BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan
oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan
antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang
telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya.
Periode tahun 2020-2024 merupakan tahapan terakhir dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, dan merupakan
periode pembangunan jangka menengah yang sangat penting dan strategis.
RPJMN 2020-2024 akan memengaruhi pencapaian target pembangunan dalam
RPJPN, dimana pendapatan perkapita Indonesia akan mencapai tingkat
kesejahteraan setara dengan negara-negara berpenghasilan menengah atas (Upper-
Middle Income Country) yang memiliki kondisi infrastruktur, kualitas sumber
daya manusia, pelayanan publik, serta kesejahteraan rakyat yang lebih baik.
Sesuai dengan RPJPN 2005-2025, sasaran pembangunan jangka menengah 2020-
2024 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan
makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan
terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan
kompetitif di berbagai bidang yang didukung oleh sumber daya manusia yang
berkualitas dan berdaya saing.
Isu-isu strategis yang dilaksanakan dalam bidang Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2020,
antara lain pengendalian penyakit menular, khususnya tuberculosis, HIV/AIDS,
dan malaria, serta pengendalian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I) khususnya difteria, pertussis; pengendalian penyakit yang menyebabkan
Visi Provinsi Sumatera Utara adalah : ” Sumatera Utara Yang Maju, Aman
dan Bermartabat”
Berdasarkan Visi dan Misi tersebut, maka telah ditetapkan pula prioritas
Pembangunan yang ditujukan pada :
1. Peningkatan kesempatan kerja dan berusahan melalui penyediaan
lapangan pekerjaan.
2. Peningkatan dan pemenuhan akses Pendidikan
3. Pembangunan infrastruktur yang baik dan berwawasan lingkungan.
4. Penyediaan layanan Kesehatan yang berkualitas.
5. Peningkatan daya saing melalui sector agraris dan pariwisata.
C. TUJUAN KHUSUS
Mampu bekerja sebagai dokter di Puskesmas, mampu melakukan
penyuluhan, mampu bekerja sebagai tim kerja, dan mampu mengetahui struktur
organisasi.
D. MANFAAT
Sebagai proses pembelajaran untuk menambah pengalaman dalam
melakukan sebuah penelitian dan diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan bagi peserta Kepaniteraan Klinik Senior tentang Program Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
BAB II
SITUASI DAN KEADAAN DINAS KESEHATAN
PROVINSI SUMATERA UTARA
I. Demografi
1.1 Lokasi dan Keadaan Geografis
Secara geografis, Provinsi Sumatera Utara terletak di bagian Barat
wilayah Indonesia, berbatasan dengan Samudera Hindia di sebelah Barat, Provinsi
Aceh di sebelah Utara, Provinsi Riau dan dan Provinsi Sumatera Barat di sebelah
Selatan,serta Malaysia disebelah Timur. Secara astronomis, Provinsi Sumatera
Utara terletak pada garis 10° – 40° Lintang Utara, dan 980° – 1000° Bujur Timur.
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara sebesar 72.981,23 km2, terdiri dari daratan
Pulau Sumatera dan Kepulauan Nias, Pulau-Pulau Batu, serta pulau-pulau kecil
yang berada dibagian Barat maupun bagian Timur pantai Pulau Sumatera.
Kabupaten Langkat diketahui memiliki luas wilayah terbesar yaitu 6.262,00 km2
atau sekitar 8,58% dari total luas wilayah Sumatera Utara, dan Kota Tebing Tinggi
diketahui memiliki luas wilayah paling kecil yaitu sebesar 31,00 km2 atau sekitar
0,04% dari total luas wilayah Sumatera Utara. Berdasarkan kondisi letak dan
kondisi alam, wilayah Provinsi Sumatera Utara dikelompokkan dalam 3 (tiga)
kelompok wilayah/kawasan yaitu Pantai Barat, Dataran Tinggi dan Pantai Timur.
Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 33 Pemerintahan Kabupaten/Kota, yang terbagi
menjadi 8 kota dan 25 Kabupaten, dengan jumlah kecamatan sebanyak 450 dan
jumlah desa/kelurahan sebanyak 6.132.
Tabel 1.1
Luas Daerah menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
LUAS / AREA RASIO
NO NAMA KAB/KOTA
(KM2) (%)
1 Nias 1.842,51 2,50
2 Mandailing Natal 6.134,00 8,40
Gambar 1.3
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2018
(dalam persen)
Gambar 1.8
Persentase Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019
Gambar 1.9
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2019
Gambar 1.11
Persentase Angka Partisipasi Sekolah di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017 – 2019
Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018
1 Medan 41
2 Deli Serdang 34
3 Langkat 30
4 Asahan 26
5 Mandailing Natal 26
6 Serdang Bedagai 20
7 Pematang Siantar 19
8 Karo 19
9 Labuhanbatu Selatan 17
10 Tapanuli Selatan 16
11 Labuhanbatu 15
12 Padangsidempuan 10
13 Sibolga 5
Total 278
Gambar 2.5
Jumlah Puskesmas Yang Memberikan Pelayanan Kesehatan Kerja
Di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019
Tenaga medis berdasarkan fungsi yaitu tenaga medis yang memberikan pelayanan
di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai fungsinya. Proporsi tenaga dis terbanyak
yaitu dokter umum sebanyak 52,13%. Berikut ini akan disajikan gambar jumlah
tenaga medis di Provinsi Sumatera Utara
3.2 Tenaga Kesehatan di Puskesmas
BAB III
PENGORGANISASIAN DAN PROGRAM DINAS KESEHATAN
PROVINSI SUMATERA UTARA
3.1.2 Sekretaris
1) Sekretariat Dinas Kesehatan mempunyai tugas membantu Kepala Dinas dalam
penyelenggaraan urusan koordinasi, pelaksanaan dan pemberian dukungan
administrasi, keuangan dan program.
