SEMINAR HASIL
PROGRAM STUDI
SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
DAFTAR ISI
HALAMAN
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................ ii
DAFTAR TABEL................................................................................. IV
DAFTAR GAMBAR............................................................................ V
DAFTAR SINGKATAN........................................................................ VI
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1. Latar Belakang……………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………… 2
1.3. Hipotesis…………………………………………………… 2
1.3.1. Tujuan Penelitian……………………………………
2
1.3.2. Tujuan Umum………………………………………… 2
1.3.3. Tujuan Khusus…………………………………………. 3
1.4. Manfaat Penelitian…………………………………………… 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 4
2. 1. Nutrisi Parenteral .............................................................. 4
2.1.1. Definisi ................................................................................. 4
2.1.2. Teknik Pemberian Nutrisi Parenteral.................................... 4
2.1.3. Indikasi Nutrisi Parenteral .................................................... 5
2.1.4. Komponen dan Kebutuhan Nutrisi Parenteral ...................... 6
A. Kalori ........................................................................ 6
A.1. Protein ......................................................................
A.2. Karbohidrat ...............................................................
A.3. Lipid .......................................................................... 10
B. Elektrolit dan Mineral ..................................................... 1
C. Vitamin............................................................................ 1
2.1.5. Monitoring Nutrisi Parenteral................................................ 12
2.1.6. Komplikasi Nutrisi Parenteral........................................................ 13
2.2. Hubungan Nutrisi Parenteral Pada Gangguan Fungsi Hati 13
2.2.1. Prevalensi PNALD (Parenteral Nutrition Associated Liver
Disease)............................................................................ 1
2.2.2. Patofisiologi ........................................................................ 15
I. Kurangnya Pemberian Nutrisi Enteral dan Pertumbuhan Bakteri,
Endotoksin dan Peradangan ………………………… 15
II. Metabolisme asam empedu 17
III. Sindrom usus pendek…………………………………. 18
IV. Kalori……………………………………………………. 18
V. Dekstrosa………………………………………………. 19
VI. Asam amino…………………………………………… 19
VII. Karnitin…………………………………………………. 21
VIII. Kolin.......................................................................... 22
2.3. Pemantauan PNALD............................................................................ 22
2.1. Kerangka Teori ……………………………………………………… 25
2.2. Kerangka Konsep……………………………………………………. 26
BAB III. METODE PENELITIAN……….……………………………………. 27
3.1. Desain Penelitian……………………………………………………. 27
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………….. 27
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian …………………………………. 27
3.4. Perkiraan Besar Sampel………………………………………….. 27
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi……………………………….. ........ 28
3.6. Etika Penelitian…………………………………………………….. 28
3.7. Cara Kerja……………………………………………………......... 29
3.9. Alur Penelitian……………………………………………………… 30
3.10. Identifikasi Variabel……………………………………………….. 31
3.11. Definisi Operasional………………………………………………. 3
3.12. Rencana Pengolahan dan Analisis Data……………………….. 3
BAB IV. HASIL PENELITIAN……….……………………………………. 35
A. Perbedaan Nilai AST dan AST sebelum dan sesudah pemberian nutrisi
parenteral………………………………………………………………… 36
B Usia dan Status Gizi sebagai Faktor Risiko PNALD …………… 37
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Jalur mekanisme asupan enteral buruk mempengaruhi fungsi hati. 16
v
DAFTAR SINGKATAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
sedikit dari nutrisi parenteral. Namun, ketika NE tidak mungkin untuk diberikan,
nutrisi parenteral menjadi satu-satunya alternatif untuk memastikan pasokan nutrisi
yang memadai selama pasien dirawat inap.3,4
Nutrisi parenteral merupakan pemberian nutrisi melalui intravena yang
5
diperlukan untuk pemeliharaan kehidupan. Insidensi perburukan fungsi hati
setelah pemberian nutrisi parenteral sebesar 60% dan mengalami perbaikan
1
sebanyak 30%. Pada anak yang mengalami perburukan menjadi sepsis terjadi
pada 46% dan menjadi penyakit hati pada 24%. Abnormalitas fungsi hati terjadi
setelah 2 minggu pemberian nutrisi parenteral bebas lipid dengan glukosa tinggi
dimana peningkatan aspartate aminotransferase pada 68% pasien, alkaline
phosphatase 54% pasien, dan bilirubin 21% pasien. Setelah 4 minggu pemberian
nutrisi parenteral, peningkatan aspartate aminotransferase pada 27% pasien, alkaline
phosphatase 32% pasien, dan bilirubin 31% pasien.6 Hal inilah yang menjadi latar
belakang penelitian, untuk mengamati pengaruh pemberian nutrisi parenteral
dengan kadar fungsi hati pada anak sakit kritis, sehingga dapat mengetahui lama
pemberian nutrisi parenteral yang dapat mempengaruhi fungsi hati dan
mengurangi angka komplikasi penyakit yang didapat dari pemberian nutrisi
parenteral terhadap kadar ALT dan AST pada anak sakit kritis.
1.3. Hipotesis
Terdapat perbandingan antara kadar Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat
Aminotransferase (AST) sebelum dan sesudah pemberian nutrisi parenteral pada
anak sakit kritis.
2
Aspartat Aminotransferase (AST) sebelum dan sesudah pemberian nutrisi
parenteral pada anak sakit kritis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
perifer ada risiko terjadi flebitis dan trombosis. Rute vena sentral digunakan untuk
pemberian volume cairan yang besar dengan kecepatan cairan infus yang tinggi,
4
untuk larutan hipertonik, dan untuk pemberian nutrisi parenteral yang lama (> 2
5
* Pasca bedah neonatus: gastroschisiz, atresia esophageal, atresia
intestinal multiple, ileus mekonium dengan peritonitis, malrotasi dan
volvulus, MH + enterokolitis, hernia diafragmatika.
* Reseksi usus yang panjang
* Fistula gastrointestinal
* Penyakit GI berat: EKN, inflammatory bowel disease, pankreatitis
* Malabsorbsi berat
* Diare intraktabel pada bayi
* Pemberian kemoterapi dengan atau tanpa iradiasi
* Transplantasi tulang dan organ lain
* BBLSR dengan penyakit saluran napas atau penyakit lain yang berat
* Chilothorax dan chiloacites
II. Pasien dengan kebutuhan metabolisme meningkat yang kemungkinan tidak
adekuat dengan pemberian NP.
* Lukar bakar hebat dan trauma
* Fibrosis kistik
* Sepsis berat
* Gagal ginjal
* Gagal jantung berat
Nutrisi parenteral sangat penting pada pasien dengan malnutrisi yang sudah
ada sebelumnya atau dengan penyakit kronis. Nutrisi parenteral dapat digunakan
untuk menambah asupan enteral pada pasien yang mengalami peningkatan
kebutuhan misalnya, pasien dengan diare kronis, malabsorpsi, sindrom usus
pendek, atau fibrosis kistik atau penderita yang tidak dapat mentoleransi asupan
enteral yang memadai secara nutrisi. 11,12
6
2.1.4. Komponen dan Kebutuhan Nutrisi Parenteral
A. Kalori
Kebutuhan enteral pasien 5% hingga 10% lebih tinggi dari kebutuhan parenteral
untuk menjelaskan efek termal makanan dan untuk hilangnya beberapa nutrisi
dalam tinja selama proses pencernaan dan penyerapan. Ada beberapa cara untuk
memperkirakan kebutuhan kalori: persamaan World Health Organization (WHO),
Dietary Reference Intakes (DRIs), dan persamaan prediksi seperti persamaan
tinggi-berat badan berdasarkan Schofield, indikator kenaikan berat badan yang
memadai tanpa adanya edema dan normalisasi penanda nutrisi tertentu adalah
cara terbaik untuk menentukan keakuratan kebutuhan kalori pasien. Respons ini
kadang-kadang sulit untuk dinilai pada pasien yang sakit kritis, pada pasien
dengan edema atau gagal ginjal, atau pada pasien yang menerima
kortikosteroid.13,14
Sebuah studi oleh Mehta dkk, mendokumentasikan terjadinya ketidak
seimbangan asupan kalori pada pasien anak di unit perawatan intensif dengan
yang buruk. Indirect calorimetry (IC) mengukur konsumsi oksigen dan produksi
karbon dioksida selama pertukaran gas pernapasan, memberikan pengukuran
resting energy expenditure (REE) yang paling akurat. IC dapat menentukan
kebutuhan kalori pasien berisiko gangguan perkembangan, pasien yang
bergantung pada nutrisi parenteral atau makanan melalui selang enteral, pasien
obesitas, dan pasien sakit kritis.15,16
Anak memiliki kebutuhan kalori per kilogram yang lebih tinggi dibandingkan
7
dengan orang dewasa, karena faktor pertumbuhan dan perkembangan. Total
kebutuhan kalori kemudian dapat ditentukan dengan mengalikan REE dengan
faktor yang ditentukan oleh tingkat keparahan penyakit yang mendasarinya dan
faktor stres, tingkat aktivitas pasien, dan kebutuhan untuk mengejar
ketertinggalan17 seperti pada tabel 2.2 dan 2.3 dibawah ini.
8
meningkat pada pasien dengan cedera kepala atau sepsis. Pasien yang
menggunakan ventilator cendrung tidak memiliki aktivitas fisik oleh karena itu
memiliki kebutuhan kalori yang lebih rendah. Meskipun perhatian utama adalah
menyediakan kalori yang memadai untuk mencegah terjadinya katabolisme,
namun penting untuk tidak memberi asupan kepada pasien secara berlebihan.
Memberikan kalori secara berlebihan dapat meningkatkan risiko komplikasi
termasuk hiperglikemia, azotemia, imunosupresi, dan steatosis hati.16
A.1. Protein
Sumber protein dalam nutrisi parenteral disediakan oleh asam amino, yang
menyediakan sekitar 4 kkal/ g protein. Protein biasanya menyediakan 10% hingga
20% dari total kebutuhan kalori nutrisi parenteral sehingga kejadian
hiperammonemia dan asidosis metabolik jarang terjadi. Juga ditunjukkan bahwa
retensi nitrogen lebih baik dengan formulasi asam amino bila dibandingkan dengan
protein hidrolisat. Berbagai larutan protein tersedia untuk digunakan pada anak
dan orang dewasa dan pada pasien dengan penyakit hati, penyakit ginjal, dan
penyakit metabolisme. Contoh larutan protein yang digunakan dalam gangguan
metabolisme adalah larutan protein parenteral yang dirancang untuk digunakan
dalam asidemia metilmalonik. Dalam hal ini, jumlah asam amino tertentu dapat
diberikan sesuai dengan kadar asam amino darah harian. Trophmine juga
mengandung taurin, yang penting untuk pertumbuhan otak dan retina dan
defisiensi asam amino ini berhubungan dengan kolestasis.19
A.2. Karbohidrat
Mayoritas kalori dalam nutrisi parenteral disediakan oleh bentuk dekstrosa
monohidrat intravena, yang menyediakan 3,4 kkal / g, berbeda dari 4 kkal / g yang
disediakan oleh bentuk enteral karbohidrat. Karbohidrat biasanya menyediakan
9
50% hingga 60% dari total asupan kalori. Nutrisi parenteral yang diberikan melalui
vena perifer harus memiliki konsentrasi maksimum dekstrosa 10% karena larutan
dekstrosa yang lebih pekat dapat menghasilkan osmolalitas lebih besar dari 900
mmol / L dan peningkatan risiko flebitis. Dalam keadaan khusus, larutan dekstrosa
12,5% dapat digunakan perifer dengan hati-hati, tetapi tidak boleh digunakan pada
neonatus dan bayi karena peningkatan risiko ekstravasasi dan flebitis. Nutrisi
parenteral yang diberikan melalui jalur yang ditempatkan secara terpusat
memungkinkan untuk infus larutan dengan konsentrasi dekstrosa yang lebih tinggi
dan osmolalitas lebih besar dari 900 mmol / L dan biasanya sesuai untuk pasien
yang membutuhkan nutrisi parenteral selama lebih dari 7 hingga 10 hari.20
A.3. Lipid
Selain sumber kalori, lipid juga merupakan sumber asam lemak esensial, yang
diperlukan untuk prostaglandin dan sintesis lipid membran, pertumbuhan saraf,
fungsi kekebalan tubuh, integritas kulit, dan penyembuhan luka. Intralipid adalah
lemak intravena yang umum digunakan dan tersedia dalam emulsi 10%, 20%, dan
30%. Emulsi 20% lebih disukai karena kandungan fosfolipid yang lebih rendah dan
peningkatan pembersihan trigliserida. Emulsi 10% dapat menyebabkan
hiperlipidemia karena rasio fosfolipid-totrigliserida yang tinggi dan jarang
digunakan. Fosfolipid dianggap menghambat lipoprotein lipase, enzim utama yang
bertanggung jawab untuk pembersihan lemak intravena. Emulsi 30% hanya dapat
digunakan dalam campuran nutrisi total dan tidak dapat diinfuskan sendiri ke
dalam vena perifer. Kebutuhan lipid untuk nutrisi parenteral tertera pada Tabel 4
dibawah ini. Emulsi lipid mengandung komponen purified soya bean, fosfolipid dan
anhydrous glycerol. Emulsi lipid 10% mengandung 1.1 kkal/ml. Sedangkan emulsi
lipid 20% mengandung 2.0 kkal/ml. Bila dimungkinkan sebaiknya pemberian
intravena emulsi ini dilakukan selama 24 jam secara kontinyu dan sumber kalori
10
yang berasal dari lipid tidak boleh melebihi 60% dari total kalori non protein.11
Komplikasi akibat pemberian emulsi ini antara lain reaksi hipersensitivitas
11
kebutuhan kalsium dan fosfor tinggi, jumlah yang ditambahkan ke larutan nutrisi
parenteral mungkin terbatas karena masalah kelarutan. Meningkatkan jumlah
protein dan menambahkan sistein (30 hingga 40 mg sistein per g asam amino),
dengan demikian menurunkan pH larutan, dapat memungkinkan penambahan
jumlah kalsium dan fosfor yang lebih tinggi ke larutan nutrisi parenteral tanpa
menyebabkan presipitasi.22
C. Vitamin
Vitamin merupakan komponen nutrisi yang esensial dan berperan sebagai ko-
ensim pada berbagai reaksi metabolik. Pada pemberian vitamin intravena
sebagian akan hilang karena diabsorbsi atau menempel pada botol dan selang
infus yang digunakan atau rusak karena terpajan cahaya, sehingga tidak mudah
untuk menentukan dosis vitamin pada NP. Rekomendasi ESPEN / ESPGHAN /
ESPR dari tahun 2005 tidak menyarankan perubahan apa pun. Kemudian ESPEN
2012 tentang multivitamin parenteral dan trace elements tidak merekomendasikan
perubahan dalam dosis multivitamin saat ini.23
12
Glukosa + + (3 hari I) +
Mg dan P + +
Ca + +
LFT + +
Albumin dan + +
prealbumin
Kolesterol dan TG + + (2 hari I)
Darah tepi + + +
PT + +
Glukosa Urin + 4-6/hari (3 hari I) +
Nitrogen urea urin +
pada pasien yang menerima nutrisi parenteral. Dan ini merupakan komplikasi yang
mengancam jiwa yang menimbulkan masalah khusus. Pada dasarnya ada 3 jenis
gangguan hepatobiliar terkait dengan terapi nutrisi parenteral: steatosis, kolestasis,
dan batu empedu. Mekanisme yang menjelaskan dengan tepat bagaimana nutrisi
13
parenteral memengaruhi perkembangan penyakit hati masih kurang. Secara
historis diperkirakan bahwa beberapa komponen formulasi nutrisi parenteral atau
komponen yang hilang menyebabkan penyakit hati. Spektrum luas dari perubahan
fungsi hati yang diinduksi PN memiliki beberapa istilah yaitu PNALD (Parenteral
nutrition associated liver disease), PNAC (Parenteral nutrition associated
cholestasis), PNALI (Parenteral nutrition associated liver injury) atau IFALD
(Intestinal failure associated liver disease).24
bervariasi dari 7,4% menjadi 84%. Asumsi sering dibuat bahwa enzim abnormal
atau konsentrasi bilirubin menunjukkan disfungsi hati. Salah satu aspek yang
tampaknya jelas adalah prevalensi PNAC lebih besar pada bayi daripada orang
dewasa. Prevalensi PNAC pada bayi telah dilaporkan setinggi 30% - 70% dan
tampaknya bervariasi sesuai dengan faktor risiko lain yang ada, seperti
prematuritas, berat lahir rendah, durasi nutrisi parenteral, dan episode sepsis. 6,25
Prevalensi PNALD pada pasien anak yang menerima nutrisi parenteral
jangka panjang juga telah dievaluasi dalam berbagai penelitian retrospektif
sebanyak 40-60%. Kolestasis yang didefinisikan sebagai bilirubin terkonjugasi 2
mg / dL, dijumpai pada 28 pasien (67%), dan 7 dari pasien ini (17%) berkembang
14
menjadi gagal hati. Disfungsi hati didefinisikan sebagai kadar bilirubin total serum 2
mg /dL atau konsentrasi transaminase serum 80 IU/L, dikembangkan pada 11
pasien (61%). Di antara pasien-pasien ini, 9 mengalami kolestasis, 1 memiliki
steatosis, dan 1 menunjukkan atresia bilier dan kolelitiasis. Studi lain yang
mengevaluasi 26 pasien anak yang menerima nutrisi parenteral selama 2,5 tahun
menemukan kejadian disfungsi hati yang lebih rendah. Episode hiperbilirubinemia
terlihat pada 5 pasien, sedangkan 4 pasien secara terus-menerus meningkatkan
kadar bilirubin. Biopsi hati dilakukan pada 8 pasien dan menunjukkan sirosis pada
2 pasien, hepatitis aktif kronis dengan kolestasis pada 1 pasien, fibrosis pada 2
pasien, kolestasis pada 1 pasien, dan hasil normal pada 2 pasien. 26
2.3.2 Patofisiologi
Banyak penelitian yang mengevaluasi PNALD telah mengidentifikasi patofisiologi
yang terkait dengan PNALD. Berbagai faktor yang berkaitan dengan komposisi
nutrisi parenteral telah dianggap pada pengembangan komplikasi hati. Faktor-
faktor lain yang telah dievaluasi termasuk riwayat pemberian makanan enteral,
sepsis, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan lama reseksi usus. Komponen
nutrisi parenteral (pitosterol turunan kedelai dan logam; kromium, mangan,
aluminium) dan jadwal pemberian (diberikan terus menerus dan membahayakan)
juga menjadi penyebab. Mekanisme PNALD masih belum jelas namun beberapa
mekanisme yang dapat diberikan seperti:27
15
enterohepatik telah dianggap sebagai kontributor dari PNALD.28
Nutrisi enteral membantu melindungi terhadap perkembangan PNALD dan
dan sintesis protein. Sehingga adaptasi yang mendasari nutrisi parenteral mungkin
terjadi jauh lebih awal, karena tingkat metabolisme yang tinggi dan pergantian sel
epitel usus yang cepat.29
Gambar 1. Jalur mekanisme asupan enteral yang buruk mempengaruhi fungsi hati.
16
enterohepatic dan fungsi intestinal. Kurangnya asupan enteral mengakibatkan
pengurangan pelepasan cholecystokinin, pengurangan kontraksi kandung
empedu, dan motilitas usus. Pengurangan motilitas usus membantu pertumbuhan
bakteri yang berlebihan, meningkatkan konsentrasi endotoksin dan intraluminal
litokolat. Pecahnya integritas mukosa usus memungkinkan translokasi endotoksin
dan litocholate ke dalam darah vena porta dan dikirim ke hati. Endotoksin
merangsang pelepasan sitokin kolestatik dan lithocholate secara langsung. Infeksi
bakteri dan jamur selalu berkaitan dengan kerusakan hati dan kolestasis selama
bertahun-tahun. Sepsis kemungkinan disebabkan peradangan sistemik pada hati
karena pelepasan sitokin proinflamasi yang diaktivasi oleh endotoksin. Pelepasan
sitokin dapat menyebabkan fungsi membran yang diubah dari kanalikuli empedu
dan mengurangi aliran empedu. Sepsis adalah komplikasi umum pada pasien
yang menerima nutrisi parenteral, terutama terkait dengan alat untuk akses ke
vena sentral. Dengan demikian, bahwa kurangnya pemberian makanan enteral,
yang diketahui mengganggu sirkulasi enterohepatik normal, dapat menjadi
kontributor untuk patologi terkait nutrisi parenteral.30
17
Selain itu, asam empedu memiliki kemampuan untuk mengatur metabolisme
dengan berinteraksi dengan reseptor spesifik, di mana reseptor farnesoid X (FXR)
dan reseptor berpasangan protein G (TGR5) memainkan peran paling penting.
Dalam hepatosit, FXR aktif menginduksi ekspresi mitra heterodimer kecil (SHP),
yang menghambat transkripsi gen untuk kolesterol 7 alfa hidroksilase (CYP7A1).
Dalam enterosit, FXR merangsang produksi faktor pertumbuhan fibroblast 19
(FGF19) dan transpornya melalui vena portal.
Faktor pertumbuhan fibroblast 19 (FGF19) mengikat reseptor FGFR4 pada
permukaan hepatosit, menekan CYP7A1. Kolesterol 7 alfa hidroksilase (CYP7A1)
adalah langkah pembatas laju sintesis asam empedu dalam hepatosit. Selain itu,
FXR secara tidak langsung mengambil bagian dalam mekanisme imunitas bawaan
yang mengatur ekspresi faktor sintase oksida nitrat yang tidak dapat diduksi
(iNOS) dan angiogenin (Ang1), memainkan peran dalam respon terhadap infeksi
dan menghambat pertumbuhan bakteri yang berlebihan di usus. Ini juga
mengontrol ekspresi cathelicidin, peptida antimikroba yang aktif di saluran
empedu, dan karbonat anhidrase 12 (CAR12), mengatur pH usus dan
keseimbangan ion. Sitokin pro-inflamasi, IL-1α, IL-1β, IL-6, dan TNF-α diturunkan
diatur oleh TGR5 yang diaktifkan. Pergeseran komposisi mikrobiota menghasilkan
perbedaan dalam transformasi asam empedu, respon FXR tumpul dan
pensinyalan FXR, yang diamati oleh Lapthorne dkk. menghasilkan kejadian
PNALD.29,31,32
18
reseksi usus kecil sangat tergantung pada nutrisi parenteral jangka panjang. 33
D. Kalori
Pemberian kalori yang berlebihan dianggap meningkatkan deposisi lemak hati
dengan merangsang pelepasan insulin yang meningkatkan lipogenesis dan
menghambat oksidasi asam lemak. Studi klinis menunjukkan bahwa
pengembangan steatosis selama pemberian nutrisi parenteral terutama
disebabkan oleh kalori yang berlebihan. Pemberian makan yang berlebihan baik
secara individu atau substrat kalori individu (dekstrosa, lemak, asam amino) dapat
berkontribusi terhadap komplikasi hati.31
E. Dekstrosa
Formulasi nutrisi parenteral berbasis dekstrosa yang mengandung sedikit atau
tanpa lemak telah terlibat dalam pengembangan steatosis. Tidak hanya kelebihan
karbohidrat yang disimpan dalam hati sebagai lemak, tetapi formulasi nutrisi
parenteral berbasis dekstrosa dapat mengakibatkan pengembangan essential fatty
acid deficiency (EFAD). EFAD dapat menyebabkan gangguan pembentukan
F. Asam amino
19
Penggunaan asam amino melalui parenteral termasuk protein hidrolisat yang
memiliki kadar aluminium. Lima pasien anak yang menjadi kolestasis dan
menerima nutrisi parenteral yang mengandung protein hidrolisat sebagai sumber
protein menunjukkan peningkatan kadar aluminium hati pada biopsi. Namun,
penggantian protein hidrolisat dengan asam amino kristal telah secara signifikan
mengurangi kontaminasi keseluruhan aluminium dalam formulasi nutrisi parenteral
dan tidak lagi dianggap sebagai faktor risiko yang signifikan untuk pengembangan
komplikasi hati.34
20
Gambar 3. Efek dari defisiensi nutrisi (taurine).
G. Karnitin
Karnitin memainkan peran penting dalam metabolisme lemak, dan defisiensi
karnitin primer telah dikaitkan dengan perkembangan steatosis. Karena karnitin
tidak secara rutin ditambahkan ke nutrisi parenteral, konsentrasi karnitin plasma
dapat menurun di bawah kisaran referensi dalam beberapa minggu setelah
memulai terapi nutrisi parenteral. Suplementasi karnitin telah terbukti membantu
memobilisasi simpanan lemak hati dan mencegah steatosis pada neonatus yang
21
karnitin ditambahkan selama 1 bulan dan konsentrasi karnitin serum normal. 37
H. Kolin
Kolin adalah nutrisi yang ditemukan dalam banyak makanan tetapi tidak dianggap
penting dan bukan komponen formulasi nutrisi parenteral. Sintesis endogen
dimungkinkan dari metionin yang terkandung dalam larutan asam amino kristalin.
Akan tetapi, konversi metionin menjadi kolin kurang efektif ketika metionin
diberikan secara parenteral daripada ketika memasuki hati melalui vena portal.
Kolin bebas adalah salah satu produk jalur sintesis kolin, dan konsentrasi kolin
bebas plasma rendah telah dilaporkan pada pasien yang menerima nutrisi
parenteral jangka panjang dan telah dikaitkan dengan peningkatan konsentrasi
serum amino transferase dan steatosis yang sembuh dengan suplementasi kolin.38
22
yang definitif untuk identifikasi PNALD, harus didasarkan pada presentasi klinis
dan pengecualian penyakit lain.31
Peningkatan konsentrasi bilirubin dan GGT serum terkonjugasi dianggap
sebagai indikator kolestasis yang paling sensitif. Namun, GGT adalah enzim
dengan aktivitas di ginjal dan pankreas, serta hati, dan karena itu kurang spesifik
untuk penyakit hati. Keterbatasan yang sama berlaku untuk alkaline phosphatase.
GGT adalah penanda sensitif untuk obstruksi bilier tetapi juga aktif dalam tulang
dan karenanya juga akan meningkat selama pembentukan tulang pada anak.
Konsentrasi asam empedu serum juga telah diusulkan sebagai penanda kolestasis
pada bayi. Penanda utama untuk kolestasis adalah bilirubin terkonjugasi karena
kadar yang tinggi mencerminkan penurunan aliran empedu. Bilirubin terkonjugasi
sebesar 2 mg / dL umumnya dianggap sebagai indikator signifikan kolestasis. 39
Peningkatan konsentrasi bilirubin terkonjugasi yang progresif dan
berkelanjutan telah digunakan untuk memprediksi tingkat keparahan dan mortalitas
pada pasien dengan PNALD. Peningkatan enzim hati telah terbukti memiliki nilai
prediksi terbatas karena pelepasan enzim dapat tumpul ketika ada sedikit
kerusakan parenkim hati. Pemantauan bilirubin dapat berfungsi sebagai indikator
yang berguna untuk memandu ketika rujukan ke pusat transplantasi usus mungkin
diperlukan. Telah disarankan bahwa bilirubin serum total 3 mg / dL selama 3 bulan
meskipun ada nutrisi enteral harus menunjukkan kebutuhan untuk transplantasi.
Indikator tahap akhir dari penurunan fungsi hati termasuk hipoalbuminemia,
koagulopati, dan terjadi hipoglikemia selama siklus nutrisi parenteral.31
23
Tabel 2.6. Rekomendasi pemeriksaan fungsi hati pada pasien yang mendapatkan
nutrisi parenteral.40
Parameter Keterangan
Aspartate aminotransferase (AST) Tidak sensitif dan penanda luka hepatoseluler
tidak spesifik
Alanine aminotransferase (ALT) Tidak sensitif dan penanda luka hepatoseluler
tidak spesifik
g-Glutamyl transpeptidase (GGT) Penanda sensitif kolestasis tetapi tidak spesifik
Alkaline fosfatase Penanda sensitif kolestasis tetapi tidak spesifik
Bilirubin konjugasi (langsung) Penanda primer kolestasis (jika > 2 mg/dl)
Bilirubin tidak terkonjugasi Peningkatan jarang karena penyakit hati,
(tidak langsung) primer karena penyakit hemolitik
Bilirubin total Hasil penjumlahan fraksi terkonjugasi dan tidak
terkonjugasi, keduanya meningkat pada
penyakit hati
Asam empedu Penanda kolestasis tetapi tidak rutin dilakukan.
24
2.1 Kerangka Teori Gizi kurang
Anak sakit kritis
Gizi normal
Gizi buruk
Pemberian nutrisi
Metabolisme karbohidrat
25
2.4 Kerangka Konsep
SGOT/AST
SGPT/ALT
Pemberian nutrisi parenteral
perubahan fungsi hati
ALP
Umur bilirubin
Lama pemberian nutrisi parenteral
Status gizi
Lama perawatan PICU
Penyakit yang mendasari
26
BAB 3
METODE PENELITIAN
N = Z α2PQ/𝑑 2
27
Zα = Nilai standar alfa (α = 0,05) → Z1-α/2 = 1,96
P = Prevalensi pasien yang mendapatkan nutrisi parenteral yang mengalami
gangguan fungsi hati sebesar 25% = 0,25
Q = 1 – P = 1- 0,25 = 0,75
d = Kesalahan prediksi prevaleni pasien yang masih dapat diterima,
ditetapkan sebesar 10%
Berdasarkan rumus tersebut di atas maka besar sampel pada penelitian ini:
n = Z α2PQ/𝑑 2
28
3.7. Cara Kerja
1. Subjek penelitian merupakan anak yang datang ke rawat intensif RSUP. H.
Adam Malik yang memenuhi kriteria inklusi
2. Pengambilan subjek penelitian adalah anak yang mendapatkan pemberian
nutrisi parenteral sesuai indikasi medis tanpa memiliki gangguan anatomi dan
fungsi hati sebelum pemberian nutrisi parenteral yang mendapat perawatan
intensif anak melalui data rekam medis. Dicatat karakteristik subjek dan nilai
SGPT/ALT dan SGOT/AST saat sebelum pemberian nutrisi parenteral dan
setelah pemberian nutrisi parenteral hari ke-10 dan seterusnya pada rekam
medis dalam rentang waktu Juli 2018 hingga Juli 2021.
3. Selanjutnya dilihat lama pemberian nutrisi parenteral, status gizi, lama
perawatan di ruangan intensif, diagnosis sepsis tiap rekam medis. Lalu menilai
hasil laboratorium untuk fungsi hati setelah diberi nutrisi parenteral.
4. Data terkumpul akan dimasukkan ke komputer dan dilakukan pengolahan
data.
29
1.9 Alur Penelitian
Rekam Medis
Pengambilan data
Analisa data
30
3.10. Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
Anak dengan pemberian nutrisi parenteral Nominal
Status Gizi Ordinal
Umur Nominal
31
konsentrasi tinggi yang dapat diukur melalui darah sebagai indikator jejas pada
hepar.
b. Cara ukur: data diambil pada rekam medis dari pemeriksaan sampel darah
sebanyak 2 kali pada saat sebelum pemberian nutrisi parenteral dan saat 10
hari setelah pemberian nutrisi parenteral. Nilai normal 5-35 U/L. Meningkat jika
nilai >35 U/L.
4. Status Gizi
a. Definisi : suatu keadaan tubuh sebagai manifestasi konsumsi makanan dan
pemakaian zat gizi.
b. Cara ukur: data diambil pada rekam medis lalu ditentukan dari data
antropometri yang kemudian dikelompokkan dan dinilai sesuai standar WHO
(Z score), yaitu
- Obesitas bila Z-score >3 SD
- Gizi lebih bila Z-score 2 sampai 3 SD
- Gizi baik bila Z-score -2 sampai 2 SD
- Gizi kurang bila Z-score -3 sampai -2 SD
- Gizi buruk bila Z-score <-3SD
Dalam menghitung kebutuhan kalori untuk pemberikan nutrisi parenteral
dengan menggunakan rumus Schoffield sesuai usia dan berat badan ideal.
5. Umur
a. Definisi : suatu angka yang mengungkapkan lamanya kehidupan seseorang.
b. Cara ukur: data diambil pada rekam medis dari tanggal kelahiran. Apabila
kelebihan hingga 14 hari maka dibulatkan ke bawah, sedangkan kelebihan 15
hari maka dibulatkan ke atas.
32
dan kelengkapan datanya. Data selanjutnya akan ditabulasi, diberi kode dan
dimasukkan ke dalam komputer. Analisa data meliputi analisa deskriptif dan uji
hipotesa. Pada analisa deskriptif, data yang berskala kategorial seperti jenis
kelamin dan sebagainya akan dinyatakan sebagai distribusi frekuensi dan
presentase. Data yang berskala kontinyu seperti usia, dan sebagainya akan
dinyatakan sebagai rerata dan simpang baku apabila distribusi normal, atau
median dan rentang baku apabila berdistribusi tidak normal. Uji normalitas
distribusi data akan menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov. Analisis Uji T
berpasangan (paired T-test) digunakan untuk mengevaluasi data jika dalam
distribusi normal. Apabila data tidak berdistribusi normal, digunakan uji Wilcoxon
signed rank (uji non parametrik). Tingkat kemaknaan dan interval kepercayaan
yang digunakan masing-masing dengan pemberian nutrisi parenteral terhadap
gangguan fungsi hati adalah P < 0.05 dan 95% (Ik 95%).
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Selama penelitian dari Juli 2018 hingga Juli 2021 didapatkan 100 responden
penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Responden penelitian
didominasi oleh laki-laki dengan rasio perbandingan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan adalah 2:1. Rerata usia responden penelitan adalah 33 bulan dengan
usia termuda yaitu 1 bulan dan tertua 192 bulan atau 16 tahun. Responden
penelitian dengan usia ≤12 bulan mendominasi responden penelitian. Mayoritas
responden penelitian memiliki status gizi kurang dan buruk yaitu Weight/Height Z-
Score (WHZ) <-2 SD dengan persentase 92%. Evaluasi Liver Function Test (LFT)
dilakukan melalui penilaian kadar ALT dan AST dengan evaluasi tercepat pada
hari ke-4. Waktu perawatan responden penelitian di PICU berkisar selama 8 - 19
hari. Mayoritas responden mendapatkan nutrisi parenteral lebih dari 10 hari
dengan persentase 32%.
Tabel 1. Karateristik Subjek Penelitian
Variabel N (%) Median (min-max)*
Usia (bulan) 6 (1 – 192)
- ≤ 12 bulan 80 (80%)
- > 12 bulan 20 (20%)
Jenis Kelamin
- Laki-laki 68 (68%)
- Perempuan 32 (32%)
Rerata hari evaluasi LFT 9 (4 – 15)
- < 7 hari 10 (10%)
- ≥ 7 hari 90 (90%)
Status Gizi
34
- Gizi Baik 8 (8%)
- Gizi Kurang 44 (44%)
- Gizi Buruk 48 (48%)
Lama perawatan PICU 12 (8 – 19)
- < 10 hari 15 (15%)
- ≥ 10 hari 85 (85%)
Lama Pemberian Nutrisi Parenteral
- < 10 hari 32 (32%)
- ≥ 10 hari 68 (68%)
*uji normalitas Kolmogorov-smirnov dengan hasil distribusi data tidak normal
n = jumlah, min = minimum, max = maximum
35
ditemukan pada penelitian ini.
A. Perbedaan Nilai ALT dan AST sebelum dan sesudah pemberian nutrisi
parenteral
Untuk mendapatkan hasil uji analisis data ALT dan AST sebelum dan
sesudah pemberian nutrisi parenteral dilakukan uji normalitas terlebih dahulu
dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan didapatkan hasil p > 0.05 pada
data ALT sebelum dan sesudah, lalu disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi
normal. Sedangkan, untuk uji Kolmogorov-Smirnov pada data AST sebelum dan
sesudah pemberian nutrisi parenteral didapatkan nilai p < 0.05, sehingga
disimpulkan data tersebut tidak berdistribusi normal.
Tabel 2. Hasil analisis data nilai ALT sebelum dan sesudah pemberian nutrisi
parenteral
Nilai ALT Mean ± SD p-Value
Sebelum 19.28 ± 6.99 0.000*
Sesudah 42.45 ± 15.41
*
Std = Standard deviation, p-Value <0.05
Pada nilai ALT sebelum dan sesudah pemberian nutrisi parenteral dilakukan
uji analitik menggunakan uji Paired t Sample Test yang didapatkan nilai t hitung = -
27.55, dimana nilai t hitung lebih kecil dari t tabel yaitu 1.98 dan nilai p < 0.05.
Berdasarkan nilai t dan nilai p tersebut dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan
signifikan pada kadar ALT sebelum dan sesudah pemberian nutrisi parenteral.
Pemberian nutrisi parenteral mampu meningkatkan kadar ALT dengan
peningkatan nilai rerata ALT sebelum pemberian nutrisi parenteral yaitu 19.28 dan
sesudah pemberian yaitu 42.45.
Tabel 3. Hasil evaluasi Nilai AST sebelum dan sesudah pemberian nutrisi
parenteral
Nilai AST Median (min – max) p-Value
36
Sebelum 21 (10 – 58) 0.000*
Sesudah 42 (20 – 116)
*
p-Value <0.05
Untuk menilai kadar AST sebelum dan sesudah pemberian nutrisi parenteral
pada penelitian ini digunakan uji Wilcoxon Sign Ranked oleh karena data yang
tidak berdistribusi normal dengan p < 0.05. Hasil analitik statistik dari uji tersebut
didapatkan nilai p = 0.000, dimana angka tersebut menunjukkan adanya
perbedaan signifikan pada kadar AST pada responden penelitian sebelum dan
sesudah pemberian nutrisi parenteral selama perawatan. Selain itu, hal ini
didukung dengan nilai median, minimum dan maksimum AST yang meningkat
setelah pemberian nutrisi parenteral sebanyak 2 kali nilai sebelumnya.
Tabel 4. Hubungan usia dan status gizi terhadap nilai AST sesudah pemberian
nutrisi parenteral
AST sesudah nutrisi parenteral
Variabel p-value
Normal Meningkat
Usiaa < 12 bulan 31 49 0.468
> 12 bulan 6 14
Jenis kelamina Laki-laki 25 43 0.943
Perempuan 12 20
Status gizib Gizi Baik 4 4 0.032*
Gizi Kurang 10 34
Gizi Buruk 23 25
Rerata hari evaluasi < 7 hari 4 6 0.545
LFTb ≥ 7 hari 33 57
37
Lama perawatan PICUa < 10 hari 5 10 0.750
≥ 10 hari 32 53
Lama pemberian < 10 hari 10 22 0.414
nutrisi parenterala ≥ 10 hari 27 41
a b
Chi-square test, Fisher-exact test
Data pada tabel diatas menunjukkan responden dengan usia < 12 bulan
mayoritas memiliki nilai AST yang meningkat, begitu pula dengan responden usia
> 12 bulan. Nilai p dari uji analisis variabel tersebut didapatkan > 0.05 yang berarti
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan nilai AST sesudah
pemberian nutrisi parenteral. Walaupun demikian responden dengan usia < 12
bulan memiliki probabilitas sebesar 1.475 kali dengan kadar AST normal sesudah
pemberian nutrisi parenteral. (PR = 1.476; 95% CI (0.513 – 4.247)).
Analisis pada variabel jenis kelamin didapatkan nilai p 0.830 dan disimpulkan
bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara variabel jenis kelamin dengan
kejadian peningkatan nilai AST sesudah pemberian nutrisi parenteral dengan nilai
probabilitas PR 0.969; 95%CI (0.406 – 2.311).
Peningkatan AST sesudah pemberian nutrisi parenteral paling banyak
ditemukan pada responden dengan gizi kurang atau WHZ diantara -2 dan -3. Uji
analisis statitik dilakukan untuk menilai hubungan status gizi dan kadar AST dan
didapatkan nilai p yang signifikan yaitu 0.032. Berdasarkan nilai p tersebut dapat
dinyatakan bahwa status gizi memiliki hubungan signifikan terhadap peningkatan
nilai AST sesudah pemberian nutrisi parenteral.
Adapun variabel lain yang juga menunjukkan hasil tidak signifikan terhadap
peningkatan kadar AST setelah pemberian nutrisi parenteral antara lain variabel
rerata hari evaluasi LFT (p =0.544, PR 1.152; 95%CI [(0.3103– 4.379]), lama
perawatan PICU (p =0.750, PR 0.828; 95%CI [0.260 – 2.641]), dan lama
pemberian nutrisi parenteral (p = 0.414, PR 0.690; 95%CI [0.283 – 1.683]).
38
Tabel 5. Hubungan usia dan status gizi terhadap peningkatan kadar ALT pada
pasien yang mendapatkan nutrisi parenteral
ALT sesudah nutrisi parenteral
Variabel p-Value
Normal Meningkat
Usiaa ≤ 12 bulan 19 61 0.068
> 12 bulan 1 19
Jenis Kelamin Laki-laki 14 54 0.830
Perempuan 6 26
Status Gizib Gizi Baik 0 8 0.060
Gizi Kurang 6 38
Gizi Buruk 14 34
Rerata hari evaluasi < 7 hari 1 9 0.473
LFTa ≥ 7 hari 19 71
Lama perawatan PICU b
< 10 hari 3 12 0.653
≥ 10 hari 17 68
Lama pemberian < 10 hari 4 28 0.198
nutrisi parenterala ≥ 10 hari 16 52
a b
*p-value < 0.05, Chi-square test, Fisher-exact test
Berdasarkan tabel 5 diatas, mayoritas responden penelitian baik usia < 12
bulan maupun usia > 12 bulan memiliki nilai ALT yang meningkat. Hasil uji analisis
dari usia terhadap kadar ALT sesudah pemberian nutrisi parenteral didapatkan
nilai p > 0.05, sehingga disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara kedua variabel tersebut (PR 5.918; 95%CI [0.742 – 47.17]). Nilai
p tidak signifikan juga ditemukan pada variabel jenis kelamin dengan nilai p =
0.830, PR 1.123, 95%CI (0.387 – 3.258).
Seluruh responden penelitian dengan status gizi baik mengalami peningkatan
kadar ALT setelah dilakukan pemberian nutrisi parenteral. Walaupun demikian
berdasarkan uji statistik antara kedua variabel tersebut didapatkan nilai p > 0.05,
atau bermakna bahwa variabel status gizi tidak signifikan secara statistik dengan
39
variabel kadar ALT setelah pemberian nutrisi parenteral.
Hasil analisis data variabel rerata hari evaluasi LFT, lama perawatan PICU,
dan lama pemberian nutrisi parenteral terhadap kadar ALT setelah nutrisi
parenteral juga menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan nilai p > 0.05 dan
nilai PR dan 95% CI secara berturut-turut sebagai berikut: PR 0.415, 95%CI (0.49
– 3.484), PR 1.000, 95%CI (0.254 – 3.944), dan PR 0.464, 95%CI (0.142 – 1.523).
Berdasarkan hasil analisis data tersebut disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan bermakna antara rerata hari evaluasi LFT, lama perawatan PICU, dan
lama pemberian nutrisi parenteral dengan peningkatan kadar ALT sesudah
pemberian nutrisi parenteral.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Prieto MB, Cid JLH. Malnutrition in the Critically Ill Child: The Importance of Enteral
Nutrition. Int. J. Environ. Res. Public Health. Spain. 2011.8.4353-4366.
2. Li J, Li B, Qian J, et al. Nutritional survey in critically ill children: A single center
study in China. Transl Pediatr. 2020;9(3):221-230.
3. Briassoulis G, Zavras N, Hatzis T. Malnutrition, nutritional indices, and early enteral
feeding in critically ill children. Nutrition. 2001;17(7-8):548-557.
4. Dewi Y, Supriatna M. Perbedaan Lama Rawat dan Luaran Pemberian Nutrisi
Enteral Dini dan Lambat Pada Anak Sakit Kritis di Rumah Sakit dr.Kariadi
Semarang. Semarang. Sari Pediatri.2021;22(6):378-85.
5. Stawny M, Olijarczyk R, Jaroszkiewicz E, Jelinska A. Pharmaceutical Point of View
on Parenteral Nutrition. The Scientific World Journal. Leicester. 2013. 1-9
6. Gabe SM, Culkin A. Abnormal liver function tests in the parenteral nutrition fed
patient. Frontline Gastroenterol. 2010;1(2):98-104.
7. Chowdary KVR, Reddy PN. Parenteral Nutrition: Revisited. Indian Journal of
Anaesthesia.Issue 2.India.2010;54:95-103
8 Zamberlan P, Delgado AF, Leone C, Feferbaum R, Okay TS. Nutrition Therapy in a
Pediatric Intensive Care Unit: Indications, Monitoring, and Complications. US. JPEN
J Parenter Enteral Nutr. 2011;35:523-529.
9. Pittiruti M, Hamilton H, Biffi R, MacFie J, Pertkiewicz M. ESPEN Guidelines on
Parenteral Nutrition: Central Venous Catheters (access, care, diagnosis and therapy
of complications). Clin Nutr. 2009;28(4):365-377.
10. Wang L, Liu ZS, Wang CA. Malposition of central venous catheter: Presentation and
management. Chin Med J (Engl). 2016;129(2):227-234.
11. Hendarto A, Nasar SS. Aspek Praktis Nutrisi Parenteral Pada Anak. Sari Pediatri,
Vol. 3, No. 4, Maret 2002: 227 - 234.
12. Cederholm T, Barazzoni R, Austin P, et al. ESPEN guidelines on definitions and
terminology of clinical nutrition. Clin Nutr. 2017;36(1):49-64.
41
13. Ndahimana D, Kim E-K. Energy Requirements in Critically Ill Patients. Clin Nutr
Res. 2018;7(2):81.
14. Mehta NM, Bechard LJ, Dolan M, Ariagno K, Jiang H, Duggan C. Energy imbalance
and the risk of overfeeding in critically ill children. Pediatr Crit Care Med.
2011;12(4):398-405
15. Mtaweh H, Tuira L, Floh AA, Parshuram CS. Indirect calorimetry: History,
technology, and application. Front Pediatr. 2018;6(September):1-8.
16. Psota T, Chen KY. Measuring energy expenditure in clinical populations: Rewards
and challenges. Eur J Clin Nutr. 2013;67(5):436-442. doi:10.1038/ejcn.2013.38
17. Siobal MS, Baltz JE, Richardson J. A Guide to the Nutritional Assessment and
Treatment of the Critically Ill Patient. American Association for Respiratory Care.
2nd ed. US. 2021.1-51
18 Tontisirin K, Haen H. Human Energy RFequirements. Food And Nutrition Technical
Report Series FAO. Italy. 2001.1-103
19. Hoffer LJ. Parenteral Nutrition: Amino Acids. Nutrients. 2017 Mar 10;9(3):257.
20 Huber KC, BeMiller JN. Carbohydrates. Fennema’s Food Chem. 2017;
(November):91-169.
21. Rochling FA. Intravenous lipid emulsions in the prevention and treatment of liver
disease in intestinal failure. Nutrients. 2021;13(3):1-16.
22. Mihatsch W, Fewtrell M, Goulet O, et al. ESPGHAN/ESPEN/ESPR/CSPEN
guidelines on pediatric parenteral nutrition: Calcium, phosphorus and magnesium.
Clin Nutr. 2018;37(6):2360-2365.
23. Bronsky J, Campoy C, Braegger C. ESPGHAN/ESPEN/ESPR/CSPEN guidelines
on pediatric parenteral nutrition: Vitamins, Clinical Nutrition. European Society for
Clinical Nutrition and Metabolism. Elsevier.2018.1-13
24. Chang MI, Puder M, Gura KM. The Use Of Fish Oil Lipid Emulsion In The
Treatment Of Intestinal Failure Associated Liver Disease (IFALD). Nutrients.
2012;4(12):1828-1850.
25. Chand N, Sanyal AJ. Sepsis-induced cholestasis. Hepatology. 2007;45(1):230-241
26 Xu ZW, Li YS. Pathogenesis and treatment of parenteral nutrition-associated liver
42
disease. Hepatobiliary Pancreat Dis Int. 2012 Dec 15;11(6):586-93.
27. Żalikowska-Gardocka M, Przybyłkowski A. Review of parenteral nutrition-associated
liver disease. Clin Exp Hepatol. 2020;6(2):65-73.
28 Kumar JA, Teckman JH. Controversies in the Mechanism of Total Parenteral
Nutrition Induced Pathology. Children (Basel). 2015 Jul 31;2(3):358-70.
29. Kumar Jain A, Teckman JH. Newly Identified Mechanisms of Total Parenteral
Nutrition Related Liver Injury. Adv Hepatol. 2014;2014:1-7.
30. Btaiche IF, Khalidi N. Parenteral nutrition-associated liver complications in children.
Pharmacotherapy. 2002;22(2):188-211.
31. Kumpf VJ. Parenteral nutrition-associated liver disease in adult and pediatric
patients. Nutr Clin Pract. 2006;21(3):279-290
32. Cahova M, Bratova M, Wohl P. Parenteral Nutrition-Associated Liver Disease: The
Role of the Gut Microbiota. Nutrients. 2017;9(9):987.
33. Duran B. The effects of long-term total parenteral nutrition on gut mucosal immunity
in children with short bowel syndrome: A systematic review. BMC Nurs. 2005;4.1-
22.
34. Advenier E, Landry C, Colomb V, et al. Aluminum contamination of parenteral
nutrition and aluminum loading in children on long-term parenteral nutrition. J
Pediatr Gastroenterol Nutr. 2003;36(4):448-453.
35. Buchman AL, Iyer K, Fryer J. Parenteral nutrition-associated liver disease and the
role for isolated intestine and intestine/liver transplantation. Hepatology.
2006;43(1):9-19.
36. Ridlon JM, Kang DJ, Hylemon PB, Bajaj JS. Bile acids and the gut microbiome.
Curr Opin Gastroenterol. 2014;30(3):332-338.
37. Mogensen KM, Pfister CD. Carnitine Supplementation : An Update. Support Line.
2013;35(5):3-10.
38. Demetriou AA. Lecithin increases plasma free choline and decreases hepatic
steatosis in long-term total parenteral nutrition patients. JPEN J Parenter Enteral
Nutr. 1992;16(5):487-488
39. López-Velázquez JA, Chávez-Tapia NC, Ponciano-Rodríguez G, et al. Bilirubin
43
alone as a biomarker for short-term mortality in acute-on-chronic liver failure: An
important prognostic indicator. Ann Hepatol. 2014;13(1):98-104.
40. Grawal S, Dhiman RK, Limdi JK. Evaluation of abnormal liver function tests.
Postgrad Med J. 2016;92(1086):223-234.
44
LAMPIRAN
1. Personil Penelitian
1. Ketua Penelitian
Nama :dr. Lowelly Bonar Alexander Napitupulu
Jabatan :Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RS H.Adam Malik
2. Anggota Penelitian :
Dr. dr. Rina A. C. Saragih, M.Ked(Ped),Sp.A(K)
dr. Lily Irsa, Sp.A (K)
2. Biaya Penelitian
Bahan / perlengkapan : Rp. 500.000
Penyusunan / penggandaan : Rp. 500.000
Jumlah : Rp.3.000.000
3. Jadwal Penelitian
Kegiatan / Oktober 2021 November 2021 Desember 2021
Waktu
Persiapan
Pelaksanaan
Penyusunan
Laporan
Pengiriman
Laporan
45
46