Disusun Oleh :
Nabila Salwa Rizal (71220891060)
Kurnia Miftahul Jannah (71220891044)
Pembimbing :
dr. Medina Yuliza, Sp.PD
Nilai :
Pembimbing
Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini
guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Haji Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Medina Yuliza, Sp.PD yang telah memberikan bimbingan
dan arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Haji Medan dalam membantu menyusun
paper ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa paper ini memiliki banyak kekurangan
baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan paper ini.
Harapan penulis semoga paper ini dapat memberi manfaat dan menambah
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu
kedokteran dalam praktek di masyarakat.
i
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................3
BAB IV DISKUSI........................................................................................................................33
BAB V KESIMPULAN...............................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................37
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga 6 minggu) laju
filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk
mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Akut kidney injury (AKI) ditandai dengan penurunan mendadak fungsi ginjal yang
terjadi dalam beberapa jam sampai hari. Diagnosis AKI saat ini dibuat atas dasar adanya
kreatinin serum yang meningkat dan blood urea nitrogen (BUN) dan urine output yang menurun,
meskipun terdapat keterbatasan. Perlu dicatat bahwa perubahan BUN dan serum kreatinin dapat
mewakili tidak hanya cedera ginjal, tetapi juga respon normal dari ginjal ke deplesi volume
ekstraseluler atau penurunan aliran darah ginjal.1
2.2. Klasifikasi
2.2.1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3
kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang
menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal 7 dan 2 kategori yang menggambarkan
prognosis gangguan ginjal.1
Tabel 2.1 Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE1
<0,5 mL/kg/jam, ≥
Risk ≥ 1,5 kali nilai dasar > 25% nilai dasar
6 jam
<0,5 mL/kg/jam, ≥
Injury ≥ 2,0 kali nilai dasar > 50% nilai dasar
12 jam
End Stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan
4
2.2.2. Klasifikasi AKI dengan Kriteria AKIN
Pada tahun 2005, Acute Kidney Injury Network (AKIN), sebuah kolaborasi nefrolog dan
intensivis internasional, mengajukan modifikasi atas kriteria RIFLE. AKIN mengupayakan
peningkatan sensitivitas klasifikasi dengan merekomendasikan. Dengan beberapa modifikasi,
kategori R, I, dan F pada kriteria RIFLE secara berurutan adalah sesuai dengan kriteria AKIN
tahap 1, 2, dan 3. Kategori L dan E pada kriteria RIFLE menggambarkan hasil klinis (outcome)
sehingga tidak dimasukkan dalam tahapan.1
Tabel 2.2 Klasifikasi AKI dengan Kriteria AKIN1
≥ 3,0 kali nilai dasar atau ≥ 4 mg/dL dengan < 0,5 mL/kg/jam, ≥ 24 jam
3 kenaikan akut ≥ 0,5 mg/dL atau inisiasi atau
terapi pengganti ginjal Anuria ≥ 12 jam
2.3. Epidemiologi
Data epidemiologi mengenai GgGA ternyata sangat jarang dilaporkan, padahal GgGA
merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian yang tinggi. Sejak digunakan kriteria
RIFLE, definisi diagnosis menjadi lebih seragam dan lebih sensitif. Hasil studi literatur yang
dilakukan Cerda, dkk (2008) menunjukkan adanya perbedaan insiden GgGA pada Negara
berkembang dan Negara maju, baik untuk pasien yang dirawat di rumah sakit (Hospital based)
maupun pada populasi umum (community based).2
Di negara berkembang, insidens GgGA pada populasi umum jarang dilaporkan, karena tidak
semua pasien dirujuk ke rumah sakit. Gangguan ginjal akut yang ringan dapat sembuh sendiri di
luar rumah sakit, sedangkan GgGA yang berat sering kali tidak mencapai rumah sakit karena
masalah geografis atau ekonomi. Angka kejadian GgGA di Cina sebesar 0,54/1000 pasien yang
dirawat, sedangkan di India sebanyak 6,6/1000 pasien yang dirawat. Angka GgGA yang terjadi di
populasi umum mungkin masih jauh lebih besar.2
Di negara maju, angka kejadian GgGA di rumah sakit jauh lebih tinggi dibandingkan negara
berkembang dan umumnya terjadi pada usia lanjut atau pasca operasi jantung. Sedangkan di negara
berkembang, GgGA lebih banyak terjadi pada usia muda atau anak-anak dengan etiologi dehidrasi,
infeksi, toksik atau kasus-kasus obstetri. Meta-analisis yang dilakukan oleh Needham (2005)
menunjukkan angka kejadian GgGA di Intensive care unit (ICU) adalah 1-5% dari seluruh pasien
5
yang dirawat di rumah sakit dan angka kematiannya mencapai 50-70%. Sedangkan meta-analisis
yang dilakukan Lamier dengan menggunakan kriteria RIFLE menunjukkan angka kejadian GgGA
di ICU bervariasi antara 5-67% dari seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit.2
2.4. Faktor Risiko
Pemahaman terhadap faktor resiko yang dimilki individu dapat membantu untuk mencegah
terjadinya AKI. Hal ini terutama berguna di rumah sakit, dimana bisa dilakukan penilaian faktor
resiko terlebih dahulu sebelum adanya paparan seperti operasi atau adiministrasi agen yang
berpotensi nefrotoksik.3
Tabel 2.3 Faktor resiko AKI : Paparan dan susceptibilitas pada AKI nonspesifik menurut
KDGIO 2012
Paparan Susceptibilitas
Sepsis Dehidrasi dan Deplesi Cairan
Penyakit Kritis Usia Lanjut
Syok Sirkulasi Perempuan
Luka Bakar Black Race
Trauma CKD
Operasi Jantung (terutama dengan CPB) Penyakit Kronik (Jantung, Paru, Liver)
Operasi Major Nonkardiak Diabetes Mellitus
Obat Nefrotoksik Kanker
Agen Radiokontras Anemia
Racun Tanaman Atau Hewan
Akhirnya, sangat penting untuk menyaring pasien yang mengalami paparan untuk mencegah
AKI, bahkan disarankan untuk selalu menilai resiko AKI sebagai bagian dari evaluasi awal admisi
emergensi disertai pemeriksaan biokimia. Monitor tetap dilaksanakan pada pasien dengan resiko
tinggi hingga resiko pasien hilang.1
2.5. Patofisiologi
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif konstan yang
diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang berperan dalam
autoregulasi ini adalah:4
a) Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
b) Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi
autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada
keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor
kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin
serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme
6
tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada
keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek
miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang
terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1. 1,4
Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :
a. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)
b. Penyakit intrinsik ginjal (renal)
c. Obstruksi renal akut (post renal)
1) Bladder outlet obstruction (post renal)
2) Batu, trombus atau tumor di ureter
7
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut disebabkan oleh
keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering
menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular.
Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah sepsis, iskemik dan nefrotoksik
baik endogenous dan eksogenous dengan dasar patofisiologinya yaitu peradangan, apoptosis dan
perubahan perfusi regional yang dapat menyebabkan nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab lain
yang lebih jarang ditemui dan bisa dikonsep secara anatomi tergantung bagian major dari
kerusakan parenkim renal : glomerulus, tubulointerstitium, dan pembuluh darah.5
3. Gagal Ginjal Akut Post Renal
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA post-
renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi karena
deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein (mioglobin, hemoglobin). Obstruksi
ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla)
dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih
(batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post-renal terjadi bila
obstruksi akut terjadi pada uretra, buli-buli dan ureter bilateral atau obstruksi pada ureter unilateral
dimana ginjal satunya tidak berfungsi.4
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan
peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-
2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat pengaruh
tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai
menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan
penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah
24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai
terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor-faktor pertumbuhan yang menyebabkan
fibrosis interstisial ginjal.5
2.6. Diagnosis dan Etiologi
Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) pada tahun 2011 menerbitkan
panduan untuk GgGA dengan tujuan menjebatani hal-hal yang belum dapat disepakati oleh ADQI
maupun AKIN.2
Kriteria diagnosis GgGA versi KDIGO sebenarnya hampir sama dengan kriteria diagnosis
AKIN. Kesulitan penggunaan panduan ADQI maupun AKIN adalah menentukan kadar kreatinin
dasar. Seringkali pasien masuk tanpa mengetahui berapa kadar kreatinin darah sebelumnya.
Terutama untuk GgGA yang tidak dirawat di rumah sakit. Untuk itu, KDIGO memberikan definisi
8
kadar kreatinin darah referensi dimana kadar kreatinin darah terendah dalam 3 bulan terakhir atau
kadar kreatinin saat awal masuk perawatan (untuk mengetahui peningkatan kreatinin, maka
dilakukan pemeriksaan kreatinin ulang setelah 24 jam perawatan).2
Tabel 2.4 Kriteria Diagnosis GgGA Menurut KDIGO22
Kriteria Diagnosis GgGA KDIGO
Peningkatan kadar kreatinin serum sebesar ≥ 0,3 mg/dL (≥ 26,4 µmol/L), atau
Peningkatan kadar kreatinin serum ≥ 1,5 kali (> 50%) bila dibandingkan dengan kadar
referensi yang diketahui dan diduga terjadi peningkatannya dalam 1 minggu, atau
Penurunan produksi urin menjadi kurang dari 0,5 cc/jam selama lebih dari 6 jam
Etiologi Pre-Renal
Anamnesis Penyakit Pemeriksaan Fisik
Lemah badan, rasa haus
Kehilangan volume cairan tubuh Hipotensi ortostatik, nadi cepat dan
dangkal, bibir kering, turgor buruk
Oligo-anuria
Sesak nafas
Penurunan volume efektif pembuluh Normotensi atau hipotensi (tergantung
darah (curah jantung) autoregulasi cairan tubuh)
Oligo-anuria
Edema paru
Redistribusi cairan Edema tungkai
Biasanya produksi urin normal. Bila terjadi
oligo-anuri, dapat menimbulkan gejala
Obstruksi renovaskular
edema paru
Edema tungkai
Vasokontruksi intra-renal primer
Etiologi Renal
Anamnesis Penyakit Pemeriksaan Fisik
Tubular nekrosis akut Anamnesis sesuai dengan etiologi:
Pada iskemik TNA: keluhan panas
Glomerulonefritis akut
badan (akibat infeksi/sepsis) atau sesak
nafas (pada gagal jantung)
Pada glomerulonefritis akut adanya
Oklusi mikrokapiler/glomerular dan
riwayat demam akibat infeksi
nekrosis kortikal akut
Pada hemolisis adanya riwayat
transfusi darah
9
Tensi: hipertensi (gagal jantung),
hipotensi (dehidrasi, syok)
TVJ: meningkat (gagal jantung),
menurun (dehidrasi)
Suhu: demam pada infeksi/sepsis
Kulit: butterfly rash (LES), purpura
(vaskulitis)
Mata: ikterik (sepsis, hepatitis)
Jantung: takikardi, murmur (gagal
jantung), nadi irreguler (infark)
Paru: ronki (edema paru)
Abdomen: nyeri sudut kostovertebrae,
asites, hidrpnefrosis
Etiologi Post-Renal
Anamnesis Penyakit Pemeriksaan Fisik
Nyeri kolik abdomen
Obstruksi ureter (bilateral/unilateral)
Disuria, obstruksi urin
Demam
Obstruksi kandung kemih atau uretra Pembesaran ginjal, vesika urinaria
Pembesaran prostat
Etiologi Gangguan Ginjal Akut (GgGA) secara klasik dibagi menjadi 3 kelompok utama
berdasarkan lokasi terjadinya kelainan patofisiologi, yaitu sebelum ginjal (pre-renal), di dalam