2) Sekretaris Menyelenggarakan Fungsi :
1. Penyelenggaraan perumusan kebijakan operasional tugas administrasi di
lingkungan Dinas Kesehatan Daerah Provinsi.
2. Penyelenggaraan koordinasi pelaksanaan tugas dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan
Daerah.
3. Penyelenggaraan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
administrasi di lingkungan Dinas Kesehatan Daerah
4. Penyelenggaraan pengelolaan menjadi tanggungjawab Dinas Kesehatan
provinsi.
5. Penyelenggaraan inventarisasi, pembinaan, pengendalian. pengawasan,
evaluasi, koordinasi, advokasi, dan penegakan sanksi, terhadap penyusunan,
penyempurnaan dan penerapan/pelaksanaan Pedoman, petunjuk
pelaksanaan, petunjuk teknis, tata laksana, standar, standard operating
Procedure (SOP), kebijakan, regulasi, perda/ranperda, norma, kriteria
ataupun ketentuan lainnya dalam penanganan urusan kesekretariatan
6. Penyelenggaraan penyusunan, penyempurnaan dan pengendalian
penerapan/pelaksanaan dokumen teknis rincian tugas pokok dan fungsi
jabatan struktural dan staf, serta truktural standar teknis tata hubungan kerja
organisasi dan indikator kinerja kesekretariatan.
staf, standar teknis tata hubungan kerja organisasi dan indikator kinerja
seksinya.
4. Melaksanakan analisis, pemetaan, penelitian, kajian-kajian dan studi
ilmiah manajemen pembangunan dan kebijakan kesehatan terkait dalam
penanganan urusan seksinya.
5. Melaksanakan pengintegrasian sistem teknologi informasi dalam
penanganan urusan seksinya.
6. Melaksanakan pembinaan, koordinasi, pengawasan, evaluasi, dan
fasilitasi peningkatan kapasitas, kompetensi dan kemandirian
Kabupaten/Kota dalam penanganan urusan seksinya.
7. Melaksanakan tugas lain yang diberikan Kepala Bidang sesuai dengan
Bidang tugas dan fungsinya.
8. Pemberian masukan yang perlu kepada Kepala Bidang sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
9. Pelaporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas kepada Kepala
Bidang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
fungsi jabatan struktural dan staf, standar teknis tata hubungan kerja
organisasi dan indikator kinerja UPT-nya
4. Penyelenggaraan pelayanan publik yang bersifat langsung maupun
tidak langsung sesuai standar mutu pelayanan yang ditetapkan
5. Penyelenggaraan analisis, pemetaan, penelitian, kajian-kajian dan
studi ilmiah manajemen pembangunan dan kebijakan kesehatan
terkait urusan dan pengintegrasian sistem teknologi informasi dalam
penanganan urusan UPT-nya berbasis sistem informasi pelayanan
dan kesehatan
6. Penyelenggaraan pembinaan, koordinasi, pengawasan, evaluasi dan
fasilitasi Kabupaten/Kota dalam penanganan urus UPT-nya
7. Penyelenggaraan Penyusunan jangka menengah, perencanaan dan
rencana tahunan, dan koordinasi penyusunan program, anggaran,
penyediaan data, informasi dan mensinkronisasikan perencanaan
UPT-nya dengan perencanaan Kabupaten/kota yang terkait dengan
urusan UPT-nya terhadap perencanaan Dinas Kesehatan Provinsi
8. Penyelenggaraan pembinaan pegawai pada lingkup UPT-nya dan
penyelenggaran arahan dan bimbingan kepada pejabat di
seksi/subbag-nya
9. Penyelenggaraan koordinasi, konsultasi dan sinkronisasi dengan
Bidang terkait pada Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera dalam
penanganan urusan UPT-nya
10. Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan Kepala Dinas sesuai
dengan bidang tugas dan fungsinya serta pemberian masukan yang
perlu kepada Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya
11. Penyelenggaraan pelaporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
tugas dan fungsinya kepada Kepala Dinas sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan
BAB IV
MATERI BIMBINGAN
Berfoto bersama dengan Bapak Elisa Sembiring, SKM, M.Kes setelah bimbingan
dengan topik “PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN”
5. Meningkatkan mutu upaya layanan kesehatan jiwa sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
6. Memberikan kesempatan bagi ODMK (Orang Dengan Masalah Kejiwaan) danODGJ
(Orang Dengan Gangguan Jiwa) melaksanakan kewajibanya sebagai warga negara
RI.
Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh tim dari Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara, di daerah Binjai – Langkat ada didapati 51 % remaja pernah
melakukan hubungan seks di luar nikah.
Jenis-Jenis NAPZA
1. Putau
Gejala sakau (kecanduan) putau :
a. Gejala emosional
Kecemasan
Gelisah
Mudah marah
Insomnia
Sakit kepala
Sulit konsentrasi
Depresi
Pengasingan diri
b. Gejala fisik
Berkeringat
Jantung berdebar
Detak jantung keras
Otot menegang
Dada terasa sesak
Sulit bernapas
Tremor
Mual, muntah, dan diare
2. Sabu-Sabu
Gejala kecanduan sabu-sabu akan timbul setelah memakai sabu-sabu selama lebih 5
tahun.
3. Tembakau Gorilla
Komposisi tembakau gorilla :
Tembakau
Ekstrak cengkeh
Ekstrak dagga liar / ekor singa
Leonotis leonorus :
Memiliki kandungan sedative (penenang tinggi)
Digunakan sebagai substitusi ganja dibeberapa negara
Sering disebut gors / gori di kalangan pelanggan
AB-Chminaca :
Zat yang ditemukan sama dengan zat didalam ganja sintesis.
Efek pengonsumsian :
Badan terasa mengambang (ngefly)
Berhalusinasi
Perasaan tenang
Pergerakan badan terbatas
Pelayanan kesehatan jiwa dimulai dari :
1. Pelayanan PUS dan WUS → konseling pra nikah
2. Pemeriksaan kehamilan :
Deteksi dini kesehatan jiwa ibu hamil
Stimulasi janin dalam kandungan
3. Persalinan nifas dan neonatal dengan deteksi dini kesehatan jiwa ibu melahirkan,
ibu masa nifas, ibu menyusui.
4. Pelayanan bagi bayi :
Pola asuh dan tumbuh kembang anak
Deteksi dini pada gangguan perkembangan anak
5. Pelayanan bagi balita :
Pemantauan perkembangan
Deteksi dini kesehatan jiwa anak
6. Pelayanan bagi anak SD : dengan deteksi dini kesehatan jiwa anak sekolah.
7. Pelayanan bagi anak SMP/SMA dan remaja :
Kesehatan jiwa remaja
Konseling : adiksi HIV/AIDS
Life skill (keterampilan didik) remaja
Mindfulness
8. Lansia dengan deteksi dini kesehatan jiwa lansia (demensia / depresi, dan lain-
lain).
Upaya promotif dan preventif melalui KIE dan skrining/deteksi dini dengan
dilanjutkan intervensi singkat sesuai dengan faktor risiko
Upaya kuratif melakukan rawat jalan simtomatik atau rawat jalan rumatan
Upaya kuratif dan rehabilitatif dalam bentuk rawat jalan hingga rawat inap.
Selain itu kegiatan promotif dan preventif seperti sosialisasi, melakukan KIE,
deteksi dini dan intervensi singkat.
Tiga strategi dalam menurunkan treatment gap bagi gangguan jiwa berdasarkan
survey yang dilakukan pada WPA di 60 negara (2010) :
1. Meningkatkan jumlah psikiater dan professional kesehatan jiwa lainnya.
2. Meningkatkan keterlibatan penyedia layanan kesehatan jiwa non – spesialis yang
Berfoto bersama dengan Bapak Sahat Simanjuntak, S.Kp setelah bimbingan dengan
topik “KEBIJAKAN DAN SITUASI TERKINI MASALAH
KESEHATAN JIWA DAN NAPZA”
RENSTRA 2015-2019
Memiliki 3 pilar yaitu:
Pilar 1. Paradigma Sehat
Program - Pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan
- Promotif - Preventif sebagai pilar utama upaya kesehatan
- Pemberdayaan masyarakat
Pilar 2. Penguatan Yankes
Program - Peningkatan Akses terutama pada FKTP
VISI DAN MISI RPJMD PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2018 - 2023
VISI
Sumatera Utara yang maju, aman dan bermartabat
MISI
A. Mewujudkan masyarakat SUMUT yang bermartabat dalam kehidupan karena
memiliki iman dan taqwa, tersedianya sandang pangan yang cukup, rumah yang
layak, pendidikan yang baik , kesehatan yang prima, mata pencaharian yang
menyenangkan, serta harga-harga yang terjangkau
IMPLIKASI PERENCANAAN
1. Meningkatnya pengetahuan masyarakat dalam bidang kesehatan.
2. Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam pemeliharaan dan peningkatan
derajat kesehatan sendiri.
3. Meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat.
4. Terwujudnya pelembagaan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat.
CATATAN TAMBAHAN :
Adanya UU dan peraturan yang perlu mendapat perhatian :
1. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
2. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat
dalam Penyelenggaraan pemerintahan daerah
3. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs)
4. Permendagri No. 86 tahun 2017 tentang tata cara pengendalian pembangunan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 43 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
PERMENDAGRI 33/2017
Dalam rangka mewujudkan Universal Health Coverage, Pemerintah Daerah
melakukan Integrasi Jaminan Kesehatan Daerah dengan Jaminan Kesehatan Nasional.
Penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu yang
tidak menjadi cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan melalui BPJS yang
bersumber dari APBN, dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD
yang menangani urusan kesehatan pemberi pelayanan kesehatan.
