Anda di halaman 1dari 9

USAHA GULA MERAH DAN PERSAINGANNYA

. DENGAN PABRIK GULA DALAM PENYEDIAAN


BAHAN BAKU DI JAWA TIMUR*)

Oleh:
Victor T. Manurung dan Hidajat Nataatmadja')

Abstrak

Usaha gula merah mempunyai profitabilitas yang relatif tinggi, walaupun masih meng-
•gunakan teknologi tradisional. Hal ini antara lain menyebabkan usaha gula merah mempunyai
daya saing yang tinggi terhadap PG dalam perolehan bahan baku. Tampaknya kehadiran
usaha gula merah seperti sekarang telah menimbulkan permasalahan perolehan bahan baku
PG di Jawa Timur. Namun, pada sisi lain, usaha gula merah telah memberikan kesempatan
kerja yang kompetitif di pedesaan. Sungguhpun di satu sisi pengusaha gula merah sebagai
pesaing pabrik gula dalam penggunaaan bahan baku, tetapi di sisi lain mereka juga berfungsi
sebagai petani tebu dan atau pedagang tebu yang memasok tebu ke pabrik gula. Karena
persaingan usaha gula merah dengan pabrik gula pasir adalah persaingan bahan baku,
bukan harga output, maka kebijaksanaan harga gula untuk menekan pengolahan gula merah
mungkin tidak efektif, selama permintaan terhadap gula merah tetap ada dan meningkat.
Altematif pemecahan persaingan itu ada dua, yakni (1) perluasan areal tebu rakyat dan (2)
pengembangan gula merah non tebu.

PENDAHULUAN dari pada pengolahan tebu dan jenis pengolahan


lainnya. Pada tahun 1985 sekitar 54 persen produksi
Gula merah, apakah itu berasal dari bahan baku gula merah berasal dari kelapa, kemudian disusul
tebu, kelapa atau bahan lainnya mempunyai ke- oleh tebu, sekitar 27 persen dari total gula merah
gunaan tersendiri bagi masyarakat Indonesia se- Indonesia. Pada tahun yang sama Jawa Timur
hingga sulit diganti oleh pemanis lainnya, termasuk menghasilkan gula kelapa sekitar 24 persen dari
gula pasir. Gula merah banyak dipakai dalam pem- gula kelapa Indonesia dan gula tebu sekitar 35
buatan kecap dan makanan tradisional di Indo- persen dari gula tebu Indonesia (Winarno dan
nesia. Dilihat dari jenis penggunaanya, diduga Birowo, 1988).
permintaan gula merah akan tetap tinggi, bahkan Menurut pengamatan di lapang, pengolahan
mungkin meningkat sejalan dengan pertambahan gula merah termasuk kelompok sektor informal,
penduduk dan pendapatan. antara lain ditandai oleh perusahaan tanpa nama,
Sejalan dengan penggunaannya, pengolahan lokasi tidak tetap dan sebagian tanpa izin. Sehu-
gula merah sudah lama diusahakan masyarakat, bungan dengan tabel di atas, mungkin saja data ter-
terutama masyarakat pedesaan, di Jawa. Jenis sebut tidak sama dengan keadaan yang sebenamya.
pengolahan gula merah yang banyak diusahakan di
Jawa adalah gula merah yang berasal dari tebu dan
kelapa. Sebagai gambaran, dari tahun 1986 —1989
jumlah unit pengolahan gula merah di Jawa Timur
•) Disampaikan pada Pertemuan Teknis, P3GI 1— 2 Mei 1991,
term( bertambah dari tahun ke tahun terutama Pasuruan.
pengolahan gula merah kelapa (Tabel 1). Jenis Staf Peneliti, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian,
pengolahan gula merah kelapa jauh lebih banyak Bogor.

