Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang berjenjang dan

berkelanjutan merupakan salah satu wahana untuk mengembangkan pengetahuan,

sikap dan ketrampilan siswa dalam mengoptimalkan kemampuan atau potensi

yang dimilikinya. Orang tua siswa dan siswa sebagai “pengguna jasa layanan

pendidikan di sekolah”, mengharapkan hasil pendidikan yang bermutu.

Mutu dalam pendidikan adalah suatu keberhasilan proses belajar mengajar

yang menyenangkan dan memberikan kenikmatan bagi orang tua dana siwa

sebagai pengguna jasa pelayanan pendidikan. Karakteristik mutu dpat diukur

secara kuantitatif maupun kualitatif. (Karsidi R., 2001 : 1). Adapun yang

dimaksud pembelajaran adalah suatu proses yang kompleks dan terpadu yang

melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis

masalah dalam situasi dimana kegiatan itu mempunyai tujuan dan terkontrol.

(Soeharto, K., 1995 : 1).

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu

pada semua jenjang pendidikan, termasuk jenjang pendidikan sekolah menengah

pertama (SMP). Namun demikian berbagai indikator mutu pendidikan belum

menunjukkan peningkatan mutu secara merata. Untuk itu, diperlukan langkah-

langkah dan tindakan nyata di tingkat sekolah dan masyarakat sekitar tempat

sekolah berada. Ada dua strategi utama yang dapat dilakukan dalam
2

meningkatkan dan mengembangkan mutu sekolah, yaitu strategi berfokus pada :

(1) dimensi struktural; dan (2) dimensi kultural (budaya), dengan tekanan pada

perubahan perilaku nyata dalam bentuk tindakan.

Penerapan strategi struktural telah sering dilakukan pemerintah, antara lain

melalui berbagai latihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan

alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan serta peningkatan mutu

manajemen sekolah, namun hasilnya belum banyak membuat perubahan.

Nampaknya strategi budaya dari unit-unit pelaksanaan kegiatan juga

menjadi faktor penentu dalam meningkatkan mutu sekolah.

Wujud tekad pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah

diberlakukannya Undang Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah dan Peraturn Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang

kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom yang

membawa implikasi terhadap pelaksanaan otonomi dan demokratisasi pendidikan,

yaitu dari pola manajemen sentralistik dan birokratis menuju ke pola manajemen

yang mandiri dan professional.

Pergeseran pola sentralistik desentralistik dalam pengelolaan pendidikan,

merupakan upaya pemberdayaan daerah dan sekolah untuk meningkatkan mutu

pendidikan secara berkelanjutan terarah dan menyeluruh.

Hal tersebut dikarenakan setiap sekolah mempunyai budaya yang harus dipahami

dan dilibatkan, agar perubahan yang terjadi dapat berlangsung terus menerus.

Dari uraian tersebut, maka budaya organisasi sekolah akan dapat

menjelaskan bagaimana sekolah berfungsi, seperti apakah mekanisme internal


3

sekolah yang terjadi, karena para warga sekolah masuk ke sekolah dengan bekal

budaya yang mereka miliki, sebagian bersifat positif, yaitu mendukung

peningkatan kualitas pembelajaran. Namun ada yang negatif, yaitu yang

menghambat usaha peningkatan kualitas pembelajaran. Sekolah harus berusaha

memperkuat budaya yang positif dan menghilangkan yang negatif.

Elemen penting budaya organisasi sekolah adalah norma, keyakinan,

tradisi, upacara keagamaan, seremoni dan metod yang diterjemahkan oleh

sekelompok orang tertentu. (Depdiknas, 2004 : 1). Hal ini dapat dilihat dari

kebiasaan-kebiasaan atau perbuatan yang dilakukan warga sekolah secara terus

menerus. Setiap sekolah memiliki sejumlah budaya dominan dan sejumlah

budaya lainnya sebagai bagiannya, misalnya sejumlah keyakinan tentang

kemampuan belajar siswa, akan membawa akibat pada perbuatan atau tindakan

yang dilakukan guru.

Perbaikan sistem persekolahan pada intinya adalah membangun sekolah

dengan kekuatan utama sekolah yang bersangkutan. Perbaikan sekolah

memahami budaya organisasi sekolah. Melalui pemahaman budaya organisasi

sekolah, fungsinya sekolah dapat dipahami, aneka permasalahan dapat diketahui

dan pengalaman-pengalamannya dapat direfleksikan. Oleh sebab itu, dengan

memahami ciri-ciri budaya organisasi sekolah akan dapat diusahakan ditindak

nyata peningkatan mutu sekolah.

Budaya organisasi sekolah bersifat dinamis, milik kolektif, merupakan

hasil perjalanan sejarah sekolah, produk dari interaksi berbagai kekuatan yang

masuk ke sekolah. (Depdiknas, 2004 : 2). Untuk itu sekolah perlu menyadari
4

keberadaan aneka budaya organissi sekolah dengan sifat yang positif dan negatif.

Nilai-nilai keyakinan tidak akan habis dalam waktu singkat.

Mengingat pentingnya sistem nilai yang diinginkan untuk perbaikan sekolah,

maka langkah-langkah kegiatan yang jelas perlu disusun untuk membentuk

budaya organisasi sekolah yang positif.

Implikasi global dalam lembaga pendidikan adanya label sekolah

“bermutu atau berprestasi dan sekolah kurang bermutu”, sehingga setiap sekolah

dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan mutu proses maupun output

pendidikannya. Proses pendidikan adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu

yang lain, sedangkan output pendidikan adalah merupakan kinerja atau prestasi

sekolah. (Depdiknas, 2001 : 5).

Ada empat pemetaan kriteria standar sekolah pada tingkat SMP, salah satu

faktor pemetaan kriteria standar sekolah adalah prestasi sekolah disamping faktor-

faktor pendukung lainnya. Klasifikasi kriteria tersebut adalah : (1) sekolah standar

internasional (SSI); (2) sekolah standar nasional (SSN); (3) sekolah potensial

(SP); dan (4) sekolah rintisan (SR), setidaknya di Kabupaten Jepara ad beberapa

sekolah yang tergolong dalam kriteria SSN, SP, dan SR untuk tingkat SMP,

diantaranya adalah SMP Negeri 2 Jepara yang tergolong dalam SSN.

Di Kabupaten Jepara dibagi dalam empat wilayah kelompok kerja sekolah

tingkat SMP yang lazim disebut sub rayon, yakni terdiri dari sub rayon 01, sub

rayon 02, sub rayon 03, dan sub rayon 04. Dari pembagian tersebut, SMP Negeri

2 Jepara berada di wilayah sub rayon 01. Dalam kondisi demikian, di wilayah sub

rayon 01 dapat ditemukan sekolah yang dipandang masyarakat memiliki kualitas


5

atau prestasi, sehingga dijadikan sekolah unggulan atau favorit. Fenomena ini

ditemukan di SMP Negeri 2 Jepara yang terletak di wilayah Kecamatan Jepara.

Penelitian ini berawal dari pertanyaan dasar. Pertama, mengapa SMP

tertentu di wilayah sub rayon 01 dapat berprestasi lebih baik dari lainnya ? Kedua,

apa yang dapat dipelajari dari SMP berprestasi itu sehingga dapat dimanfaatkan

untuk memperbaiki SMP lainnya ?

Guna menjelaskan bagaimana sebuah SMP menjadi baik atau berprestasi,

dapat dilihat dari budaya organisasi sekolah tersebut. Budaya organisasi sekolah

dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (1) Budaya yang dapat diamati, berupa

konseptual yaitu struktur organisasi, kurikulum, behavioral (perilaku) yaitu

kegiatan belajar mengajar, upacara, prosedur, peraturan dan tata tertib, material

yaitu fasilitas dan perlengkapan; (2) Budaya yang tidak dapat diamati berupa

filosofi yaitu visi dan misi serta nilai-nilai yaitu kualitas, efektifitas, keadilan,

pemberdayaan dan kedisiplinan.

Dalam mengkaji budaya organisasi lebih difokuskan pada hal-hal yang

tidak diamati, khususnya nilai-nilai sebagai inti budaya. Lebih dari itu nilai adalah

merupakan landasan bagi pemahaman, sikap dan motivasi serta acuan seseorang

atau kelompok dalam memilih suatu tujuan atau tindakan. (Davis dalam Tjahjono,

KH, 2003 : 11). Aspek nilai ini kemudian dimanifestasikan dalam bentuk budaya

yang nyata yang dapat diamati baik fisik maupun perilaku. Dengan demikian,

keadaan fisik dan perilaku warga sekolah didasari oleh asumsi, nilai-nilai dan

keyakinan.
6

Kepala Sekolah sebagai manajer merupakan sentral pengembangan

budaya organisasi sekolah. Selain itu Kepala Sekolah merupakan model bagi

warga sekolah, karena Kepala Sekolah adalah penanggung jawab sekaligus

sebagai pemimpin di sekolah.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan pemikiran di atas, penelitian ini difokuskan pada ; bagaimana

budaya organisasi sekolah yang dikembangkan di SMP Negeri 2 Jepara dalam

mencapai prestasi sekolah ?

