Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GERD

DI RS CINTA KASIH CIPUTAT

Oleh:

DESYANA
20227060

STIKES ICHSAN MEDICAL CENTRE BINTARO


STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI PENGERTIAN
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux
Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai
akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan
berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra
esofagus dan atau komplikasi (Susanto, 2017).

Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis


makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi
peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera
dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa
esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu,
dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis,
bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal
terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah esophagitis
refluks berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti
erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2002).

Jadi, GERD merupakan suatu keadaan patologis akibat maksuknya


isi lambung ke esofagus yang biasa terjadi setelah makan dan dapat terjadi
pada posisi tegak oleh adanya konstraksi peristaltik primer lambung.
2. EPIDEMIOLOGI
GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di
negara Barat. Berbagai survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi dewasa
menderita heartburn (rasa panas membakar di daerah retrosternal), suatu
keluhan klasik GERD. Di Indonesia, penyakit ini sepintas tidak banyak
ditemukan. hanya sebagaian kecil pasien GERD datang berobat pada dokter
karena pada umumnya keluhannya ringan dan menghilang setelah diobati
sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya kasus yang berat dan
disertai kelainan endoskopi dan berbagai macam komplikasinya yang datang
berobat ke dokter (Djajapranata, 2018).
Laju prevalensi kejadian GERD di seluruh dunia sekitar 15%-25%,
untuk prevalensi di Asia Timur pada tahun 2005-2010 menjadi 5,2%-8,5%.3
Dari hasil penelitian di Indonesia, prevalensi GERD mengalami
peningkatan. Pada Maret 2016, prevalensi penyakit refluks gastroesofagus
yang terdiagnosis dengan menggunakan endoskopi di Jakarta sebesar 22,8%.
(Kuswono, 2021)
Gastroesophageal reflux disease (GERD) terdiri dari spektrum
gangguan yang terkait, termasuk hernia hiatus, reflux disease dengan gejala
yang terkait, esofagitis erosif, striktur peptikum, Barrett esofagus, dan
adenokarsinoma esofagus. Selain beberapa patofisiologi dan hubungan
antara beberapa gangguan ini, GERD juga ditandai dengan terjadinya
komorbiditas pada pasien yang identik dan oleh epidemiologi perilaku yang
serupa diantara mereka.

3. ANATOMI FISIOLOGI
a Esofagus
Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang berfungsi
menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Esofagus diselaputi oleh
epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan submukosa terdapat
kelompokan kelenjar-kelenjar esofagea yang mensekresikan mukus.
Pada bagian ujung distal esofagus, lapisan otot hanya terdiri sel-sel otot
polos, pada bagian tengah, campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan
pada ujung proksimal, hanya sel-sel otot lurik.
b Lambung
Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar,
yang fungsi utamanya adalah menampung makanan yang telah dimakan,
mengubahnya menjadi bubur yang liat yang dinamakan kimus (chyme).
Permukaan lambung ditandai oleh adanya peninggian atau lipatan yang
dinamakan rugae. Invaginasi epitel pembatas lipatan-lipatan tersebut
menembus lamina propria, membentuk alur mikroskopik yang
dinamakan gastric pits atau foveolae gastricae. Sejumlah kelenjar-
kelenjar kecil, yang terletak di dalam lamina propria, bermuara ke dalam
dasar gastric pits ini. Epitel pembatas ketiga bagian ini terdiri dari sel-
sel toraks yang mensekresi mukus. Lambung secara struktur histologis
dapat dibedakan menjadi: kardia, korpus, fundus, dan pylorus.

4. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
a Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
b Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
c Ketahanan epitel esofagus menurun
d Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL
e Kelainan pada lambung
f Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
g Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
h Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat
refluks
i Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan
dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang
memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin),
penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat
 Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
(Yusuf, 2009)

5. PATOFISIOLOGI
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal
reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam
esophagus. GERD sering kali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri
yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya hanya ada di lambung,
masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus.
Refluks gastroesofagus bisanya terjadi setelah makan dan disebabkan
melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang
lebih tinggi dari esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang
bersifat asam bergerak masuk ke dalam esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus
karena adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah
sfingter sejati, tetapi suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini
normalnya hanya terbuka jika gelombang peristaltik menyalurkan bolus
makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter
melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus
seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak
organ yang berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen
lebih besar daripada tekanan toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan
isi lambung terdorong ke dalam esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah
atau inkompeten, sfingter tidak dapat mnutup lambung. Refluks akan terjadi
dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah
(esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk kondisi
karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dalam keadaan
normal, refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat
tinggi di sfingter. Sebagai contoh, jika isi lambung berlebihan tekanan
abdomen dapat meningkat secara bermakana. Kondisi ini dapat disebabkan
porsi makan yang besar, kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen yang
tinggi cenderung mendorong sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal ini
memperbesar gradien tekanan antara esofagus dan rongga abdomen. Posisi
berbaring, terutama setelah makan juga dapat mengakibatkan refluks.
Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan asam
dalam isi lambung. Walaupun esofagus memiliki sel penghasil mukus,
namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung
(Corwin, 2019: 600).
6. PATHWAY