27
Sungguhpun demikian, data tersebut dapat dipakai penting dalam rangka pembangunan perekonomian
sebagai petunjuk bahwa pengolahan gula merah pedesaan. Dan akhir-akhir ini ketersediaan infor-
cukup berkembang, walaupun pembinaannya ma- masi agroindustri ini dirasakan semakin penting
sih sangat terbatas. Secara umum, pengolahan mengingat munculnya pemikiran bahwa pengem-
bangan agroindustri merupakan salah satu alter-
natif yang potensial untuk pembangunan pereko-
Tabel 1. Jumlah unit pengolahan gula merah di Jawa Timur, nomian pedesaan. Dengan luas garapan yang
1986 —1989. sempit, sektor pertanian seperti sekarang tidak
Pengolahan gula merah dengan dapat diharapkan lagi untuk mampu menunjang
Tahun bahan baku Total kehidupan ekonomi yang layak bagi petani, apa-
Tebu Kelapa Lainnya lagi kalau sumber utama pendapatan keluarga
hanya dari modal lahan sempit ini.
1986 905 1877 43 2825
1987 1008 2927 359 4294
1988 1072 3585 329 4968
1989 1076 4901 572 6549
METODA PENELITIAN
Sumber: Statistik Perindustrian Kantor Wilayah Jawa Timur,
Surabaya, 1990. Tulisan ini didasarkan pada hasil pengamatan
yang terkait dengan penelitian Panel Petani TRI.
Penelitian Panel Petani TRI merupakan penelitian
gula merah dapat dikatakan berkembang hanya yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Perkebunan
dengan kemampuan manajemen sendiri. Skala Indonesia (P3GI) bekerjasama dengan Pusat Pe-
usaha pengolahan gula merah ini umumnya kecil nelitian Sosial Ekonomi Pertanian (P/SE). Pene-
dengan teknologi yang sederhana. litian ini merupakan studi kasus. Data yang diguna-
Tulisan ini memfokuskan diri pada masalah kan terdiri dari data primer, data sekunder, baik
pengolahan gula merah yang berasal dari tebu. bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Pengumpul-
Aspek gula merah kelapa sifatnya hanya sebagai in- an data dilakukan melalui daftar pertanyaan yang
formasi pelengkap. Hal ini dilakukan karena meng- telah dipolakan sebelumnya. Selain itu, informasi/
ingat banyaknya kasus penjualan tebu non kredit data yang tidak dapat ditampung dalam daftar per-
kepada pengusaha gula merah yang terungkap da- tanyaan tersebut di atas dikumpulkan juga dalam
lam penelitian Panel petani Tebu Rakyat Inten- catatan harian. Penarikan contoh dilakukan secara
sifikasi (TRI), di Jawa Timur. Bahkan, walaupun "purposive".
jumlahnya tidak begitu banyak, ada tebu kredit Responden terdiri dari pengolah (pengusaha)
yang dijual kepada pengusaha gula merah secara gula merah, petugas PG dan Para sumber di pe-
sembunyi. TRI adalah usahatani tebu yang men- desaan. Jumlah pengusaha gula merah sebagai
dapat kredit dari pemerintah (BRI) dan disebut responden 15 orang, sedangkan jenis responden
juga tebu kredit. Menurut aturan, tebu ini harus lainnya adalah 10 orang.
dijual ke Pabrik Gula (PG) yang membinanya. Daerah penelitian adalah wilayah Malang (PG
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa produksi Krebet Baru), Kediri (PG Ngadirejo) dan wilayah
dari sekitar 10 persen luas tanaman TRI dan Non Tulung Agung (PG Mojopanggung). Daerah ter-
TRI dijual kepada pengusaha gula merah. Di lain sebut merupakan sentra produksi gula merah di
pihak, pengelola pabrik gula pasir mengatakan Jawa. Penelitian ini berlangsung pada akhir Januari
kekhawatirannya terhadap perkembangan peng- sampai awal Pebruari 1991.
usahaan gula merah, yang dirasakan sebagai saing-
an yang serius pada masa datang dalam perolehan
bahan baku, sedangkan kecukupan bahan baku DESKRIPSI PENGOLAHAN GULA MERAH
merupakan masalah penting yang dihadapi oleh
pabrik gula di Jawa saat ini. Pada tahun 1985 Jawa Jenis Mata Pencaharian Pengusaha
merupakan daerah terbesar penghasil gula merah
tebu, yakni 56,6 persen dari produksi gula merah Pengolahan tebu menjadi gula merah sudah ber-
tebu Indonesia (Winanno dan Birowo, 1988). jalan cukup lama di pedesaan, bahkan mungkin
Selain itu, informasi tentang agroindustri di sama umurnya dengan pengusahaan tebu oleh
pedesaan masih langka, padahal pengetahuan ini petani. Salah satu petunjuk untuk itu, gula merah

28
merupakan salah satu bahan dalam makanan tra- Tabel 3. Penguasaan lahan garapan MT 1989/1990.
disional di pedesaan Indonesia. Umumnya lokasi
Status Jumlah
pengolahan berada dekat rumah, bahkan ada yang Lahan
Milik Sewa .Sakap (ha)
merupakan bagian dan rumah tempat tinggal pemi-
lik usaha gula merah itu sendiri. Kondisi usaha gula Sawah irigasi 1,31 0,19 0 1,50
merah seperti itu memudahkan pengelolaannya oleh Sawah tadah hujan 3,46 3,50 0,08 7,04
keluarga. Selain itu, ada juga unit pengolahan gula Tegalan 0,98 0,19 0,08 1,25
merah yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke Jumlah 5,75 3,88 0,16 9,79
tempat lain. Hal ini dilakukan untuk mendekatkan Luas tanaman tebu 8,23
pengolahan itu ke lokasi bahan baku. (84)