Selanjutnya fokus utama tersebut dipilah menjadi tiga bagian atau sub

fokus. Sub fokus pertama mengacu pada pertanyaan : bagaimana profil SMP

Negeri 2 Jepara ? Butir tersebut dijadikan sub fokus pertama, karena dapat

dijadikan penanda tingkat keefektifan budaya organisasi sekolah dalam mencapai

prestasi. Sub fokus tersebut lebih lanjut dijabarkan menjadi enam bagian yang

meliputi sub-sub fokus terhadap profil sekolah, yaitu berkenaan dengan (1) letak

geografis; (2) sejrah berdirinya SMP Negeri 2 Jepara; (3) struktur organisasi

sekolah; (4) sarana dan prasarana; (5) keadaan guru, pegawai tata usaha dan

siswa; (6) serta usaha pengembangan sekolah.

Sub fokus kedua mengacu pada pertanyaan : bagaimanakah kepala

sekolah mengembangkan budaya organisasi sekolah dalam mencapai prestasi ?

Butir tersebut lebih lanjut dijabarkan menjadi empat bagian, yaitu berkenaan

dengan (1) kedisiplinan kepala sekolah, guru pegawai tata usaha dan siswa; (2)

kerja keras guru dan siswa; (3) persaingan di antara siswa; (4) sistem
7

penyelenggaraan kegiatan di sekolah, yaitu berkenaan dengan budaya organisasi

yang dikembangkan kepala sekolah, budaya kerja keras guru, dan budaya

persaingan siswa.

Sub fokus ketiga mengacu pada pertanyaan : bagaimanakah pengaruh

budaya organisasi sekolah yang dikembangkan di SMP Negeri 2 Jepara terhadap

prestasi sekolah ? Butir tersebut lebih lanjut dijabarkan menjadi dua bagian, yaitu

berkenaan dengan (1) pengaruh budaya organisasi sekolah terhadap prestasi siswa

SMP Negeri 2 Jepara; (2) pengaruh prestasi alumnus SMP Negeri 2 Jepara pada

jenjang pendidikan lanjutan.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menindaklanjuti penelitian terdahulu,

dengan mendiskripsikan tiga hal pokok. Pertama profil SMP Negeri 2 Jepara,

termasuk di dalamnya mendeskripsikan prestasi yang dicapai serta sumber-

sumber yang dimanfaatkan sebagai pendukung. Kedua, manifestasi nilai budaya

organisasi yang diyakini warga sekolah dalam bentuk fisik material, perilaku, dan

konseptual. Ketiga, menemukan profil sekolah menengah pertama (SMP) serta

menemukan nilai-nilai yang diyakini dan dikembangkan oleh warga sekolah

dalam mencapai prestasi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sekurang-kurangnya

sebagai berikut :
8

1. Manfaat Teoritis

Pertama, secara konseptual dapat memperkaya teori tentang budaya,

organisasi sekolah dalam mencapai prestasi sebagai suatu sub sistem dari

sistem persekolahan.

Kedua, dapat menjadi acuan bagi penelitian berikutnya yang lebih

mendalam dengan aspek dan fokus pada medan kasus lain untuk memperoleh

perbandingan, sehingga memperkaya temuan-temuan penelitian.

2. Manfaat Praktis

Pertama, dapat memberikan gambaran tentang profil Sekolah

Menengah Pertama (SMP) dan karakteristik budaya organisasi sekolah dalam

mencapai prestasi, sehingga dapat dijadikan acuan para pembina dan

penyelenggara SMP atau sekolah yang sederajat dalam pengambilan

kebijakan.

Kedua, dapat menjadi masukan bagi kepala SMP, terutama tentang

kreatifitas kepala sekolah dlam mengembangkan budaya organisasi di

sekolah.

Ketiga, dapat menjadi masukan bagi Dinas Pendidikan Nasional

maupun Yayasan Pendidikan Guru mengadakan perbaikan dan pengembangan

yang relevan dan memadai.

E. Batasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tiga batasan, sehingga kesimpulan yang

dihasilkan tidak terlepas dari batasan tersebut. Batasan penelitian ini meliputi tiga
9

hal. Pertama, prestasi sekolah yang dimaksudkan dalam penelitian ini dibatasi

pada prestasi akademik yakni peringkat sekolah hasil ujian nasional SMP Negeri

dan swasta se-Kabupaten Jepara dan prestasi akademik SMP Negeri 2 Jepara.

Budaya organisasi sekolah di batasi pada : (1) Budaya yang dapat diamati.

Seperti struktur organisasi, sarana dan prasarana, keadaan guru, pegawai tata

usaha dan siswa, kegiatan belajar mengajar, peraturan dan tata tertib, data prestasi

akademik dan non akademik, pembagian tugas guru dan pegawai tata usaha, dan

sistem penyelenggaraan kegiatan di sekolah, (2) Budaya yang tidak dapat diamati

berupa filosofi dan nilai-nilai yang digambarkan secara utuh dalam profil sekolah.

Ketiga, kepemimpinan kepala sekolah dibatasi pada kreasi, inovasi dan

pengembangan budaya presentasi sekolah dalam mencapai prestasi.

F. Definisi Konseptual

Penting dijelaskan, bahwa konsep yang digunakan dalam penelitian ini

secara teknis memiliki arti khas. Untuk menghindari terjadinya salah interpretasi,

istilah-istilah tersebut perlu dijelaskan secara eksplisit.

Pertama, budaya organisasi sekolah yang dimaksudkan adalah pola

keyakinan dan sistem nilai organisasi sekolah yang dipahami, dijiwai dan

dipraktekkan oleh organisasi sekolah di SMP Negeri 2 Jepara, sehingga pola

tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam

organisasi sekolah.

Kedua, prestasi sekolah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

prestasi akademik dan prestasi non akademik. Prestasi akademik diukur dari
10

peringkat sekolah hasil ujian nasional SMP Negeri dan swasta se-Kabupaten

Jepara. Sedangkan prestasi non akademik diukur dari prestasi sekolah dalam

memenangkan lomba yang diadakan lembaga pemerintah maupun swasta.

Ketiga, Sekolah Menengah Pertama dalam penelitian ini adalah untuk

satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program pendidikan tiga tahun.

Sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang

sistem pendidikan nasional. Selanjutnya dikatakan bahwa pendidikan dasar

merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.


11

BAB II

KAJIAN TEORITIS

Bahan kajian yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini, dikemukakan

berbagai konsep dan teori yang relevan yang mendukung dalam berbagai hal yang

diteliti seperti : budaya organisasi sekolah meliputi pengertian budaya organisasi

sekolah, struktur organisasi sekolah, perilaku dan tujuan organisasi sekolah, nilai-

nilai organisasi sekolah, faktor-faktor pembentukan dan efektivitas budaya organisasi

sekolah; Sekolah Menengah Pertama (SMP) meliputi kepemimpinan kepala sekolah,

sekolah berprestasi atau bermutu, serta keterkaitan antara proses pendidikan dan

proses pembudayaan.

A. Budaya Organisasi Sekolah

Otonomi pelaksanaan pendidikan di sekolah, menuntut adanya perubahan

budaya kerja warga sekolah (kepala sekolah, pegawai tata usaha dan siswa) dalam

pelaksanaan dinamika organisasi sekolah yang lebih efektif dan efisien.

Sekolah sebagai tempat pendidikan kedua setelah keluarga menuntut

adanya saling hubungan, saling menyesuaikan diri, saling tolong menolong antara

individu yang terlibat. Tuntutan atas hal tersebut menyebabkan seseorang sebagai

anggota kelompok dalam organisasi persekolahan harus mengenali kondisi

budaya organisasi sekolah agar tidak terjadi konflik atau perselisihan.

1. Budaya Organisasi Sekolah

Budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang komplek dari

pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, serta


12

kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota

masyarakat.. (Edward dalam Tilaar., 2003 : 39).

Budaya adalah suatu rangakain konsep yang abstrak yang hidup dalam

masyarakat mengenai apa yang harus dianggap penting dan berharga dalam

hidup. (Koentjaraningrat .,1984 : 9). Lebih lanjut Ndraha T. (2003 : 23)

mengemukakan kultur adalah nilai dalam arti jiwa (peradaban batin,

kehalusan budi, keseluruhan ilmu, keindahan dan sebagainya).

Budaya merupakan pengetahuan yang diperoleh seseorang dan

digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman yang menghasilkan

perilaku. Spradley dalam Sutopo (2003 : 30)

“Culture can mean social heredity or the things men learn they are

trained within a particular group of people”. (Beals., 1967 : 5)

Kebudayan dapat berarti warisan social atau hal-hal yang dipelajari manusia

serta mereka berinteraksi dalam suatu kelompok khusus manusia. Wilson

mendefinisikan “culture of socially shared and transmitted in act and

artifact”

Kebudayaan adalah sesuatu yang digabung dan ditransmisikan di

dalam tingkah laku dan artifact. Selanjutnya Hanson, EM. (1995 : 316)

mengatakan “The culture fabric of aschool has the loose and tight properties

of woven threads”.

Pusat kebudayaan sekolah memiliki property yang semu dan kaecil

seperti benang terkait.


