 dengan Kejuaraan All England.
Bulu tangkis menjadi sebuah olahraga populer di dunia, terutama di wilayah Asia
Timur dan Tenggara, yang saat ini mendominasi olahraga ini, dan di negara-negara
Skandinavia. Federasi Bulu tangkis Internasional (IBF) didirikan pada 1934 dan
membukukan Inggris, Irlandia, Skotlandia, Wales, Denmark, Belanda, Kanada,
Selandia Baru, dan Prancis sebagai anggota-anggota pelopornya. India bergabung
sebagai afiliat pada 1936. Olahraga ini menjadi olahraga Olimpiade Musim Panas di
Olimpiade Barcelona tahun 1992. Indonesia dan Korea Selatan sama-sama
memperoleh masing-masing dua medali emas tahun itu.
Perkembangan Bulu tangkis di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan
perkembangan bangsa Indonesia, sejak masa sebelum revolusi fisik, gerakan
kemerdekaan, sampai dengan periode pembangunan masa orde baru dewasa ini.
Beberapa orang Belanda membawa jenis cabang. olahraga ini, serta pelajar-pelajar
Indonesia yang pulang belajar dari luar negeri, dengan cepat menjadikan cabang
olahraga ini digemari masyarakat. Pada sekitar tahun 40 – an, cabang ini telah
merasuk di setiap pelosok masyarakat. Namun cabang olahraga ini baru menemukan
bentuk organisasinya setelah tiga tahun diselenggarakan PON I di Solo 1948.
Tepatnya tanggal 5 Mei 1951, Persatuan Bulu tangkis Indonesia baru terbentuk
disingkat PBSI di kota Bandung.
Kegiatan yang semarak, pertandingan kompetisi yang teratur, dalam waktu tujuh
tahun telah membuahkan hasil yang positif yakni keberhasilan merebut Thomas Cup,
lambang supremasi dunia Bulu tangkis. Hampir tidak masuk akal menurut
pertimbangan ilmiah, bangsa yang baru saja hancur karena perang kemerdekaan,
ternyata mampu meraih prestasi gemilang di dunia internasional. Keberhasilan ini
tidak saja mengejutkan dari arti prestasi, tetapi juga memberikan pengaruh yang
mantap. Keberhasilan itu sekaligus menarik perhatian pemerintah masyarakat,
sehingga sejak tahun 1958 itu, PBSI tidak lagi bekerja seorang diri.

viii
Tidak saja hasil di Thomas Cup, sejak saat itu para pemain Indonesia mampu
menunjukkan prestasinya di berbagai turnamen internasional, seperti All England,
Asian Games, Uber Cup dan lain-lainnya. Oleh karena perkembangannya sudah
cukup luas, maka perlu didirikan organisasi yang akan mengatur kegiatan bulu
tangkis. Organisasi tersebut diberi nama “Internasional Badminton Federation” (IBF)
pada tanggal 5 Juli 1934. Di Indonesia sendiri dibentuk organisasi induk tingkat
nasional yaitu Persatuan Bulu tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) pada tanggal 5 Mei
1951. Kemudian pada tahun 1953 Indonesia menjadi anggota IBF. Dengan demikian
Indonesia berhak untuk mengikuti perandingan-pertandingan Internasional.
C. Peraturan Permainan Bulu Tangkis
Peraturan permainan bulu tangkis ditetapkan oleh WBF (World Badminton
Federation). Beberapa peraturan tersebut adalah:
1. Ukuran Lapangan
Garis di dalam lapangan ditandai dengan warna putih, hitam, atau warna lainnya yang
terlihat jelas, dengan tebal garis 3,8 cm (1½ inci). Dalam menandai lapangan, lebar
dari garis tengah lapangan harus dibagi dua, sama antara bidang servis kanan dan kiri.
Ketebalan garis servis pendek dan garis servis panjang (masing-masing 3,8 cm atau
(1½ inci) harus berada di dalam ukuran 13” atau sama dengan 3,96 m yang
dicantumkan sebagai panjang lapangan servis, dan ketebalan dari semua garis
batasnya (masing-masing 3,8 cm atau 1½ inci) harus berada dalam batas ukuran yang
telah ditentukan.
Jika ruang yang tersedia tidak memungkinkan pemberian tanda batas lapangan untuk
permainan ganda, dapat dibuat tanda-tanda hanya untuk permainan tunggal. Garis
batas belakang juga menjadi garis servis panjang, dan tiang-tiang atau garis batas
pada jaring akan ditempatkan pada garis samping lapangan.

2. Tiang
Tinggi kedua tiang adalah 155 cm (5 kaki 1 inci) dari lantai. Tiang harus kuat, agar
jaring tegang dan lurus dan ditempatkan pada garis batas samping lapangan.

ix
3. Jaring
Jaring harus dibuat dari tali halus yang dimasak dan dijala dengan jaring 1,6 cm
sampai dengan 2, 0 cm. Jaring harus terentang 76 cm. Ujung atas jaring harus berada
152 cm (5 kaki) dari lantai pada pertengahan lapangan dan 155 cm dari lantai pada
tiang-tiangnya. Jaring harus mempunyai tepi dari pita putih selebar 3,8 cm, serta
bagian tengah pita tersebut didukung oleh kawat atau tali, yang ditarik dan
ditegangkan dari ujung-ujung tiang.

4. Kok atau Shuttlecock


Sebuah shuttlecock harus memiliki berat 4,8-5,6 gram dan mempunyai 14-16 helai
bulu yang dilekatkan pada kepala dari gabus yang berdiameter 2,5-2,9 cm. Panjang
bulu dari ujung bawah sampai ujung yang menempel pada dasar gabus kepalanya
adalah 6,2 – 6,9 cm. Bulu-bulu ini menyebar menjauhi gabus dan berdiameter 5,5-6,3
cm pada ujung bawahnya, serta diikat dengan benang atau bahan lain cocok sehingga
kuat.
5. Pemain
Permainan harus dimainkan oleh masing-masing satu permainan di satu sisi lapangan
(pada permainan tunggal) atau masing-masing dua pemain di satu sisi (pada
permainan ganda). Sisi lapangan tempat tim yang mendapat giliran melakukan servis
dinamakan sisi dalam (inside), sedangkan sisi yang timnya menerima servis
dinamakan sisi luar (outside).
6. Pengundian
Sebelum pertandingan dimulai, wasit memanggil kedua tim/pemain yang berlawanan
untuk mengundi pihak yang berhak melakukan servis pertama dan memilih sisi
lapangan bagi timnya untuk memulai permainan.
7. Penilaian
Jumlah nilai (skor) permainan ganda atau tunggal putra, terdiri atas 15 angka, seperti
yang telah ditentukan sebelumnya. Misalnya, dalam pertandingan dengan nilai 15,
bila kedua belah pihak telah mencapai angka 14 sama. Pihak yang pertama kali
memperoleh angka 14 dapat menambahkan nilai akhir dengan 3 angka (dikenal
dengan sebutan setting game). Jika pertandingan telah ditetapkan (diset), maka nilai

x
awal yang ditentukan dinamakan “love-all”. Pihak pertama yang mencapai angka 3
dinyatakan sebagai pemenang.Jumlah skor pada pertandingan tunggal putri adalah 11
angka. Jika telah dicapai angka 10-10, maka pihak yang lebih dahulu mencapai angka
10 berhak menambah nilai tambahan akhir dengan 3 angka. Pihak yang pertama
mencapai 3 angka dinyatakan sebagai pemenang.
Kedua pihak yang bertanding akan memainkan tiga sel pertandingan untuk
menentukan pemenang. Pemain yang mampu memenangkan lebih dahulu 2 sel
pertandingan (2 games) akan dinyatakan sebagai pemenang. Pemain akan bertukar
sisi lapangan (tempat) pada setiap akhir suatu game. Pada game ketiga, pemain juga
akan berpindah lapangan ketika nilai akhir mencapai:

1) Skor 8 pada pertandingan dengan 15 angka


2) Skor 6 pada pertandingan dengan 11 angka
3) Skor 11 pada sistem reli poin 21 angka

Keterangan: Aturan reli poin adalah 1 game terdiri atas 21 poin. Jika kedua pemain
mencapai poin 20-20, maka terjadilah deuce (yus). Pemenang dapat ditentukan jika
telah muncul selisih 2 poin (misalnya 22-20). Bila selisih masih 1 poin (21-20),
pemenang belum dapat ditentukan. Angka maksimal tiap game adalah 30. Dengan
demikian, jika terjadi poin 29-29, maka pemenangnya adalah pemain yang terlebih
dulu mencapai angka 30.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Permainan bulu tangkis merupakan salah satu jenis olahraga yang terkenal di dunia.
Olahraga ini dapat menarik minat bagi berbagai kelompok umur, berbagai tingkat
keterampilan, dan pria maupun wanita memainkan olahraga ini di dalam atau di luar
ruangan untuk tujuan rekreasi, dan juga sebagai ajang persaingan. Permainan bulu
tangkis merupakan permainan yang bersifat individual yang dapat dilakukan dengan
cara satu orang melawan satu, atau dua orang melawan dua orang.
Olahraga yang menggunakan bola dan raket ini berkembang di Mesir kuno sekitar
2000 tahun lalu. Nenek moyangnya adalah sebuah permainan Tionghoa bernama
Jianzi yang melibatkan penggunaan bola tetapi tanpa raket. Objek atau misi
permainan ini adalah untuk menjaga bola agar tidak menyentuh tanah selama
mungkin tanpa menggunakan tangan.
B. Saran
Permainan bulu tangkis harus dibina sejak usia dini untuk menghasilkan bibit atlet
yang berpotensi. Untuk itu atlet alit besar Indonesia perlu mendidik anak usia dini

xi
dalam bermain bulu tangkis agar dapat mengangkat nama baik Bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Bulu_tangkis
http://www.bulutangkis.com/
http://www.internationalbadminton.org/

xii
xiii
DOKUMENTASI

xiv
xv

Anda mungkin juga menyukai