ginjal (renal), atau sesudah ginjal (post-renal).2
1. Gangguan Ginjal Akut Pre-renal
Etiologi pre-renal dapat terjadi pada GgGA diluar rumah sakit (community-acquired) atau
di dalam rumah sakit (hospital-acquired). Angka kejadian etiologi pre-renal mencapai
70% dari seluruh GgGA yang terjadi di luar rumah sakit dan 40% yang terjadi di dalam
rumah sakit.2
1) Kehilangan volume cairan tubuh melalui:
a. Dehidrasi
b. Perdarahan
c. Gastro-intestinal : diare, muntah, cairan NGT
d. Ginjal : diuretik, osmotik diuretik, insufisiensi adrenal
e. Kulit : luka bakar, diaforesis
f. Peritoneum : drain pasca operasi
2) Penurunan volume efektif pembuluh darah (curah jantung)
a. Infark miokard
10
b. Kardiomiopati
c. Perikarditis (konstruktif atau tamponade jantung)
d. Aritmia
e. Disfungsi katup
f. Gagal jantung
g. Emboli paru
h. Hipertensi pulmonal
i. Penggunaan ventilator
3) Redistribusi cairan
a. Hipoalbuminemia (sindroma nefrotik, sirosis hepatis, malnutrisi)
b. Syok vasodilator (sepsis, gagal hati)
c. Peritonitis
d. Pankreatitis
e. Rhabdomiolisis (“Crush Injury”)
f. Asites
g. Obat-obat vasodilator
h. Obstruksi renovaskular
i. Arteri renalis (stenosis intravaskular, emboli, laserasi trombus)
j. Vena renalis (trombosis intravaskuler, infiltrasi tumor)
4) Vasokontriksi intra-renal primer
a. NSAID, siklosporin, sindrom hepatorenal
b. Hipertensi maligna, pre-eklampsi, skleroderma
2. Gangguan Ginjal Akut Renal
Etiologi renal disebabkan oleh semua gangguan yang terjadi di dalam ginjal, baik di tubuli
ginjal, parenkim (interstisial), glomeruli, maupun pembuluh darah (vaskular). Etiologi
renal biasanya terjadi di dalam rumah sakit (hospital-acquired) atau terjadi kelanjutan
GgGA pre-renal (hipoperfusi) yang terjadi di luar rumah sakit dan tidak di kelola dengan
baik sehingga berlanjut menjadi TNA.2
Etiologi TNA paling sering disebabkan oleh sepsis (50%), obat-obat yang bersifat
nefrotoksik (35%) dan keadaan iskemia (15%). Gangguan ginjal akut pre-renal dengan
etiologi hipoperfusi, bila tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi TNA
iskemik. Beberapa faktor dapat menjadi predisposisi GgGA seperti: hipertensi, diabetes
mellitus, usia lanjut atau penyakit vaskular perifer.2
1) Tubular nekrosis akut
11
a. Obat-obatan: aminoglikosida, cisplatin, amphotericin B
b. Iskemia: apapun sebabnya
c. Syok septis: apapun sebabnya
d. Obstruksi intratubuler: rhabdomiolisis, hemolisis, multiple mieloma, asam urat,
kalsium oksalat
e. Toksin: zat kontras radiologi, karbon tetraklorida, etil glikol, logam berat
2) Nefritis interstisial akut
a. Obat-obatan: penisilin, obat anti inflamasi non steroid (OAINS), angiotensin
converting enzyme-inhibitor (ACE-I), alupurinol, cimetidine, H2 blockers, proton
pump inhibitors
b. Infeksi: streptokokus, difteri, leptospirosis
c. Metabolik hiperurisemia:, nefrokalsinosis
d. Toksin: etilene glikol, kalsium oksalat
e. Penyakit autoimun: lupus erimatosus sistemik (LES), cryoglobulinemia
3) Glomerulonefritis akut
a. Pasca-infeksi: streptokokus, bakteria, hepatitis B, infeksi human
immunodeficiency virus (HIV), abses viseral
b. Vaskulitis sistemik: LES, Wegener’s granulomatous, poliarteritis nodosa,
Henoch-Schonlein purpura, Ig A nefritis, sindrome Goodpasture
c. Glomerulonefritis membranoproliperatif
d. Idiopatik
4) Oklusi mikrokapiler/glomerular
a. Thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP)
b. Hemolytic uremic syndrome (HUS)
c. Koagulasi intravaskular diseminata cryoglobulinemia
d. Emboli kolesterol
5) Nekrosis kortikal akut
3. Gangguan Ginjal Akut Post-renal
Gangguan ginjal akut post-renal terjadi akibat obstruksi pada saluran air kemih apapun
etiologinya. Obstruksi dapat terjadi di bawah kandung kemih (uretra) atau pada ke-2 ureter
yang akan menghambat aliran urin dari ke-2 ginjal. Obstruksi akan meningkatkan tekanan
di dalam kapsula Bowman dan menurunkan tekanan hidrostatik sehingga terjadi
penurunan LFG. Bila obstruksi hanya terjadi pada salah satu ureter maka GgGA post renal
baru akan berlangsung bila ginjal sebelahnya sudah tidak berfungsi akibat etiologi lain.2
12
1) Obstruksi ureter (bilateral atau unilateral)
a. Ekstrinsik
a) Tumor (endometrium, serviks, limfoma, metastasis)
b) Perdarahan/fibrosis retroperitoneum ligasi (ikatan) ureter secara tidak sengaja
(pada tindakan bedah)
b. Intrinsik
a) Batu
b) Bekuan darah
c) Nekrosis papila ginjal
d) Tumor
2) Obstruksi kantung kemih atau uretra
a. Tumor atau hipertrofi prostat
b. Tumor vesika urinaria, neurogenic bladder
c. Prolaps uteri