faktor defensive dari esofagus faktor opensif dari bahan refluksat

GERD

Resiko
Perubahan Informasi klg, Waktu & Frek Kerusakan Mukosa Esofagus Regurgitasi Aspirasi
status anak kurang kontak
kesehatan mukosa dgn
asam
meningkat Respon Refluk ke Air way
Rangsang Medola Oblongata
peradangan
Ansietas Kurang Metaplasia lokal
Pengetahuan epitel Peradanga
Inflamasi
Hipersaliva saluran nafas n Pita
Disfagia, Nyeri Peradanga
Barret Desease Odinofagia Suara
Epigastrik n
Esofageal
Anoreksia Pola Nafas Hambatan
Tak Efektif komunikasi
PK Ganggua Inefektif Nyeri PK
Keganasa verbal
Intake n breast Perdaraha
n Menelan feeding n
menurun

Kekurangan Ketidakseimbang Keterlambat


volume an nutrisi kurang an tumbuh
cairan dari kebutuhan kembang
7. KLASIFIKASI
Kalsifikasi Los Angeles
Derajat Gambaran endoskopi
kerusakan
A Erosi kecil-kecil pada mukosa esophagus dengan diameter < 5
mm
B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm
tanpa saling berhubungan
C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh
lumen
D Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial
(mengelilingi seluruh lumen esophagus)

Menurut The Genval Workshop Report: 2019, terdapat dua kelompok


GERD. Yang pertama adalah GERD erosif (esofagitis erosif ), didefinisikan
sebagai GERD dengan gejala refluks dan kerusakan mukosa esofagus distal
akibat refluks gastroesofageal. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis
GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas. Yang kedua adalah
penyakit refluks nonerosif (non-erosive reflux disease, NERD), yang juga
disebut endoscopic-negative GERD, didefinisikan sebagai GERD dengan
gejalagejala refluks tipikal tanpa kerusakan mukosa esofagus saat
pemeriksaan endoskopi saluran cerna.

8. GEJALA KLINIS
a Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
b Muntah
c Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah
makan atau ketika berbaring
d Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
e Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan,
bisa dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang
biasanya berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya,
mirip dengan lokasi panas dalam perut.
f Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
g Suara parau
h Ludah berlebihan (water brash)Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa
i globus)
j Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
k Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
l Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan
pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah
kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan,
menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena)
atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
m Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks
berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan
sebuah kondisi yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa
terjadi bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah
sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa orang.

9. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi :
a) Klien tampak muntah
b) Klien tampak lemah
c) Klien tampak batuk-batuk
d) Klien tampak memegang daerah yang nyeri
Auskultasi :
a) Suara terdengar serak
b) Bising usus <12 detik per menit
c) Suara jantung S1/S2 reguler

10. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas
merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan
ditemukannya mucosal break di esophagus (esofagitis refluks).
Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi
saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD,
keadaan ini disebut non-erosive reflux disease (NERD).

b Esofagografi dengan barium


Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang
peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada
kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar
radiology dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa,
ulkus, atau penyempitan lumen.

c Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi
bagian distal esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam
dengan menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal
esophagus. Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat
memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4
pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik untuk refluks
gastroesofageal.

d Tes Perfusi Berstein


Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang
selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus
dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat
pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien
dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa
nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan
larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini
dianggap positif. Test Bernstein yang negative tidak
menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esophagus.

e Manometri esofagus
Mengukuran tekanan pada katup kerongkongan bawah
menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang
normal dari katup yang berfungsi buruk kekuatan sphincter.