Seperti umumnya petani lainnya, pengusaha Keterangan: Angka dalam kurung adalah persentase terhadap
gula merah mempunyai beberapa jenis kegiatan luas garapan.
ekonomi. Petunjuk untuk itu dapat dilihat pada
Tabel 2. Dan tabel tersebut dapat dilihat bahwa
sebagian besar pengusaha gula merah merangkap Skala Usaha dan Kapasitas Giling
menjadi petani tebu atau merangkap sebagai petani
dan pedagang tebu. Keaneka-ragaman mata penca- Kriteria yang dipakai untuk menentukan skala
harian pengolah gula merah itu mencerminkan usaha adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan
lincahnya mereka berusaha, terutama dalam meng- per satuan usaha yang dibuat oleh Biro Pusat
hadapi masalah yang mungkin muncul. Keberadaan Statistik (BPS). Jika agroindustri menyerap tenaga
usaha gula merah sangat tergantung pada nisbah kerja kurang dari 5 orang per satuan usaha, maka
harga tebu, gula merah dan provenu. Perlu dicatat usaha itu disebut industri rumah tangga; jika usaha
disini bahwa umumnya pengusaha gula merah itu menyerap tenaga kerja antara 5 — 19 orang,
mempunyai alat penyimpanan gula merah dirumah- maka usaha itu disebut industri kecil; selanjutnya
nya. Gula merah dapat disimpan sampai satu tahun usaha yang menyerap tenaga kerja lebih dari itu
dengan cara pengasapan, dan kapasitas penyimpan- disebut industri skala sedang dan besar.
annya dapat mencapai 10 ton. Dari pengolahan gula merah yang diamati, ter-
nyata usaha itu rata-rata menyerap tenaga kerja 12
Tabel 2. Jenis pekerjaan pengolah gula merah.
orang dengan kisaran 6 —18 orang per satuan
usaha. Dengan menggunakan kriteria di atas, maka
pengolahan gula merah tersebut termasuk industri
Jenis pekerjaan Persentase
kecil. Namun, pada pengamatan lain di Kediri
Pengolah gula merah saja 0 menunjukkan bahwa di antara usaha gula merah
Pengolah gula merah + petani tebu 78 ada yang hanya menyerap kurang dari 5 orang. Ini
Pengolah gula merah + pedagang 0
berarti bahwa pengolahan tersebut selain tergolong
Pengolah gula merah + petani tebu +
pedagang tebu 22 industri kecil, ada juga sebagian tergolong industri
rumah tangga. Biasanya pemilik pengolahan gula
Jumlah 100
merah bertindak sebagai menejer dan anggota
keluarga lainnya (wanita) membantu mempersiap-
kan konsumsi bagi para pekerja. Tenaga keluarga
Tabel 3 memperlihatkan penguasaan lahan oleh ini tidak dimasukkan dalam penentuan skala usaha
pengolah gula merah. Dan tabel itu terlihat bahwa dengan alasan mereka tidak bekerja penuh dalam
pengolah gula merah berasal dari petani-petani luas. usaha gula merah tersebut.
Rata-rata luas garapan 9,79 hektar, yang terdiri dari Tabel 4 memperlihatkan deskripsi pengolahan
60 persen merupakan lahan milik, dan sisanya se- gula merah pada musim giling 1990 di Malang dan
bagian besar lahan sewa. Luasnya lahan sewa ter- Kediri. Waktu kerja (jam dan hari kerja) peng-
sebut mencerminkan kekuatan ekonomi dan olahan gula itu cukup tinggi, yakni 7 hari kerja per
keberanian menanggung resiko dan pengolah gula minggu dengan 12 jam, kerja per hari. Berbeda
merah tersebut. Sekitar 84 persen dari rata-rata luas dengan waktu kerja usahatani. Biasanya waktu
garapan ditanami dengan tebu. kerja usahatani sekitar 6 hari kerja per minggu

29
dengan 7 jam kerja per hari. Perbedaan waktu kerja ampas tebu yang berasal dari pengolahan gula
ini ada hubungannya dengan sifat pekerjaan. Peng- merah itu sendiri. Biaya pemeliharaan dan pe-
olahan gula merah harus dilakukan secara terus nyusutan didasarkan pada perhitungan seorang
menerus selama satu proses produksi. Selain itu pengusaha gula merah yang merangkap sebagai
lama waktu kerja dalam 1 hari dipengaruhi oleh koordinator pengusaha gula merah di desa Selem-
ketersediaan bahan baku pada saat itu. Hal inilah bung Kediri. Menurut dia biaya operasional dan
yang menyebabkan waktu kerja pengolahan gula biaya pemeliharaan dan penyusutan investasi
merah itu cenderung lebih lama dari pada waktu masing-masing sebesar 8 persen dan 4 persen dari
kerja usahatani. Hari kerja pengolahan gula merah nilai produksi.
180 hari kerja per tahun, hampir sama dengan hari Tabel 5 memperlihatkan perhitungan biaya pro-
kerja pabrik gula pasir. duksi gula merah. Dad tabel tersebut terlihat bahwa
biaya operasional dan biaya pemeliharaan dan
penyusutan pengolahan gula merah adalah Rp 5250
Tabel 4. Deskripsi pengolahan gula merah. per kuintal atau Rp 52,50 per kg. Dengan tingkat
harga bahan baku sebesar Rp 3150 per kuintal atau
Uraian Ukuran
Rp 315 per kg dan tingkat rendemen tebu 10 persen,
Kekuatan mesin (PK) = 15 maka total biaya produksi menjadi Rp 367,5 per
Jam kerja/hari = 12 kg gula merah. Selain itu dari tabel itu terlihat juga
Hari kerja/minggu = 7
Bulan kerja/tahun = 6
keuntungan, termasuk biaya menejemen sebesar
Hari kerja /tahun = 180 Rp 82,50 per kg gula merah. Jika dianggap sebuah
Kapasitas giling (max)/hari (ku.g.m) = 13 pengolahan gula merah mampu memproduksi satu
Kapasitas giling (rata-rata)/hari (ku.g.m) = 10 ton gula merah per hari, maka seorang pengusaha
Tenaga kerja (orang/hari) = 12 akan memperoleh pendapatan sebesar Rp 82.500
Keterangan: ku.g.m = kuintal gula merah. per hari.