d. Batu, bekuan darah, sloughed papillae
e. Obstruksi kateter foley
2.7. Diagnosis
1. Assessment pasien dengan AKI
a. Kadar kreatinin serum. Pada GGA faal ginjal dinilai dengan memeriksa berulang kali
kadar serum kreatinin. Kadar serum kreatinin tidak dapat mengukur secara tepat LFG
karena tergantung dari produksi (otot), distribusi dalam cairan tubuh, dan ekskresi
oleh ginjal.1
b. Volume urin. Anuria akut atau oliguria berat merupakan indicator yang spesifik untuk
gagal ginjal akut, yang dapat terjadi sebelum perubahan nilai-nilai biokimia darah.
Walaupun demikian, volume urin pada GGA bisa bermacam-macam, GGA prerenal
biasanya hampir selalu disertai oliguria (< 400 ml/hari), walaupun kadang tidak
dijumpai oliguria. GGA renal dan post-renal dapat ditandai baik oleh anuria maupun
poliuria.1
c. Biomarker
Syarat petanda biologis GGA adalah mampu mendeteksi sebelum kenaikan kadar
kreatin disertai dengan kemudahan teknik pemeriksaanya. Petanda biologis diperlukan
untuk secepatnya mendiagnosis GGA. Petanda biologis ini adalah zat-zat yang
dikeluarkan oleh tubulus ginjal yang rusak, seperti interleukin 18, enzim tubular, N-
acetyl-B-glucosamidase, alanine aminopeptidase, kidney injury molecule 1.1
13
Tabel 2.6 Evaluasi pada Pasien dengan AKI
Prosedur Informasi yang dicari
Anamnesis dan pemeriksaan fisis Tanda-tanda untuk penyebab AKI
Indikasi beratnya gangguan metabolic
Perkiraan status volume (hidrasi)
Mikroskopik urin Petanda inflamasi glomerulus atau
tubulus
Infeksi saluran kemih atau uropati
Kristal
Pemeriksaan biokimia darah Mengukur pengurangan LFG dan
gangguan metabolic yang
diakibatkannya
Pemeriksaan biokimia urin Membedakan gagal ginjal pre-renal dan
renal
Darah perifer lengkap Menentukan ada tidaknya anemia,
leukositosis dan kekurangan trombosit
akibat pemakaian
USG ginjal Menentukan ukuran ginjal, ada tidaknya
obstruksi, tekstur parenkim ginjal yang
abnormal
CT scan abdomen Mengetahui struktur abnormal dari ginjal
dan traktus urinarius
Pemindaian radionuklir Mengetahui perfusi ginjal yang
abnormal
Pielogram Evaluasi perbaikan dari obstruksi traktus
urinarius
Biopsi ginjal Menentukan berdesarakan pemeriksaan
patologi penyakit ginjal
2. Pemeriksaan penunjang
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi glomerulus,
tubulus, infeksi saluran kemih atau uropati kristal. Pada AKI pre-renal, sedimen yang
didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI postrenal juga
menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan
14
pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai
cast yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented “muddy brown”
granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast
eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan
pigmented “muddy brown” granular cast pada nefritisinterstitial.1
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin (osmolalitas
urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada penentuan tipe AKI.1
Tabel 2.7 Kelainan Analisis Urin
2.8. Penatalaksanaan
Ada 2 jenis pengobatan dalam pengelolaan terhadap komplikasi GgGA, yaitu:2
1. Terapi konservatif (suportif)
2. Terapi pengganti ginjal (TPG)
Yang dimaksud dengan terapi konservatif (suportif) adalah penggunaan obat-obatan atau
cairan dengan tujuan mencegah atau mengurangi progresifitas, morbiditas dan mortalitas penyakit
akibat komplikasi GgGA. Bila terapi konservatif tidak berhasil, maka harus diputuskan untuk
melakukan TPG.2
Tujuan terapi konservatif pada GgGA adalah sebagai berikut:
1. Mencegah progresifitas penurunan fungsi ginjal
2. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia
3. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal
4. Memelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa
15
Beberapa prinsip terapi konservatif:
1. Hati-hati pemberian obat yang bersifat nefrotoksik
2. Hindari keadaan yang menyebabkan deplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi
3. Hindari gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis metabolik
4. Hindari instrumentasi (kateterisasi dan sistoskopi) tanpa indikasi medis yang kuat
5. Hindari pemeriksaan radiologi dengan media kontras tanpa indikasi medis yang kuat
6. Kendalikan hipertensi sistemik dan tekanan intraglomerular
7. Kendalikan keadaan hiperglikemia dan infeksi saluran kemih (ISK)
8. Diet protein yang proporsional
9. Pengobatan yang sesuai terhadap etiologi GgGA
Pada dasarnya terapi konservatif (suportif) adalah untuk menjaga homeostasis tubuh dengan
mengurangi efek buruk akibat komplikasi GgGA.
