Anda di halaman 1dari 2

Cerpen Cinta Islami

Dua insan yang jatuh cinta namun tetap ingin mempertahankan keteguhan imannya. Hal
tersebut membuat keduanya mencintai dalam diam sampai akhirnya waktu yang
mempersatukan. Inilah contoh cerpen cinta yang islami :

Santriwan dan santriwati mulai berdatangan ke pesantren. Dengan membawa tas besar untuk
bekal mereka selama berada disana. Beberapa ustad dan ustadzah tampak menyambut mereka
dengan senyuman hangat.

Salam dan sapa terdengar bersahutan dari mereka sehingga pelataran gerbang hingga
halaman pesantren penuh dengan para santri. Bersamaan dengan para santri yang baru masuk.

Hari itu, gadis dengan kerudung biru menatap gerbang pesantrennya dengan getaran tubuh
yang lumayan kencang. Baru pertama kali ia melihat pesantren dan kali ini ia harus tinggal
terpisah dengan keluarganya.

Baginya, ini adalah pengalaman pertama kali berpisah dari orang tuanya. Dan, pertama
kalinya ia merasakan sekolah khusus islam seperti ini. Tas yang dibawanya lumayan besar
hingga ia lumayan kesusahan membawanya.

Hingga sebuah tangan menahan tasnya dan juga membuatnya berpaling. Seorang santriwan
menatap tas besarnya lalu mengambil alih pegangan tas yang sudah terlepas dari tangan gadis
itu.

“Santriwati baru, ya? Di kamar mana?” Tanya santriwan yang masih belum dijawab oleh
gadis itu. Gadis itu akhirnya merunduk malu ketika santriawan di hadapannya tersenyum
lebar.

“Kamar Khadijah, akhi.” Jawabnya pelan.

Santriwan itu berjalan dengan menenteng dua tas di antara kedua tangannya. Matanya
menatap lurus ke arah jalan tanpa menoleh ke arah gadis yang berjalan dengan malu di
belakangnya.

Gadis itu menatap punggung santriwan yang membantunya. Punggung besar khas laki-laki
itu barulah pertama kali dilihatnya. Keluarganya hanya beranggotakan perempuan karena
figur seorang ayah sudah lama meninggal.

Santriwan itu berbelok dan menuju gerbang kamar santriwati. Langkahnya terhenti dan
menoleh ke arah gadis yang masih berjalan dengan menunduk. Hingga akhirnya kepala gadis
itu menabrak dada santriwan yang sudah mengulum senyum.

“Afwan Akhi. Saya tidak lihat tadi.” Ucap gadis itu cepat. Santriwan itu tersenyum lembut.

“Nama ukhti siapa?” Tanya santriwan itu pelan.

Gadis itu mulai kesulitan menyembunyikan rona merah di wajahnya. Sembari mengambil
alih tas besarnya, gadis itu perlahan mengangkat kepalanya hingga matanya bertemu dengan
mata santriwan itu.
“Nama saya Naira, Akhi.” Ucap gadis itu pelan.

“Nama saya Ali, Ukhti.” Balas santriwan itu.

Debaran itu mulai muncul diiringi dengan rasa menghangat di hati keduanya. Senyuman yang
tersungging saling berbalas. Dengan mata yang memandang malu-malu, keduanya saling
menahan senyuman yang semakin lebar.

Anda mungkin juga menyukai