Tabel 4 juga memperlihatkan kapasitas giling Tabel 5. Biaya produksi dan keuntungan untuk mengolah satu
pengolahan gula merah. Perhitungan kapasitas kuintal gula merah, November 1990.
giling yang dimaksud disini hanya didasarkan pada
pengalaman pengusaha. Tabel tersebut menunjuk- Nilai
Uraian
kan bahwa rata-rata kapasitas giling 10 kuintal gula Rupiah Persen
per hari, atau sekitar 77 persen dari kapasitas 1. Bahan baku 31500 70
giling maksimum. Jika dianggap rendemen gula 2. Biaya Operasional: 3450 7,7
merah 10 persen, maka satu pengolah gula merah Tenaga kerja 3000
memerlukan bahan baku sekitar 10 ton tebu per Solar + Olie 400
Kapur 50
hari. Kemudian jika dianggap produksi tebu 100 3. Biaya pemeliharaan dan
ton per hektar, maka sebuah pengolahan memer- penyusutan investasi: 1800 4,0
lukan tebu dari 0,10 hektar per hari atau 180 x 0,10 Jumlah biaya (I + 2+3) 36750 81,7
hektar = 18 hektar per tahun. 4. Produksi 45000 100
5. Keuntungan 8250 18,3
Biaya Produksi dan Profitabilitas
Biaya produksi disini dikelompokkan menjadi Seperti diketahui bahwa harga tebu maupun
tiga kelompok: (1) bahan baku; (2) biaya opera- gula merah berfluktuasi dari waktu ke waktu.
sional dan (3) biaya pemeliharaan dan penyusutan Keadaan semacam ini akan mempengaruhi peng-
investasi. Harga tebu dan gula merah yang dipakai ambilan keputusan pengusaha, apakah dia akan
didasarkan pada harga yang berlaku pada bulan mengolah gula merah atau menjual tebunya ke PG.
Nopember 1990 pada tingkat produsen gula merah. Pada tingkat harga gula merah sebesar Rp 450 per
Biaya operasional terdiri dari : upah tenaga kerja kg, maka titik impas akan tercapai kalau harga tebu
pengolah termasuk biaya makannya, solar, oli dan meningkat sampai mencapai: Rp 39,75 per kg. Ini
kapur untuk bahan pembersih nira tebu. Biaya berarti bahwa pengusaha gula merah tidak sanggup
bahan bakar untuk memasak nira tidak diperhi- lagi membuat gula merah jika harga tebu berada
tungkan karena bahan bakar yang dipakai adalah diatas harga itu. Kalau harga titik impas tersebut

30
dibanding dengan harga tebu yang berlaku pada desa tersebut, sehingga ada diantaranya berasal dari
saat itu, maka pengusaha gula merah masih mampu desa lain. Hal yang serupa juga dapat terjadi di
mempertahankan kegiatannya pada tingkat kenaik- daerah produsen tebu yang lain.
an harga tebu sebesar 26 persen dengan anggapan Sistem upah dalam usaha gula merah diberikan
bahwa harga-harga lain tetap. dalam bentuk borongan. Hal ini mendorong tenaga
Berikut ini akan dicoba dibuat skenario dengan kerja bekerja lebih cepat daripada sebagai upah
harga gula merah pada saat pengamatan di lapang, harian. Tabel 5 menunjukkan bahwa biaya tenaga
Januari — Pebruari 1991. Pada saat itu harga gula kerja yang diperlukan untuk menghasilkan 1 kuin-
merah Rp 500 per kg untuk gula oyek (bubuk) dan tal gula merah sebesar Rp 3000. Dari Tabel 4
Rp 550/kg untuk gula mangkok. Jika dianggap dapat dihitung bahwa untuk mengolah 1 kuintal
biaya bahan baku sama dengan harga pabrik se- gula merah diperlukan 1,2 orang per hari. Dari
kitar Rp 35 per kg, biaya produksi Rp 60 per kg perhitungan ini terlihat bahwa upah seorang buruh
(12 persen dari harga gula merah) dan rendemen usaha gula merah sekitar Rp 2500 per hari, ter-
10 persen, maka untuk membuat 1 kg gula merah masuk biaya makan. Karena sistem pengupahan
diperlukan biaya sebesar Rp 350 + Rp 60 = berbentuk borongan, maka penerimaan seorang
Rp 410. Dad perhitungan ini terlihat bahwa keun- buruh dapat mencapai Rp 3000 per hari. Tingkat
tungan seorang pengusaha sebesar Rp 90 per kg upah sekitar Rp 2500 — Rp 3000 per hari dapat
gula merah dan titik impas baru tercapai pada harga dipandang cukup kompetitif di pasar tenaga kerja
tebu sebesar Rp 44 per kg. di desa. Hal ini memperlihatkan bahwa daya saing
Dad analisis diatas terlihat bahwa usaha gula pengusaha gula merah di pasar tenaga kerja cukup
merah mempunyai profitabilitas yang relatif tinggi. tinggi. Biasanya rata-rata upah pada usahatani padi
Atau dengan kata lain biaya operasional pembuat- di Jawa hanya sekitar Rp 2000 per hari pada saat
an gula merah sangat rendah relatif terhadap biaya ini.
bahan baku. Biaya operasional yang rendah inilah
yang menyebabkan pengusahaan gula merah mem-
punyai daya saing yang tinggi terhadap pabrik gula. PERSAINGAN BAHAN BAKU ANTARA
Winarno dan Birowo (1988) menyatakan bahwa di- USAHA GULA MERAH DENGAN
antara berbagai bahan baku pembuatan gula merah PABRIK GULA
(tebu, kelapa, siwalan/lontar dan aren), pembuatan
gula merah dari tebu adalah yang paling murah Sumber Bahan Baku
biayanya.
Seperti telah dikemukakan terdahulu, kebutuh-
an bahan baku tiap satu pengolahan gula merah
Kesempatan Kerja memerlukan sekitar 18 hektar tebu per tahun. Jika
kebutuhan ini dikaitkan dengan rata-rata luas
Data agregat tentang jumlah tenaga kerja yang
garapan (9,79 ha) yang dikuasai oleh pengusaha
diserap oleh pengolahan gula merah tidak tersedia.
pengolah gula merah, maka pengusaha gula merah
Oleh sebab itu perkiraan penyerapan tenaga kerja
akan mampu menyediakan:
oleh usaha ini akan dilakukan sebagai berikut.
Tabel 1 menunjukkan bahwa di Jawa Timur jumlah
pengolahan gula merah tebu sebanyak 1076 buah
pada tahun 1989. Jika dianggap bahwa setiap usaha 98 x 100% = 52,0 persen kebutuhan bahan
baku berasal dari
itu menyerap tenaga kerja sebanyak 12 orang per kebun sendiri.
satuan usaha (seperti pada Tabel 4), maka jumlah
tenaga kerja yang diserap oleh pengolahan gula Perkiraan itu hampir sama dengan hasil wawancara
merah tebu tersebut adalah: 1076 x 12 = 12.912 yang menunjukkan bahwa sumber bahan baku se-
orang, belum termasuk anggota keluarga yang bagian besar berasal dari kebun sendiri (59,4%),
terlibat. sisanya dibeli dari petani lain (Tabel 6). Dan sini
Kasus di desa Selembung, Kediri, terdapat 40 terlihat bahwa posisi usaha gula merah cukup kuat
satuan pengolahan gula merah tebu. Dengan ang- dalam penyediaan bahan baku, walaupun mereka
gapan seperti diatas, maka tenaga kerja yang di- masih tergantung kepada pihak lain untuk me-
serap oleh usaha itu menjadi 40 x 12 = 480 orang menuhi kapasitas giling secara terus-menerus se-
per hari. Tenaga ini tidak dapat dipenuhi hanya dari lama satu masa giling (satu tahun).