Tabel 2.8 Terapi Konservatif (Suportif) pada GgGA
Pengelolaan Suportif GgGA
Komplikasi Terapi
Kelebihan cairan 1. Batasi garam (1-2 gram/hari) dan air (<1 liter/hari)
intravaskular 2. Diuretik (biasanya furosemide +/- tiazide)
Hiponatremia 1. Batasi cairan (<1 liter/hari)
2. Hindari pemberian cairan hipotonis (termasuk
dextrose 5%)
Hiperkalemia 1. Batasi intake kalium (<40 mmol/hari)
2. Hindari suplemen kalium dan diuretik hemat
kalium
3. Beri resin “potassium-binding ion exchange”
(kayazalate)
4. Beri glukosa 50% sebanyak 50cc + insulin 10 unit
5. Beri Natrium-bikarbonat (50-100 mmol)
6. Beri salbutamol 10-20 mg inhaler atau 0,5-1 mg
IV
7. Kalsium glukonat 10% (10 cc dalam 2-5 menit)
Asidosis metabolik 1. Batasi intake protein (0,8-1.0 gr/KgBB/hari)
2. Beri natrium bikarbonat (usahakan kadar serum
bikarbonat plasma > 15 mmol/l dan pH arteri >
16
7,2)
Hiperfosfatemia 1. Batasi intake fosfate (800 mg/hari)
2. Beri pengikat fosfat (kalsium asetat-karbonat,
alumunium HCl, sevalamer)
Hipokalsemia Beri kalsium karbonat atau kalsium glukonat 10%
(10-20cc)
Hiperuriksemia Tidak perlu terapi bila kadar asam urat <15 mg/dl
Selain itu, terapi nutrisi pada pasien GgGA harus menjadi bagian dari pengelolaan secara
keseluruhan karena dapat mempengaruhi perjalanan penyakit maupun prognosis pasien. Tujuan
dukungan nutrisi pada GgGA antara lain: mencegah protein-energy wasting (PEW),
mempertahankan lean body mass dan status nutrisi, menghindari gangguan metabolik yang lebih
berat, mencegah komplikasi, mendukung fungsi imunitas, meminimalisasi inflamasi, memperbaiki
aktivitas anti oksidan dan fungsi endotel serta mengurangi mortalitas.2
Tabel 2.9 Kebutuhan Nutrisi pada Penderita Gangguan Ginjal Akut
Energi 20-30 kkal/kgBB/hari
Karbohidrat 3-5 (maksimal 7) gr/kgBB/hari
Lemak 0,8-1,2 (maksimal 1,5) gr/kgBB/hari
Protein (asam amino esensial dan
non-esensial)
Terapi konservatif
TPG dengan CRRT 0,6-0,8 (maksimal 1,0) gr/kgBB/hari
TPG dengan CRRT dengan 1,0-1,5 gr/kgBB/hari
hiperkatabolisme Maksimal 1,7 gr/kgBB/hari
Tabel 2.10 Kebutuhan Nutrisi pada Penderita Gangguan Ginjal Akut dengan TPG
Protein
Paling sedikit 1,5 gr/kgBB/hari
Asupan protein sebaiknya ditambah 0,2-0,3 gr/kgBB/hari sebagai kompensasi
hilangnya asam amino selama TPG
Diberikan asam amino esensial dan non esensial jika menggunakan nutrisi parenteral
Energi
Kalori non protein 25 kkal/kgBB/hari
1/3 kebutuhan energi dari lipid
Jika menggunakan nutrisi parenteral : 1-1,5 gr/kgBB/hari emulsi lipid (ekivalen dengan
250-500 ml emulsi lipid 20%)
Disarankan pemberian MCT/LCT
Disarankan pemberian emulsi lipid three-in-one bag selama 18-24 jam
17
BAB III
STATUS PASIEN
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Mansurya
Umu : 62 tahun
Status kawin : Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Kasuari II No. 5 A, Tegal Sari Mandala II Medan Denai
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Nyeri Perut
Telaah :
Pasien juga mengeluhkan demam (+) yang dialami pasien ± 3 yang lalu
SMRS. Demam dirasakan terus-meneurs dan menurun perlahan. Pasien juga
mengeluhkan menurunnya nafsu makan yang membuat pasien mengalami
penurunan berat badan. Pasien mengaku pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya. Riwayat penyakit terdahulu pasien adalah asam urat dan kolesterol
yang tinggi serta adanya pembengkakan pada jantung.
