Anda di halaman 1dari 3

k~1=eã oj1=eã ufeã kBæ

Muzakkarah, 13 Mei 2022


Tempat : Aula Muzakkarah Al-Marfu’ah di Rajak-Sukaraja
Sumber : Kitab Takriratussadidah
Cetakan Darul Ulum Islamiah Hal.454-455 Terjemah hal. 18-19
Materi : PUASA

9. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA


7. Al-Istimna’ ( onani ) maksudnya adalah mengeluarkan air
mani baik dengan tangannya sendiri, dengan tangan istrinya,
dengan menghayal, dengan memandang, ataupun dengan
berbaring yang apabila ia mengetahui kalau hal itu dapat
menyebabkan air mani keluar, maka apabila air maninya
kaluar dengan salah satu cara tersebut di atas maka
puasanya batal
Kesimpulan tentang masalah keluar air mani adalah :
Ketentuan hukum tentang keluarnya air mani dapat
membatalkan puasa dan ada juga yang tidak
membatalkan puasa.
1. keluarnya air mani dapat membatalkan puasa pada 2
keadaan, yaitu:
1. Apabila air mani itu keluar dengan cara apapun seperti
istimna’ (onani)
2. Apabila air mani itu keluar karena bersentuhan dengan
istrinya tanpa ada penghalang
2. keluarnya air mani yang tidak membatalkan puasa
padanya ada 2 keadaan:
1. Apabila air mani keluar tanpa bersentuhan seperti
dengan memandang, menghayal atau memikirkan
2. Apabila air mani keluar dengan bersentuhan tapi ada
penghalang.
 Hukum mencium istri adalah diharamkan apabila
berciuman itu dapat mengerakkan nafsu syahwat tapi
apabila tidak membangkitkan nafsu syahwat, maka
hukumnya adalah khilaful aula artinya lebih baik
dihindarkan dan tidak membatalkan puasa kecuali
apabila air mani itu keluar dengan sebab berciuman.
Catatan : Tempat haram mencium istri pada puasa
wajib
8. Al-Istiqa’ah (sengaja muntah) artinya seseorang yang
berusaha dan sengaja untuk mengeluarkan muntahnya.
Muntah yang dilakukan dengan sengaja dapat
membatalkan puasa walaupun muntahnya sedikit.
Muntah adalah makanan atau minuman yang keluar
atau kembali sesudah masuk melewati tenggorokan
walaupun belum berubah rasanya atau warnanya.
Hukum apabila keluar muntah
Apabila muntah itu keluar dan mengenai mulut, maka
mulut itu mutanajjis/ terkena najis, maka wajib mencuci
mulut dan berkumur dengan sungguh-sungguh hingga
terbasuh semua apa yang ada di dalam mulutnya dilihat
dari batas yang nampak (hadduz zahir). Dan tidak
membatalkan puasanya apabila kemasukan air ke dalam
rongga tenggorokan tanpa sengaja karena
menghilangkan najis adalah perkara yang diperintahkan
oleh syariat.
Ketetapan Hukum bagi orang yang tidak berpuasa
ada 4 keadaan, yaitu :
1. kewajiban untuk mengqadha’ dan membayar fidyah
orang yang tidak berpuasa wajib untuk mengqadla
dan membayar fidyah jika:
1. Seseorang tidak berpuasa karena
mengkhawatirkan keselamatan orang lain
seperti perempuan hamil yang mengkhawatirkan
keadaan janinnya atau wanita yang menyusui
karena khawatir terhadap bayinya. Jika tidak
berpuasa karena mengkhawatirkan keselamatan
dirinya dan orang lain maka ia hanya wajib
mengqadha’ saja tidak wajib membayar fidyah.
2. Apabila seseorang tidak menqadla puasa
Ramadhanya tahun dulu sampai masuk Ramadhan
tahun ini tanpa uzur, maka ia wajib mengqadla
puasanya dan membayar fidyah.
Ukuran pembayaran Fidyah adalah 1 mud (625 gr)
beras atau makanan pokok daerah setempat dan
fidyah ini akan bertambah sampai ia membayarnya.
Contohnya :
Apabila pada tahun lalu ia wajib membayar 10 mud
tapi sampai tahun ini ia belum juga membayarnya,
maka tahun ini ia wajib membayar 20 mud begitu
seterusnya
2. Kewajiban untuk mengqadha’ saja dan tidak wajib
membayar fidyah
Orang yang wajib mengqadla puasa dan tidak wajib
membayar fidyah, yaitu:
a. Orang yang batal puasanya karena penyakit ayan/
pingsan,
b. Orang yang lupa berniat puasa malam hari
c. Orang yang sengaja membatalkan puasanya dengan
selain jima’.
3. kewajiban membayar fidyah saja dan tidak wajib
mengqadha’
Orang yang hanya wajib membayar fidyah saja, yaitu:
a. Orang tua yang sudah tidak mampu untuk
melaksanakan puasa
b. Orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh
4. tidak ada kewajiban sama sekali, baik mengqadla atau
membayar fidyah yaitu orang gila yang tidak sengaja
membuat dirinya gila.

=======================================================
Anjuran :
1. Dianjurkan untuk diperbanyak atau dishare kembali
2. Dilarang merubah teks aslinya tanpa konfirmasi terlebih dahulu untuk
menghindari kesalahan dalam pemahamannya
3. Mohon kritik, saran dan masukan (editor)
4. Tulisan ini adalah adalah hasil diskusi dengan rujukan utama Kitab
Taqriratussadidah.

Anda mungkin juga menyukai