31
Tabel 6. Sumber bahan baku pengolahan gula merah di daerah yang sama di Jawa Timur luas areal tebu 151.089
Malang dan Kediri, 1990. hektar. Dari sini terlihat bahwa pengolah gula
Sumber Persen merah menyerap sekitar 12 persen bahan baku dari
pasokan bahan baku yang tersedia.
Milik sendiri 59,4
Beli
Disadari bahwa perhitungan tersebut di atas
37,3
Tebu orang lain untuk digiling 3,3 sangat kasar antara lain karena skala usaha yang
beragam. Namun bagaimanapun lemahnya per-
Jumlah 100,0
hitungan, kiranya hal itu dapat dipakai sebagai
petunjuk bahwa ketersediaan bahan baku tersebut
Sebagai gambaran, masalah penyediaan bahan telah merupakan masalah bagi PG. Dalam peneliti-
baku ini akan dicoba dikaji di desa Selembung, an panel petani TRI Jawa Timur, permasalahan
wilayah PG Ngadirejo, Kediri. Di desa itu terdapat perolehan bahan baku ini sudah terdengar disemua
40 buah pengolahan gula merah. Jika semua pabrik gula yang diteliti, terutama di daerah-daerah
pengolahan gula merah itu bekerja penuh, maka yang tebu rakyat bebas (TRB) berkembang seperti
pengolahan tersebut akan menghasilkan : 40 x 6 daerah Malang dan Kediri. Di wilayah PG Krebet
(bulan) x 30 (hari) x 1 ton (gula merah per hari) = Baru, Malang terdapat TRB seluas 3.585,3 hektar,
7.200 ton gula merah per tahun. Dengan tingkat atau 24,5 persen dari areal total di daerah itu.
rendemen gula merah 10 persen, maka produksi ter- Salah satu cara yang ditempuh oleh pihak PG
sebut ekuivalen dengan 72.000 ton tebu per tahun. (PG tertentu) untuk memperkecil masalah bahan
Kalau dianggap produksi tebu mencapai 100 ton baku tersebut adalah dengan memberikan subsidi,
per hektar, maka kebutuhan bahan baku untuk angkutan sebesan Rp 800 per kuintal kepada petani/
gula merah di desa itu harus dipenuhi oleh 720 hek- pedagang untuk tebu yang diperoleh dari luar
tar. Dilihat dari segi kebutuhan bahan baku, hal daerah. Secara agregat cara seperti ini tidak "sehat"
ini dipandang cukup berpengaruh bagi PG Ngadi- karena mengakibatkan biaya pemasaran tebu
rejo. Pada tahun 1989 PG Ngadirejo menggiling meningkat (tidak efisien). Bahkan dapat terjadi
583.506,6 ton atau setara 6.290,5 hektar tebu bahwa petani/pedagang tebu di daerah itu menun-
(Statistik P3GI, 1989). Ini berarti bahwa kebutuhan tut "insentif" sebagai pengganti subsidi angkutan
bahan baku untuk gula merah di desa Selembung kepada pihak PG di daerah itu agar mereka ber-
meliputi 11 persen dari pasokan bahan baku PG sedia menjual tebu kepada PG yang bersangkutan.
Ngadirejo. Cara lain yang ditempuh oleh pihak PG untuk
Tidak diperoleh data yang pasti mengenai mengatasi masalah pengadaan bahan baku tersebut
jumlah pengolahan gula merah di wilayah Ngadi- adalah dengan perluasan areal tebu ke lahan kering
rejo, yang konon mencapai 200 buah. Kalau data dan pembelian tebu dari petani bukan peserta pro-
ini benar dan semua bekerja dengan kapasitas gram TRI. Tebu lahan kering ini memang semakin
penuh, maka pengusaha gula merah tersebut me- berkembang, walaupun lokasinya semakin terpen-
merlukan bahan baku setara dengan areal tebu se- car dan kemiringan lahan semakin kurang sesuai.
luas 3.600 hektar, atau sekitar 57 persen dari areal Affendi Anwar dkk. (1991) memperlihatkan bahwa
kebutuhan bahan baku PG Ngadirejo. Dari ske- pihak PG dengan petani bukan peserta TRI me-
nario ini terlihat bahwa kehadiran pengolah gula lakukan perjanjian kontrak "jual-beli" untuk tebu
merah di wilayah itu merupakan saingan yang kuat lahan kering di luar wilayah PG yang bersangkutan.
bagi PG Ngadirejo dalam perolehan bahan baku. Usaha-usaha seperti ini akan meningkatkan biaya
Lebih jauh lagi ketersediaan bahan baku ini akan angkutan dan menejemen PG.
dicoba dikaitkan dengan kebutuhan semua peng- Akhir-akhir ini terdengar istilah "tebu bingung"
olah gula merah yang ada di wilayah Jawa Timur. yang berarti bahwa sebagian tebu dari satu wilayah
Pada tahun 1989, di wilayah itu jumlah pengolah PG dibawa ke PG lain untuk digiling dan sebalik-
gula merah yang menggunakan bahan baku tebu nya, walaupun kebutuhan bahan baku di PG yang
adalah 1.076 satuan (Tabel 1). Dengan anggapan bersangkutan belum dapat dipenuhi pada saat itu.
kapasitas giling dan hari kerja tiap satuan adalah Tebu bingung ini tampaknya semakin berkembang
sama dalam setahun, maka semua pengolah gula dengan semakin berkembangnya tebu bebas dan
merah tersebut memerlukan bahan baku sebanyak adanya perbedaan pelayanan dan tingkat rendemen
1076 x 18 = 19.368 hektar per tahun. Pada tahun antar PG.

32
Sifat Persaingan antara Usaha Gula Merah dengan Kedua: bagi petani tebu, adanya alternatif
Pabrik Gula jalur pemasaran melalui pengusaha gula merah juga
mempunyai arti positif, karena adanya keluwesan
Masalah utama yang perlu dibahas adalah sifat penjualan, dan bahkan keuntungan riil, misalnya
persaingan antara usaha gula merah dengan PG melalui adanya : (1) kemungkinan pembayaran
dalam kebutuhan bahan baku. Sepintas lalu dapat tunai; (2) harga yang beragam sesuai perkiraan
dikatakan bahwa persaingan itu bersifat langsung, rendemen; (3) peluang panen pada tingkat ren-
yang berarti .peningkatan kapasitas efektif usaha demen tinggi; dan (4) penjualan bebas menurut
gula merah akan langsung menurunkan jumlah waktu dan kebutuhan petani tebu. Dengan kata lain
tebu yang tersedia bagi PG. Di pihak lain langkah adanya alternatif jalur pemasaran ini menyebab-
terapi yang dilakukan oleh pihak PG juga seder- kan "bargaining position" petani sebagai produsen
hana, yakni menaikkan harga provenu, sehingga meningkat dalam usaha tebu.
pengusaha gula merah tidak mampu membeli Ketiga: pada umumnya pengusaha gula merah
bahan baku, atau secara tidak langsung menaik- membeli tebu dengan sistem tebasan yang ternyata
kan efisiensi pabrik, yang berarti meningkatkan populer di daerah ini. Gejala ini kelihatannya aneh
harga tebu yang dibeli dari petani, termasuk peng- karena sistem tebasan yang dilihat dari segi "grad-
aturan tata tanam dan tata tebang agar tebu dapat ing" tidak jelas (subyektif), ternyata malah disukai
ditebang tepat waktu pada tingkat rendemen yang oleh petani, sementara sistem pembelian oleh pihak
tinggi. PG dengan grading kuantitatif ternyata justru
Namun masalahnya tidak sesederhana itu. Mari menimbulkan kecurigaan petani. Tampaknya bagi
kita ikuti pembahasan beberapa argumen sebagai petani yang lebih penting adalah pembayaran tunai
berikut: dan transaksi langsung pada waktu yang ditentukan
Pertama sebagian besar pengolah gula merah oleh pemilik (petani) dan bukan oleh pembeli. Dari
adalah petani tebu rakyat, baik petani TRI mau- pengalaman, mereka juga mengetahui bahwa harga
pun non TRI, bahkan mungkin semula ada yang tebasan tidak jauh berbeda daripada harga pabrik
menjadi ketua kelompok petani tebu rakyat. Di- dan bahkan dapat lebih tinggi.
samping sebagai petani, mereka pun ada yang ber- Pengusaha gula merah dapat membeli dengan
peran sebagai pedagang tebu untuk pabrik gula harga yang lebih tinggi disebabkan antara lain oleh
(lihat Tabel 2). terbukanya peluang untuk memilih satu demi satu
Peran ganda pengusaha gula merah seperti ini batang tebu sesuai dengan penilaiannya. Sebagai
mencerminkan kelincahan mereka dalam berusaha. pedagang tebu, pengusaha gula merah dapat saja
Misalnya, kalau harga tebu meningkat sehingga menggiling tebu yang terpilih dan bermutu baik dan
mereka tidak mampu bersaing untuk mengolah gula menjual tebu mutu rendah ke PG. Berbeda dengan
merah, mereka hanya menjadi pedagang tebu. Ke- PG yang harus menebang tebu secara massal, pada
mungkinan besar mereka juga berperan positif waktu yang disesuaikan dengan kebutuhan pabrik.
dalam pengembangan tebu rakyat non kredit, Dalam hal ini PG membeli dengan "harga rata-
karena dapat menjamin altematif saluran pemasar- rata", sedangkan pedagang/pengusaha gula merah
an bagi para petani tebu. Luasnya tebu rakyat non dapat membeli tebu melalui seleksi menurut mutu
kredit di daerah Malang dan Kediri mungkin se- yang dikehendaki. Selain itu PG tidak mempunyai
bagian besar merupakan hasil kerja mereka, baik peluang untuk bersaing dengan pengusaha gula
secara langsung maupun secara tidak langsung. merah untuk memilih dan melakukan transaksi
Dalam perspektif ini, tidak tepat kalau mereka jual-beli satu demi satu. Meskipun demikian,
disebut pesaing bagi PG, karena mungkin mem- melalui peningkatan efisiensi pelayanan dari pabrik,
punyai sumbangan yang besar dalam produksi tebu disertai dengan tata-tanam dan tata-tebang yang
yang sebagian menjadi bahan baku PG. Bahkan baik, PG dapat meningkatkan daya saing terhadap
sebenarnya bagi pihak PG sendiri adanya pesaing pengusaha gula merah. Seperti misalnya yang ter-
seperti itu dapat merupakan dorongan untuk me- jadi di Malang, sebuah PG memberikan uang per-
ningkatkan efisiensi pelayanan dan efisiensi pabrik. sekot kepada petani tebu agar petani tersebut
Tanpa persaingan rasanya sulit bagi pihak PG bersedia menjual tebunya kepada PG yang ber-
untuk merasakan pentingnya efisiensi, apalagi sangkutan. Hal ini, tentu merupakan salah satu
mengingat tebu sudah bukan miliknya lagi. usaha peningkatan pelayanan PG kepada petani.