13

“An organization is an integrated system of interdependent structures

and function. An organization is constituted of groups a groups consists of

persons who must work in harmony”. Owens R.G (1981 : 61)

Sistem yang terintegrasai dan keterikatan fungsi sebuah organisasi

dibentuk dari beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari orang-orang

yang harus bekerja secara harmonis.

Interaksi antar warga sekolah merupakan suatu wadah organisasi

dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan

pertama. Paul Preston alam Djatmiko, YH. (2003 : 1) berpendapat

“organization a collection of people, arranged into gropus, working together

to achieve some common objectives.”

Organisasi adalah sekumpulan orang-orang yang disusun dalam

kelompok, yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Hal tersebut

ditegaskan Chester I. Bernard (1938) “I define organization as a system of

cooperatives of two or more persons.”

Organisasi adalah sistem kerjasama antara dua orang atau lebih. Lebih

lanjut James D. Mooney mengemukakan “organization is the form of every

human association for the attainment of common purpose.”

Organisasi adalah setiap bentuk kerja sama untuk pencapai tujuan

bersama.

Selaras dengan pendapat tersebut, bahwa organisasi merupakan

kumpulan sejumlah manusia (dua orang atau lebih) sebagai anggota

organisasi, termasuk di dalamnya para pemimpin (manajer), setiap hari saling


14

berinteraksi atau dengan yang lain, baik dalam melaksanakan pekerjaan

maupun kegiatan lain diluar pekerjaan. (Nawawi., 2003 : 276)

Kesimpulannya, bahwa setiap organisasi terdapat tiga unsur dasar,

yaitu : (1) orang-orang (sekumpulan orang); (2) kerjasama; (3) tujuan yang

akan dicapai. Tujuan organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu hasil atau

keadaan yang diharapkan dapat dicapai yang menuntut perencanaan,

pelaksanaan dan pengendalian secara seksama (Djatmiko., 2003 : 37).

Manusia dan kebudayaan merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan. Tidak ada seorangpun manusia tanpa memiliki

kebudayaan demikian pula sebaliknya.

Manusia dan masyarakat tanpa mengenal kebudayaan dengan cara

belajar, pola hidup, cara berpikir, perasaan dan tingkah laku. Hal ini trlihat

dalam definisi kebudayaan yang menyebutkan “culture is the learned,

socially acquaried traditional and life style of members of society, including

their patterned, repetitive way of thingking, feeling and action.” (Marvin

Harris, 1987 : 7). Setiap organisasi memiliki budaya organisasi yang unik

sesuai dengan adat istiadat, kepercayaan, moral, hukum dan warisan

sosialnya.

Budaya organisasi adalah sekumpulan nilai-nilai yang mengendalikan

interaksi antara anggota organisasi dan interaksi dengan system dan

lingkungan organisasi lainnya. (Gureth, J., dalam Nawawi, H., 2003 : 284).

Bahwa budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai

(values) organisasi sekolah yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh


15

organisasi sekolah, sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan

menjadi dasar aturan berperilaku dalam berorganisasi sekolah. Davis dalam

Tjahjono HK., (2003 : 11)

2. Struktur Organisasi Sekolah

Interaksi antara organisasi dan interaksi dengan sistem dan lingkungan

organisasi diperlukan mekanisme hubungan yang jelas dalam bentuk struktur

organisasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Blan dalam Djatmiko, YH,

(2003 : 40) bahwa, struktur organisasi adalah distribusi orang-orang dengan

posisi social tertentu, dan peranan serta hubungannya satu sama lain melalui

berbagai saluran.

Lebih lanjut bahwa struktur organisasi membahas tentang bagaimana

cara organisasi membagi tugas diantara anggota organisasi dan menghasilkan

koordinasi diantara tugas-tugas tertentu. (Gito Sudarmo, I., 2000 : 240)

Uraian di atas, nampak jelas bahwa fungsi struktur organisasi sekolah

adalah untuk membagi tugas di antara anggota organisasi sekolah agar

menghasilkan kordinasi diantara tugas-tugas tersebut, sehingga setiap anggota

organisasi sekolah dituntut melakukan aktifitas dalam membrikan

kontribusinya untuk mencapai tujuan yang diharapkan sekolah.

3. Perilaku dan Tujuan Organisasi Sekolah

Setiap organisasi membutuhkan orang-orang untuk melakukan

aktivitas organisasi, begitu juga manusia membutuhkan organisasi untuk

menghasilkan sesuatu yang lebih besar dari yang dapat dilakukannya sendiri.

Selain itu orang-orang bergabung dalam organisasi untuk mendapatkan


16

imbalan baik finansial maupun non finansial. Gito Sudarmo, I (2004 : 4)

mengemukakan, bahwa perilaku organisasi merupakan bidang ilmu yang

mempelajari tentang interaksi manusia dalam organisasi yang meliputi studi

secara sistematis tentang perilaku, struktur dan proses di dalam organisasi.

Keefektifan kepemimpinan dalam organisasi dapat dievaluasi dari (1)


konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan pemimpin bagi para
pengikutnya dan para stakeholders organisasi; (2) kesediaan anggota
kelompok organisasi dari pemimpin tersebut untuk menanggapi tantangan
atau krisis, kepuasan pengikut dengan pemimpinnya, komitmen pengikut
terhadap sasaran kelompok, kesejahteraan psikologis dan pengembangan para
pengikut serta kemajuan pemimpin ke posisi yang lebiih tinggi di dalam
organisasi. (Tjahjono, HK., 2003 : 13).

Hal inilah yang perlu diperhatikan, bagaimanakah masing-masing

anggota kelompok dalam menjalankan fungsinya sebagai anggota organisasi

baik secara individual maupun secara sosial, yakni perilaku dan hubungan

kerja antar anggota kelompok dalam mencapai tujuan organisasi.

Tujuan organisasi sekolah secara filosofi dituangkan dalam pernyataan

visi dan misi sekolah. Visi dan misi sekolah inilah yang hendak dicapai atau

dituju oleh warga sekolah. Dari pengertian tersebut, maka pemimpin

organisasi dalam hal ini kepala sekolah peranan yang sangat penting dan

strategis untuk m,eningkatkan efektifitas budaya organisasi sekolah dalam

mencapai prestasi.

Adapun untuk mencapai visi dan misi sekolah diperlukan adanya

sistem nilai yang perlu ditangani dan diyakini warga sekolah sebagai rambu-

rambu dalam perilaku dan bertindak.


17

4. Nilai-nilai Organisasi Sekolah

Nilai adalah pengertian-pengertian (conception) yang dihayati

seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang

lebih baik atau kurang baik dan apa yang lebih benar atau kurang benar.

(Danadjaja, A.A. dalam Ndraha T., 2003 : 18).

Selanjutnya dikatakan, bahwa nilai hanya dapat dipahami jika

dikaitkan dengan sikap dan tingkah laku.

Bahwa sikap adalah kesiapan mental yang berpengaruh terhadap


respon individu atas situasi yang berhubungan. Sikap memperlihatkan tiga
macam komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan gagasan
yang menyatakan hubungan antara situasi dan obyek sikap; komponen afektif;
yaitu mengenai perasaan yang menyertai gagasan sedangkan komponen
tingkah laku, yaitu mengenai kecenderungan untuk bertindak. (Abror, AR.,
1993 : 108).

Pendapat di atas, menyatakan bahwa sikap seseorang juga dipengaruhi

adanya stimulus dari lingkungannya.

Bahwa ciri-ciri sikap adalah tidak mungkin ada sikap tanpa obyek
misalnya benda, orang tua sekelompok orang, nilai-nilai sosial dan pandangan
hidup, sikap bukan bersifat bawaan melainkan dipelajari dari bentuk melalui
pengalaman-pengalaman hidup, sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan
keadaan lingkungan dan keadaan fisik, jiwa atau emosi yang bersangkutan,
sikap bersifat majemuk sesuai dengan banyaknya obyek yang dihadapi.
(Abror, AR., 1993 : 110)

Faktor-faktor yang menentukan pembentukan dan perubahan sikap


adalah faktor psikologis dan faktor klultural. Faktor psikologis misalnya
motivasi, emosi, kebutuhan, pemikiran, kekuasaan dan kepatuhan sedangkan
faktor kultural misalnya status sosial, lingkungan keluarga dan pendidikan.
(Abror, AR (1993 : 110)

Gambaran tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa setelah adanya

pemahaman dan pemaknaan tentang nilai-nilai dalam budaya organisasi

sekolah secara mendalam, akan dapat menampilkan sikap dan tingkah laku
18

warga sekolah untuk mendukung tercapainya tujuan organisasi sekolah yang

diinginkan dengan visi dan misi sekolah.

Dalam sebuah model metodologi dapat digambarkan sebagai berikut :

Nilai Sikap Tingkah Laku

5. Faktor-faktor Pembentukan Budaya Organisasi Sekolah

Nilai-nilai dasar yang telah dipahami, diyakini dan diterima oleh

semua warga sekolah dapat dipergunakan dalam memilih dan menetapkan

strategi utama. Dalam strategi utama berupa rencana strategik (Restra)

diimplementasikan nilai-nilai dasar tersebut melalui visi dan misi sekolah.

