Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH BIOKIMIA

“BIOSINTESIS ASAM AMINO DAN HEM ”

DISUSUN OLEH :

Kelompok IX

Khusnul Khatima Hamdan (202106008)

Lidya Nur (202106011)

Sri Wahyuningsih Ibrahim (202106028)

JURUSAN S1 FARMASI
FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS INSTITUT
TEKNOLOGI KESEHATAN KESEHATAN DAN SAINS (ITKES)
MUHAMMADIYAH SIDRAP
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Sidrap, 23 Mei 2022

Kelompok IX

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................. 2

A. Fiksasi Nitrogen ..................................................................... 3


B. Biosintesis Asam Amino ........................................................ 8
1. Asam Amino Esensial ...................................................... 9
2. Asam Amino Non-esensial`` .......................................... 20
C. Pengaturan Biosintesis Asam Amino ................................... 28
D. Biosintesis Hem ................................................................... 30
E. Kelainan Metabolisme Porfirin dan Pemecahan Hem ......... 37

BAB III PENUTUP ........................................................................ 40

A. Kesimpulan .......................................................................... 40
B. Saran ..................................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia dapat membentuk 12 dari 20 asam amino yang umum dari
zat-zat antara amfibolik glikolisis dan siklus asam sitrat. Meskipun secara
nutrisional nonesensial, namun kedua belas asam amino ini tidak bersifat
“nonesensial”. Kedua puluh asam amino tersebut secara biologis esensial.
Dari 12 asam amino yang secara nutrisional nonesensial, 9 buah diantaranya
dibentuk dari zat antara amfibolik dan 3 buah (sistein, tirosin, dan
hidroksilisin) dibentuk dari asam amino yang esensial secara nutrisional.
Identifikasi 12 asam amino yang dapat disintesis oleh manusia terutama
didasarkan pada data yang berasal dari diet dengan protein yang digantikan
oleh asam amino murni.
Kedua puluh asam amino yang terdapat di protein bersifat esensial
bagi kesehatan. Meskipun relatif jarang dijumpai di dunia besar, defisiensi
asam amino masih bersifat endemik di beberapa tempat di Afrika Barat yang
sangat mengandalkan diet dari padi-padian yang kurang mengandung asam
amino, seperti triptofan dan lisin. Penyakit-penyakit ini mencakup
kwashiorkor yang timbul jika anak disapih dengan makanan yang kaya akan
pati, tetapi kurang mengandung protein; dan marasmus, yaitu terjadi
defisiensi baik asupan kalori maupun asam amino spesifik.
Dalam tubuh mahluk hidup pasti dijumpai asam amino, asam asam
amino terdiri atas pertama, produksi asam amino dari pembongkaran protein
tubuh, digesti protein diet serta sintesis asam amino di hati. Kedua,
pengambilan nitrogen dari asam amino. Sedangkan ketiga adalah
katabolisme asam amino menjadi energi melalui siklus asam serta siklus urea
sebagai proses pengolahan hasil sampingan pemecahan asam amino.
Keempat adalah sintesis protein dari asam-asam amino. Asam amino juga
mengalami katabolisme,yang terjadi dalam 2 tahapan yaitu: Transaminasi
dan Pelepasan amin dari glutamat menghasilkan ion ammonium. Semua

1
jaringan memiliki kemampuan untuk mensintesis asam amino nonesensial,
melakukan remodeling asam amino, serta mengubah rangka karbon non
asam amino menjadi asam amino dan turunan lain yang mengandung
nitrogen. Dalam kondisi surplus diet, nitrogen toksik potensial dari asam
amino dikeluarkan melalui transaminasi, deaminasi dan pembentukan urea.
Rangka karbon umumnya diubah menjadi karbohidrat melalui jalur
glukoneogenesis, atau menjadi asam lemak melalui jalur sintesis asam
lemak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu fiksasi nitrogen?
2. Apa itu biosintesis asam amino?
3. Bagaimana pengaturan biosintesis asam amino, biosintesis hem, kelainan
metabolisme porfirin dan pemecahan hem?
C. Tujuan
1. Mengetaui apa itu fiksasi nitrogen!
2. Mengetahui apa itu biosintesis asam amino!
3. Mengetahui pengaturan biosintesis asam amino, biosintesis hem,
kelainan metabolisme porfirin dan pemecahan hem!

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fiksasi Nitrogen
Fiksasi nitrogen merupakan proses yang menggabungkan nitrogen
bebas dengan unsur lain secara kimia yang disebut penambatan nitrogen.
Nitrogen merupakan unsur hara tanaman esensial. Kecukupan suplai
nitrogen pada tanaman dicirikan dengan kecepatan pertumbuhan tanaman dan
warna daun hijau gelap. Ketidakseimbangan nitrogen atau terlalu besar unsur
hara ini dibandingkan dengan unsur lain seperti P, K, dan S dapat
mengakibatkan memanjangnya periode tumbuh dan tertundanya kematangan
(Tisdale et al., 1985).
Di atmosfer nitrogen dalam bentuk molekul dan gas dinitrogen (N2)
sangat berlimpah sekitar 80% dari total gas atmosfer, namun tidak dapat
langsung digunakan untuk proses metabolisme oleh tanaman tingkat tinggi
atau binatang. Bentuk nitrogen yang dapat diambil oleh tanaman dari tanah
adalah nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+) (Barber, 1984; Tisdale et al.,
1985).
Nitrogen hampir 80% udara yang kita hirup tapi tidak dapat kita
pakai, begitu juga semua hewan, tumbuhan, jamur, dan hampir semua bakteri.
Namun nitrogen dalam bentuk organik merupakan komponen utama tubuh
semua makhluk hidup. Protein asam nukleat, vitamin, dan berbagai molekul
lain semua mengandung nitrogen. Beberapa spesies bakteri berkemampuan
khusus untuk mereduksi atau mengikat N2 udara untuk membentuk ammonia.
Ammonia ini adalah suatu produk senyawa nitrogen yang dapat
dipakai oleh tumbuhan dan mikroba sebagai bahan pembangun untuk
mensintesa asam amino, demikian pula senyawa bernitrogen lain (Jean
L.Marx, 1991).
Fiksasi nitrogen biologik ada 2 macam, yaitu yang bersifat simbiotik
dan non-simbiotik. Yang pertama terjadi pada tanaman tingkat tinggi
keluarga leguminoceae yang bekerja sama dengan bakteri genus Rhizobium.

3
Baik tanaman tersebut maupun Rhizobium, masing-masing tidak dapat
menambat nitrogen udara. Jasad renik itu hanya bisa melaksanakan tugas
fiksasi apabila jasad tersebut masuk kedalam jaringan parensim kortikal
(akar) dan membentuk bintil-bintil. Tonjolan pada akar tersebut sebenarnya
adalah sebuah “kantung” yang sangat terorganisasi. Didalam kantong itu
terdapat koloni bakteri. Bintil-bintil itu mengandung zat yang berwarna
kemerah-merahan yang struktur dan fungsinya menyerupai hemoglobin.
Senyawa inilah yang secara tidak langsung membantu fiksasi nitrogen udara.
Pada bagian akar yang tidak membentuk bintil tidak terdapat zat warna
tersebut (Martoharsono, 2006).
Proses pengikatan nitrogen ini merupakan salah satu dari banyak
proses biokimiawi didalam tanah yang memainkan salah satu peranan
penting, yaitu mengubah nitrogen atmosfer (N2 atau nitrogen bebas) menjadi
nitrogen dalam persenyawaan (nitrogen terikat). Dua organisme terlibat
dalam proses ini :
a) Mikroorganisme nonsimbiotik, yaitu yang hidup bebas dan mandiri di
dalam tanah
b) Mikroorganisme simbiotik, yaitu yang hidup pada akar tanaman
kacang-kacangan.
Besarnya serta pentingnya fiksasi nitrogen hayati dapat di nilai dari
perkiraan yang dibuat baru-baru ini yang menyatakan organisme hidup
mengikat nitrogen dalam jumlah lebih besar daripada yang dilakukan oleh
pabrik diseluruh dunia pada tahun 1974 jumlah nitrogen yang diikat oleh
organisme hidup ialah 175 ton, sedangkan yang dihasilkan oleh pabrik hanya
4 juta ton (Pelczar. M, 1998).
Fiksasi nitrogen non simbiotik dilakukan oleh Clostridium pasteurium
dan Azotobakter. Clostridium bersifat anaerobik, sedangkan Azotobakter
bersifat aerobik. Kemampuan fiksasi nitrogen Clostridium jauh lebih kuat jika
dibandingkan dengan kemampuan fiksasi nitrogen Azotobakter
(Budiyanto.A.K, 2002).

4
Fiksasi semacam ini dilakukan oleh Rhizobium dengan leguminosae.
Sebelum memfiksasi nitrogen, bakteri ini harus tumbuh terlebih dahulu dalam
jaringan akar. Infeksi dari sistem jaringan ini oleh bakteri dikaitkan dengan
pembentukan benang infeksi yang berkembang menjadi akar rambut. Bakteri
pengfiksasi nitrogen kemudian merusak ke dalam jaringan inang melalui
benang infeksi inang. Beberapa sel kemudian diinfeksi, sehingga
menyebabkan pembengkakan sel dan peningkatan pembelahan sel, sehingga
terjadilah pembentukan nodula. Dalam sistem ini terlibat leguminosa,
bakteri, dan nodula. Dalam proses ini baik bakteri maupun tanaman
mendapatkan keuntungan dari infeksi ini. Bakteri mengubah N2 dari udara
menjadi nitrogen yang difiksasi sehingga dapat digunakan tanaman,
sedangkan dipihak lain bakteri mendapatkan zat hara dari jaringan tanaman
tersebut (Budiyanto.A.K, 2002).
Berbagai jenis bakteri penambat nitrogen atmosfer secara biologi yang
dapat mengubah N2 menjadi amonium (Tabel 1), antara lain terdiri atas
rhizobia, sianobakter (ganggang hijau biru), bakteri foto-autotrofik pada air
tergenang dan permukaan tanah, dan bakteri heterotrofik dalam tanah dan
zona akar (Ladha dan Reddy, 1995, Boddey et al. 1995, Kyuma, 2004).
Bakteri tersebut mampu mengikat nitrogen dari udara, baik secara
simbiosis (root-nodulating bacteria) maupun nonsimbiosis (free-living
nitrogen-fixing rhizobacteria).
Tabel 1. Beberapa organisme yang dapat menambat nitrogenr

5
(Taiz dan Zeiger, 2002).
Untuk terjadinya proses penambatan nitrogen menurut Hamdi (1982)
dibutuhkan beberapa syarat yaitu:
a. Adanya enzim nitrogense.
b. Ketersediaan sumber energi dalam bentuk ATP.
c. Adanya sumber penurun potensial dari elektron.
d. Adanya sistem perlindungan enzim nitrogenase dari inaktivasi oleh
oksigen.
e. Pemindahan yang cepat nitrogen hasil tambatan dari tempat
penambatan nitrogen untuk mencegah terhambatanya enzim
nitrogenase. Uraian selanjutnya akan ditekankan pada proses
biokimia penambatan nitrogen secara non simbiois baik yang aerobik
maupun anaerobik.
Mekanisme Biokimia Dari Proses Penambatan N2
Penambatan nitrogen secara biologis dan secara kimiawi mengubah
gas dinitrogen (N2) menjadi amonia dengan katalis enzim nitrogenase (Saika
dan Jain, 2007). Reaksi yang dikatalisasi oleh enzim nitrogenase digambarkan
pada Gambar dibawah ini

Gambar 1. Perubahan Nitrogen Secara Biologis dan Kimiawi


Enzim yang berperan penting dalam penambatan nitrogen adalah
nitrogenase yang terdapat dalam sel bakteri penambat nitrogen. Nitrogenase
disusun oleh dua komponen yang saling menunjang yaitu protein Fe
(komponen I) dan protein Mo-Fe (komponen II) (Hamdi, 1982).
Protein Fe berukuran lebih kecil dari komponen II dan mempunyai
dua sub-unit serupa berukuran masing-masing 30 sampai dengan 72 kDa,
tergantung pada organisma. Setiap subunit berisi satu kluster besi-belerang (4
Fe dan 4 S2–) yang turut ambil bagian dalam reaksi redox terlibat dalam

6
konversi N2 menjadi NH3. Protein MoFe mempunyai empat sub-unit, dengan
masa total satu molekul sekitar 180 sampai dengan 235 kDa, tergantung pada
spesies organisme. Setiap subunit mempunyai dua kluster Mo–Fe–S (Taiz
dan Zeiger, 2002).
Protein Fe adalah menjadi tidak aktif oleh O2 dengan waktu paruh
kerusakan dari 30 sampai dengan 45 detik. Protein MoFe juga menjadi tidak
aktif oleh oksigen, dengan satu waktu paruh 10 menit. (Dixon dan Wheeler
1986). Diduga 2 molekul protein Fe akan bersenyawa dengan 1 molekul
protein Mo-Fe untuk membentuk nitrogenase aktif di dalam sel sel bakteroid
atau sel-sel Azotobacter (Hamdi, 1982).
Gambaran terperinci dari pengikatan ATP, pengangkutan elektron dan
pengikatan substrat di antara kompenan-kompenan nitrogenase secara
sederhana dapat dilihat pada Gambar 2. Senyawa protein Fe dari nitrogenase
menerima elektron-elektron berpotensial rendah dari Ferredoxin dan
Flavodoxin, kemudian protein Fe bergabung dengan ATP menghasilkan suatu
senyawa FeMgATP yang potensial oksidasinya rendah. Hanya satu molekul
MoMgATP hasil reduksi yang dapat berlaku sebagai pereduksi protein Mo-Fe
Terbukti bahwa Mo-Fe yang berperan dalam penambatan N2 (Siegbahn et.
al., 1998).

Gambar 2. Reaksi penambatan nitrogen (Taiz dan Zeiger, 2002)

7
Proses fiksasi N2 dengan adanya enzim nitrogenase terjadi sebagai
berikut:
a. Energi ATP dan elektron feredoksin mereduksi protein Fe menjadi
reduktan.
b. Reduktan itu mereduksi protein MoFe yang kemudian mereduksi
N2menjadi NH3 dengan hasil sampingan berupa gas H2.
c. Bersamaan dengan itu terjadi reduksi asetilen menjadi etilen yang dapat
digunakan sebagai indikator proses fiksasi N2 secara biologis.
(Marschner, 1986; Buchanan et. al., 2000).

B. Biosintesis Asam Amino


Biosintesis merupakan produksi molekul organik dengan
menggunakan energy dalam jalur metabolisme (Campbell, et al. 2012: 103).
Biosintesis asam amino adalah serangkaian proses biokimia ( jalur
metabolisme ) dimana asam amino diproduksi di dalam tubuh. Biosintesis
berguna dalam memproduksi molekul-molekul yang bemanfaat untuk
kehidupan sel dan tubuh. Berdasarkan klasifikasi atau macamnya, asam
amino dapat dibedakan menjadi dua, yakni asam amino esensial, dan asam
amino nonesensial. Biosintesis asam amino esensial melalui jalur atau proses
yang kompleks, sedangkan biosintesis asam amino nonesensial dapat melalui
jalur atau proses yang sederhana atau dapat disintesis oleh tubuh.

8
A. Biosintesis Asam Amino Esensial
1. Biosintesis histidin
Gen-gen pengkode enzim yang berperan dalam biosintesis
histidin telah teridentifikasi pada banyak fungi , bakteri, tanaman,
dan archaea. Reaksi biosintesis histidin diawali dengan kondensasi
Adenosine Tr-phosphate (ATP) dan 5-phosphoribosyl 1-
pyrophosphate (PRPP) membentuk phosphoribosyl- ATP.
Kemudian akan melewati beberapa tahapan, mulai dari
pembentukan 1-(5-phospho-D-ribosyl) - AMP → 1-(5-

9
phosphoribosyl)-5- [(5phosphoribosylamino) methilidene amino]
imidazole - 4 -carboxamide → phosphoribulosy formimino-
AICAR-P → D-erythro-imidazole-glycerol-phosphat → imidazole
acetol-phosphat→ L-histidinol-phosphat → histidinol → histidinal
→ L-histidine. Berikut adalah mekanisme beserta enzim yang
bekerja pada biosintesis histidine oleh beberapa bakteri, yaitu
Escherichia coli (Ec), Arabidopsis thaliana col (At),Brassica
oleracea botrytis (Bo0, Thermotoga maritima (Tm),
Thermusthermophilus (Tt).

2. Biosintesis isoleusin
Biosintesis isoleusin yang telah berhasil diketahui dapat
melalui beberapa jalur. Jalur yang pertama adalah melalui asam
amino threonin, kedua adalahmelalui asam piruvat, dan yang ketiga
melalui asam oksaloasetat. Masing-masing jalur digunakan oleh
bakteri yang berbeda. Escherichia coli (Ec) dapat menggunakan
jalur pertama dan ketiga sesuai dengan substrat yang tersedia.
Bacillus Subtilis (Bs) dapat mensintesis isoleusin melalui jalur
yang ketiga,namun enzim-enzimnya belum diketahui secara

10
lengkap. Sementara jalur yang kedua lebih banyak digunakan oleh
bakteri-bakteri metanogen, seperti Methanococcus aeolicus,
Methanothermobacter thermautotrophicus. Bakterimetanogen
menggunakan jalur ini, karena mereka banyak hidup pada rumen
yang kaya akan asam piruvat. Berikut jalur biosintesis isoleusin
masing-masing jalur beserta enzim yang berperan.

Biosintesis isoleusin

11
Biosintesis isoleusin dari asam piruvat

3. Biosintesis leusin
Beberapa organisme memiliki kemampuan untuk
melakukan sintesis asamamino leusin. Organisme yang memiliki
jalur biosintesis leusin adalahgolongan archaea, bakteri, fungi, dan
viridiplantae. Pembentukan leusin melibatkan lima tahapan reaksi
yang dimulai dari prekursor valin, yaitu 2-keto-isovalerate sampai
reaksi terakhir yang dikatalisa oleh enzimtransaminase. Berikut
adalah jalur biosintesis asam amino leusin oleh E.coli. Keberadaan
leusin yang berlebihakan menghambat kerja dari enzim 2-
isopropylmalate synthase dan leucinetransaminase. Feedback
inhibition ini digunakan untuk menghindari akumulasileusin yang
terlalu berlebih dalam tubuh

12
4. Biosintesis lisin
Terdapat enam jalur yang telah ditemukan pada bakteri,
alga, fungi, dantumbuhan tingkat tinggi dalam melakukan
biosintesis asam amino lisin. Jalurtersebut dikelompokkan menjadi
dua kelompok besar, yaitu jalurdiaminopimelate (DAP) dan jalur
2-aminoadipate. Jalur DAP dikelompokkanmenjadi empat macam
variasi, yaitu variasi suksinilase yang melibatkanintermediet
suksinilate, variasi asetilase yang melibatkan intermediet
asetil,variasi dehidrogenase, dan variasi diaminopimelate-
aminotransferase. Kedua jalur yang lain merupakan turunan dari
jalur 2-aminoadipate. Berikut adalah jalur biosintesis yang
melibatkan intermediet suksinilate atau jalur variasisuksinilase.
Jalur ini merupakan jalur yang paling umum dalam biosintesis
lisinoleh bakteri. Jalur ini telah banyak ditemukan pada beberapa
jenis bakteri yang berbeda.

13
5. Biosintesis methiolin
Di bawah ini terdapat dua macam jalur pembentukan
metionin. Jalur yang pertama merupakan pembentukan metionin
dari oksaloasetat dan darisenyawa sulfur inorganik untuk
membentuk asamamino yang mengandung gugus sulfur.
Kebanyakan bakteri, yeast, dan fungi menggunakan jalur
ini,mengingat pentingnya asam amino ini (sebagai inisiasi sintesis
protein,metilasi DNA, rRNA dan xenobiotic, dan biosintesis
sistein, fosfolipid, danpoliamin). Jalur yang kedua adalah jalur

14
salvage yang ditemukan pada hampirseluruh mahluk hidup.
Berikut adalah jalur pertama dari biosintesis asamamino metionin

Biosintesis Metionin dari siklus TCA


Jalur yang berikutnya merupakan jalur yang kedua, yaitu
melalui jalur salvage. Jalur ini ditemukan pada banyak organisme,
yaitu bakteri, protozoa,tumbuhan dan mamalia. Antar kelompok
yang menggunakan jalur initentunya sangat berbeda berdasarkan
degradasi senyawa S-metil-5-tioadenosin.Berikut ini adalah jalur
salvage pembentukan asam aminometionin:

15
Biosintesis Metionin dari S-methyl-5-thio-α-ribose-1-
phsphate
6. Biosintesis phenilalanin
Biosintesis fenilalanin diawali dengan proses
pengkonversian chorimate menjadi prephenate. Prephenate
merupakan prekursor terakhir daribiosintesis fenilalanin dan
tirosin. Hal ini yang menyebabkan prosesbiosintesis antara
fenilalanin dan tirosin sangat mirip. Organisme yang menggunakan

16
jalur biosintesis ini adalah golongan archaea, fungi, danbakteri.
Berikut ini adalah jalur biosintesis fenilalanin dari E.coli dan
Bacillussubtilis

Biosintesis phenilalanin
7. Biosintesis thereonin
Jalur biosintesis threonin yang dapat dilihat pada gambar di
bawah inididasarkan pada pengubahan metabolisme energi
molekul asam oksaloasetatmenjadi threonin. Organisme yang
menggunakan jalur biosintesis ini adalaharchaea, fungi, dan
bakteri. Berikut ini adalah jalur biosintesis asam aminothreonin
beserta enzim yang berperan dan regulasinya.

17
Biosintesis threonin

Jalur ini diatur pada beberapa poin dari produk akhir


metabolisme, baikmelalui penghambatan enzim dan atenuasi.
Atenuasi terhadap keberadaanisoleusin dan treonin menekan
langkah kedua, keempat, kelima, dan keenampada jalur ini. Selain
itu, enzim thr-A juga dihambat dengan keberadaantreonin.
8. Biosintesis tryptophan
Biosintesis triptofan pada mikroba melibatkan lima jenis
enzim yang dikode oleh tujuh gen. Gen ini biasanya diatur dalam
suatu cluster tunggal membentuk suatu operon. Organisme yang
mampu melakukan biosintesis ini adalah archaea, fungi, bakteri,
dan embryophita. Dalam hal ini, arabidopsisthaliana mampu
melakukan biosintesis terhadap triptofan. Jalur biosintesisyang
digunakan oleh arabidopsis dan bakteri tidak jauh berbeda
karenaarabidopsis memiliki trp operon yang di dalamnya
mengandung gen pengkodeenzim untuk mensintesis triptofan.
Berikut adalah jalur biosintesis asam aminotriptofan beserta enzim
yang berperan.

18
Biosintesis triptofan
9. Biosintesis valin
Jalur biosintesis valin sebenarnya merupakan jalur pararel
dengan jalur biosintesis isoleusin, dimana pada satu jalur akan
dihasilkan tidak hanya isoleusin tetapi juga valin dan leusin.
Pembentukan valin menggunakan 2 molekul asam piruvat yang
pada akhirnya akan terpecah untuk membentuk valin atau leusin.
Jalur biosintesis ini digunakan oleh archaea, bakteri, dan beberapa
eukariot. Karena tiga asam amino ini terbentuk melalui jalur yang
sama, maka terdapat konsekuensi yang tidak dapat terhindarkan.

19
Konsekuensi ini adalah sistem regulasi pada jalur biosintesis,
dimana keberadaan valin akan menghambat jalannya proses
biosintesis. Karena sistem biosintesis saling terkait, maka
pembentukan ketiga asam amino juga akan terhambat. Berikut
adalah jalur biosintesis asam amino valin beserta enzim yang
berperan.

B. Biosintesis Asam Amino Nonesensial


1. Biosintesis glutamat dan aspartate
Glutamat dan aspartat disintesis dari asam α-keto dengan
reaksi tranaminasi sederhana. Katalisator reaksi ini adalah enzim
glutamat dehidrogenase dan selanjutnya oleh aspartat
aminotransferase, AST.

20
Reaksi biosintesis glutamat
Aspartat juga diturunkan dari asparagin dengan bantuan
asparaginase. Peran penting glutamat adalah sebagai donor amino
intraseluler utama untuk reaksi transaminasi. Sedangkan aspartat
adalah sebagai prekursor ornitin untuk siklus urea.
2. Biosintesis alanin
Alanin dipindahkan ke sirkulasi oleh berbagai jaringan, tetapi
umumnya oleh otot. Alanin dibentuk dari piruvat. Hati
mengakumulasi alanin plasma, kebalikan transaminasi yang terjadi
di otot dan secara proporsional meningkatkan produksi urea.
Alanin dipindahkan dari otot ke hati bersamaan dengan transportasi
glukosa dari hati kembali ke otot. Proses ini dinamakan siklus
glukosa-alanin. Fitur kunci dari siklus ini adalah bahwa dalam 1
molekul, alanin, jaringan perifer mengekspor piruvat dan amonia
ke hati, di mana rangka karbon didaur ulang dan mayoritas
nitrogen dieliminir.Ada 2 jalur utama untuk memproduksi alanin
otot yaitu:
a. langsung melalui degradasi protein
b. Melalui transaminasi piruvat dengan bantuan enzim alanin
transaminase, ALT (juga dikenal sebagai serum glutamat-
piruvat transaminase, SGPT).

21
3. Biosintesis sistein
Sulfur untuk sintesis sistein berasal dari metionin.
Kondensasi dari ATP dan metionin dikatalisis oleh enzim metionin
adenosiltransfrease menghasilkan S-adenosilmetionin (SAM).

Biosintesis S-adenosilmetionin (SAM)

SAM merupakan precursor untuk sejumlah reaksi transfer


metil (misalnya konversi norepinefrin menjadi epinefrin). Akibat
dari tranfer metil adalah perubahan SAM menjadi S-
adenosilhomosistein. S-adenosilhomosistein selanjutnya berubah
menjadi homosistein dan adenosin dengan bantuan enzim
adenosilhomosisteinase. Homosistein dapat diubah kembali
menjadi metionin oleh metionin sintase.

22
Reaksi transmetilasi melibatkan SAM sangatlah penting,
tetapi dalam kasus ini peran S-adenosilmetionin dalam
transmetilasi adalah sekunder untuk produksi homosistein (secara
esensial oleh produk dari aktivitas transmetilase).

Dalam produksi SAM, semua fosfat dari ATP hilang: 1


sebagai Pi dan 2 sebagai Ppi. Adenosin diubah menjadi metionin
bukan AMP.Dalam sintesis sistein, homosistein berkondensasi
dengan sering menghasilkan sistationin dengan bantuan enzim
sistationase. Selanjutnya dengan bantuan enzim sistationin liase
sistationin diubah menjadi sistein dan α-ketobutirat. Gabungan dari
2 reaksi terakhir ini dikenal sebagai trans-sulfurasi.

Peran metionin dalam sintesis sistein

4. Biosintesis tirosin
Tirosin diproduksi di dalam sel dengan hidroksilasi
fenilalanin. Setengah dari fenilalanin dibutuhkan untuk
memproduksi tirosin. Jika diet kita kaya tirosin, hal ini akan
mengurangi kebutuhan fenilalanin sampai dengan 50%.

23
Fenilalanin hidroksilase adalah campuran fungsi
oksigenase: 1 atom oksigen digabungkan ke air dan lainnya ke
gugus hidroksil dari tirosin. Reduktan yang dihasilkan adalah
tetrahidrofolat kofaktor tetrahidrobiopterin, yang dipertahankan
dalam status tereduksi oleh NADH-dependent enzyme
dihydropteridine reductase (DHPR).

Biosintesis tirosin dari fenilalanin

5. Biosintesis prolin
Glutamat adalah prekursor ornitin dan prolin. Dengan
glutamat semialdehid menjadi intermediat titik cabang menjadi
satu dari 2 produk atau lainnya. Ornitin bukan salah satu dari 20
asam amino yang digunakan untuk sintesis protein. Ornitin
memainkan peran signifikan sebagai akseptor karbamoil fosfat
dalam siklus urea. Ornitin memiliki peran penting tambahan
sebagai prekursor untuk sintesis poliamin. Produksi ornitin dari
glutamat penting ketika diet arginin sebagai sumber lain untuk
ornitin terbatas.
Penggunaan glutamat semi aldehid tergantung kepada
kondisi seluler. Produksi ornitin dari semialdehid melalui reaksi
glutamat-dependen transaminasi. ketika konsentrasi arginin

24
meningkat, ornitin didapatkan dari siklus urea ditambah dari
glutamat semialdehid yang menghambat reaksi aminotransferase.
Hasilnya adalah akumulasi semialdehid. Semialdehid didaur secara
spontan menjadi Δ1pyrroline-5-carboxylate yang kemudian
direduksi menjadi prolin oleh NADPH-dependent reductase

Gambar 6. Biosintesis asam amino ornitin

(Lehninger, et al. 2013: 894).

25
Gambar 7. Biosintesis asam amino prolin
(Lehninger, et al. 2013: 894).
6. Biosintesis serin
Jalur utama untuk serin dimulai dari intermediat glikolitik
3-fosfogliserat. NADH-linked dehidrogenase mengubah 3-
fosfogliserat menjadi sebuah asam keto yaitu 3-fosfopiruvat,
sesuai untuk transaminasi subsekuen. Aktivitas aminotransferase
dengan glutamat sebagai donor menghasilkan 3-fosfoserin, yang
diubah menjadi serin oleh fosfoserin fosfatase.
7. Biosintesis glisin
Jalur utama untuk glisin adalah 1 tahap reaksi yang
dikatalisis oleh serin hidroksimetiltransferase. Reaksi ini
melibatkan transfer gugus hidroksimetil dari serin untuk kofaktor
tetrahidrofolat (THF), menghasilkan glisin dan N5, N10-metilen-
THF.
8. Biosintesis aspartat, asparagin, glutamat dan glutamin
Glutamat disintesis dengan aminasi reduktif α-ketoglutarat
yang dikatalisis oleh glutamat dehidrogenase yang merupakan
reaksi nitrogenfixing. Glutamat juga dihasilkan oleh reaksi
aminotranferase, yang dalam hal ini nitrogen amino diberikan oleh
sejumlah asam amino lain. Sehingga, glutamat merupakan kolektor
umum nitrogen amino.
Asam amino aspartat sebagai produk yang disekresikan,
NH4+ yang terbentuk dikeluarkan dari bakterioid ke sitosol sel-sel
yang mengandung bakterioid (ke luar membran bakterioid) dan
diubah menjadi asam glutamat, senyawa amida seperti glutamin

26
atau asparagin, atau senyawa yang kaya akan nitrogen yang disebut
ureida, seperti alantoin dan asam alantoat (suatu ureida). Sel-sel
akar diluar struktur bintil membantu mentranspor amida atau
ureida ini ke xilem, yang selanjutnya akan ditranspor ke pucuk.
Aspartat dibentuk dalam reaksi transaminasi yang
dikatalisis oleh aspartat transaminase, AST. Reaksi ini
menggunakan analog asam α-keto aspartat, oksaloasetat, dan
glutamat sebagai donor amino. Aspartat juga dapat dibentuk
dengan deaminasi asparagin yang dikatalisis oleh asparaginase.
Asparagin sintetase dan glutamin sintetase mengkatalisis
produksi asparagin dan glutamin dari asam α-amino yang sesuai.
Glutamin dihasilkan dari glutamat dengan inkorporasi langsung
amonia dan ini merupakan reaksi fixing nitrogen lain. Tetapi
asparagin terbentuk oleh reaksi amidotransferas.

Gambar 10. Biosintesis aspartat menjadi asparagin dan glutamate


menjadi glutamin. (Lehninger, et al. 2013: 891).

27
C. Pengaturan Biosintesis Asam Amino
Biosintesis asam amino, terutama yang esensial, pada keadaan tertentu
dihambat oleh hasil akhirnya. Penghambaan semacam itu dikenal sebagai
penghabatan umpan balik yang lebih bersifat pengendalian. Mengapa disebut
demikian, oleh karena penghambatan itu ditujukan untuk mengatur kadar hasil
akhir. Apabila kadar hasil akhirnya yang melampaui kadar normalnya dalam
sel, maka produk akhir tadi akan menghentikan reaksi dengan jalan menempel
pada enzim pertama. Sebagai akibatnya ialah bahwa konformasi enzim itu
berubah, sehingga aktivitasnya pun terhenti. Jika kadar hasil akhir itu sudah
normal kembali maka zat terebut akan melepaskan diri dari enzim, sehingga
enzim tersebut bisa aktif kembali. Contoh hasil akhir yang mengendalikan
rantai reaksi biosintesis asam amino dapat dibaca pada tabel 2 (Martoharsono,
2006).
Jika jalur biosintesis itu bercabang dan masing-masing cabang itu
menghasilkan asam amino, maka tiap hasil akhir tadi dapat menghambat
enzim pertama dalam rantai reaksi tersebut. Pengendalian itu bisa dilakuka
bersama-sama atau dapat juga bersifat kumulatif. Pada yang perama tiap hasil
akhir tidak mempunyai pengaruh menghambat, akan tetapi apabila dilakukan
bersama-sama pengaruhnya tampak nyata. Sebaliknya pada yang kedua,
tiaptiap hasil akhir mennjukkan persentase penghambatan tertentu. Contoh
jalur biosintetik yang bercabang ialah pembentukan triptofan, tirosin dan
fenilalanin. Senyawa dasar pada biosintesa ketiga asam amino ini sama,
yaituD-eritrosa 4-P dan fosfoenol piruvat. Dua senyawa tersebut berkondensi
membentuk asam deoksiheptulusonat 7-P yang dikatalisis oleh enzim aldolase.
Setelah terbentuk asam khorismat maka jalur tadi bercabang dan
menghasilkan asam amino tersebut diatas. Ketiga asam amino yang dihasilkan
tadi dapat menghambat secara uumpan balik tehadap enzim yang sama
(pertama) yaitu aldolase (Martoharsono, 2006).
Dalam satu rantai reasi biosintesis asam amino kadang-kadang ada
sebuah enzim yang dikendalikan oleh beberapa senyawa hasil akhirnya.
Penghambatan jenis ini dinamakan penghambatan multivalen. Contohnya

28
ialah pada biosintesis triptofan dan histidin yang menggunakan glutamin
sebagai salah satu unsur asam amino yang terbentuk. Baik triptofan maupun
histidin akan menghambat enzim glutamin sintase. Bahkan tidak hanya kedua
asam amino diatas yang mengendalikan sintesis glutamin akan tetapi
karbamil-P, glukosamin-P dan CTP atau AMP dapat menghambat aktivitas
enzim tersebut. Semua senyawa yang disebutkan diatas membutuhkan gugus
amida glutamin (Martoharsono, 2006).

Tabel 2. Penghambatan umpan balik

(Martoharsono, 2006)

29
D. Biosintesis Hem
Tempat utama biosintesis heme adalah hati, yang mensintesis
sejumlah protein heme (terutama, protein sitokrom P450/CYP), dan sel
penghasil eritrosit disumsum tulang, yang aktif dalam sintesis hemoglobin.
(catatan: lebih dari 85% sintesis heme terjadi di dalam jaringan eritroid). Di
hati, laju sintesis heme sangat bervariasi, bergantung pada perubahan
simpanan heme di dalam sel yang disebabkan oleh kebutuhan protein heme
yang selalu berubah-ubah. Sebaliknya sintesis heme di sel eritroid relatif
konstan, dan sesuai dengan laju sintesis globin. Reaksi awal dan tiga tahap
terakhir dalam pembentukan porfirin terjadi di mitokondria, sedangkan
tahapan biosintesis di antaranya terjadi di sitosol (catatan: sel darah merah
yang matang kekurangan mitokondria, dan tidak mampu mensintesis heme)
(Lippincott’s, dkk., 2014)

a. Sintesis porfirin
1) Pengertian
Porfirin adalah senyawa siklik yang dibentuk oleh ikatan empat
cincin pirol melalui jembatan metin (-HC). Contohnya adalah porfirin
besi, misalnya heme pada hemoglobin, serta porfirin yang mengandung
magnesium, yaitu klorofil (Murray, 2009).

30
Gambar 11. Struktur Porfirin.

Gambar 11. heme pada hemoglobin dan porfirin yang mengandung


magnesium (klorofil).

2) Struktur
Berbagai rantai samping diganti 8 atom hidrogen yang diberi
nomor pada inti porfirin. Rumus singkat porfirin (Fisher) (Murray,
2009).

Gambar 12. Rumus singkat porfirin.

Material pertama yang diperlukan adalah suksinil KoA yang


berasal dari siklus krebs dan asam amino glisin. Piridoksal fosfat

31
(vitamin piridoksin) diperlukan untuk mengaktifkan glisin. Hasil
kondensasi suksinil KoA dan glisin adalah asam-α-amino-β-ketoadipat
yang dengan cepat didekarboksilasi oleh ALA sintase (Aminolevulinat
sintase) menjadi δ-aminolevulinat (ALA) (Kadri, 2012).

Gambar 13. Pembentukan ALA.

Dua molekul ALA pindah ke sitosol untuk dikatalisis oleh


ALA dehidratase menjadi porfobilinogen (PBG) (Kadri, 2012).

Gambar 14. Pembentukan porfobilinogen.

Pembentukan tetrapirol siklik, melalui kondensasi 4 molekul


PBG -> hidroksimetilbilan (HMB) dengan enzim uroporfirinogen I
sintase. HMB mengalami siklasi secara spontan membentuk
uropofirinogen I atau diubah menjadi uroporfirinogen III oleh kerja
uroporfirinogen III sintase (Murray, 2009).

32
Perubahan uruporfirinogen I dan III menjadi koproporfirinogen
I dan III dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase. Semua
gugus asetat (A) diubah menjadi substituen metil (M) (Murray, 2009).

Gambar 15. Pembentukan koproporfirinogen III.

Perubahan koproporfirinogen III menjadi protoporfirin III,


seperti yang dijelaskan dibawah ini, yaitu:
a) Koproporfirinogen III memasuki mitokondria.
b) Koproporfirinogen III mengalami oksidasi dan dekarboksilasi dua
rantai samping propionat menjadi protoporfirinogen III oleh enzim
koproporforonogen oksidase.
c) Protoporfirinogen III selanjutnya mengalami oksidasi menjadi
protoporfirin dikatalisis oleh protoporfirinogen oksidase.
(Murray, 2009).

33
Gambar 16. Pembentukan protoporfirin III (IX).
b. Sintesis heme
Pembentukan hem atau langkah terakhir, yaitu penggabungan besi
ferro ke dalam protoporfirin, dengan katalisator enzim hem sintase atau
ferro kelatase (Murray, 2009).

Gambar 17. Pembentukan hem.

Adapun skema singkat dari biosintesis hem adalah

34
Gambar 18. Jalur sintesis porfirin

35
Gambar 19. Jalur sintesis porfirin

Gambar 20. Pembentukan Hem

36
E. Kelainan Metabolisme Porfirin dan Pemecahan Hem
Penyakit turunan atau bisa berupa penyakit yang didapat yang
disebabkan oleh defisiensi salah satu enzym pada jalur biosintesa heme dan
mengakibatkan penumpukan dan peningkatan porfirin atau prazatnya
dijaringan atau didalam urine. Kelainan ini jarang dijumpai tapi perlu
dipikirkan dalam keadaan tertentu misalnya sebagai diagnosa banding pada
penyakit dengan keluhan nyeri abdomen, fotosensitivitas dan gangguan
psikiatri . Porfiria dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu:
a. Porfiria eritropoetik
b. Porfiria hepatic
c. Protoporfiria (gabungan)
(Mardiani, 2004).
Porfiria eritropoetik, merupakan kelainan kongenital. Terjadi karena
ketidak seimbangan enzym kompleks uroporfirinogen sintase dan kosintase.
Pada jenis porfiria ini dibentuk uroporfirinogen I yang tidak diperlukan dalam
jumlah besar. Juga terjadi penumpukan uroporfirin I, koproporfirin I dan
derivat simetris lainnya. Penyakit ini diturunkan secara otosomal resesif dan
memunculkan fenomena berupa eritrosit yang berumur pendek, urine pasien
merah karena ekskresi uroporfirin I dalam jumlah besar, gigi yang
berfluoresensi merah karena deposisi porfirin dan kulityang hipersensitif
terhadap sinar karena porfirin yang diaktifkan cahaya bersifat sangat reaktif .
Porfiria hepatik dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:
a. Intermitten acute porfiria (IAP)
IAP terjadi karena defisiensi partial uroporfirinogen I sintase,
diturunkan secara otosomal dominan. Pada penyakit ini dijumpai ekskresi
porfobilinogen dan asam amino levulenat yang meningkat menyebabkan
urine berwarna gelap.
b. Koproporfiria herediter
Koproporfiria herediter terjadi karena defisiensi partial
koproporfirinogen oksidase, diturunkan secara otosomal dominan.

37
Terdapat peningkatan ekskresi koproporfirinogen dan menyebabkan urine
berwarna merah.
c. Porfiria variegate
Porfiria variegata terjadi karena defisiensi partial protoporfirinogen
oksidase, diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan
ekskresi hampir seluruh zat-zat antara sintesa heme.
d. Porfiria cutanea tarda
Porfiria cutanea tarda terjadi karena defisiensi partial
uroporfirinogen dekarboksilasi, diturunkan secara otosomal dominan.
Terdapat peningkatan ekskresi uroporfirin yang bila terpapar cahaya
menyebabkan urine berwarna merah. Porfiria ini paling sering dijumpai
dibanding yang lainnya.
e. Porfiria toksik
Porfiria toksik atau akuisita disebabkan oleh obat atau zat toksik
seperti griseofulvin, barbiturat, heksachlorobenzene, Pb dan sebagainya.
Protoporfiria atau protoporfiria gabungan dikarenakan terjadinya defisiensi
partial ferrokatalase, diturunkan secara autosomal dominan. Terdapat
peningkatan ekskresi protoporfirin dalam urine.
(Mardiani, 2004).

Gejala klinis yang dapat muncul dapat dikelompokkan dalam dua


patogenesa yaitu bila kelainan enzym sintesa heme menyebabkan penumpukan
asam amino levulenat dan porfobilinogen disel atau cairan tubuh akan
menghambat kerja ATP ase dan meracuni neuron sehingga menimbulkan gejala-
gejala neuro-psikiatri sedangkan bila kelainan enzym sintesa heme menyebabkan
penumpukan porfirinogen dikulit dan dijaringan lain akan teroksidasi spontan
membentuk porfirin yang apabila terpapar dengan cahaya, porfirin akan bereaksi
dengan O2 molekuler membentuk suatu radikal bebas yang sangat reaktif dan
merusak jaringan atau kulit dimana porfirin terdeposisi, peristiwa ini
memunculkan gejala-gejala fotosensitivitas. Therapi yang dapat diberikan
hanyalah bersifat symptomatik karena therapi kausal yang bersifat genetik masih

38
sulit dikerjakan. Obat yang dapat dipakai dan beberapa tindakan yang dianjurkan
seperti misalnya hindari preparat atau obat yang merangsang aktifitas sitokrom P-
450 seperti obat anestesia, alkohol, steroid dan lain-lain. Hindari zat-zat toksik
penyebab porfiria. Pemberian zat-zat seperti glukosa dan hematin yang menekan
kerja ALA sintase untuk menghambat pembentukan pra zat porfirin. Pemberian
anti oksidan seperti karoten, vitamin E dan C juga dapat dianjurkan pemakaian
tabir surya guna menggurangi pemaparan terhadap cahaya (Mardiani, 2004).

39
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang menggabungkan nitrogen bebas
dengan unsur lain secara kimia yang disebut penambatan nitrogen
2. Biosintesis merupakan produksi molekul organik dengan menggunakan
energy dalam jalur metabolisme (Campbell, et al. 2012: 103). Biosintesis
asam amino adalah serangkaian proses biokimia ( jalur metabolisme )
dimana asam amino diproduksi di dalam tubuh.
3. Tempat utama biosintesis heme adalah hati, yang mensintesis sejumlah
protein heme (terutama, protein sitokrom P450/CYP), dan sel penghasil
eritrosit disumsum tulang, yang aktif dalam sintesis hemoglobin. Adapun
Langkah biosintesis hem : 1.) Sintesis Porfirin dan 2.) Sintesis Hem
4. Penyakit turunan atau bisa berupa penyakit yang didapat yang
disebabkan oleh defisiensi salah satu enzym pada jalur biosintesa heme
dan mengakibatkan penumpukan dan peningkatan porfirin atau prazatnya
dijaringan atau didalam urine (porfiria)
B. Saran
Saran saya sebagai penulis makalah ini adalah sebaiknya kita
mengambil materi dari sumber-sumber yang terpercaya dan akurat, agar
penelitian maupun tulisan ilmiah yang kita buat bisa berguna dengan baik dan
sesuai dengan fakta yang ada.

40
DAFTAR PUSTAKA

Barber, S. A. 1984. Soil Chemistry and The Availability of Plant Nutrients


America Society of Agronomy. 22 hal.

Boddey, R.M., de O.C. Oliviera, S. Urquiaga, V.M. Reis, F.L. Olivares, V.L.D.
Baldani, and J. Dobereiner. 1995. Biological nitrogen fixation associated
with sugar cane and rice: contributions and prospects for improvement.
Plant Soil 174: 195-209.

Budiyanto A.K. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Universitas Muhammadiyah


Malang. Malang.

Campbell. 2012. Buku Ajar Biologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Hamdi, Y.A. 1982. Application Of Nitrogen-Fixing Systems in Soil Improvement


and Management. Rome. Food And Agriculture Organization Of The
United Nation.

Helvi Mardiani. 2004. Metabolisme Heme. Fakultas Kedokteran Universitas


Sumatera Utara

James M Buchanan, Yong J Yoon. 2000. The Journal of Law and Economics 43
(1), 1-14.

Kadri, H. 2012. Hemoprotein dalam Tubuh Manusia. Jurnal Kesehatan :


Universitas Andalas.

Kyuma, K. 2004. Paddy Soil Science. Kyoto University Press and Trans Pacific
Press.

Ladha, J.K. and P.M. Reddy. 1995. Extension of nitrogen fixation to rice:
necessity and possibilities. Geo Journal 35: 363-372.

Lehninger AL. 2013. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Terjemahan oleh Thenewidjaj.


Jakarta: Erlangga.

Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition Of Higher Plants. Academic Press


Harcourt Brace Jovanovich Publisher, London. Dalam Ilmu Kesuburan
Tanah. Ed. Rosmarkam, A. Dan N. W. Yuswono. 2002. Karnisius.
Yogyakarta. Hal 65 – 71

iii
Martoharsono, Soeharsono. 2006. Biokimia I. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada Press.

Marx Jean, L . 1991 . Revolusi Bioteknologi . Terjemahan : Wilder Yatim . Edisi


I, Cetakan L, Kota : Jakarta . Yayasan Obor Indonesia : 69-73 .

Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. (2009). Biokimia Harper Edisi 27.
Jakarta: EGC.

Pelczar, Michael J dan Chan, E. C. S. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid II.


Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Per EM Siegbahn, Leif Eriksson, Fahmi Himo, Maria Pavlov. The Journal of
Physical Chemistry B 102 (51), 10622-10629, 1998

Taiz, L. and E. Zeiger. 2002. Plant Physiology. Sinauer Associates, Inc.,


Publisher. Sunderland, Massa-chusetts.

Tisdale, S. L. Nelson W. L. and Beatson. J.V 1985. Soil Fertility and Fertilits
Macmillan Publishing. Co: New York

iv

Anda mungkin juga menyukai