33
Namun, biasanya pembayaran tebu oleh pihak PG Selain kemungkinan penyediaan bahan baku
kepada petani adalah tidak tunai. melalui perluasan tebu rakyat, altematif pemecahan
Permasalahan persaingan diatas adalah bersifat masalah persaingan bahan baku yang dapat ditem-
jangka pendek. Timbul pertanyaan, bagaimana puh adalah mengembangkan produksi gula merah
sifat persaingan itu pada jangka panjang? Hal ini non-tebu, seperti gula merah kelapa yang banyak
tentu saja tergantung pada ketersediaan areal dijumpai di Jawa Timur. Turunnya harga kelapa
untuk tebu. Selama masih ada potensi perluasan dan kopra mungkin dapat memberikan dorongan
tebu rakyat yang dapat dikembangkan, maka untuk mengembangkan usaha gula merah kelapa.
tidak akan ada masalah serius bagi pihak PG. Hasil penelitian Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Sebaliknya, kalau perluasan areal itu sudah Pertanian (1990) menunjukkan bahwa upaya di-
semakin terbatas, masalahnya bukan lagi sekedar versifikasi industri kelapa yang dipandang poten-
persaingan dengan pengusaha gula merah, melain- sial untuk dikembangkan adalah pengolahan gula
kan akan meningkat pada kelayakan usaha PG itu merah, bukan kopra atau minyak goreng.
sendiri di Jawa. Dalam jangka panjang PG harus Dengan adanya prospek pengembangan usaha
mengembangkan sayapnya ke luar Jawa, mengingat gula merah kelapa, maka pangsa produksi gula
begitu ketatnya persaingan terhadap tanah untuk merah tebu dapat berkurang. Artinya kebutuhan
berbagai kepentingan, seperti untuk tanaman alter- pasar akan gula merah dapat dipenuhi oleh gula
natif, perumahan, perkantoran dan industri. merah non-tebu. Dilihat dari segi pemenuhan ke-
Keempat: masalah persaingan antara usaha gula butuhan bahan baku, ini berarti bahwa persaingan
merah dengan pabrik gula berkaitan erat dengan antara usaha gula merah tebu dengan PG menjadi
permintaan dan pemasokan gula (gula merah dan menurun.
gula putih). Dalam pasar barang-barang konsumsi
tampak bahwa gula merah dan gula pasir tidak
mempunyai efek pengganti yang kuat, karena
kedua jenis barang itu masing-masing mempunyai
kegunaan sendiri-sendiri. Gula merah tidak dapat
diganti oleh gula pasir untuk keperluan bumbu KESIMPULAN DAN SARAN
dapur dan beberapa jenis kue tradisional. Hal yang
sama juga berlaku bagi pabrik kecap. Tampaknya (1) Walaupun usaha gula merah berumur sudah
persaingan antara gula merah dengan gula pasir tua, tetapi teknologinya masih bersifat tradi-
lebih mencerminkan persaingan dalam bahan baku, sional dengan manajemen keluarga. Namun,
yang akan muncul kepermukaan dalam bentuk per- pada sisi lain, pengusaha gula merah dapat
saingan harga. Misalnya meningkatnya harga gula dikatakan termasuk pengusaha yang tangguh
merah akan meningkatkan daya kompetitif peng- dalam menghadapi masalah. Mereka, selain
usaha gula merah dalam pasar bahan baku. pengusaha gula merah, juga sebagai petani tebu
Kalau harga gula pasir naik, bahan baku akan dan atau pedagang tebu serta melakukan pe-
lebih banyak mengalir ke PG dan ketersediaan nyimpanan/pengawetan gula merah. Peng-
bahan baku untuk gula merah akan berkurang. usaha gula merah umumnya termasuk petani-
Berkurangnya bahan baku bagi usaha gula merah petani luas. Ini berarti bahwa posisi usaha gula
akan menurunkan pasokan gula merah, yang merah dalam penyediaan bahan baku cukup
berarti meningkatnya harga gula merah, sehingga kuat. Usaha gula merah dapat menghasilkan
kembali akan bersaing dalam pengadaan bahan sekitar satu ton gula merah per satuan per hari.
baku terhadap PG. Selain itu gula merah juga (2) Usaha gula merah mempunyai profitabilitas
tidak peka terhadap perubahan harga bahan baku. yang relatif tinggi dan mempunyai daya tahan
Analisis titik impas menunjukkan bahwa usaha gula terhadap perubahan harga masukan-keluaran
merah masih mampu berproduksi pada tingkat ke- gula merah. Hal ini antara lain menyebabkan
naikan harga bahan baku sebesar 26 persen dengan tingginya daya saing terhadap PG dalam per-
harga keluaran tetap. Karena itu, mungkin kebijak- olehan bahan baku. Usaha gula merah, selain
an harga untuk menekan usaha gula merah tidak mempunyai profitabilitas yang relatif tinggi,
akan efektif, selama permintaan terhadap gula juga memperlihatkan daya saing yang tinggi
merah tetap ada dan meningkat serta pangsa gula terhadap kegiatan ekonomi lain dalam pasar
merah asal tebu tetap tinggi. tenaga kerja di pedesaan.

34
(3) Dengan memperhatikan peran ganda, peng- sudah menyangkut kelayakan usaha PG itu
usaha gula merah berperan positif dalam sendiri di Jawa. Dalam jangka panjang PG
pengembangan tebu rakyat non kredit sehingga harus mengembangkan sayap ke luar Jawa,
usaha tersebut mempunyai sumbangan yang mengingat semakin ketatnya persaingan ber-
besar untuk meningkatkan produksi tebu. bagai kepentingan penggunaan lahan di Jawa;
Dalam perspektif ini, tidaklah tepat kalau (b) Pengembangan gula merah non tebu, seperti
mereka disebut sebagai pesaing bagi PG dalam gula merah kelapa. Diversifikasi produk kelapa
perolehan bahan baku. Namun, jika dilihat dari yang potensial untuk dikembangkan adalah
sisi jumlah tebu yang diolah menjadi gula gula merah, bukan kopra atau minyak goreng.
merah, maka usaha gula merah telah menim-
bulkan masalah dalam pemenuhan bahan baku
PG di Jawa Timur, terutama di daerah yang
banyak terdapat pengolahan gula merah. DAFTAR PUSTAKA
(4) Tampaknya, wujud persaingan antara usaha
gula merah dengan pabrik gula pasir dalam pe- Affendi Anwar, dkk. 1991. Peningkatan Efisiensi Pemasaran
menuhan bahan baku yang akan muncul ke Tebu Lahan Kering di Jawa. Kerjasama antara P3GI dengan
permukaan adalah dalam harga pembelian IPB. 1991. Bogor.
bahan baku. Sementara itu, usaha gula merah Mochtar, M., Ananta, T. dan Hadi, S. 1990. Ikhtisar Angka
tidak peka terhadap perubahan harga bahan Perusahaan Masa Oiling 1989. P3GI. 1990. Pasuruan.
baku. Karena itu, kebijakan harga untuk me- Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, 1990. Masalah In-
dustri Perkelapaan di Indonesia. Perlunya Diversifikasi. La-
nekan pengolahan gula merah mungkin tidak poran Bulanan Rapat Pimpinan Badan Penelitian dan Pe-
akan efektif, selama permintaan terhadap gula ngembangan Pertanian, Oktober 1990. Bogor.
merah tetap ada dan meningkat serta pangsa Simatupang P. 1990. Penelitian Menunjang Agro Industri di In-
gula merah asal tebu tetap tinggi. donesia. Disampaikan pada: Rapat Kerja Badan Litbang Per-
tanian, Juni 1990, Sukabumi.
(5) Pemecahan persaingan tergantung pada dua
hal: (a) Ketersediaan lahan untuk perluasan Statistik Perindustrian. Kantor Wilayah Perindustrian Jawa
Timur, Oktober 1990. Surabaya.
areal tebu. Selama potensi perluasan tebu
Soentoro, Rachmat, M., dan Manurung, V.T. 1990. Laporan
rakyat masih ada, masalah serius tidak ada bagi
Base Line Panel TRI, Jawa Timur. P301. 1990. Pasuruan.
PG. Sebaliknya jika areal perluasan itu sudah
Winarno, F.G. dan Birowo, A .T . 1988. Gula dan Pemanis
terbatas, masalahnya bukan lagi sekedar per- Buatan di Indonesia. Sekretariat Dewan Gula Indonesia,
saingan dengan usaha gula merah, melainkan 1988. Jakarta.

35

Anda mungkin juga menyukai