c4909 Modul 10 Aik 1
c4909 Modul 10 Aik 1
URAIAN MATERI
A. Pengertian Tauhid
Derivasi Tauhid merujuk kepada bahasa Arab yang merupakan bentuk masdar dari
kata kerja wahhada-yuwahhidu-tawhidan, yang arti harfiyahnya: menyatukan, mengesakan,
atau mengakui bahwa sesuatu itu satu. Dengan demikian, secara bahasa, tauhidullah berarti
mengesakan Allah atau mengakui bahwa Allah itu satu. Sedangkan secara
istilah, tauhidullah bermakna mengesakan Allah dalam hal-hal yang merupakan kekhususan
bagi Allah, serta tidak menyekutukan-Nya dengan apapun baik dalam hal rububiyyah-
Nya, uluhiyyah-Nya, maupun asma’ (nama-nama) dan sifat-sifat-Nya.
Allah SWT berfirman:
4-1 : ) – اإلخالص4( ) َولَم يَكُن لَهُ ُكفُ ًوا أَحَد3( ) لَم يَ ِلد َولَم يُولَد2( ص َم ُد
َّ ) اللَّهُ ال1( قُل ُه َو اللَّهُ أَحَد
Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa (1). Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-
Nya segala sesuatu (2). Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan (3), dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia (4). (Qs. al-Ikhlas: 1-4)
Tauhid secara sederhana dapat dibagi menjadi Tiga tingkatan atau tahapan:1
1. Tauhid Rububiyah (Mengimani Alah sebagai satu-satunya Rabb), 2. Tauhid
Mulkiyah (mengimani Allah Sebagai satu-satunya Malik), 3. Tauhid Ilahiyah (
1
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, hlm. 18
ََٰذ ِل ُك ُم اللّٰهُ َربُّ ُك ۡم لَهُ ۡال ُم ۡلكُ ؕ َ َۤ ا ِٰلهَ ا ََِّ ُُ َو ۚ ََا َ نّٰ ُُۡۡ َرَُ ۡو
Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang memiliki kerajaan. Tidak
ada tuhan selain Dia; maka mengapa kamu dapat dipalingkan?5
2
Al-fatihah 1: 2
3
Al-fatihah 1: 4-5
4
An-Naas 114: 1
5
Az-Zumar 39: 6
• Tauhid Asma’ Wa sifat adalah bentuk penerapan pengesaan dari makhluk terhadap
Allah mengenai nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya, yang nama-nama dan sifat-sifat
ini telah diatributkan oleh Allah sendiri Terhadap diri-Nya.
B. Makna Kalimat Laa IlaaHa Illaa Alah (ُ ) ا َ ِإلَهَ إِال اللَّهDan konsekuensinya dalam
kehidupan
Jika diurutkan kalimat Laa ilaaha illaa Allah bisa diuraikan sebagai berikut:
Pertama, kata Laa
Disebut laa nafiyah lil jins (huruf lam yang berfungsi meniadakan keberadaan semua
jenis kata benda setelahnya). Misalnya kata: “Laaraiba fiih” (tidak ada keraguan apapu
bentuknya di dalamnya). Artinya meniadakan semua jenis keraguan dalam al-Quran.
Sehingga laa dalam kalimat tauhid bermakna meniadakan semua jenis ilaah, dengan bentuk
apapun dan siapapun dia.
Kedua, kata Ilah
Kata ini merupakan bentuk mashdar (kata dasar), turunan dari kata: aliha – ya’lahu
[ ]ألـه – يألـهyang artinya beribadah. Sementara katailaahun [ ]إلـهmerupakan isim masdar yang
bermakna maf’ul (obyek), sehingga artinya sesembahan atau sesuatu yang menjadi sasaran
ibadah.
Jika kita gabungkan dengan kata laa, menjadi laa ilaaha []ال إلـه, maka artinya tidak ada
sesembahan atau sesuatu yang menjadi sasaran ibadah, apapun bentuknya.
Ketiga, kata Illa
Ilaa artinya kecuali. Disebut dengan huruf istitsna’ (pengecualian) yang bertugas untuk
mengeluarkan kata yang terletak setelah illa darihukum yang telah dinafikan oleh laa.
Sebagai contoh, ‘Laa rajula fil Masjid illa Muhammad’,
Tidak ada lelaki apapun di masjid, selain Muhammad. Kata Muhammad dikeluarkan dari
hukum sebelum illa yaitu peniadaan semua jenis laki-laki di masjid.
Keempat, kata Allah
Dialah Sang Tuhan, dikenal oleh makhluk melalui fitrah mereka. Karena Dia Pencipta
mereka.
Sebagian ahli bahasa mengatakan, nama Allah [ ]اللهberasal dari kata al-Ilah []اإللـه.
Hamzahnya dihilangkan untuk mempermudah membacanya, lalu huruf lam yang pertama
diidhgamkan pada lam yang kedua sehingga menjadi satu lam yang ditasydid, lalu lam yang
kedua dibaca tebal. Sehingga dibaca Allah. Demikian pendapat ahli bahasa Sibawaih.
Imam Ibnul Qoyyim menjelaskan maknanya,
الله وحده هو المعبود المألوه الذي ال يستحق العبادة سواه
“Allah Dialah al-Ma’bud (yang diibadahi), al-Ma’luh (yang disembah). Tidak ada yang berhak
diibadahi kecuali Dia”. (Madarij as-Salikin, 3/144).
Dari keterangan di atas, ulama menyebutkan rukun kalimat laa ilaaha illallaah ada 2 (at-Tauhid
li anNasyiin, hlm. 30):
Pertama, an-Nafyu (peniadaan)
Rukun ini diwakili kalimat laa ilaaha. Makna rukun ini, bahwa orang yang
mengikrarkan laa ilaaha illallah harus mengingkari semua bentuk sesembahan dan sasaran
ibadah apapun bentuknya. Baik dia manusia, benda mati, orang soleh, nabi, maupun
Malaikat. Tidak ada yang berhak untuk dijadikan sasaran ibadah. Ketika seseorang beraqidah
ateis, berarti dia tidak mengakui penggalan pertama kalimat tauhid:laa ilaaha.
Kedua, al-Itsbat (penetapan)
Rukun ini mewakili kalimat illallaah. Artinya, orang yang mengucapkan laa ilaaha
illallah harus mengakui satu-satunya yang berhak dijadikan sasaran beribadah adalah Allah.
Sehingga dia harus beribadah kepada Allah. Dan ketika dia tidak mau beribadah, berarti dia
belum mengakui Allah sebagai tuhannya.
Dua rukun inilah yang Allah tegaskan dalam al-Quran,
سكَ بِ ْالعُ ْر َوةِ ْال ُوثْ َقى
َ ت َويُؤْ ِم ْن بِاللَّ ِه فَقَ ِد ا ْست َْم َّ فَ َم ْن يَ ْكفُ ْر بِال
ُ طا
ِ غو
Siapa yang ingkar terhadap thagut, dan beriman kepada Allah, berarti dia berpegang dengan
tali yang kuat (QS. al-Baqarah: 256).
Makna kata Thaghut: segala sesembahan selain Allah
Dan arti kata tali yang kuat adalah laa ilaaha illallah
Sehingga makna ayat, siapa yang menginkari semua bentuk sesembahan dan hanya
mengakui Allah sebagai sasaran peribadatannya, berarti dia telah mengikrarkan laa ilaaha
illallah dengan benar.
Allah juga tegaskan di ayat yang lain,
َ َوا ْعبُدُوا اللَّهَ َو َال ت ُ ْش ِر ُكوا بِ ِه
ش ْيئًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun”. (QS. An-
Nisa: 36)
Kita bisa lihat penolakan orang kafir terhadap dakwah Laa ilaaha illallah,
ٍ ُ َويَقُولُونَ أَئِنَّا لَت َِار ُكوا آ َ ِل َه ِتنَا ِلشَا ِع ٍر َمجْ ن. َإِنَّ ُه ْم كَانُوا إِذَا قِي َل لَ ُه ْم َال إِلَهَ إِ َّال اللَّهُ يَ ْست َ ْكبِ ُرون
ون
“Sesungguhnya mereka apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” maka mereka
menyombongkan diri, dan mereka berkata: Apakah kami harus meninggalkan sembahan-
sembahan kami hanya karena seorang penyair gila?”. (QS. Ash-Shoffat : 35-36)
Ketika ada orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah namun dia masih rajin berbuat
syirik, mengagungkan kuburan, gandrung dengan perdukunan, aktif sedekah bumi, larung di
laut, berarti perbuatannya bertentangan dengan apa yang dia ikrarkan. Karena dia
mempertuhankan selain Allah, meskipun hanya dengan satu ibadah.
Dan kita patut memahami, ibadah itu beraneka ragam. Tidak hanya berbentuk sujud atau
shalat. Contoh ibadah yang sering diberikan kepada makhluk adalah memberikan sesajian,
seperti sedekah bumi, larung kepala hewan, tanam kepala hewan di jembatan, dst.
Demikian pula berdoa. Banyak orang yang gandrung dengan kuburan, mereka berbondong-
bondong ke kuburan ketika mereka merasa punya hajat. Jika tidak ada kepentingan, mereka
tidak datang ke kuburan. Ini semua indikasi kuat bahwa mereka hendak menyampaikan doa
di kuburan. Jika itu ditujukan kepada penghuni kubur, berarti itu penyembahan kepada selain
Allah.
Meskipun mereka shalat, mereka puasa, bahkan haji, namun ketika mereka memberikan satu
peribadatan saja kepada selain Allah, berarti amal mereka menyimpang dari kalimat tauhid.
Cakupan makna Kalimat Laa ilaaha Illa Allah
Laa ma’buda Illa Allah
Laa Khaliqa Illa Allah
Laa Raziqa Illa Allah
Laa Hafizh Illa Allah
Laa Mudhabbir Illa Allah
Laa Malika Illa Allah
Laa Waliya Illa Allah
Laa Hakima Illa Allah
Laa Ghoyata Illa Allah
Syarat la ilaha illallah
Al–Ilmu, yaitu mengetahui makna la ilaha illallah,
Al–Yaqiin, yaitu meyakini makna la ilaha illallah tanpa ada keraguan sedikit pun,
Al-Ikhlas, Yaitu memurnikan seluruh ibadah hanya kepada Allah subhanahu wa ta’la dan
menjauhi kesyirikan,
Ash-Shidqu yaitu jujur, maksudnya adalah mengucapkan kalimat ini dengan pembenaran di
dalam hati.
Al–Mahabbah (cinta), maksudnya mencintai kalimat ini dan apa yang dikandungnya,
Al-Inqiyaad, yaitu tunduk dan patuh.
Al-Qobuul, yaitu menerima kandungan dan konsekuensi dari kalimat ini,
a. Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia,
karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukan.
b. Hanya amal yang dilandasi dengan tauhidullah, menurut tuntunan Islam, yang akan
menghantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki
di alam akhirat nanti.
صا ِل ًحا ِمن َذك ٍَر َأ ْو ُأن َثى َو ُه َو ُمؤْ ِم ٌن َف َلنُ ْحيِيَ َّنهُ َحيَاةً َطيِب َ ًة َو َلنَ ْج ِزي َ َّنهُ ْم َأ ْج َر ُه ْم بِأَ ْحسَ ِن َماكَانُوا يَعْ َم ُلون
َ َم ْن عَ ِم َل
"Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedang ia
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik, dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik lagi dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An Nahl: 97).
c. Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini
adalah Allah; bukan sekedar mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud
(keberadaan) Nya, dan wahdaniyah (keesaan) Nya, dan bukan pula sekedar
mengenal Asma' dan Sifat-Nya.
d. Tauhid adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya yaitu: menghambakan diri
hanya kepada Allah secara murni dan konsekwen dengan mentaati segala perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap
dan takut kepada-Nya.
Dengan demikian, maka tauhid mesti melandasi 3 (tiga) prinsip atau aspek kehidupan
manusia, yang meliputi :
Aspek atau dimensi Kehidupan Pribadi (Prinsip Ketuhanan atau tauhid yaitu iman dan
taqwa).
Aspek atau dimensi Kehidupan antar Personal (prinsip kemanusian atau moral yaitu
adil dan beradab).
Aspek atau dimensi Kehidupan Komunitas (prinsip persatuan atau komunitas yaitu
kebersamaan dan musyawarah).
Seseorang yang bertauhid dengan benar akan mendapatkan rasa aman dan petunjuk.
Firman Allah SWT :
dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An’am:82)
وأن عيسى عبد الله ورسوله وكلمته ألقاها إلى مريم، وأن محمد ًا عبده ورسوله،من شهد أن ال إله إال الله وحده ال شريك له
والنار حق أدخله الله الجنة على ما كان من العمل، والجنة حق،وروح منه
“Barangsiapa yang bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang
berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, dan ‘Isa adalah hamba dan rasul-Nya, dan
kalimat yang disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh dari-Nya, dan bersaksi
bahwa surga dan neraka benar adanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam
surga, sesuai amal yang telah dikerjakakannya”
ال إله إال الله يبتغي بذلك وجه الله:فإن الله حرم على النار من قال
“Sesunggunhya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengatakan Laa ilaah illallah,
yang di ucapkan ikhlas mengharapkan wajah Allah”
ثم لقيتني ال تشرك بي شيئاً ألتيتك بقرابها مغفرة، يا ابن آدم؛ لو أتيتني بقراب األرض خطايا:قال الله تعالى
“Allah berfirman: ‘ Wahai anak adam, sesungguhnya sekiranya kamu datang kepada-Ku
dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian kamu datang kepada-Ku tanpa menyekutukan
sesuatu pun dengan-Ku, maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh
Kebaikan tauhid ternyata tidak hanya bermanfaat bagi individu. Jika suatu masyarakat benar-
benar merealisasikan tauhid dalam kehidupan mereka, Allah Ta’ala akan memberikan
jaminan bagi mereka sebagaimana firman-Nya :
ضى َلهُ ْم َ َارت ْ ف ا َّل ِذي َن ِمن َق ْب ِل ِه ْم َو َليُ َم ِكن ََّن َلهُ ْم دِينَهُمُ ا َّلذِي
َ ض َك َماا ْست َْخ َل َ ت َلي َ ْست َْخ ِلفَ َّنهُ ْم فِي ْا
ِ أل ْر ِ صا ِل َحاَّ َوعَ َد اللهُ ا َّلذِي َن ءَا َمنُوا ِمن ُك ْم َوعَ ِم ُلوا ال
َ اليُ ْش ِر ُكو َن بِي َش ْيئًا َو َمن َكفَ َر بَعْ َد َذلِكَ َف ُأ ْو
َالئِكَ ُهمُ ْالفَا ِس ُقون َ َو َليُب َ ِد َل َّنهُم ِمن بَعْ ِد خ َْوفِ ِه ْم َأ ْمنًا يَعْبُدُونَنِي
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa,
dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah
(janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An Nuur:45)
RANGKUMAN
Tauhid Secara etimologi berarti mengesakan Allah atau mengakui bahwa Allah itu satu.
Secara terminologi Tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal-hal yang merupakan
kekhususan bagi Allah, serta tidak menyekutukan-Nya dengan apapun baik dalam
hal rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, maupun asma’ (nama-nama) dan sifat-sifat-Nya.
Pembangian Tauhid:
• Tauhid Rububiyah : Mengimani Allah sebagai satu-satunya Rab, yang mencakup
pengertian: Khaliq (Maha Mencipta), Raziq (Maha Memberi Rezki), Hafizh (Maha
Memeliha ra), Mudabbir (Maha Mengelo la), Malik (Maha Memiliki).
• Tauhid Ilahiyah : Mengimani Allah sebagai satu-satunya Al-Ma'bud (Yang
Disembah). Ibadah dalam arti tunduk patuh kepada Allah SWT dalam selumh aspek
kehidupannya.
• Tauhid Asma’ Wa sifat adalah bentuk penerapan pengesaan dari makhluk terhadap
Allah mengenai nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya, yang nama-nama dan sifat-sifat
ini telah diatributkan oleh Allah sendiri Terhadap diri-Nya.
Kalimat Laa IlaaHa Illaa Alah Artinya adalah menafikan semua “ilah” selain Allah.
LATIHAN/TUGAS/LUARAN
1. Uraikanlah Contoh kasus di era digitalisasi ini yang menunjukkan defenisi Tauhid
Kepada Allah!
3. Seorang muslim yang memahami dan menerapkan makna kalimat La ilaaha Illa Allah
dalam kehidupannya seharusnya terhindar dari kegalauan dan keresahan jiwa.
Jelaskanlah mengapa!
DAFTAR PUSTAKA
Al-Faruqi, Ismail Raji. 1995. Tauhid. Bandung: Penerbit Pustaka Al-Jaziri, Abu Bakar Jabir.
Pasha, Musthafa Kamal. 2003. Fiqih Islam Sesuai Dengan Putusan Majlis Tarjih. Yogyakarta:
Citra Karsa Mandiri.
Syaltut, Mahmud. 1984. Akidah dan Syari’ah Islam I. (terj. Fachruddin HS). Jakarta: Bumi
Aksara
Syaltut, Mahmud. 1985. Akidah dan Syari’ah Islam II. (terj. Fachruddin HS). Jakarta: Bumi
Aksara