11. THERAPY
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya
hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai
dilakukan terapi endoskopik. Target penatalaksanaan GERD adalah
menyembuhkan lesi esophagus, menghilangkan gejala/keluhan, mencegah
kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah timbulnya
komplikasi.
a Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari
penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer.
Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan kemaknaannya,
namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi
refluks serta mencegah kekambuhan.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah
meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan
sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama
tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esophagus, berhenti
merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat
menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel
epitel, mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan
yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung,
menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari
pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intraabdomen,
menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi
dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam, jika
memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus
LES seperti antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis
kalsium, agonis beta adrenergic, progesterone.

b Terapi medikamentosa
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada
penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa
sampai saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori
gangguan motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam
perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam
lebih efektif daripada pemberian obat-obat prokinetik untuk
memperbaiki gangguan motilitas.
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up
dan step down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan
obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam
(antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan
obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi
lebih lama (penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan pada
pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah
berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan
menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau
prokinetik atau bahkan antacid.
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala
menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan
esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup
efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD. Berikut adalah
obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD:

1) Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam


menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi
esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat
memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah.
Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang
menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang
mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang
mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
2) Antagonis reseptor H2. Yang termasuk dalam golongan obat ini
adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai
penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan
penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih
tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya
efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang
serta tanpa komplikasi.
3) Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai
untuk pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong
kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan
GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi asam.
4) Metoklopramid. Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor
dopamine. Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta
tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali
dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat
pompa proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat
timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk,
pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
5) Domperidon. Golongan obat ini adalah antagonis reseptor
dopamine dengan efek samping yang lebih jarang disbanding
metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupun
efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi
esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui
dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan
lambung.
6) Cisapride. Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat
mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan
tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta
penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan dengan
domperidon.
7) Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda
dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki
efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan
cara meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer
terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam
empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja
secara topikal (sitoproteksi).
8) Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI).
Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan
GERD. Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa
proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase
yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam
lambung.
9) Pembedahan dapat mengurangi peradangan berat, perdarahan,
penyempitan, tukak atau gejala yang tidak menunjukkan
perbaikan dengan pengobatan apapun. Namun tindakan
pembedahan jarang dilakukan.
10) Terapi endoskopi
Walaupun laporannya masih terbatas serta msih dalam konteks
penelitian, akhir-akhir ini mulai dikembangkan pilihan terapi
endoskopi pada GERD yaitu:
a) Penggunaan energi radiofrekuensi
b) Plikasi gastric endoluminal
c) Implantasi endoskopis, yaitu dengan menyuntikkan zat
implan di bawah mukosa esophagus bagian distal, sehingga
lumen esophagus bagian distal menjadi lebih kecil.

12. KOMPLIKASI
a Batuk dan asma
b Erosif esophagus
c Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastic
d Esofagitis ulseratif
e Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
f Peradangan esophagus
g Aspirasi
h Tukak kerongkongan
13. PROGNOSIS
Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi
episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa (jarang
menyebabkan kematian). Prognosis dari penyakit ini baik jika derajat
kerusakan esofagus masih rendah dan pengobatan yang diberikan benar
pilihan dan pemakaiannya. Pada kasus-kasus dengan esofagitis grade D
dapat masuk tahap displasia sel sehingga menjadi Barret’s Esofagus dan
pada akhirnya Ca Esofagus.
BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

1. Biodata Pasien

1. Nama : Nn. N

2. Usia : 21 tahun

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Alamat : Jl. Bacang Kampung Utan, Ciputat

5. Suku/ bangsa : Jawa

6. Agama/ keyakinan : Islam

7. Status perkawinan : Belum Kawin

8. Pekerjaan/ sumber pendapatan : Mahasiswa

9. Diagnostik medik : GERD

10. No. Medikal record : 141422

11. Tanggal masuk : 30/11/2022

12. Tanggal pengkajian : 30/11/2022

2. Penanggung Jawab

1. Nama : Tn. A
2. Usia : 48 tahun

3. Jenis kelamin : Laki-laki

4. Pekerjaaan / sumber pengahsilan : Karyawan Swasta

5. Hubungan dengan klien : Ayah kandung

3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Nn. N diantar oleh keluarganya ke IGD RS Cinta Kasih Ciputat


pada tanggal 30 November 2022 pada jam 09.00 WIB dengan nyeri
uluhati menjalar ke punggung sejak 3 hari sebelum masuk RS. Setelah
diperoleh data Nn. N di diagnosa medis GERD.

Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 30 November 2022 pukul


16.00 didapatkan hasil :

a. Data subyektif :

Nn. N mengatakan nyeri uluhati menjalar ke punggung sejak 3


hari yang lalu hingga sekarang. Nn. N mengatakan skala nyeri 5.
Keluhan lain yang dirasa yaitu terasa panas didada, mual, muntah
kurang lebih sebanyak 4x sehari sehingga nafsu makan menjadi
berkurang dan minum perhari hanya 3 -4 gelas. Nn. N mengatakan
semingu yang lalu sempat makan asam dan pedas. Nn. N juga
mengatakan mempunyai riwayat penyakit maag yang sering timbul.
Nn. N mengatakan berat badan sebelum sakit 74 kg.

b. Data obyektif :

Keadaan umum Nn. N lemah, tampak wajah meringis menahan


sakit, Tekanan darah : 110/70 mmHg, Pernapasan : 20 x/menit,
Suhu : 36,8, Nadi : 95 x/menit, berat Badan : 72 kg. Nn. Tampak
mual muntah serta makannya hanya dimakan ½ porsi. Turgor kulit
kembali lambat (> 3 detik) dan mukosa bibir tampak kering. Hasil
Laboratorium (Hematokrit 43%)

4 Data Penggobatan

No Nama Obat Dosis Waktu Indikasi Kontra Indikasi Efek Samping


Pembe
rian
1 Omeprzole 40 per 24 GERD, tukak hipersensitif Sakit kepala, batuk,
mg/IV jam lambung, terhadap obat ini insomnia,
esophagitis, konstipasi
erosif
2 Ondancentr 4 per 8 mengurangi  hipersensitif bradikardi,
on mg/IV jam rasa mual terhadap hipotensi,
dan muntah obat ini aritmia,
 Sindrom QT hipoksia, sakit
panjang kepala, sembelit,
bawaan diare
3 Ketorolac 30 per 8 menguarang asma, mengantuk. Pusing,
mg/IV jam i nyeri akut hipertensi, sakit kepala,
sampai penyakit berkeringat, haus,

sedang jantung, mulut kering

gangguan ginjal,
rheumatoid
artritis
B ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1. DS: Peradangan mukosa
Nyeri akut
- Nn. N mengatakan lambung
berhubungan
nyeri uluhati
dengan
- Skala nyeri 5
Sekresi asam lambung iritasi pada

meningkat mukosa
DO :
lambung.
- KU. Lemah
- Ekspresi wajah meringis
- TTV
Nadi : 95 x / menit Iritasi

lambung

Nyeri
2 Faktor Resiko : peningkatan asam
Resiko
DS:
Defisit
- Klien mengatakan
lambung perangsangan
Nutrisi
kurang nafsu makan
berhubungan
- Klien mengatakan mual
kolinergi
dengan
dan muntah 4x sehari
ketidakmam
DO :
menstimulus saraf vagus
puan
- KU. lemah
pada hipotalamus
mencerna
- Porsi makan
makanan
tdak dihabiskan ( ½
mual muntah
porsi )
- BB sebelum sakit 74 kg Resiko Defisit Nutrisi
- BB setelah sakit 72 kg
Faktor Resiko: Penurunan tonus otot dan
Resiko
DS :
peristaltik lambung
Ketidakseim
- Klien mengatakan mual
bangan
dan muntah
Refluks isi duodenum ke
cairan
- Klien
lambung
berhubungan
mengatakan minum-nya
dengan mual
sedikit 3-4 gelas per hari
Ransangan mual
muntah

DO :
Dorongan isi lambung ke
- KU. lemah
mulut
- Turgor Kembali lambat
(> 3 detik)
- Hematokrit 43% Muntah

- Klien nampak mual dan


Resiko kekurangan
muntah.

- Mukosa bibir tampak volume cairan tubuh


kering
- BB sebelum sakit 74 kg,
BB setelah sakit 72 kg
C INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada Tingkat Nyeri ( L.08066) Manajemen Nyeri ( I.08238)
mukosa lambung. Ditandai dengan : Setalah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 1X24 jam Identifikasi PQRST nyeri
DS: diharapkan bersihan jalan napas Identiikasi skala nyeri
 Nn. N mengatakan nyeri uluhati kembali efektif ditandai dengan : Monitor keberhasilan terapi
 Skala nyeri 5 komplementer
 Keluhan nyeri menurun
DO :  Skala nyeri menurun Terapeutik :
 KU. lemah  Tampak meringis menurun  Berikan teknik nonfarmakologis

 Ekspresi wajah meringis relaksasi napas dalam


 Frekuensi nadi membaik
 TTV, Nadi : 95 x / menit  Kontrol lingkungan dengan
pencahayaan redup dan ruangan hangat

Edukasi :
 Jelaskan penyebab dari rasa nyeri
Jelaskan tentang meredakan rasa nyeri
dengan relaksasi napas dalam dengan
menarik nafas dalam memalui hidung
dengan hitungan 1,2,3 kemudian tahan
sekitar 5-10 detik.
Hembuskan nafas melalui mulut secara
perlahan-lahan sambil membiarkan
tubuh menjadi kendor
 Anjurkan memonitor rasa nyeri secara
mandiri

Kolaborasi :
 Kolaborasi dengan dpjp dalam
pemberian analgesic ketorolac x 30
mg/IV

Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan Status Nutrisi ( L.03030) Manajemen Gangguan Makan (I.3111)
ketidakmampuan mencerna makanan. Ditandai Setalah dilakukan tindakan
dengan : keperawatan selama 1X24 jam Observasi :
Faktor Resiko : diharapkan bersihan jalan napas  Monitor asupan dan keluarnya
DS:
kembali efektif ditandai dengan : makanan
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
 Monitor kebutuhan kalori
- Klien mengatakan mual dan muntah
 Porsi makan dihabiskan Terapeutik :
DO :
meningkat  Lakukan timbang berat badan setiap
- KU. lemah
 Kenaikan berat badan cukup hari
- Porsi makan tidak dihabiskan ( ½
membaik  Berikan porsi makan sedikit namun
porsi )
 Nafsu makan meningkat sering
- BB sebelum sakit 74 kg, BB setelah sakit 72 kg
 Mual dan muntah menurun Edukasi :
 Anjurkan saat makan dan setelah
makan dalam posisi duduk dahulu agar
tidak terjadi reflux pada asam lambung
 Anjurkan untuk tidak makan makanan
yang merangsang nyeri uluati seperti
asam dan pedas.
 Anjurkan untuk makan yang tidak
memicu asam lambung naik seperti
ayam, ikan, alpukat, melon, sayuran
hijau, kacang hijau
Kolaborasi :
 Kolaborasi dengan DPJP untuk
pemberian obat antiemetik
Ondancentron 4 x 40 mg/IV dan
Omeprazole 1 x 40 mg/IV
Resiko Ketidakseimbangan cairan Keseimbangan Cairan Manajemen Cairan (I.03098)
berhubungan dengan mual muntah. Ditandai ( L.03030) Observasi :
dengan : Setalah dilakukan tindakan  Monitor status hidrasi turgor kulit
DS : keperawatan selama 1X24 jam  Monitor hasil laboratorium
- Klien mengatakan mual dan muntah diharapkan bersihan jalan napas (hematokrit)
- Klien mengatakan minum-nya sedikit kembali efektif ditandai dengan : Terapeutik :
3-4 gelas per hari  Anjurkan untuk minum sedikit namun
DO :  Asupan cairan meningkat sering dengan air hangat sehari
- KU. lemah  Turgor kulit membaik sebanyak 2000 ml
- Turgor Kembali lambat (> 3 detik)  Kelembaban membran Mukosa
- Hematokrit 35% Kolaborasi :
bibir membaik  Kolaborasi untuk pemberian cairan
- Mukosa bibir tampak sedikit kering
- BB sebelum sakit 74 kg, BB setelah sakit 72 kg intravena RL 20 tpm
D IMLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal/Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi


Rabu Nyeri akut berhubungan dengan iritasi 1 Megidentifikasi nyeri Subjektif :
30 November 2022
pada mukosa lambung dengan PQRST  Nn. N mengatakan
Jam : 16.00
Hasil : rasa nyerinya mulai
 Provokasi : nyeri uluhati berkurang dan timbul
 Quality : rasanya seperti rasa nyerinya mulai
ditusuk dan diremas jarang
 Radiates : hanya ada pada 1  Skala nyeri 3
titik pada bagian uluhati Objektif :
 Skala : 5  Ekspresi Nn. N mulai
 Time : terus-menerus tampak rilex
2 Menjelaskan penyebab dari
 TTV : Nadi : 84 x /
rasa nyeri yang disebabkan
menit
iritasi pada lambung karena
Assesment :
dari pola makan yang
masalah Nn. N teratasi
merangsang seperti pedas dan
sebagian
asam
Hasil : Planning :
Nn. N memahami penyebab Intervnsi di lanjutkan :
nyeri dan akan menjaga  memonitor
kembalil dalam pola manajemen nyeri per
makannya 4 jam
3 Membuat cahaya ruangan  memonitor teknik
redup dan suhu ruang hangat
relaksasi napas dalam
Hasil :
Nn. N
Nn. N mengatakan merasa
 Memberikan ketorolac
lebih nyaman
3 x 40 mg/IV
kolaborasi dengan
4 Mengajarkan teknik relaksasi
dpjp, bila perlu
napas dalam dengan
menarik nafas
dalam memalui hidung
dengan hitungan 1,2,3
kemudian tahan sekitar 5-10
detik.
Hembuskan nafas melalui
mulut secara perlahan-lahan
sambil membiarkan tubuh
menjadi kendor
Hasil :
Nn. N mampu melakukannya
secara mandiri dengan baik
dan rasa nyerinya mulai
sedikit berkurang
5 Memberikan terapi ketorolac
3 x 40 mg/IV bila perlu,
kolaborasi dengan dpjp
Hasil :
rasa nyeri Nn. N mulai
berkurang rasanya

Rabu Resiko Defisit Nutrisi berhubungan 1 Memonitor asupan dan Subjektif :


30 November 2022
dengan ketidakmampuan mencerna keluarnya makanan  Nn. N mengatakan
jam : 16.00
makanan. Hasil : rasa mual muntah
Nn. N mengatakan belum mulai berkurang
nafsu makan dan sempat  Nn. N mengatakan
muntah sebanyak 4x
nafsu makannya
2 Memberikan porsi maka masih kurang
sedikit namun sering Objektif :
Hasil :  Nn. N belum mampu
Nn. N belum mampu menghabiskan
menghabiskan porsi makanannya
makannya meski sudah dalam
 Berat badan Nn. N
jumlah 1/2 porsi
turun 2 kg selama
3 Melakukan timbang berat
sakit
badan pada Nn. N
Assesment :
Hasil :
masalah Nn. N teratasi
BB saat ini 72 kg, sebelum
sebagian
sakit 74 kg
Planning :
4 Menganjurkan saat dan
setelah makan dalam posisi Intervensi dilanjutkan :

duduk dahulu selama  Memonitor asupan

minimal 1 jam agar tidak dan keluarnya

terjadi reflux pada asam makanan

lambung  Memonitor kenaikan

Hasil : berat badan disetiap

Nn. N mengatakan lebih hari


nyaman untuk dlakukan  Memonitor sikap
duduk setelah makan posisi duduk selama
5 Menganjurkan untuk makan dan sesudah makan
yang tidak memicu asam  Memberikan obat
lambung naik seperti ayam, antiemetik
ikan, alpukat, melon, sayuran Ondancentron 4 x 40
hijau, kacang hijau mg/IV dan
Hasil : Omeprazole 1 x 40
Nn. N mulai memaham mg/IV kolaborasi
makanan yang baik untuk dengan dpjp
dikonsumsi
6 Memberikan obat antiemetik
Ondancentron 4 x 40 mg/IV
dan Omeprazole 1 x 40
mg/IV kolaborasi dengan
dpjp
Hasil :
Nn. N mengatakan rasa mual
muntah mulai berkurang
namun nafsu makannya belum
kembali meningkat
Rabu Resiko Ketidakseimbangan cairan 1 Memonitor status hidrasi Subjektif :
30 November 2022
berhubungan dengan mual muntah. Hasil :  Nn. N mengatakan
Jam : 16.00 wib
turgor kulit menurun (kembali minum air hangat
> 3 detik) dan membran lebih nyaman namun
mukosa tampak sedikit kering masih belum banyak
2 Monitor hasil laboratorium  Nn. N mengatakan
Hasil : mual muntahnya
Hematokrit 35% mulai berkurang

3 Menganjurkan untuk minum Objektif :

sedikit namun sering dengan  Keadaan umum Nn. N


air hangat sehari sebanyak mulai membaik
2000 ml  Turgor kulit mulai
Hasil : membaik (kembali < 3
Nn. N mengerti dan mencoba detik)
sering minum dengan air Assesment :
hangat namun belum mampu masalah Nn. N teratasi
dalam jumlah yang banyak sebagian

4 Melakukan pemberian cairan


intravena RL 20 tpm Planning :
kolaborasi dengan dpjp Intervnsi di lanjutkan :
Hasil :  memonitor tanda
K/U Nn. N tampak membaik hidrasi
 memonitor hasil lab
 memonitor intake
cairan per oral
 memberikan cairan
intravena RL 20 tpm
kolaborasi dengan
DPJP
Daftar Pustaka
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan edisi 4 volume 2. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tarwoto & Wartonah 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba medika
Dewan Pengurus PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI
Dewan Pengurus PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI
Dewan Pengurus PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai