Anda di halaman 1dari 6

AKIBAT LANJUT HIPERTENSI DI BIDANG NEUROLOGI

PENDAHULUAN
Otak merupakan salah satu target organ pada hipertensi, di samping jantung dan ginjal.
Pada hipertensi dapat terjadi perubahan patologik pada pembuluh darah otak, perubahan ini akan
mengganggu perfusi darah ke otak, yang pada gilirannya akan menimbulkan kelainan pada
jaringan otak. Manifestasi dari kelainan ini dalam klinik dikenal sebagai Cerebrovascular
Disease (CVD) atau Stroke.

PERANAN HIPERTENSI PADA STROKE


Data epidemiologi menunjukkan bahwa hipertensi merupakan· salah satu faktor risiko
yang paling panting pada stroke; baik tekanan sistolik maupun diastolik mempunyai peranan
yang sama terhadap kemungkinan timbulnya stroke, diketahui pula bahwa insiden stroke
meningkat sejalan dengan tingginya tekanan darah, di samping itu tekanan darah yang tetap
tinggi pada penderita stroke berpengaruh buruk terhadap prognosa jangka panjang, baik
(terhadap kemungkinan terjadinya stroke ulang atau kematian jangka panjang pasca stroke.
Penelitian atas Cerebral Blood Flow (CBF) pada penderita hipertensi maupun pada
binatang percobaan menunjukkan adanya perubahan otoregulasi pembuluh darah otak.
Otoregulasi adalah kemampuan pembuluh darah otak untuk mengatur tonusnya demikian rupa
sehingga aliran darah ke otak akan tetap, yaitu sekitar 50 ml /100 g otak/menit walaupun terjadi
perubahan pada tekanan darah sistemik.
Otoregulasi ini, seperti terlihat pada gambar 1, mempunyai batas-batas tertentu; pada
orang normotensif batas tersebut adalah pack Mean Arterial Pressure (MAP) sistemik sekitar 50
mmHg sampai 150 mmHg. Bila pada orang normal MAP turun di bawah 50 mmHg, maka CBF
akan menurun, sebaliknya setiap kenaikan MAP di atas 150 mmHg akan menaikkan CBF. Di
antara batas-batas inilah otoregulasi bekerja untuk menjaga agar CBF tetap, walaupun terdapat
fluktuasi tekanan darah sistemik. Pada orang hipertensif kronik, batas bawah dan batas atas

1
MAP otoregulasi bergeser ke kanan pada MAP yang lebih tinggi (gambar 1), dengan kata lain
orang hipertensif lebih tahan terhadap tekanan darah yang relatif tinggi dan kurang tahan
terhadap tekanan yang rendah.

STROKE AKIBAT HIPERTENSI


Hipertensi dapat menimbulkan perubahan patologik yang berbeda pada pembuluh darah
sedang dan pembuluh darah kecil otak. Berdasarkan ini stroke yang timbul akibat hipertensi
dapat dibedakan atas dua golongan yang gambaran patologi dan kliniknya berbeda. Pada
pembuluh darah sedang, seperti a. karotis, a vertebrobasilaris atau arteri di basal otak, perubahan
patologiknya adalah berupa aterosklerosis, dan manifestasi kliniknya adalah Transient Ischemic
Attack (TIA), Stroke Trombotik dan Stroke Embolik.
Di sini peranan hipertensi hanyalah sebagai salah satu faktor risiko di samping faktor-
faktor lain seperti diabetes mellitus, hiperlipidemia, merokok dan lain-lain. Pembuluh darah kecil
otak,ialah cabang-cabang penetrans arteri yang menembus ke dalam jaringan otak, berukuran
diameter 50--200 mikron. Dasar kelainan pada pembuluh darah jenis ini adalah spasme dan
lipohialinosis; spasme terjadi pada hipertensi akut seperti hipertensi maligna, dan manifestasi
kliniknya adalah Ensefalopati Hipertensif. Sedangkan lipohialinosis terjadi pada hipertensi
khronik, pembuluh darah dengan lipohialinosis ini dapat mengalami penyumbatan dan
menimbulkan sindroma klinik Infark Lakunar, atau timbul mikro aneurisma yang dapat pecah
dan terjadi Perdarahan Intraserebral. Berbeda dengan aterosklerosis, pada lipohialinosis
hipertensi dapat dikatakan merupakan faktor penyebab satu-satunya

TIA, STROKE TROMBOTIK DAN STROKE EMBOLIK


Suatu ulkus pada tempat aterosklerosis di pembuluh darah ekstrakranial seperti a.karotis
atau a.vertebral, merupakan tempat pembentukan bekuan yang terdiri atas fibrin dan platelet
yang beragrergasi. Gumpalan platelet-fibrin atau gumpalan kolesterol ini pada suatu saat dapat
terlepas dan mengikuti aliran darah sebagai mikroembolus, lalu menyumbat pembuluh darah
otak di sebelah distalnya, sehingga timbul iskemi pada jaringan otak yang diperdarahinya.
Bilamana mikroembolus ini hancur lagi, maka aliran darah akan pulih kembali dan iskemi
menghilang. Rentetan kejadian tersebut merupakan salah satu mekanisme terjadinya TIA. Gejala
kliniknya adalah hemiparesis, hemihipestesi, hemianopia, afasia, amaurosis fugax atau gejala
fokal neurologik lain yang timbulnya mendadak, dan menghilang lagi tanpa gejala sisa dalam

2
waktu kurang dari 24 jam, biasanya sekitar 2--30 menit. Keadaan yang menyerupai TIA adalah
Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) pada mana gejala neurologiknya menghilang
dalam waktu lebih dari 24 jam, biasanya tidak lebih dari 2--3 minggu. Bilamana mikroembolus
cukup besar dan tidak dapat hancur lagi, daerah iskemi akan menjadi infark, dengan demikian
terjadi infark embolik. Gejala kliniknya timbul sangat mendadak dan berkembang maksimal
dalam waktu beberapa detik sampai menit. Pada keadaan lain gumpalan platelet-fibrin tidak
terlepas dari tempatnya semula, dan berkembang terus hingga pada akhirnya menutup sebagian
besar lumen arteri, hingga timbul infark jaringan otak yang diperdarahinya, keadaan ini dikenal
sebagai stroke trombotik. Gejala kliniknya berupa kelainan neurologik yang timbul mendadak,
kemudian berkembang secara perlahan-lahan dan bertahap dalam waktu beberapa jam sampai 2--
3 hari. Kalau pada TIA/RIND gejala neurologiknya menghilang lagi tanpa gejala sisa, maka pada
infark (stroke trombotik dan embolik) akan terdapat defisit neurologik sebagai gejala sisa.
Diketahui bahwa 1/3 dari penderita TIA akan mendapat serangan stroke dalam waktu 5
tahun oleh karena itu penderita TIA perlu diobati untuk mencegah timbulnya stroke di kemudian
hari. Pengobatan TIA terdiri atas terapi medik (kausal, platelet inhibitor dan antikoagulan) dan
terapi bedah (trombektomi, ECIC anastomosis). Terapi pada penderita dengan infark berupa
perawatan umum, obat antiedem dan fisioterapi. Perawatan umum meliputi perawatan jalan
napas, kardiovaskular, nutrisi, kebersih-an kulit dan kandung kencing. Pada stroke embolik
kadang-kadang perlu diberikan antikoagulan.

ENSEFALOPATI HIPERTENSIF, INFARK LAKUNAR, PERDARAHAN


INTRASEREBRAL

Ensefalopati hipertensif.
Sindroma klinik ini timbul bila tekanan darah mendadak sangat meningkat melampaui
batas kemampuan otoregulasi pembuluh darah otak. Pembuluh darah kecil otak mengalami
spasme yang berlebihan hingga timbul iskemi jaringan otak, permeabilitas kapiler bertambah,
dan dibagian lain dari pembuluh darah ini terjadi dilatasi akibat kegagalan otoregulasi, yang
diikuti oleh hiperperfusi. Kedua mekanisme ini pada akhirnya menimbulkan edema serebri, yang
mendasari timbulnya gejala klinik ensefalopati hipertensif.
Penderita ensefalopati hipertensif menunjukkan gejala nyeri kepala, muntah, gelisah,
kesadaran menurun, kejang umum, kadang-kadang disertai gejala fokal seperti hemiparasis,

3
kejang fokal, afasia, buta kortikal. Pada kebanyakan penderita ditemukan tanda-tanda hipertensi
maligna pada retina, yaitu papiledema; perdarahan, eksudat dan spasme arteri. Tekanan likuor
serebrospinalis meningkat, CT Scan biasanya normal. Terapi pertama-tama ditujukan pada
penurunan tekanan darah secara cepat sampai mendekati normal. Untuk ini dapat diberikan
diazoxide bolus 100--600 mg iv dalam waktu 5 menit, yang dapat diulang dalam waktu 30--60
menit. Obat lain yang dapat digunakan adalah sodium nitroprusside 50--100 mg/L dengan infus
mikrodrip. Dapat digunakan juga furosemid iv atau nifedipin sublingual.

Infark lakunar.
Keadaan ini timbul bila pembuluh darah kecil yang mengalami lipohialinosis menjadi
tersumbat dan timbul infark kecil dengan ukuran penampang 0.5 -- 15 mm. Infark ini setelah,
penyembuhan akan meninggalkan lubang kecil yang disebut lacune ("danau"), sering ditemukan
di ganglia basalis (putamen, nukleus kaudatus), talamus, pons dan krus posterior kapsula interna,
dan jarang-jarang di substansia alba serebral, krus anterior kapsula interna dan serebelum. Oleh
karena infarknya kecil prognosisnya balk, dan dengan pengobatan hipertensi yang baik
kambuhnya serangan dapat dihindarkan.
Gejalanya terdiri atas gejala-gejala fokal neurologik yang akan membaik perlahan-lahan
dalam beberapa jam sampai beberapa hari; kadang-kadang didahului oleh satu atau beberapa
serangan TIA, umumnya pada 48 jam sebelumnya. Infark lakunar tidak ada hubungannya dengan
timbulnya infark pada stroke tromboembolik. Infark lakunar dapat bermanifestasi dalam 4
macam sindroma :
1) Pure motor hemiparesis (infark di kapsula interim dan pons).
2) Pure sensory stroke (talamus).
3) Homolateral ataxia and aural paresis (kaps. Interna dan korona radiata).
4) Dysarthria and clumsy hand (pons).

Perdarahan intraserebral.
Perdarahan terjadi oleh karena pecahnya pembuluh darah kecil yang menembus ke dalam
jaringan otak; pembuluh darah tersebut akibat hipertensi khronik mengalami lipohialinosis
disertai pembentukan mikroaneurisma (Charcot Bouchard). Perdarahan sering terjadi di putamen
dan talamus, sebagian di pons dan serebelum. Gejala klinik sering timbul pada waktu penderita

4
sedang aktif, didahului dengan muntah, nyeri kepala hebat, kemudian kesadaran menurun bisa
sampai koma, disertai gejala fokal neurologik, seperti hemiparesis, kaku deserebrasi dengan
hemiparesis dupleks, deviation conjugee, hemianopia homonim atau gejala serebelar, tergantung
pada letak perdarahan. Gejala-gejala tersebut biasanya diakibatkan oleh efek kompresi dari
hematom dan edema perifokal yang menyertainya.
Tindakan operatif untuk mengeluarkan gumpalan darah dapat menolong, terutama pada
perdarahan yang letaknya lebih superfisial dan perdarahan di serebelum. Sedangkan pada
perdarahan yang letaknya dalam dan di pons, apalagi bila komanya dalam, tindakan operatif
tidak menolong. Pengobatan konservatif terutama ditujukan pada perawatan umum untuk
menjaga agar fungsi kardiopulmoner tetap stabil, tekanan darah yang terlalu tinggi dapat
diturunkan dengan hati-hati, mencegah infeksi sekunder pada paru-paru dan kandung kecing,
kebersihan kulit dijaga.

RINGKASAN
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada pembuluh darah otak dan jaringan
otak; manifestasi klinik dari kelainan tersebut adalah Cerebrovascular Disease (CVD) atau
stroke. Hipertensi akut, seperti hipertensi maligna, menyebabkan spasme pembuiuh darah kecil
dan menimbulkan ensefalopati hipertensif. Hipertensi khronik menimbulkan stroke yang berbeda
tergantung pada kaliber penbuluh darah otak yang terkena. Pada pembuluh darah kecil akan
terjadi lipohialinosis, yang di kemudian hari bisa mengalami trombosis dan menyebabkan infark
lakuner; atau pembuluh darah tersebut pecah dan menyebabkan perdarahan intraserebral.
Pada pembuluh darah sedang, dengan pengaruh faktor risiko lain seperti diabetes melitus,
hiperlipidemi dan lain-lain, akan mengalami aterosklerosis, yang dapat menyebabkan
TIA, trombosis serebri atau emboli serebri.

5
KEPUSTAKAAN
1.Andradi, S. dan Lumbantobing, S,M. Neurologic consequences of hypertension. Third Asian
Symposium on Hypertension, Bali, November 1983.
2.Kannel, W.B., Wolf. P.A., Verter, J. and McNamara, P.M. Epidemiological assessment of the
role of blood pressure in stroke. The Framingham study. JAMA 214: 301--310, 1970.
3.Standgaard, S. Olesen, J., Shinhoj, E., Lassen, N.A. Autoregulation of brain circulation in
severe arterial hypertension. Brit. Med. J., 1 : 507, 1973.
4.Dinsdale, H.B., Robertson, D.M., Hass, R.A. Cerebral blood flow in acute hypertension. Arch.
Neurol., 31 : 90, 1974.
5.Cuneo, R.A. and Coronna, J.J. The neurologic complications of hypertension. Med. Clin. of N.
Am, 61 : 565--580, 1977.
6.Marshall, J. the natural history of cerebrovascular disease. Dalam Modern concepts of
cerebrovascular disease. Meyer, J.S., fed) New York: S.P. Books Division, Spectrum Publ. Inc.,
1975, hal. 53--61.
7.Andradi, S. Terapi medik pada Gangguan Peredaran Darah Otak Sepintas. Simposium
Gangguan Peredaran Darah Otak Sepintas, Jakarta, September 1982.
8.Fisher, C.M. Lacunes: small, deep cerebral infarcts. Neurology, 15 : 744--784,1985

Anda mungkin juga menyukai