BAB : 1x/minggu, kuning kecoklatan, tuntas
BAK : 3-4x/ hari, kuning keruh, tuntas
RPT : Kolesterol, Asam urat, Pembengkakan jantung
RPK : Ibu : Kolesterol dan Asam Urat
RPO : Allopurinol, Simvastatin, Obat jantung (Os lupa nama obat)
R. Kebiasaan : Makan teratur
18
ANAMNESA UMUM
Badan Kurang Enak : Ya Tidur : Terganggu
Merasa Capek / Lemas: Ya Berat Badan : Menurun
Merasa Kurang Sehat : Ya Malas : Tidak ada
Menggigil : Tidak ada Demam : Ya
Nafsu Makan : Menurun Pening : Ya
ANAMNESA ORGAN
COR
Dyspnoe d’effort : Ya Sianosis : Tidak ada
Dyspnoe d’repos : Tidak ada Angina Pectoris : Tidak ada
Oedema : Tidak ada Palpitasi Cordis : Tidak ada
Nocturia : Tidak ada Asma Cardial : Tidak ada
TRACTUS DIGESTIVUS
Ructus : Tidak ada
LAMBUNG
Sendawa : Tidak ada
Sakit di Epigastrium : Tidak ada
Sebelum / Sesudah makan Anoreksia : Tidak ada
Mual-mual : Ya
Rasa panas di Epigastrium : Tidak
Disfagia : Tidak ada
Muntah : Tidak ada
Foetor ex ore : Tidak ada
Hematemesis : Tidak ada
Pyrosis : Tidak ada
Stidor : Tidak ada
19
USUS
Sakit di abdomen : Tidak ada Malena : Tidak ada
Bobrborygmi : Tidak ada Tenesmi : Tidak ada
Obsutpasi : Tidak ada Flatulensi : Tidak ada
Defekasi : 1x/mg kuning Haemorrohid : Tidak ada
(freq, warna, konsi) kecoklatan,
tuntas
Diare :Tidak ada
(freq, warna, konsi)
SENDI
Sakit di gerakan : Tidak ada
Sakit : Tidak ada
Bengkak : Tidak ada
Sendi kaku : Tidak ada
Stand abnormal : Tidak ada
Merah : Tidak ada
TULANG
Fraktur spontan : Tidak ada
Sakit : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Bengkak : Tidak ada
20
OTOT
Sakit : Tidak Kejang-kejang : Tidak ada
Atrofi : Tidak ada
Kebas-kebas : Tidak ada
DARAH
Muka pucat : Ya
Sakit dimulut dan lidah : Tidak ada
Bengkak : Tidak ada
Mata berkunang-kunang : Tidak ada
Penyakit darah: Tidak ada
Pembengkakan kelenjar : Tidak ada
Perdarahan : Tidak ada
Merah di kulit : Tidak ada
subkutan
ENDOKTRIN
Pancreas
Pruritus : Tidak ada
Polidipsi : Tidak ada
Pyorrhea : Tidak ada
Polifagi : Tidak ada
Polyuria : Tidak ada
Tiroid
Struma : Tidak ada
Nervositas : Tidak ada
Miksodem : Tidak ada
Exoftalmus : Tidak ada
Hipofisis
Distrifi adipos : Tidak ada
Akromegali : Tidak ada
kongenital
FUNGSI GENITALIA
Ereksi : Tidak ada
Menarche :-
Libido seksual : Tidak ada
Siklus haid :-
Coitus : Tidak ada
Menopause :-
G/P/Ab :-
SUSUNAN SYARAF
Sakit kepala : Ya
Hipoastesia : Tidak ada Gerakan Tics : Tidak ada
21
Parastesia : Tidak ada
Paralisis : Tidak ada
PANCA INDRA
Penglihatan : Normal Pengecapan : Normal
Pendengaran : Normal Perasaan : Normal
Penciuman : Normal
PSIKIS
Mudah tersinggung : Tidak ada Pelupa : Ya
Takut : Tidak ada
Lekas marah : Tidak ada
Gelisah : Tidak ada
KEADAAN SOSIAL
Pekerjaan : Wiraswasta Hygiene : Baik
22
ANAMNESA FAMILY
Penyakit-penyakit family : Kolesterol, Asam
Urat (Ibu)
Penyakit seperti orang sakit : Ya
Anak-anak 2, Hidup 2, Mati 0
STATUS PRAESENS
KEADAAN UMUM
Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Temperatur : 36,5°C
Pernafasan : 20x/menit, reg, tipe pernafasan (abdominal-thoracal)
Nadi : 85x/menit, equal, teg/vol (sedang)
KEADAAN PENYAKIT
Anemia : Ya Eritema : Tidak ada
Icterus : Tidak ada Turgor : CRT < 2 detik
Sianosis : Tidak ada Gerakan aktif : Ya
Dispnoe : Ya Sikap tidur paksa : Tidak ad
Edema : Tidak
KEADAAN GIZI
BB : 65 kg
65
TB : 165 cm 65 x 100% = 100%
RBW = 165−100 IMT =
(174 )𝑥( 174 )
= 23,87
100 100
PEMERIKSAAN FISIK
KEPALA
Pertumbuhan rambut : Normal
Sakit kalau dipegang : Tidak
Perubahan lokal : Tidak
23
Muka
Sembab : Ya Parase : Tidak ada
