Memasukkan sesuatu ke dalam mulut dihitung membatalkan jika dilakukan secara sadar dan
menelan hal tersebut. Menelan ludah juga bisa membatalkan puasa, jika sudah tercampur
dengan sesuatu, seperti permen atau makanan yang tersisa di dalam mulut, yang sengaja
ditelan padahal bisa dibuang.
Jika seseorang muntah tanpa disengaja atau muntah secara tiba-tiba (ghalabah) maka puasanya
tetap dihukumi sah selama tidak ada sedikit pun dari muntahannya yang tertelan kembali
olehnya. Jika muntahannya tertelan dengan sengaja maka puasanya dihukumi batal.
Murtad adalah keluarnya seseorang dari agama Islam. Misalnya orang yang sedang puasa tiba-
tiba mengingkari keesaan Allah subhanahu wata’ala, atau mengingkari hukum syariat yang
sudah menjadi konsensus ulama (mujma’ alaih). Di samping batal puasanya, ia juga
berkewajiban untuk segera mengucapkan syahadat serta mengqadha puasanya.
Ketika hal ini terjadi pada seseorang di pertengahan melaksanakan puasanya, maka puasa yang
ia jalankan dihukumi batal.
Tidak sah puasa Ramadan, qadha, kafarat, juga puasa fidyah haji dan puasa wajib lainnya niat
siang hari, tanpa ada perbedaan.
Misalnya, mani keluar akibat onani atau sebab bersentuhan dengan lawan jenis tanpa adanya
hubungan seksual. Berbeda halnya ketika mani keluar karena mimpi basah (ihtilam) maka
dalam keadaan demikian puasa tetap dihukumi sah.
Sebab dalam shalat orang yang haid atau nifas tidak diwajibkan untuk mengqadha shalat yang
ia tinggalkan pada masa haid atau nifas.
Bahkan, dalam konteks ini terdapat ketentuan khusus: puasa seseorang tidak hanya batal dan
tapi ia juga dikenai denda (kafarat) atas perbuatannya. Denda ini adalah berpuasa selama dua
bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, ia wajib memberi makanan pokok senilai satu mud (0,6
kilogram beras atau ¾ liter beras) kepada 60 fakir miskin.
Hal ini tak lain bertujuan sebagai ganti atas dosa yang ia lakukan berupa berhubungan seksual
pada saat puasa.