Rencana strategik yang bersifat konseptual dengan dilandasi nilai-nilai dasar

yang berfungsi dalam mewadahi perasaan yang berkembang diantara warga

sekolah dalam menerima dan merespon rencana tersebut. Pada tahap

berikutnya ditetapkan adan dilaksanakan model-model implementasinya yang

berisi penentuan sasaran, pemilihan dan pelaksanaan program-program, dan

kegiatan rutin sebagai kegiatan spesifik yang tidak bertentangan dengan nilai-

nilai dasar pemilihan dan penentuan tersebut merupakan implementasi strategi

kedua yang berupa operasional untuk mencapai sasaran yang menunjang pada

terwujudnya visi, dengan memperhatikan kondisi lingkungan sekolah agar

benar-benar dapat dilaksanakan.

Pemilihan dan pelaksanaan program dan kegiatan rutin itu harus

berorientasi pada sasaran atau perolehan yang akan dicapai, sebagai pedoman

kerja yang telah didasari nilai-nilai dasar yang telah semakin berkembang dan
19

diterima sebagai pengatur atau pengendali kegiatan yang disebut budaya

organisasi sekolah.

Budaya organisasi terbentuk dan berkembang berdasarkan interaksi

empat faktor, yakni (a) faktor karakteristik anggota organisasi yang mencakup

kepribadian dan profesionalisme; (b) faktor etika organisasi berupa nilai-nilai

yang diterima, dohormati dan dipedomani dalam melakukan kegiatan; (c)

faktor sistem hak dan kewajiban anggota organisasi; dan (d) faktor struktur

organisasi, yang berisi kekuasaan atau wewenang dan tanggung jawab. (Jones

G.R dalam Nawawi H., 2003 : 289)

Interaksi tersebut dapat dilihat dalam gambar bagan berikut ini.

Sistem Hak & Kewajiban


Anggota Organisasi

Karakteristik Budaya Struktur


Anggota Organisasi Organisasi
Organisasi

Etika
Organisasi

Bahwa budaya organisasi adalah suatu sistem nilai, keyakinan dan

norma yang unik dan dianut bersama oleh anggota organisasi. Budaya

organisasi dapat menjadi kekuatan yang positif atau negatif dalam

lingkungannya bagi aktivitas pencapai prestasi organisasi. Budaya yang

menjadi kekuatan positif dan menjadi pendukung efektivitas organisasi,


20

sedang yang bersifat negative akan menjadi kontra produktif terhadap usaha

pencapaian tujuan organisasi. Budaya yang menjadi kekuatan positif dan

menjadi pendukung efektivitas organisasi, sedang yang bersifat negative akan

menjadi kontra produktif trhadap usaha pencapaian tujuan organisasi.

Berdasarkan kesimpulan tersebut berarti setiap pemimpin memiliki

peluang mewujudkan efektivitas organisasi melalui usaha penciptaan dan

pengembangan budaya organisasi yang positif. Hal ini dapat dilihat pada

gambar yang menunjukkan hubungan antara budaya organisasi dengan

keefektifan organisasi di bawah ini.

Budaya Organisasi

Fungsi Manajemen Karakteristik Organisasi

 Perencanaan  Perilaku

 Pengorganisasian  Struktur

 Kepemimpinan  Proses

 Pengendalian

B. Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama (SLTP). SMP adalah lembaga pendidikan formal tingkat pendidikan

dasar akhir, merupakan tempat kegiatan belajar siswa yang telah mengikuti

pendidikan dasar tingkat awal atau sekolah dasar (SD) SMP merupakan tahap

akhir pendidikan dasar bagi siswa usia remaja. Pada pendidikan dasar dewasa ini,

pelaksanaannya masih dipisahkan yakni dasar awal (SD) dan pendidikan dasar
21

akhir SMP. Pada tahap SMP yang merupakan dasar akhir memiliki tujuan yang

berbeda dengan tujuan pendidikan dasar awal (SD).

Tujuan pendidikan dasar untuk memberikan bekal kemampuan dasar pada

peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota

masyarakat, warga Negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkan

peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.

Adapun tujuan pendidikan di SD adalah untuk memberikan bekal,

kemampuan dasar baca-tulis-hitung, pengetahuan dan ketrampilan dsar yang

bermanfaat bagi siswa serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan

di SMP. (Depdikbud, 1993 : 3). Selanjutnya dikatakan bahwa tujuan pendidikan

di SMP adlah untuk memberikan bekal, kemampuan dasar yang merupakan

perluasan serta peningkatan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh di SD

serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan menengah.

Pendidikan dasar yang diselenggarakan di SMP gunanya untuk

mempersiapkan siswa melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas (SMA)

atau sekolah menengah kejuruan (SMK). Namun mengingat bahwa siswa SPM

berusia antara 13 sampai 15 tahun yang tergolong anak remaja dan salah satu

perkembangan masa remaja yang tersulit adalah berhubungan dengan

penyesuaian sosial, sehingga mereka dituntut mampu menyesuaikan dengan

lingkungan. Karena anak SMP dari setiap SMP berbeda sosial budayanya, maka

sikap setiap anak juga berbeda. Untuk itu karena setip individu memiliki kondisi

psikologis yang berbeda antara satu dengan yang lain, maka sikapnyapun juga

berbeda. Hal ini juga ditentukan oleh fktor internal dan faktor eksternl.
22

Tanda-tanda umum dri ketidakmampuan penyesuaian diri remaja, antara

lain : tidak bertanggung jawab, mengabaikan pelajaran, sikap yang sangat agresif

patuh mengikuti standar-standar kelompok. (Hurlock., 1994 : 239). Sesuai dengan

rumusan tersebut, maka agar dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat

mencapai tujuan yang diharapkan, diperlukan adanya sikap adanya saling

menyesuaikan antara guru tau pihak sekolah dengan siswa. Namun demikian,

karena pada pendidikan dasar baik SD maupun SMP tujuannya adalah untuk

mengembangkan kehidupan siswa sebagai pribadi, sebagai anggota masyarakat

dan sebagai warga negara serta mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan

menengah. Untuk itu baik guru sebagai pengelola pendidikan maupun siswa

sebagai peserta didik harus mampu menyesuaikan dalam interaksi edukatif. Guru

sebagai pengelola pendidikan mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing

dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan belajar.

Bahwa tugas guru berpusat pada pendidikan dengan memberikan arah dan
motivasi pencapaian tujuan, memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui
pengalaman belajar yang memadai dn membantu perkembngan aspek-aspek
pribadi seperti sikap, nilai-nilai sosial dan penyesuaian diri. (Ahmadi &
Supriyono., 1991 : 99).

Selanjutnya bahwa siswa sebagai peserta didik merupakan subyek yang

terlibat dalam kegiatan belajar mengajar mempunyai keunikan dalam belajarnya.

Dari uraian tersebut, maka guru sebagai pengelola pendidikan dan siswa sebagai

subyek yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar harus saling menyesuaikan

diri. (Ahmadi & Priyono., 1991 : 139).

Dengan demikian untuk dapat menyesuaikan diri dalam pelaksanaan manajemen

berbasis sekolah, maka antara guru-siswa harus mempunyai persiapan mental


23

dalam mempengaruhi dan menerima atas situasi yang berhubungan dalam

kegiatan belajar mengajar guna mencapai tujuan bersama.

1. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Pergeseran pola manajemen pendidikan sentralistik ke desentralistik

dalam wadah manajemen berbasis sekolah merupakan upaya pemberdayaan

daerah dan sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan secara

berkelanjutan, terarah, dan menyeluruh. Perubahan paradigma tersebut

menuntut warga sekolah, orang tua siswa dan masyarakat mampu melakukan

pembaharuan pengelolaan pendidikan di sekolah secara mandiri untuk

mencapai tujuan yang diharapkan bersama.

Manajemen berbasis sekolah merupakan pola manajemen sekolah

yang mandiri, profesional, dan bertanggung jawab, baik bertanggung jawab

kepada orang tua siswa sebagai “pengguna jasa layanan pendidikan”,

masyarakat maupun pemerintah. Manajemen berbasis sekolah adalah otonomi

pada sekolah untuk meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan

agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat dan pemerintah. (Muyasa,

2003 : 11).

Me-manage atau mengelola sekolah adalah mengatur agar seluruh

potensi sekolah berfungsi secara optimal dalam mendukung tercapainya

tujuan sekolah. (Depdikbud, 2000 : 3).

Selanjutnya proses pengelolaan sekolah mencakup empat tahap, yaitu

perencanaan (planning) mengorganisasikan (organizing), pengerahan

(Actuating), dan pengawasan (controlling).


24

Dari uraian tersebut, nampak jelas bahwa kepala sekolah sebagai

manajer di sekolah hendaknya mampu mengembangkan seluruh potensi

warga sekolah agar berfungsi secara optimal dalam mendukung tercapainya

tujuan sekolah, dengan mengadopsi kebijakan pemerintah di bidang

pendidikan, yakni adnya peningkatan mutu, efisiensi dan relevansi

pendidikan.

2. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah pemimpin tertinggi di sekolah. Pola

kepemimpinan kepala sekolah akan berpengaruh, bahkan sangat menentukan

terhadap kemajuan sekolah. Oleh karena itu, untuk mencapai terselenggaranya

pembelajaran yang bermutu, kepemimpinan kepala sekolah perlu mendapat

perhatian yang serius.

Kepemimpinan kepala sekolah adalah cara atau usaha kepala sekolah

dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan

menggerakkan guru, staf, siswa, orang tua siswa, dn pihak lain yang terkait,

untuk bekerja sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Depdikbud,

2000 : 11). Dari pengertian tersebut, berarti kepemimpinan kepala sekolah

merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk

mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolahnya melalui program-

progrm yang dilaksanakan secara terang-terangan dan bertahap. Warga

sekolah terutama guru sebagai kelompok kerja (Team Work) merupakan

karakteristik yang dituntut manajemen berbasis sekolah, karena output

pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual.


25

Menurut para ahli tipe dasar kepemimpinan, adalah (a) otoriter; (b)

demokratis;dan (c) laissez-faire. Namun perlu diingat bahwa dari tiga tipe

dasar kepemimpinan tersebut timbul tipe kepemimpinan lain, misalnya tipe

instruktif, konsultatif,partisipatif, dan delegatif.

Kepemimpinan itu situasional, artinya suatu tipe kepemimpinan dapat

efektif untuk situasi tertentu dan kurang efektif untuk situasi yang lain.

Dengan demikian, kepala sekolah harus dapat memahami situasi yang terjadi

di sekolah, sehingga dapat menerapkan tipe kepemimpinan kepala yang

efektif. Dalam pelaksanaannya, keberhasilan kepemimpinnan sekolah sekolah

sangat dipengaruhi hal-hal sebagai berikut : (a) ke[ribadian yang kuat, artinya,

artinya kepala sekolah harus mengembangkan pribadi yang pecaya diri,

berani, bersemangat, murah hati, dan memiliki kepekaan social; (b)

memahami tujuan pendidikan dengan baik serta menemukan strategi yang

tepat untuk mencapainya; (c) pengetahuan yang luas; (d) ketrampilan

professional yang terkait dengan tuganya sebagai kepala, yaitu ketrampilan

teknis dan ketrampilan hubungan kemanusiaan serta ketrampilan konseptual.

Prinsip-prinsip kepemimpinan kepala sekolah yang secara umum

belku aadalah : (a) konstruktif artinya kepala sekolah harus mendorong dan

membina setiap staf untuk berkembang secara optimal; (b) kreatif, artinya

kepala sekolah harus selalu mencari gagasan dan cara baru dalam

melaksanakan tugasnya; (c) partisipatif, artinya mendorong keterlibatan

semua pihak yang tekait dalam setiap kegiatan sekolah; (yang) kooperatif,

artinya mementingkan kerja sama guru, staf dan pihak lain yang terkait dalam
26

melaksanakan kegiatan; (e) delegatif, artinya berupa mendelegasikan tugas

kepada staf. Sesuai dengan deskripsi tugas dan kemampuannya; (f) integratif,

artinya selalu mengintegrasikan semua kegiatan, sehingga dihasilkan sinergi

untuk mencapai tujuan sekolah. (g) rasional dan obyektif, artinya dalam

melaksanakan tugas selalu berdasarkan pertimbangan rasio dan obyektif; (h)

pragmatis, artinya dalam menetapkan kenijakan, kepala sekolah harus

mendasarkan kepada kondisi dan kemampuan nyata yang dimiliki sekolah; (i)

adaptable dan fleksibel, artinya kepala sekolah harus dapat beradaptasi dan

fleksibel dalam menghadapi situasi baru dan juga menciptakan situasi kerja

yang memudahkan staf untuk beradaptasi.

Kepala sekolah adalah pemimpin dan manajer di sekolah, karena

antara kepemimpinan dan manajerial tidak dapat dipisahkan. Kepemimpinan

akan menjiwai manajer dalam melaksanakan tuganya. Tugas kepala sekolah

sering dirumuskan sebagai emaslim, yaitu educator (pemdidik), manager,

administratotr, supervisor, leader (pemimpin), innovator, dan motivator

(pendorong). Dalam melaksanakan ketujuh tugas itulah kepemimpinan kepala

sekolah akan diterapkan.

Sekolah yang didirikan oleh masyarakat ataupun pemerintah untuk

dapat membantu memenuhi kebutuhan keluarga yang sudah tidak mampu lagi

memberikan bekal pengetahuan untuk bekal kepandaian dan kecakapan hidup

(life skill) bagi anakn-anknya. Masyarakat modern yang lebih tinggi

kebudayaannya seperti sekarang ini, anak-anak tidak cukup menerima


27

pendidikan dan pengajaran dari lingkungan keluarga saja tetapi membutuhkan

penddikan formal di sekolah.

Kehidupan di sekolah sifatnya lebih teratur dan disiplin, karena diatur

tentang norma, etika, disipilin dan tata tertib yang harus dilaksanakan oleh

siswa, guru pegawai tata usaha dan kepala sekolah.

Pergaulan antara siswa-siswi dan siswa guru lebih bersifat obyektif

daripada pergaulan di lingkungan keluarga. Sisiwa tidak boleh saling

mengganggu, masing-masing siswa hendaknya dapat melakukan tugas dan

kewajibannya menurut peraturan yang telah ditetapkan sekolah. Suasana di

sekolah tidak bebas, terikat oleh peraturan sekolah guna mencapai tujuan

sekolah, yakni kualitas (mutu), efektivitas, keadilan, pemberdayaan,

kedisiplinan, dan kerja keras diantara siswa dalam belajar.

Kualitas, efektivitas, keadilan, pemberdayaan, kedisiplinan, dan kerja

keras, persahabatan serta larangan merupakan kebiasaan dan nilai-nilai yang

ditanamkan sebagai budaya organisasi di sekolah. Kualitas (mutu) adalah

gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang

menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan

atau yang tersirat, mutu dalam pendiikan mencakup input-proses-output.

(Depdiknas, 2001 : 4).

Efektivitas organisasi adalah kadar yang dimiliki sebuah organisasi,


yang didasarkan atas manajemen yang kompeten, sambil menghindari usaha
yang tidak perlu, di dalam lingkungan tempat dimana organisasi beroperasi,
mengelola untuk mengontrol kondisi internal dan lingkungan organisasi
dalam rangka menunjukkan proses transformasi dirinya sendiri dan output
yang diharapkan oleh konstituen eksternal. (Scheerens, J., 2003 : 25)
28

Pelaksanaan kegiatan organisasi sekolah agar terjadi hubungan yang

harmonis diantara anggota organisasi di sekolah perlu memperhatikan factor-

faktor keadilan, pemberdayaan, dan kedisiplinan agar tercapai efisiensi dan

efektivitas guna mencapai tujuan yang telah ditetaplan. Menurut Gito

Sudarmo I. (2000 : 40) keadilan adalah kesesuaian yang terjadi karena adanya

persamaan persepsi diantara dua orang atau lebih tentang kaitannya antara

masukan dengan hasil yang diperolehnya.

Masukan (input) meliputi : pendidikan, keahlian, upaya, masa kerja,

kepangkatan dan produktivitas. Sedangkan hasil (outcomes) adalah semua

imbalan yang dihasilkan dari pekerjaan seseorang, seperti gaji, promosi,

penghargaan, prestasi dan status. Adapun pemberdayaan (empowerment)

anggota organiasi adalah pemberian tanggungjawab, kewenangan, informasi

dan pengetahuan (knowledge) dari manajer kepada anggota organisasi secara

tepat sesuai yang diperlukan anggota organisasi dalam memberikan kontribusi

untuk mencapai tujuan organisasi. (Nawawi, H., 2003 : 351). Sedangkan

disiplin menurut Prijodarminto, S dalam Nawawi, H, (2003 : 331) adalah

suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian

perlaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, dan

ketertiban.

“Discipline means training of the mind and character, the exercise,

development and control of the mind character, intented to produce obedience

and orderly behavior, as school discipline, military discipline.” (Hornby,

1957).
29

Kedisiplinan mengandung pengertian latihan pola pikir dan sikap, atau

latihan-latihan, perkembangan dan kontrol terhadap pola pikir dan sikap

bertujuan untuk menghasilkan ketaatan dan perilaku yang teratur, sebagai

contoh kedisiplinan sekolah, kedisiplinan militer, dan kedisiplinan pegawai

negeri sipil.

Budaya organisasi sekolah berkaitan dengan budaya disiplin harus

ditaati oleh kepala sekolah, guru, pegawia tata usaha dan siswa. Penentuan

budaya organisasi sekolah dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin

tertinggi di sekolah, berarti semua warga sekolah harus taat terhadap peraturan

sekolah. Penegakkan disiplin dalam hal pengaturan waktu bagi siswa dan guru

di sekolah dapat membudayakan waktu dalam hal penegakkan disiplin

mengajar bagi guru dan disiplin belajar siswa.

Kepala sekolah dalam memberikan motivasi kepada guru, staf tata

usaha dan siswa agar selalu bekerja dengan teratur, maka kepala sekolah dapat

senantiasa mengingatkan semua warga sekolah. Semua warga sekolah dapat

dilibatkan untuk menegakkan disiplin di sekolah, agar semua warga sekolah

yang terlibat selalu berpegang teguh pada peraturan sekolah dalam

melaksanakan pekerjaannya.

Bekerja merupakan suatu kewajiban untuk memenuhi kebutuhan

hidup, dan orang dikatakan bekerja apabila yang dihasilkan dari kerja itu

dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain. Hal ini berarti, dalam

bekerja orang harus berusaha agar menghasilkan hasil kerja yang baik sesuai
30

dengan tujuan ia bekerja, sehingga dapat memuaskan pengguna hasil kerja

tersebut.

Dalam konteks ini, seseorang bekerja dituntut untuk memiliki kinerja

yang baik dengan menampilkan prestasi kerja yang baik. Agar menghasilkan

kinerja yang baik, seorang pekerja harus memiliki etos kerja. Etos kerja asuatu

sikap mental dalam mengerjakan atau menghadapi segala sesuatu yang

berhubungan dengan kerja. Untuk itu, etos kerja perlu dijadikan budaya kerja

keras.

Budaya kerja keras mengandung pengertian “hard work means with

great energy of effort as to try succeed”. (Hornby, 1957). Pengertian kerja

keras yang dimaksudkan adalah keras mengandung pengertian bekerja dengan

menggunakan tenaga atau usaha yang sangat besar untuk mencapai

kesuksesan.

Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berada dalam naungan

pemerintah dalam menerapkan budaya kerja keras di sekolah tidak saja

berpijak pada kajian pustaka dari para ilmuwan semata, tetapi harus

berpedoman pada nilai-nilai sebagai inti budaya. Siswa sebagai anggota di

dalam lingkungan sekolah berkewajiban mencari ilmu pengetahuan sebagai

modal hidup, agar lebih berdaya guna dalam menghadapi persaingan hidup

yang semakin kompetitif.

Persaingan mengandung pengertian “competition means the act to

take part in a contest, the act to try to get something which others also want,
31

the act to try to win. (Hornby, 1957). Pengertian persaingan menurut Hornby

adalah untuk memperoleh kemenangan.

Budaya organisasi sekolah yang dilaksanakan di sekolah harus

berpedoman pada pelaksanaan suatu kegiatan yang sifatnya efektif dan

efisien. Efektivitas sekolah sangat ditentukan oleh efektivitasnya budaya

organisasi sekolah. Dalam konteks efektivitas budaya organisasi sekolah yang

terintegrasi, Scheerens, J. (1992) menyebutkan bahwa budaya organisasi

sekolah merupakan elemen dari variabel proses.

Budaya organisasi sekolah dapat didefinisikan sebagai bagian dari

lingkungan internal suatu organisasi. Dengan demikian budaya organisasi

sekolah dapat tercipta dengan diilhami oleh pandangan anggota tentang suatu

kehidupan organisasi yang secara ekstrinsik dapat berguna sebagai alat

kontrol terhadap anggota an secara intrinsic dapat berguna sebagai motivasi.

Pada gilirannya nanti ecara sengaja akan dlaksanakn usaha penanaman pola

tingkah laku tersebut. (Marvin Tierney, 1990).

Pola tingkah laku tidak bersifat permanen, dapat pula berubah atau

bahkan berusaha menghilang tingkah laku yang telah diterapkan sebelumnya.

Pandangan umum yang mengilhami memang bersifat lunak, yaitu sellau

berusaha menemukan pola terbaru yang lebih relevan lagi.

Studi tentang budaya organisasi sekolah memiliki dasar-dasar

konseptual yang sangat luas, dan hal ini dapat dikategorikan menjadi tiga,
32

menurut pendapat Marvin (1990 : 57) yaitu dimensi tujuan, keterimaan

budaya organisasi bagi anggota, dan dimensi psikologi.

Dari ketiga dimensi tersebut di atas, hanya dimensi keterimaan budaya

organisasi sekolah, sebagai kajian ini yang lebih difokuskan pada image

tentang pengetahuan yang dimiliki oleh anggota organisasi. Pengetahuan

tentang bagaimana kehidupan organisasi itu berfungsi dan bagaimana

kehidupan organisasi itu difungsikan. Biasanya hal semacam itu dapat

berbentuk norma-norma yang memberikan petunjuk mengenai tingkah laku,

harapan-harapan dan bahkan berbentuk motivasi yang perlu dimiliki.

Budaya organisasi sekolah yang kondusif dapat membangkitkan

semangat kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha dan siswa di sekolah. Bagi

siswa budaya organisasi sekolah diharapkan dapat berpengaruh terhadap

prestasi siswa.

3. Menciptakan Budaya Organisasi Sekolah

Kebutuhan manusia itu sendiri sangat bergantung pada manusia yang

lain. Manusia yang dapat menyesuaikan diri dengan berbagai macam corak di

masyarakat, iapun dapat menyesuaikan hidupnya dalam gua kehidupan, akan

tetapi juga dapat hidup jauh dalam ruang angkasa. Jadi hidup manusia sejak

dari bayi sampai dewasa juga mengalami berbagai macam perubahan.

Pengalaman-pengalaman yang terjadi karena pengaruh lingkungan

keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan. Pengaruh

lingkungan yang angat kuat adalah dilingkungan keluarga dan lingkungan


33

masyarakat, karena sebagian besar waktu berada di lingkungan keluarga dan

masyarakat. Namun sekolah memegang peranan yang strategis dalam

mengubah, memodifikasi dan mentransformasikan ilmu pengetahuan,

teknologi. Ketrampilan yang berhubungan dengan kebutuhan anak untuk

hidup di dalam masyarakat sesuai dengan jamannya.

Sekolah berkewajiban dan bertanggung jawab atas hasil pelajaran

yang telah diberikan kepada siswa. Sedangkan pendidikan etika yang

diberikan di sekolah merupakan bantuan terhadap pendidikan yang telah

dilaksanakan oleh keluarga.

4. Sekolah Berprestasi atau Bermutu

Sekolah sebagai salah satu sistem sosial, mencakup beberapa

komponen dan tiap komponen terdiri dari beberapa factor. Tiap komponen

beserta factor-faktornya tersebut saling terkait sehingga membentuk sistem.

Sistem sekolah adalah kesatuan dari unit organisasi sekolah yang bekerjasama

secara fungsional untuk mencapai tujuan bersama.

Sekolah berprestasi atau bermutu adalah sekolah yang mengacu pada

derajat keunggulan dari komponen-komponen sistem sekolah. (Depdikbud,

1991 : 10).

Komponen-komponen sekolah terdiri dari masukan (input), proses

(process), keluaran langsung (output), dan keluaran tak langsung (outcomes)

serta balikan. Yang dimaksud dengan masukan adalah segala sesuatu yang
34

diperlukan oleh sistem sekolah untuk menghasilkan keluaran yang

diharapkan.

Masukan mencakup masukan baku, instrumental, masukan

lingkungan. Masukan baku sekolah (raw inouts) adalah ssiwa termasuk segala

karaktersitiknya, misalnya jenis kelamin, usia, kemampuan dasar, kondisi

social ekonomi orang tua siswa. Masukan instrumental (instrumental inouts)

adalah guru, sarana dan prasarana, kuirkulum, dana, kondisi social ekonomi

orang tua siswa dan masyarakat sekitar, social budaya masyarakat sekitar, dan

lingkungan hidup. Proses yang dimaksud adalah segala kegiatan yang

dilakukan oleh sekolah, termauk segala proses yang terjadi di dalam

sekolah/kelas dalam rangka mengubah masukan untuk menghasilkan

keluaran.

Proses mencakup kegiatan proses belajar mengajar, kegiatan

pengelolaan (manajemen) sekolah dan kegiatan administrasi sekolah.

Keluaran langsung yang dimaksud adalah segala sesuatu yang secara langsung

dihasilkan oleh system pendidikan yang mencakup antara lain tamat sekolah

dan hasil belajar siswa dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

Sedangkan yang dimaksud keluaran tidak langsung adalah segala hasil

yang diperoleh oleh para lulusan di masyarakat sebagai hasil pendidikan,

mencakup daya serap lulusan yang memasuki dunia kerja dan atau ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi, kesesuaian antara pendidikan dengan pekerjaan

dan tingkat penghasilan.


35

Dari pengertian tersebut, berarti sekolah berprestasi atau bermutu

adalah sekolah yang mampu mengantarkan siswanya berprestasi, baik dalm

proses yang berlangsung setiap hari di sekolah maupun hasil yang dicapai

siswa sampai memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan hidup guna

memperoleh pendidikan yang lebih tinggi dan atau melangsungkan kehidupan

dimasa dewasa dengan layak sesuai harapannya.

5. Keterkaitan antara Proses Pendidikan dan Proses Pembudayaan

Pendidikan dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling terkait dan

tidak dapat dipisahkan. Keterkaitan antara proses pendidikan dan

pembudayaan menurut Tilaar, Har (2000 : 39) adalah : (1) kebudayaan

merupakan suatu keseluruhan yang kompleks. Hal ini berarti bahwa

kebudayaan merupakan suatu kesatuan dan bukan jumlah dari bagain-bagian.

Keseluruhan mempunyai mozaik yang spesifik; (2) kebudayaan merupakan

suatu prestasi kreasi manusia yang material artinya berupa bentuk-bentuk

prestasi osikologis seprti ilmu pengetyahuan, kepercayaan, seni dan

sebagainya; (3) kebudayaan dapat berbentuk fisik, seperti hasil seni,

terbentuknya kelompok-kelompok keluarga; (4) kebudayaan dapat pula

terbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti hokum, adat istiadat yag

berkesinambungan; (5) kebudayaan merupakan suatu realitas yang obyektif,

yang dapat dilihat; (6) kebudayaan diperoleh dari lingkungan; (7) kebudayaan

tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang soliter atau terasing tetapi yang

hidup di dalam suatu masyarakat tertentu. Intekasi yang bersifat formal dan

informal di dalam organisasi, hanya akan belangsung harmonis dalam arti


36

efektif dan efisien apabila setiap anggota organisasi menerima menghormati

dan menjalankan nilai-nilai / norma-norma tertentu yang sama di dalam

organisasi masing-masing.

Nilai-nilai sebagai unsure kebudayaan manusia itu hidup dan

berkembang secara dinamis sesuai dengan kondisi organisasi an menjadi

kendali cara berpikir alam kebersamaan sebagai sebuah organisasi. Nilai-nilai

itulah yang kemudian menjadi budaya organisasi. (Nawawi, H., 2003 : 276).

Dengan demikian dapat dipastikan, bahwa nilai-nilai atau values yang telah

dipahami, diyakini dan dijalankan oleh warga sekolah merupakan budaya

organisasi sekolah dalam mencapai prestasi.


37

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian adalah suatu upaya sistematis dalam menemukan, menganalisa

danm menafsirkan bukti-bukti empirik untuk memahami gejala-gejala atau

menemukan jawaban terhadap suatu permasalahan yang terakit dengan gejala

tersebut. Berangkat dari focus penelitian, maka pendekatan penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif perspektif naturalistik.

Metode naturalistik adalah metode penelitian yang digunakan untuk

meneliti pada kondisi obyek yang alami, dimana peneliti adalah sebagai

instrumen kunci. Salah satu ciri penelitian kualitatif naturalistik adalah

mengutamakan data langsung atau first hand, untuk itu peneliti sendiri turun ke

lapangan untuk mengadakan observasi atau wawancara. (Nasution, 1988 :9).

Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan secara deskriptif dan holistik

keberadaan sekolah menengah pertama (SMP) tersebut beserta usaha-usaha untuk

mencapai prestasi terutama tentang budaya organisasi sekolah. Melalui studi kasus

akan dapat ditetapkan focus yang dibutuhkan bagi batasan definitive untuk

parameter sekolah tersebut. Dalam pelaksanaan ini sekolah yang diambil sebagai

obyek penelitian adalah Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Jepara.


38

B. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa

dan perilaku, dokumen dan arsip serta berbagai benda lain. Penelitian kualitatif

adalah melakukan penelitian pada tata alamiah atau pada suatu obyek atau

kegiatan. (Moleong, 1991 : 4).

Oleh karena itu, sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini

meliputi : informasi tentang budaya organisasi yang diperoleh dari kepala

sekolah, guru, pegawai tata usaha, siswa dan orang tua siswa. Disamping itu

digunakan pula arsip dan dokumen untuk mendukung profil sekolah serta

peristiwa dan perilaku yang berhubungan dengan informan.

C. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan Data dilakukan oleh peneliti sendiri. Penelliti langsung

turun ke lapangan untuka mengumpulkan sejumlah informasi yang diperlukan

berkenaan dengan budaya organisasi sekolah dalam mencapai prestasi serta

faktor-faktor pendukung lainnya. Hal tersebut ditempuh agar dapat memahami

kenyataan yang terjadi di lapangan sesuai konteksnya.

Beberapa teknik pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini

adalah (1) observasi partisipan (participant observation); (2) wawancara

mendalam (indepth interviewing); dan (3) studi dokumentasi (study of document).

Observasi di gunakan untuk mengamati secara langsung terhadap kegiatan-

kegiatan yang di lakukan para warga sekolah di SMP Negeri 2 Jepara yang

berkaitan dengan adanya budaya organisasi sekolah. Wawancara digunakan untuk


39

memperoleh informasi verbal secara langsung dari kepala sekolah, guru, pegawai

tata usaha, dan siswa, yaitu mengungkap keterangan tentang hal-hal yang

berkaitan dengan budaya organisasi sekolah. Dokumentasi digunakan untuk

memperoleh data tertulis tentang obyek penelitian secara akurat, seperti profil

sekolah, dan data prestasi sekolah baik bidang akademik maupun bidang non

akademik.

D. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis

transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang telah dihimpun

untuk menmabh pemahaman peneliti sendiri, mengenai bahan-bahan itu semua

dan untuk memungkinkan peneliti melaporkan apa yang ditemukan kepada pihak

lain. Data merupakan deskripsi dari pernyataan-pernyataan seseorang tentang

perspektif, pengalaman atau sesuatu hal, sikap, keyakinan dan pikirannya serta

petikan-petikan isi dokumen yang berkaitan dengan suatu program. (patton, 1980 :

246). Rancangan penelitian ini adalah studi kasus.

Pelaksanaan analisis data dalam penelitian ditempuh dengan melakukan

kegiatan (1) reduksi data; (2) display data (penyajian data); (3) mengambil

kesimpulan dan verifikasi. (Nasution, 1988 : 129).

1. Reduksi Data

Kegiatan reduksi data dilakukan dengan cara membuat rangkuman terhadap

aspek-aspek permasalahan yang diteliti, sehingga memudahkan dalam

penelitian untuk melakukan langkah-langkah analisis berikutnya. Aspek-aspek


40

permasalahan yang direduksi, yaitu budaya organisasi sekolah dalam meraih

prestasi dan factor pendukung yang lain.

2. Penyajian Data

Setelah dilakukan reduksi data, langkah berikutnya adalah menyajikan

data secara jelas dan singkat. Dalam hal ini, data hasil kegiatan reduksi

kemudian disajikan berdasarkan pada aspek-aspek yang diteliti pada sekolah

yang menjadi lokasi penelitian. Dengan demikian penyajian data secara

singkat dan jelas dimungkinkan dapat memudahkan memahami gambaran

keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari aspek-aspek yang diteliti.

Proses analisis dalam penelitian ini akan mengikuti kaidah dari sebuah

model yang disebut flow model of analysis (Sutopo, H.B., 2002 : 102). Dalam

model tersebut proses analisis yang meliputi reduksi data, sajian data, dan

penarikan kesimpulan akan dilakukan secara bersamaan dan saling jalin

menjalin dengan proses pengumpulan data. Secara skematis proses tersebut

dapat disederhanakan dalam gambar sebagai berikut :

Pengumpulan data

Reduksi data Penulisan laporan

Sajian data

Penarikan kesimpulan
Gb. \Flow Model of Abalysis

Berdasarkan tampilan gambar di atas dapat dijelaskan, bahwa reduksi

data itu dilakukan sejak proses pengumpulan data belum berlangsung, yang
41

kemudian diteruskan pada waktu pengumpulan data, dan apada saat

bersamaan berjalinan dengan sajian data dan verifikasi data. Ketiga komponen

itu terus mengalir dan saling kalin menjalin sampai proses penulisan laporan

selesai.

Jadi jelasnya, reduksi data sesegera mungkin akan dibuat dan

diteruskan dengan penyajian data begitu peneliti menyusun catatan lapangan

lengkap. Kemudian atas dasar sajian data yang berupa cerita dengan berbagai

pendukungnya, peneliti lantas menyusun kesimpulan sementara. Dalam kaitan

kesimpulan sementara ini, maka peneliti akan mengubah sesegera mungkin

manakala di dapat data baru dengan pemahaman baru pula. Demikian

seterusnya, pengumpulan dan analisi data itu berjalan bersamaan sampai

seluruh informasi yang dinginkan telah selesai dikumpulkan.

Maka sejak inilah peneliti akan menyusun laporan akhir yang akan

menyajikan data hasil suntingan data. Selanjutnya hasil penyajian data ini

digunakan sebagai bahan untuk menafsirkan data sampai pengambilan

kesimpulan.

3. Pengambilan kesimpulan dan Verifikasi

Langkah terakhir yang ditempuh setelah menganalisis data adalah

melakukan pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan yang

dimaksud dalam tahap ini adalah memaknai terhadap data yang telah

terkumpul. Kesimpulan perlu dibuat dalam bentuk pernyataan singkat dan

mudah dipahami dengan mengacu pada pokok permasalahan yang diteliti,

karena merupakan intisari dari data hasil penelitian.


42

Pengambilan kesimpulan dilakukan secara bertahap. Pertama

dirumuskan kesiampulan sementara, akan tetapi dengan bertambahnya data

perlu dilakukan verifikasi data. Kegitan verifikasi data dilakukan dengan cara

mempelajari kembali data yang terkumpul, baik yang telah direduksi maupun

yang telah disajikan. Demikain juga kegiatan verifikasi ini dilakukan dengan

cara meminta pertimbangan dari pihak-pihak yang berkompeten, misalnya

kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha, penjaga sekolah dan siswa serta

orang tua siswa. Kedua kegiatan ini dilakukan secara terus menerus sampai

diperoleh kesimpulan akhir. Jadi kesiampulan harus senantiasa diverifikasi

selama penelitian berlangsung.

E. Trianggulasi Data

Guna memperoleh data yang valid, maka diadakan pengecekan dengan

cara trianggulasi. Trianggulasi dilakukan untuk mencek keabsahan data dengan

memanfaatkan berbagai sumber sebagai bahan pembanding. Trianggulasi yang

digunakan dalam penelitian ini meliputi trianggulasi sumber data dan metode.

Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah budaya organisasi sekolah,

sedangkan untuk pengeckan datanya diambilkan dari kepala sekolah, guru, siswa,

pegawai tata usaha, penjaga sekolah dan orang tua siswa.


43

F. Kehadiran Peneliti

Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui beberapa tahap. Guna

memperoleh informasi tentang budaya organisasi sekolah yang dikembangkan di

SMP Negeri 2 Jepara, peneliti melakukan kegiatan observasi, wawancara dan studi

dokumentasi.

1. Observasi

Observasi di sekolah dilakukan pada awal penelitian, yaitu pada bulan

Juni 2006. Observasi dilakukan rata-rata 2 kali dalam seminggu, lamanya

kurang lebih 45 menit setiap observasi. Peneliti dating ke sekolah hanya untuk

mengamati kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh warga sekolah (kepala

sekolah, guru, pegawai tata usaha, dan siswa) secara apa adanya.

Waktu observasi, kadang-kadang sebelum jam pelajaran dimulai,

kadang-kadang waktu kegiatan belajar mengajar baik di kelas, di lapangan

olah raga, di laboratorium maupun di ruang ketrampilan, kadang-kadang pada

waktu istirahat pertama, kadang-kdang pad aistirahat kedua, dan kadang-

kadang menjelang jam pelajaran terakhir selesai, serta kadang-kadang pada

waktu kegiatan ekstrakurikuler.

2. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara secara langsung dan bebas. Adapun

yang ditanyakan berbagai hal yang bekaitan dengan budaya organisasi sekolah

yang dikembangkan di SMP Negeri 2 Jepara. Wawancara dilakukan pada

bulan Juli 2006, baik wawancara dengan kepala sekolah, guru, pegawai tata

usaha, siswa, alumnus, pengurus komite sekolah, maupun orang tua siswa.
44

Pelaksanaan tersebut, rata-rata 2 kali dalam seminggu secara bergantian

lamanya kurang lebih 15 – 30 menit.

Pelaksanaan wawancara kadang-kadang dilakukan di sekolah, baik di

dalam ruang maupun di halaman sekolah, kadang-kadang dilakukan diluar

sekolah dan kadang-kadang dilakukan di rumah.

3. Studi Dokumentasi

Pengumpulan dokumentasi dilakukn pada bulan Agustus 2006.

dokumentasi merupakan salah satu data pendukung hasil observasi dan

wawancara melalui keterangan-keterangan tertulis.

Dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain : surat

keputusan kepala SMP Negeri 2 Jepara tentang pembagian tugas guru dalam

proses belajar mengajar/bimbingan konseling dan tugas0tugas lain tahun

pelajaran 2005/2006, data guru/pegawai, data siswa, tata tertib siswa, program

kerja jangka menengah 4 tahun, program kerja jangka panjang 8 tahun, data

peringkat sekolah hasil ujian nasional SMP Negeri dan swasta se-Kabupaten

Jepara, dan data prestasi non akademik, serta sebagian photo kegiatan siswa

SMP Negeri 2 Jepara.

Setelah semua kegiatan tersebut di atas selesai, dilanjutkan penulisan

laporan yang dilakukan mulai bulan September 2006.


45

DAFTAR PUSTAKA

Abror, A.R. (1993). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya.

Ahmadi, A & Supriyono, W. (1991), Psikologi Belajar. Yogyakarta : Tiara Wacana


Yogya.

Beals, R.A. (1967). Culture in Process. New York : Holt, Rinehart and Wiston.

Depdikbud. (1967), Model Penampulan Sekolah. Jakarta : Dirjen Dikdasmen

_________. (1993), Kurikulum Pendidikan Dasar, Jakarta : Dirjen Dikdasmen

_________. (2000), Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta : Dirjen Dikdasmen

Depdiknas. (2001). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta : Dirjen


Dikdasmen

_________. (2004), Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah. Jakarta : Dirjen


Dikdasmen

Djatmiko, Y.H. (2003). Perilaku Organisasi. Bandung : Alfabeta

Faizal, S. (1990), Dasar dan Tehnik Menyusun Angket. Surabaya : Usaha Nasional

Gito Sudarmo, I. (2000), Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta : Fakultas Ekonomi


UGM.

Hanson, E.M. (1995), Education Administration and Organizational Behavior.


United States of America : University of California at Riverside.

Hornby, AS. (1957), The advanced Learner’sDictinary of Current English. London :


Oxford Univesity Press.

Hurlock. (1994), Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Jakarta : Erlangga.

Karsidi, R. (2001), Makalah Seminar Nasional Dies Natalis UNS. Surakarta : FKIP
UNS.

Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan dan Mentalitas Pembangunan. Jakarta :


Grasindo.

Linconl & Guba. (1985). Naturalistic Inguiry. London : Beverly Hills Sage.
46

Marvin, H. (1987). Culture Anthropology. New York : Harper and Row Publiser.

Moleong, L.J. (1991), Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Mulyasa. (2003), Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Nasution. (1988), Metodologi Penelitian Naturalitik Kualitatif. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Nawawi, H. (2003), Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta : Gadjah


Mada University Press.

Ndraha, T. (2003), Budaya Organisasi. Jakarta : Rineka Cipta

Owens, Robert G. (1981), Organizational Behavior in Education. New Jersey :


Englewood Cliffs.

Patton, M.Q (1980), Qualitative Evolution Methods. Beverly Hills : Sage Publication
Inc.

Scheerens, J. (2003), Menjadikan Sekolah Efektif. Jakarta : Logos Wacana Ilmu.

Soeharto, K. (1995), Komunikasi Pembelajaran. Surabaya : SIC

Sutopo, H.B. (2002), Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Sebelas Maret


University Press.

Tilaar, HAR. (2000), Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia.


Bandung : Remaja Rosdakarya.

Tim Penyusun. (1992), Selayang Pandang Jepara Makmur. Jepara : Pemda Dati II
Jepara

Tjahjono, H.K. (2003), Budaya Organisasional dan Balanced Scorecard. Yogyakarta


: UMY.

Undang Undang Otonomi Daerah (2004), Semarang : Aneka Ilmu.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidika
Nasional.

Zuhdi, D. (1991), Metodoloi Penelitian Kualitatif. Bandung : Tarsito


47

BUDAYA ORGANISASI SEKOLAH


DALAM MERAIH PRESTASI
(Studi Kasus di SMP Negeri 2 Jepara dalam Perspesktif Naturalistik)

Proposal Tesis

Oleh ;

AGUS SALIM
NIM : Q100050028

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2006
48
49

NOTA PEMBIMBING

Dr. YETTY SARJONO, M.Si.


Drs. H. BAMBANG SUMARDJOKO, M.Pd.
Dosen Program Magister Manajemen Pendidikan
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta

Nota Dinas
Hal : Proposal Tesis Saudara Agus Salim

Kepada Yth.
Ketua Program Magister Manajemen Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Setelah membaca, menilai, mengoreksi dan mengadakan perbaikan seperlunya
terhadap Proposal Tesis Saudara :
Nama : Agus Salim
NIM : Q : 100050028
Kosentrasi : Sistem Manajemen Pendidikan
Judul : Budaya Organisasi Sekolah dalam Meraih Prestasi
(Studi Kasus di SMP Negeri 2 Jepara dalam Perspesktif Naturalistik)

Dengan ini kami menilai Proposal Tesis tersebut dapat disetujui untuk dibuat Tesis
pada Program Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yetty Sarjono, M.Si. Drs. H. Bambang Sumardjoko, M.Pd.


50

DAFTAR ISI

halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Fokus Penelitian ........................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 7
E. Batasan Penelitian ..................................................................... 8
F. Definisi Konseptual ................................................................... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Budaya Organisasi Sekolah
1. Pengertian Budaya Organisasi Sekolah .............................. 11
2. Struktur Organisasi Sekolah ............................................... 15
3. Perilaku dan Tujuan Organisasi Sekolah ............................ 15
4. Nilai-nilai Organisasi Sekolah ............................................ 17
5. Faktor-faktor Pembentukan Budaya Organisasi Sekolah.... 18
B. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
1. Manajemen Berbasis Sekolah ............................................ 23
2. Kepemimpinan Kepala Sekolah ......................................... 24
3. Menciptakan Budaya Organisasi Sekolah........................... 32
4. Sekolah Berprestasi atau Bermutu ..................................... 33
5. Keterkaitan antara Proses Pendidikan dan
Proses Pembudayaan .......................................................... 35

BAB III METODE PENELITIAN


A. Pendekatan Penelitian ............................................................... 37
51

B. Sumber Data ............................................................................. 38


C. Tehnik Pengumpulan Data ....................................................... 38
D. Analisis Data ............................................................................ 39

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai