Oleh:
DESYANA
20227060
TINJAUAN PUSTAKA
3. ANATOMI FISIOLOGI
a Esofagus
Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang berfungsi
menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Esofagus diselaputi oleh
epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan submukosa terdapat
kelompokan kelenjar-kelenjar esofagea yang mensekresikan mukus.
Pada bagian ujung distal esofagus, lapisan otot hanya terdiri sel-sel otot
polos, pada bagian tengah, campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan
pada ujung proksimal, hanya sel-sel otot lurik.
b Lambung
Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar,
yang fungsi utamanya adalah menampung makanan yang telah dimakan,
mengubahnya menjadi bubur yang liat yang dinamakan kimus (chyme).
Permukaan lambung ditandai oleh adanya peninggian atau lipatan yang
dinamakan rugae. Invaginasi epitel pembatas lipatan-lipatan tersebut
menembus lamina propria, membentuk alur mikroskopik yang
dinamakan gastric pits atau foveolae gastricae. Sejumlah kelenjar-
kelenjar kecil, yang terletak di dalam lamina propria, bermuara ke dalam
dasar gastric pits ini. Epitel pembatas ketiga bagian ini terdiri dari sel-
sel toraks yang mensekresi mukus. Lambung secara struktur histologis
dapat dibedakan menjadi: kardia, korpus, fundus, dan pylorus.
4. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
a Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
b Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
c Ketahanan epitel esofagus menurun
d Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL
e Kelainan pada lambung
f Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
g Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
h Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat
refluks
i Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan
dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang
memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin),
penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat
Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
(Yusuf, 2009)
5. PATOFISIOLOGI
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal
reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam
esophagus. GERD sering kali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri
yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya hanya ada di lambung,
masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus.
Refluks gastroesofagus bisanya terjadi setelah makan dan disebabkan
melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang
lebih tinggi dari esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang
bersifat asam bergerak masuk ke dalam esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus
karena adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah
sfingter sejati, tetapi suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini
normalnya hanya terbuka jika gelombang peristaltik menyalurkan bolus
makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter
melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus
seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak
organ yang berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen
lebih besar daripada tekanan toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan
isi lambung terdorong ke dalam esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah
atau inkompeten, sfingter tidak dapat mnutup lambung. Refluks akan terjadi
dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah
(esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk kondisi
karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dalam keadaan
normal, refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat
tinggi di sfingter. Sebagai contoh, jika isi lambung berlebihan tekanan
abdomen dapat meningkat secara bermakana. Kondisi ini dapat disebabkan
porsi makan yang besar, kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen yang
tinggi cenderung mendorong sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal ini
memperbesar gradien tekanan antara esofagus dan rongga abdomen. Posisi
berbaring, terutama setelah makan juga dapat mengakibatkan refluks.
Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan asam
dalam isi lambung. Walaupun esofagus memiliki sel penghasil mukus,
namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung
(Corwin, 2019: 600).
6. PATHWAY
GERD
Resiko
Perubahan Informasi klg, Waktu & Frek Kerusakan Mukosa Esofagus Regurgitasi Aspirasi
status anak kurang kontak
kesehatan mukosa dgn
asam
meningkat Respon Refluk ke Air way
Rangsang Medola Oblongata
peradangan
Ansietas Kurang Metaplasia lokal
Pengetahuan epitel Peradanga
Inflamasi
Hipersaliva saluran nafas n Pita
Disfagia, Nyeri Peradanga
Barret Desease Odinofagia Suara
Epigastrik n
Esofageal
Anoreksia Pola Nafas Hambatan
Tak Efektif komunikasi
PK Ganggua Inefektif Nyeri PK
Keganasa verbal
Intake n breast Perdaraha
n Menelan feeding n
menurun
8. GEJALA KLINIS
a Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
b Muntah
c Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah
makan atau ketika berbaring
d Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
e Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan,
bisa dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang
biasanya berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya,
mirip dengan lokasi panas dalam perut.
f Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
g Suara parau
h Ludah berlebihan (water brash)Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa
i globus)
j Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
k Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
l Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan
pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah
kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan,
menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena)
atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
m Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks
berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan
sebuah kondisi yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa
terjadi bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah
sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa orang.
9. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi :
a) Klien tampak muntah
b) Klien tampak lemah
c) Klien tampak batuk-batuk
d) Klien tampak memegang daerah yang nyeri
Auskultasi :
a) Suara terdengar serak
b) Bising usus <12 detik per menit
c) Suara jantung S1/S2 reguler
c Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi
bagian distal esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam
dengan menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal
esophagus. Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat
memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4
pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik untuk refluks
gastroesofageal.
e Manometri esofagus
Mengukuran tekanan pada katup kerongkongan bawah
menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang
normal dari katup yang berfungsi buruk kekuatan sphincter.
11. THERAPY
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya
hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai
dilakukan terapi endoskopik. Target penatalaksanaan GERD adalah
menyembuhkan lesi esophagus, menghilangkan gejala/keluhan, mencegah
kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah timbulnya
komplikasi.
a Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari
penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer.
Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan kemaknaannya,
namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi
refluks serta mencegah kekambuhan.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah
meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan
sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama
tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esophagus, berhenti
merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat
menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel
epitel, mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan
yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung,
menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari
pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intraabdomen,
menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi
dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam, jika
memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus
LES seperti antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis
kalsium, agonis beta adrenergic, progesterone.
b Terapi medikamentosa
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada
penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa
sampai saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori
gangguan motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam
perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam
lebih efektif daripada pemberian obat-obat prokinetik untuk
memperbaiki gangguan motilitas.
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up
dan step down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan
obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam
(antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan
obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi
lebih lama (penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan pada
pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah
berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan
menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau
prokinetik atau bahkan antacid.
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala
menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan
esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup
efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD. Berikut adalah
obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD:
12. KOMPLIKASI
a Batuk dan asma
b Erosif esophagus
c Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastic
d Esofagitis ulseratif
e Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
f Peradangan esophagus
g Aspirasi
h Tukak kerongkongan
13. PROGNOSIS
Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi
episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa (jarang
menyebabkan kematian). Prognosis dari penyakit ini baik jika derajat
kerusakan esofagus masih rendah dan pengobatan yang diberikan benar
pilihan dan pemakaiannya. Pada kasus-kasus dengan esofagitis grade D
dapat masuk tahap displasia sel sehingga menjadi Barret’s Esofagus dan
pada akhirnya Ca Esofagus.
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Biodata Pasien
1. Nama : Nn. N
2. Usia : 21 tahun
2. Penanggung Jawab
1. Nama : Tn. A
2. Usia : 48 tahun
a. Data subyektif :
b. Data obyektif :
4 Data Penggobatan
gangguan ginjal,
rheumatoid
artritis
B ANALISA DATA
meningkat mukosa
DO :
lambung.
- KU. Lemah
- Ekspresi wajah meringis
- TTV
Nadi : 95 x / menit Iritasi
lambung
Nyeri
2 Faktor Resiko : peningkatan asam
Resiko
DS:
Defisit
- Klien mengatakan
lambung perangsangan
Nutrisi
kurang nafsu makan
berhubungan
- Klien mengatakan mual
kolinergi
dengan
dan muntah 4x sehari
ketidakmam
DO :
menstimulus saraf vagus
puan
- KU. lemah
pada hipotalamus
mencerna
- Porsi makan
makanan
tdak dihabiskan ( ½
mual muntah
porsi )
- BB sebelum sakit 74 kg Resiko Defisit Nutrisi
- BB setelah sakit 72 kg
Faktor Resiko: Penurunan tonus otot dan
Resiko
DS :
peristaltik lambung
Ketidakseim
- Klien mengatakan mual
bangan
dan muntah
Refluks isi duodenum ke
cairan
- Klien
lambung
berhubungan
mengatakan minum-nya
dengan mual
sedikit 3-4 gelas per hari
Ransangan mual
muntah
DO :
Dorongan isi lambung ke
- KU. lemah
mulut
- Turgor Kembali lambat
(> 3 detik)
- Hematokrit 43% Muntah
Edukasi :
Jelaskan penyebab dari rasa nyeri
Jelaskan tentang meredakan rasa nyeri
dengan relaksasi napas dalam dengan
menarik nafas dalam memalui hidung
dengan hitungan 1,2,3 kemudian tahan
sekitar 5-10 detik.
Hembuskan nafas melalui mulut secara
perlahan-lahan sambil membiarkan
tubuh menjadi kendor
Anjurkan memonitor rasa nyeri secara
mandiri
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan dpjp dalam
pemberian analgesic ketorolac x 30
mg/IV
Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan Status Nutrisi ( L.03030) Manajemen Gangguan Makan (I.3111)
ketidakmampuan mencerna makanan. Ditandai Setalah dilakukan tindakan
dengan : keperawatan selama 1X24 jam Observasi :
Faktor Resiko : diharapkan bersihan jalan napas Monitor asupan dan keluarnya
DS:
kembali efektif ditandai dengan : makanan
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
Monitor kebutuhan kalori
- Klien mengatakan mual dan muntah
Porsi makan dihabiskan Terapeutik :
DO :
meningkat Lakukan timbang berat badan setiap
- KU. lemah
Kenaikan berat badan cukup hari
- Porsi makan tidak dihabiskan ( ½
membaik Berikan porsi makan sedikit namun
porsi )
Nafsu makan meningkat sering
- BB sebelum sakit 74 kg, BB setelah sakit 72 kg
Mual dan muntah menurun Edukasi :
Anjurkan saat makan dan setelah
makan dalam posisi duduk dahulu agar
tidak terjadi reflux pada asam lambung
Anjurkan untuk tidak makan makanan
yang merangsang nyeri uluati seperti
asam dan pedas.
Anjurkan untuk makan yang tidak
memicu asam lambung naik seperti
ayam, ikan, alpukat, melon, sayuran
hijau, kacang hijau
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan DPJP untuk
pemberian obat antiemetik
Ondancentron 4 x 40 mg/IV dan
Omeprazole 1 x 40 mg/IV
Resiko Ketidakseimbangan cairan Keseimbangan Cairan Manajemen Cairan (I.03098)
berhubungan dengan mual muntah. Ditandai ( L.03030) Observasi :
dengan : Setalah dilakukan tindakan Monitor status hidrasi turgor kulit
DS : keperawatan selama 1X24 jam Monitor hasil laboratorium
- Klien mengatakan mual dan muntah diharapkan bersihan jalan napas (hematokrit)
- Klien mengatakan minum-nya sedikit kembali efektif ditandai dengan : Terapeutik :
3-4 gelas per hari Anjurkan untuk minum sedikit namun
DO : Asupan cairan meningkat sering dengan air hangat sehari
- KU. lemah Turgor kulit membaik sebanyak 2000 ml
- Turgor Kembali lambat (> 3 detik) Kelembaban membran Mukosa
- Hematokrit 35% Kolaborasi :
bibir membaik Kolaborasi untuk pemberian cairan
- Mukosa bibir tampak sedikit kering
- BB sebelum sakit 74 kg, BB setelah sakit 72 kg intravena RL 20 tpm
D IMLEMENTASI KEPERAWATAN