Pucat : Tidak ada Gangguan local : Tidak ada
Kuning : Tidak ada
Mata
Stand Mata : Normal Ikterus : Tidak ada
Gerakan : Normal Anemia : Tidak ada
Exoftalmus : Tidak ada Reaksi Pupil : Isokor, ±3 cm (terang), ±5
Ptosis : Tidak ada cm (gelap)
Gangguan local : Tidak ada
Telinga
Sekret : Tidak ada Bentuk : Normal
Radang : Tidak ada Atrofi : Tidak ada
Hidung
Sekret : Tidak ada Benjolan- : Tidak ada
Bentuk : Normal benjolan
Bibir
Sianosis : Tidak ada Kering : Tidak ada
Pucat : Tidak ada Radang : Tidak ada
Gigi
Karies : Tidak ada Jumlah : Tidak dihitung
Pertumbuhan : Normal Pyorroe : Tidak ada
Alveolaris
Lidah
Kering : Tidak ada Beslag : Tidak ada
Pucat : Tidak ada Tremor : Tidak ada
24
Tonsil
Merah : Tidak ada Membran : Tidak ada
Bengkak : Tidak ada Angina : Tidak ada
Beslag : Tidak ada lacunaris
LEHER
Inspeksi
Struma : Tidak ada Torticollis : Tidak ada
Kelenjar bengkak : Tidak ada Venektasi : Tidak ada
Pulsasi vena : Tidak ada
Palpasi
Posisi trachea : Medial TVJ : R-2cm H2O
Sakit/Nyeri tekan : Tidak ada Kosta : Tidak ada
servikalis
THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Fusiformis Venektasi : Tidak ada
Simetris/asimetris : Simetris Pembengkakan : Tidak ada
Bendungan vena : Tidak ada Pylsasi verbal : Tidak ada
Ketinggalan bernafas : Tidak ada Mammae : Norml
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak ada Ictus : Tidak teraba
Fremitus suara : Normal, - Lokalisasi :-
Kanan - Kuat angkat : -
=Kiri - Melebar :-
Fremissement : Tidak ada - Ictus negative :-
25
Perkusi
Suara perkusi paru : Sonor (+/+) Batas jantung
Auskultasi
- Paru-paru
- Suara pernafasan : Vesikuler
- Suara tambahan : Tidak ada
a. Ronchi basah : -
b. Ronchi kering : -
c. Krepirtasi :-
d. Gesek pleura : -
Cor
Heart rate : 119x/menit
Suara katup : M1 > M2 A2 > A1
P2 > P1 A2 > P2
Suara tambahan
Desah jantung fungsional/organis : Tidak ada
Gesek pericardial/pleuracardial : Tidak ada
THORAX BELAKANG
Inspeksi
Bentuk : Fusiformis Ketinggalan : Tidak
Simetris/asimteris : Simteris bernafas
Benjolan : Tidak ada Venektasi : Tidak ada
Scapula alta : Tidak ada
26
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak ada
Fremitus suara : Normal, Kanan=Kiri
Penonjolan : Tidak ada
Perkusi
Suara perkusi paru : Sonor
Gerakan bebas : 2 cm
Batas bawah paru
Kanan : Proc. Spin Vert. Thoracal IX
Kiri : Proc. Spin Vert. Thoracal X
Auskultasi
Suara pernafasan : Vesikuler
ABDOMEN
Inspeksi
Bengkak : Tidak ada
Venektasi/Pembentukan vena : Tidak ada
Gembung : Tidak ada
Pulsasi : Tidak ada
Palpasi
Defens Muscular : Tidak ada
Nyeri tekan :Tidak ada
Lien : Tidak ada
Ren : Tidak teraba
Hepar : Tidak teraba
Perkusi
Pekak hati : Ya
Pekak beralih : Tidak
27
Auskultasi
Peristaltik usus : Normal, 10x/menit
GENITALIA
Luka : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sikatrik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nanah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Hernia : Tidak dilakukan pemeriksaan
EKSTREMITAS
Atas
Bengkak : Tidak ada Reflex
Merah : Tidak ada Biceps :+/+
Stand abnormal : Tidak Triceps :+/+
Gangguan fungsi : Tidak Radio periost : + / +
Tes rumpelit : Tidak
Bawah
Varises : Tidak
Bengkak : Tidak ada Refleks
Merah : Tidak ada - KPR : +/+
Oedema : Tidak ada - APR : +/+
Pucat : Tidak ada - Struple : + / +
Gangguan fungsi : Tidak ada
Luka/Gangren : Tidak ada
28
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Rutin
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
HGB 11,6 (L) g/dl 13.0 – 18.0
Hematokrit 34,2 (L) 106/𝜇L 37-45
Leukosit 8.70 103/𝜇L 4 - 11.
29
Rapid Test COVID-19
18/02/2022
Rapid test Antigen Negatif Negatif
SARS Cov-2
FUNGSI GINJAL
Ureum 26,6 10-38
ELEKROLIT
Natrium (Na) 138 135-155
30
RPT : Cardiomegaly, Kolesterol, Asam Urat
RPK : Ibu : Kolesterol, Asam Urat
RPO : Allopurinol, Simvastatin dan obat jantung (Os Lupa Nama Obat)
R. Kebiasaan : Makan teratur
STATUS PRESENT
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thorax : Aukultasi : Suara Pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : Tidak ada
Abdomen :
Ekstremitas
a. Atas : Dalam batas normal
Skala Nyeri : 4
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah : Hemoglobin ( ↓ ), hematokrit ( ↓ ), eritrosit ( ↓ ), PDW ( ↑ ), Neutrofil
segmen ( ↑ ), Limfosit ( ↓ ), Eosinofil ( ↓ )
Urin : Tidak diperiksa
31
Tinja : Tidak diperiksa
Dll : rapid antigen (-)
Fungsi Ginjal : Kreatinin ( ↑ ),
Elektrolit : Klorida ( ↓ ),
DIAGNOSA BANDING
DIAGNOSA SEMENTARA :
Gangguan Ginjal Akut, Anoreksia Geriartri, CHF
TERAPI
Aktifitas : Aktivitas ringan
Diet (Jumlah, Jenis, Jadwal) : Diet tinggi kalori
Medikamentosa
1. IVFD RL 20 gtt/i
2. Omeprazole IV 1 amp/12 jam
3. Ceftriaxone IV 1 amp/12 jam
4. Furosemid IV 1 amp/12 jam
5. Citicolin IV 1 amp/12 jam
6. PCT tab 500 mg 3x1
7. Sucralfate syr 3x1
8. Curcuma 20 mg 3x1
9. KSR 600 mg 2x1
10. Natrium Diclofenac 50 mg 3x1
11. Remipril 5 mg 1x1
PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Darah Lengkap
2. Elektrolit
3. Fungsi Ginjal
4. USG
5. Biopsy
6. Pemeriksaan histopatologi ginjal
32
BAB IV
DISKUSI
33
Pasien M berusia 62 tahun diantar oleh keluarganya ke IGD RSU Haji
Medan dengan keluhan nyeri perut yang dialami pasien ± 2 hari yang lalu SMRS.
Pasien merasa nyeri perut datang tiba-tiba dan bersifat terus menerus. Pasien juga
mengeluhkan sesak nafas (+), sesak nafas dirasakan terus menerus bahkan saat
istirahat. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala (+) nyeri kepala dirasakan seperti
berdenyut.
Pasien juga mengeluhkan demam (+) yang dialami pasien ± 3 yang lalu
SMRS. Demam dirasakan terus-meneurs dan menurun perlahan. Pasien juga
mengeluhkan menurunnya nafsu makan yang membuat pasien mengalami
penurunan berat badan. Pasien mengaku pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya. Riwayat penyakit terdahulu pasien adalah asam urat dan kolesterol
yang tinggi serta adanya pembengkakan pada jantung.
34
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (faktor komorbid tersebut antara lain
kadar asam urat yang meningkat, cardiomegaly)
3. Memperbaiki fungsi ginjal (restriksi protein dan terapi farmakologis),
4. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi (anemia, pembatasan cairan dan elektrolit)
35
BAB V
KESIMPULAN
Gangguan Ginjal Akut (GgGA) adalah suatu kondisi klinis yang spesifik dengan
menifestasi yang sangat bervariasi, mulai dari ringan tanpa gejala, hingga yang sangat berat dengan
disertai gagal organ multipel. Gangguan ginjal akut dapat terjadi pada pasien yang dirawat di
rumah sakit (hospital-acquired) baik rawat inapintensif maupun rawat inap non-intensif, bahkan
bisa ditemukan di luar rumah sakit (community-acquired).
Pada kasus ini pasien Laki - laki, berusia 62 tahun berdasarkan anamnesis ditemukan
adanya nyeri ulu hati, sesak nafas, nyeri kepala, penurunan berat badan, menurunnya nafsu makan,
riwayat asam urat dan kolesterol yang meningkat. Pada pemeriksaan mata, didapatkan konjungtiva
pasien tampak pucat sehingga membuktikan tanda tanda anemis positif dimana ini merupakan salah satu
gejala uremia pada gangguan fungsi ginjal.. Sedangkan berdasarkan pemeriksaan penunjang pasien
mengalami anemia mikrositer hipokrom, dengan Hb 12,5 g/dL serta terjadi penurunan LFG, rumus
kockroft gault didapatkan LFG ( 47 ml/menit/1,73 m2 )
Pasien didiagnosis Gangguan Ginjal Akut + Anoreksia Geriatri + CHF. Pasien diterapi
dengan diet CKD 2047 kkal/hari dengan 46,8 gram protein, diberikan antihipertensi golongan Ace
inhibitor (Ramipril 5 mg 1x1), diberikan injeksi omeprazole tiap 12 jam dan untuk menangani
nyeri lambung, Sucralfate syrup 3x1 untuk menangani mual pasien, KSR 600 mg 2x1 untuk
menangani hipokloremia pasien dan injeksi furosemid untuk mengeluarkan cairan berlebih pada
pasien.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Triastuti, I., Bagus, I., Sujana, G., & Si, S. M. (n.d.). ACUTE KIDNEY INJURY (AKI) Oleh.
2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid
II. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014:2166-284.
3. Hoste E, Clermont G, Kersten A, et al.: RIFLE criteria for acute kidney injury are associated
with hospital mortality in critically ill patients: A cohort analysis. Critical Care 2006;
10:R73.
4. Osterman M, Chang R: Acute Kidney Injury in the Intensive Care Unit according to RIFLE.
Critical Care Medicine 2007; 35:1837- 1843.
5. Sinto, R. dan Nainngolan, G. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis dan Tata Laksana.
2010. Maj Kedokt Indon. Vol 60 (2).
6. Mehta RL, Kellum JA, Shah SV, Molitoris BA, Ronco C, Warnock DG, et al. Acute kidney
injury network: report of an initiative to improve outcomes in acute kidney injury. Critical
Care. 2007,11:R31