PERMENDAGRI 134/2017
Dalam rangka mewujudkan Universal Health Coverage, pemerintah daerah
melakukan integrasi jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk terutama bagi fakir
miskin dan orang tidak mampu yang tidak menjadi cakupan penyelenggaraan jaminan
kesehatan melalui BPJS kesehatan yang bersumber dari APBN, yang dianggarkan dalam
bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang menangani urusan kesehatan.
PERMENDAGRI 38/2018
Dalam rangka mewujudkan Universal Health Coverage, pemerintah daerah
melakukan integrasi jaminan kesehatan Daerah dengan Jaminan Kesehatan Nasional,
Penyelenggaran jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama bagi fakir miskin
dan orang tidak mampu sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2004, UU No 24 Tahun
2011, PP No 101 Tahun 2012 tentang PBI, sebagaimana telah diubah dengan PP tahun
2015 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Perpres No 28 Tahun
2016 tentang perubahan Ketiga atas Perpres No 12 Thn 2013 tentang Jaminan
Kesehatan, yang tidak menjadi cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan melalui
BPJS kesehatan yang bersumber dari APBN, dianggarkan dalam bentuk program dan
kegiatan pada SKPD yang menangani urusan kesehatan pemberi layanan kesehatan.
PERMENDAGRI 33/2019
Dalam rangka mewujudkan Universal Health Coverage (UHC), pemerintah
daerah melakukan integrasi jaminan kesehatan Daerah dengan Jaminan Kesehatan
Nasional, guna terselenggaranya jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk, di luar
peserta penerima bantuan iuran yang bersumber dari apbn dengan mempedomani
Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004, tentang sistem jaminan sosian nasional, uu
nomor 24 tahun 2011 tentang bpjs ,PP No 101 Tahun 2012 tentang Penerima bantuan
Iuran, sebagaimana telah diubah dengan PP nomor 76 tahun 2015 tentang perubahan
atas peraturan pemerintah nomor 101 tahun 2012 tentang penerima bantuan iuran
jaminan kesehatan dan peraturan presiden nomor 82 tahun 2018 tentang jaminan
kesehatan, yang dianggarakan dalam bentuk program dan kegiatan pada skpd yang
menangani urusan kesehatan pemberi pelayanan kesehatan.pemerintah daerah tidak
diperkenankan mengelola sendiri (sebagian atau seluruhnya)jaminan kesehatan
daerahnya dengan manfaat yang sama dengan jaminan kesehatan nasional, termasuk
mengelola sebagian jaminan kesehatan daerahnya dengan skema ganda.
Jaksa Agung
Penegakan kepatuhan & hukum terhadap BU, BUMN, BUMD dan Pemda.
BPJS Kesehatan
1. Memastikan peserta mendapat kartu identitas
2. Meningkatkan kerjasama dengan K/l atau pihak lain dalam rangka sosiaslisasi JKN
Gurbenur/ Bupati/Walikota
Memastikan Seluruh penduduk terdaftar dalam JKN dan mengalokasikan anggaran
dalam pelaksanaan JKN.
5. Bagi para pemberi kerja dan pekerja beserta anggota keluarganya dalam Program
JKN
6. Memastikan pembayaran iuran jaminan kesehatan bagi pemberi kerja dan seluruh
pekerjanya pada BUMD dan Badan Usaha Milik Swasta
7. Memberikan sanksi administratif berupa tidak mendapatkan pelayanan publik
tertentu berupa :
1. Perizinan terkait usaha
2. Izin yang diperlukan dalam mengikuti tender Proyek
3. Izin mempekerjakan tenaga kerja asing
4. Izin perusahaan penyedia jasa pekerja /buruh
5. Izin Mendirikan Bangunan(IMB)
Kepada Pemberi Kerja selain penyelenggara Negara yang tidak
patuh dalam pendaftataran dan pembayaran iuran peserta Jaminan
Kesehatan Nasional di wilayahnya masing-masing.
Dinkes Provinsi/Kabupaten/Kota
1. Mendukung implementasi prinsip Kendali Mutu Kendali Biaya serta optimalisasi
pencegahan kecurangan JKN dalam pelayanan kesehatan Pekerja Jaminan
Kesehatan Nasional
2. Melaksanakan Program Rujuk Balik dalam pelayanan kesehatan
3. Menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan bagi Peserta JKN, terutama obat
esensial
4. Menjamin ketersediaan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia pada
Fasilitas Kesehatan
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Provinsi
Sumatera Utara
Mewajibkan kepada setiap Badan Usaha yang membuat dan memperpanjang izin
terkait usaha harus melampirkan tanda bukti kepesertaan Jaminan Kesehatan dan Bukti
pembayaran iuran terakhir
Dinas Sosial
Melakukan percepatan verikasi & validasi terhadap penetapan dan perubahan data untuk
meningkatkan kualitas data PBI
A. Pimpinan BUMN, BUMD dan Badan Usaha Milik Swasta di wilayah Provsu
B. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Provsu
C. Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Provsu
- Memastikan untuk mendaftarkan dan memberikan data yang lengkap dan benar
bagi para Pemberi Kerja dan seluruh Pekerja beserta anggota keluarganya dalam
Program Jaminan Kesehatan Nasional
KESIMPULAN
1. Pemerintah sebagai regulator terus berupaya untuk melakukan perbaikan,
koordinasi dan kontrol yang baik kedepannya dengan para stakeholder terkait
khususnya demi berjalannya program jaminan kesehatan nasional dan UHC di
tahun 2019 ini.
Berfoto bersama dengan dr. Nico Sitompul Setelah bimbingan dengan topik
”PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN MAYARAKAT ”
SURVEILANS
Surveilans adalah kegiatan pengamatan yang dilakukan secara terus menerus dan
sistematis, dimulai dari pengumpulan data kemudian diolah, dianalisis,
diinterpretasikan, dan disebarluaskan yang digunakan untuk tindakan pencegahan dan
penanggulangan.
1. Arbovirosis
Arthropode Borne Virus yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus dan ditularkan
melalui hewan arthropoda, contohnya seperti Dengue Hemorraghic Fever (DHF),
chikungunya, Zika, Yellow Fever, Japanese Encephalitis.
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
Ada 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara dan hanya 2 yang belum endemis DHF
yaitu Mandailing Natal dan Nias Barat. Terdapat 4 tingkatan penyebaran DHF, yaitu :
● Bebas
Bebas yaitu tidak adanya kasus dalam 3 tahun berturut-turut dan tidak mempunyai
faktor risiko yang tinggi
● Potensial
Potensial yaitu tidak ada kasus dalam 3 tahun berturut-turut namun mempunyai
faktor risiko yang tinggi seperti daerah tersebut dekat dengan daerah sporadis dan
endemis, transportasi lancer, kepadatan penduduk meningkat dan mobilitas penduduk
tingggi.
● Sporadis
Sporadis yaitu dalam 3 tahun berturut-turut terkadang di daerah tersebut terdapat
kasus dan terkadang tidak ada kasus.
● Endemis
Endemis yaitu selama 3 tahun berturut-turut selalu ada kasus.
Ada 4 serotype virus Dengue menurut WHO yaitu Serotype I, II, III, IV. Di
Propinsi Sumatera Utara urutan kejadian DHF yang terbanyak menurut serotype
virusnya adalah III,I,II,IV. Vector pada DHF adalah nyamuk Aedes Aegypti dan nyamuk
Aedes Albopictus. Yang menularkan virus DHF adalah nyamuk betina karena di darah
kaya akan protein untuk mematangkan telurnya. Nyamuk yang sudah menjadi penular
DBD selamanya akan menjadi penular.
Chikungunya
Chikungunya berasal dari bahasa Swahili yang artinya melengkung atau
membungkuk (seperti kucing tidur). Cikungunya adalah penyakit virus yang menyerang
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Gejala-gejala
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST
INDONESIA 04 OKTOBER 2021 s/d 09 OKTOBER 2021
15
LAPORAN
KEGIATAN DI DINAS KESEHATAN PROVINSI
awalnya ialah arthralgia, myalgia sehingga membuat penderita sulit tidur. Di Sumatera
3. Filariasis
Filariasis adalah penyakit parasit mikrofilaria yang ditularkan melalui darah yaitu
dari vektor arthropoda terutama lalat hitam dan nyamuk atau sering juga disebut dengan
kaki gajah. Filariasis tidak dapat sembuh. Ada 3 mikrofilaria yaitu:
● Brugia malayi, biasanya terdapat di Sumatera dan bagian tubuh yang terkena adalah
ekstremitas bawah.
● Brugia Timori, biasanya terdapat di Indonesia bagian Timur dan bagian tubuh yang
terkena adalah ektremitas atas.
● Wucheria Bancrofti, biasanya terdapat di Jawa dan bagian tubuh yang terkena
skrotum pada laki-laki, payudara pada wanita.
Di Sumatera Utara terdapat 10 Kabupaten yang menjadi daerah endemis Filariasis, yaitu:
1. Deli Serdang
2. Serdang Bedagai
3. Batu Bara
4. Labuhan Batu Utara
5. Labuhan Batu
6. Labuhan Batu Selatan
7. Tapanuli Selatan
8. Nias
9. Nias Barat
10. Gunung Sitoli
Namun dalam rentan 6 tahun terakhir ini dimana dalam 2 tahun sekali diperiksa tidak
adanya kasus filariasis di Labuan Batu, oleh sebab itu Labuan Batu tidak termasuk lagi
dalam daerah endemis.
Penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan. Penyakit ini disebabkan oleh parasit
cacing golongan Nematoda, Cestoda, dan Trematoda. Kasus yang paling sering di
Sumatera Utara adalah cacing Ancylostoma duodenale. Gejala dari penyakit ini yaitu
nafsu makan berkurang, badan kurus, pucat, perut terasa kembung, diare dan dapat
menyebabkan stunting pada anak. Usia 1 – 12 tahun di daerah non endemis filariasis (
23 kabupaten/kota) diwajibkan minum Albendazole minimal 1 kali dalam setahun yaitu
di bulan Februari atau Agustus. Dan maksimal 2 kali dalam setahun yaitu di bulan
Februari dan Agustus.
5. Malaria
Malaria adalah penyakit yang menyebar melalui gigitan nyamuk yang sudah
terinfeksi parasit.Infeksi malaria bisa terjadi hanya dengan satu gigitan nyamuk.Jika
tidak ditangani dengan benar, penyakit ini bisa menyebabkan kematian.Malaria jarang
sekali menular secara langusng dari satu orang ke orang lainnya.Penyakit ini bisa
menular jika terjadi kontak langsung dengan darah penderita. Janin di dalam kandungan
juga bisa terinfeksi malaria karena tertular dari darah sang ibu.
Gejala malaria biasanya akan muncul antara satu sampai dua minggu setelah
tubuh terinfeksi. Gejala juga bisa muncul setahun setelah gigitan nyamuk, namun kasus
ini jarang terjadi.Gejala-gejala malaria umumnya terdiri dari demam, berkeringat,
menggigil atau kedinginan, muntah-muntah, sakit kepala, diare, dan nyeri otot.Malaria
jenis parasit yang umum di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium
vivax.Kasus terbanyak di Sumatera Utara yaitu Malaria jenis plasmodium falciparum.
Gigitan nyamuk malaria lebih sering terjadi pada malam hari. Setelah terjadinya gigitan,
parasit akan masuk ke dalam aliran darah.
Sumber : Frans Yosep Sitepu, SKM, MPH
Hari/Tanggal : Selasa / 05 Oktober 2021
Berfoto bersama dengan Bapak Frans Yosep Sitepu, SKM, MPH Setelah bimbingan
dengan topik “SURVEILANS PENYAKIT BERSUMBER BINATANG”
(1) Berdasarkan prinsip paradigma sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan berpartisipasi dalam upaya
mencegah dan mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
(2) Berdasarkan prinsip pertanggungjawaban wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya.
(3) Berdasarkan prinsip kemandirian masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
(4) Berdasarkan prinsip ketersediaan akses pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat
diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa
membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan.
(5) Berdasarkan prinsip teknologi tepat guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
e, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi
yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan, dan tidak berdampak
buruk bagi lingkungan.
(6) Berdasarkan prinsip keterpaduan dan kesinambungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f, Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan
UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan
yang didukung dengan manajemen Puskesmas.
Pasal 4 :
(1) Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai
tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
(2) Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Puskesmas mengintegrasikan program yang dilaksanakannya dengan pendekatan
keluarga.
Pasal 11 :
(1) Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) meliputi:
a. geografis;
b. aksesibilitas untuk jalur transportasi;
c. kontur tanah;
d. fasilitas parkir;
e. fasilitas keamanan;
f. ketersediaan utilitas publik;
g. pengelolaan kesehatan lingkungan; dan
h. tidak didirikan di area sekitar Saluran Udara Tegangan Tinggi dan Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendirian Puskesmas
harus memperhatikan ketentuan teknis pembangunan bangunan gedung negara.
Pasal 12 :
(1) Persyaratan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) meliputi:
a. persyaratan administratif, persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja serta
persyaratan teknis bangunan;
b. bangunan bersifat permanen dan terpisah dengan bangunan lain; dan
c. bangunan didirikan dengan memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan,
perlindungan keselamatan dan kesehatan serta kemudahan dalam memberi pelayanan
a. dokter gigi;
b. Tenaga Kesehatan lainnya;dan
c. tenaga nonkesehatan.
(3) Jenis Tenaga Kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
paling sedikit terdiri atas:
a. perawat;
b. bidan;
c. tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku;
d. tenaga sanitasi lingkungan;
e. nutrisionis;
f. tenaga apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian; dan
g. ahli teknologi laboratorium medik
(4) Dalam kondisi tertentu, Puskesmas dapat menambah jenis tenaga kesehatan
lainnya meliputi terapis gigi dan mulut, epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan,
perekam medis dan informasi kesehatan, dan tenaga kesehatan lain sesuai dengan
kebutuhan.
(5) Dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi, dan Tenaga Kesehatan lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertugas untuk memberikan
Pelayanan Kesehatan di wilayah kerjanya.
Pasal 21 :
(1) Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) berupa
ruang farmasi.
(2) Laboratorium klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria
ketenagaan, bangunan, prasarana, perlengkapan dan peralatan, serta dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang – undangan
Kategori Puskesmas
Pasal 24 :
Dalam rangka pemenuhan Pelayanan Kesehatan yang didasarkan pada kebutuhan dan
kondisi masyarakat, Puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan:
a. karakteristik wilayah kerja; dan
b. kemampuan pelayanan.
Pasal 25 :
(1) Berdasarkan karakteristik wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
huruf a, Puskesmas dikategorikan menjadi:
a. Puskesmas kawasan perkotaan;
b. Puskesmas kawasan perdesaan;
c. Puskesmas kawasan terpencil; dan
d. Puskesmas kawasan sangat terpencil.
(2) Kategori Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditetapkan oleh
bupati/wali kota.
(3) Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berada di daerah
perbatasan dengan negara lain.
(3) Puskesmas nonrawat inap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
menyelenggarakan rawat inap pada pelayanan persalinan normal.
(4) Puskesmas rawat inap sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b merupakan Puskesmas yang diberi tambahan sumber daya sesuai
pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan rawat inap pada
pelayanan persalinan normal dan pelayanan rawat inap pelayanan kesehatan lainnya.
(5) Pelayanan persalinan normal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Puskesmas yang dapat menjadi Puskesmas rawat inap sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b merupakan Puskesmas di kawasan perdesaan, kawasan terpencil
dan kawasan sangat terpencil, yang jauh dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan rujukan
tingkat lanjut.
Perizinan dan Registrasi
Pasal 30 : Setiap Puskesmas harus memiliki izin operasional dan melakukan registrasi
Pasal 31 :
(1) Izin operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 diberikan oleh Pemerintah
Daerah kabupaten/kota setelah Puskesmas memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, peralatan, ketenagaan, kefarmasian, dan laboratorium klinik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 22.
(2) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu
5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
(3) Dikecualikan dari ketentuan persyaratan ketenagaan dan peralatan sebagaimana
(3) Dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) hari kerja sejak berkas permohonan
diterima, Instansi Pemberi Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menerbitkan
bukti penerimaan berkas permohonan yang telah lengkap atau memberikan informasi
apabila berkas permohonan belum lengkap kepada kepala dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota sebagai pemohon.
(4) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah bukti penerimaan berkas
diterbitkan, Instansi Pemberi Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
melakukan penilaian dokumen dan peninjauan lapangan.
(5) Instansi Pemberi Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menetapkan
untuk memberikan surat izin operasional atau menolak permohonan izin operasional
paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah dilakukan penilaian dokumen dan peninjauan
lapangan.
(6) Surat izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling sedikit
mencantumkan nama, alamat, dan kategori Puskesmas berdasarkan karakteristik
wilayah kerja dan kemampuan pelayanan serta masa berlaku izin operasional.
(7) Dalam hal terdapat masalah yang tidak dapat diselesaikan dalam kurun waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Instansi Pemberi Izin dapat memperpanjang
jangka waktu pemrosesan izin operasional paling lama 14 (empat belas) hari kerja
dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada pemohon.
(8) Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap,
kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sebagai pemohon harus mengajukan
permohonan ulang.
(9) Dalam hal permohonan izin operasional ditolak, Instansi Pemberi Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memberikan alasan penolakan yang
disampaikan secara tertulis kepada pemohon.
(10) Apabila pemberi izin tidak menerbitkan izin operasional atau tidak menolak
permohonan hingga berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
permohonan izin operasional dianggap diterima.
Pasal 36 :
Berfoto bersama dengan Bapak Ali Khomeini setelah bimbingan dengan topik
“PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO. 43 TAHUN 2019
TENTANGPUSAT KESEHATAN MASYARAKAT”
Definisi
1. Sarana
Sarana adalah bangunan yang sebagian atau seluruhnya berada di atas
tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan dan digunakan untuk penyelenggaraan
atau penunjang pelayanan.
2. Prasarana
Prasarana adalah alat, jaringan dan sistem yang membuat suatu sarana dapat
berfungsi.
3. Alat Kesehatan
Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
masyarakat.
Latar Belakang
Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau. Kondisi ini hanya akan terpenuhi bilamana ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan mudah diakses (keterjangkauan tempat, waktu). Pelayanan kesehatan
diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan patuh akan standar serta didukung
ketersediaan sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan alat penunjang medik yang
aman dan laik pakai serta ketersediaan farmasi yang memenuhi kebutuhan medis.
Ketersediaan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan yang aman dan siap pakai di
fasilitas pelayanan kesehatan tidak saja mendukung pelayanan yang berkualitas tapi juga
akan mengurangi rujukan yang tidak perlu dengan alasan masalah sarana, prasarana dan
peralatan kesehatan. Kondisi ini hanya akan tercapai bilamana pemangku kepentingan
memperoleh data dan informasi untuk memonitoring dan mempetakan pemenuhan
sarana, prasarana di setiap fasilitas pelayanan kesehatan secara baik.
Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan baik milik pemeritah pusat, pemerintah
daerah, BUMN, TNI, POLRI dan Swasta harus memenuhi persyaratan dan ketersediaan
sarana, prasarana dan alat kesehatan sesuai standar. Adapun diantara pemenuhan dan
ketersediaan, sarana, prasarana dan alat kesehatan merupakan faktor penting di fasilitas
pelayanan kesehatan.
Hingga saat ini semua fasilitas pelayanan kesehatan belum memiliki gambaran
utuh ketersediaan dan kesiapan sumber daya yang terdiri atas sarana, prasarana dan alat
kesehatan untuk dapat memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Untuk mendapatkan
gambaran kesiapan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan telah
memiliki Aplikasi Sarana, Prasarana dan Alat Kesehatan (ASPAK) yang dapat
memberikan data dan informasi kondisi ketersediaan sarana, prasarana dan alat
kesehatan seutuhnya. Analisa data yang diambil dari ASPAK dapat dimanfaatkan untuk
penyusunan kebutuhan perencanaan pemenuhan standar, izin operasional dan penetapan
klasifikasi fasilitas pelayanan kesehatan, penilaian akreditasi serta pengembangan
pelayanan.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 004/ MENKES/SK/I/2003 tentang
Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan disebutkan salah satu tujuan
strategis adalah upaya penataan manajemen kesehatan di era desentralisasi serta sesuai
dengan konsep business strategic yang meliputi consistent national value, coordinated
regional strategy, customize local tactic. Salah satu tujuannya adalah mengembangkan
serta mendekatkan sub sistem data dan informasi yang akuntabel dan mudah diakses
oleh pemangku kepentingan. Hal ini menjadi dasar program pembentukan sistem
Sarana, Prasarana dan Alat Kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan berupa Aplikasi
yang disebut ASPAK.
ASPAK adalah suatu aplikasi berbasis web yang menghimpun data dan
menyajikan informasi mengenai sarana, prasarana, dan alat kesehatan pada fasilitas
pelayanan kesehatan. ASPAK dapat memaparkan atau menyajikan informasi
ketersediaan dan pemenuhan terhadap sarana, prasarana dan alat Kesehatan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan sesuai standar yang berlaku.
Prinsip penyelenggaraan ASPAK yaitu;
1. Akuntabilitas.
Akuntabilitas pada penyelenggaraan ASPAK mengandung pengertian bahwa
semua data sarana, prasarana dan alat kesehatan yang diisi harus benar, valid dan
dapat dipertanggungjawabkan. Data harus sesuai dengan kondisi yang ada dan
dapat dibuktikan ketersediaannya.
2. Kontinuitas.
Kontinuitas pada penyelenggaraan ASPAK mengandung pengertian bahwa data
sarana, prasarana dan alat kesehatan yang diisi harus dievaluasi dan di update
secara berkesinambungan. Evaluasi dan update dilakukan apabila terjadi
perubahan berupa penambahan data baru, penghapusan, pemindahan, perubahan
kondisi dari baik menjadi rusak atau sebaliknya.
Tujuan
ASPAK bertujuan untuk menyelenggarakan sistem informasi mengenai sarana,
prasarana dan peralatan kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan guna:
1. Inventarisasi dan pemetaan Sarana, Prasarana dan Alat Kesehatan pada
Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
2. Panduan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemenuhan
Sarana, Prasarana dan Alat Kesehatan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
daerah Provinsi dan Pemerintah daerah Kab/Kota; dan
3. Mendukung akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Manfaat
ASPAK memiliki manfaat untuk pemetaan sarana, prasarana dan alat kesehatan
pada fasilitas pelayanan kesehatan sebagai dasar penyusunan perencanaan kebutuhan.
Dalam pengembangan pelayanan kesehatan, diperlukan data dasar yang dapat
dipertanggungjawabkan, sehingga pengambil kebijakan dapat melakukannya dengan
terarah dan terukur. Data dasar dalam pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan
dapat diambil melalui ASPAK.
Sumber : dr. Jhony Siburian
Hari/Tanggal : Rabu / 06 Oktober 2021
Berfoto bersama dengan dr. Jhony Siburian setelah bimbingan dengan topik
“SARANA DAN PRASARANA SERTA ALAT KESEHATAN
SEBAGAI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN”
Pengertian Lansia
Menurut Undang – Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1998, berisi
tentang kesejahteraan lanjut usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang
yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Keberhasilan pembangunan diberbagai
bidang terutama bidang kesehatan menyebabkan terjadinya peningkatan Usia Harapan
Hidup penduduk di dunia termasuk di Indonesia. Namun dibalik keberhasilan
peningkatan UHH terselip tantangan yang harus dikuasai, yaitu kedepannya Indonesia
akan menghadapi beban tiga (Triple burden) yaitu disamping meningkatnya angka
kelahiran dan beban penyakit (menular dan tidak menular, juga akan terjadi peningkatan
Angka Beban Tanggungan penduduk usia produktif terhadap kelompok usia tidak
produktif.
Ditinjau dari aspek kesehatan, kelompok usia akan mengalami penurunan derajat
kesehatan baik secara alamiah ataupun akibat penyakit. Oleh karena itu sejalan dengan
meningkatnya penduduk lansia maka sejak sekarang kita harus mempersiapkan dan
merencanakan berbagai program kesehatan yang ditujukan bagi kelompok usia. Usia
Harapan Hidup menjadi salah satu indicator keberhasilan Indonesia Sehat.Pembangunan
terutama dibidang kesehatan.Bangsa yang sehat ditandai dengan semakin panjangnya
harapan hidup penduduknya.
Berfoto bersama dengan Bapak Darwin Nasution, SKM, MPH setelah bimbingan
dengan topik “PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN LANJUT USIA”
LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agarterwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.Selain itu kesehatan juga merupakan investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi.Salah
satu strategi yang diterapkan oleh Kementerian Kesehatan dalam melaksanakan
kebijakan pelayanan kesehatan adalah dengan meningkatkan pelayanan kesehatan yang
merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti, dengan pengutamaan
pada upaya promotif dan preventif.
SEDIAAN FARMASI
Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat. Obat tradisional terbagi 3, yaitu :
● Jamu.
Jamu adalah bahan dasar yang belum terstandarisasi atau belum dilakukan uji klinis
maupun pre-klinis.
● Obat Herbal Terstandar (OHT).
Bahan dasar pada obat herbal standar sudah dilakukan uji pre-klinis, namun belum
dilakukan uji klinis.
● Fitofarmaka.
Bahan dasar pada fitofarmaka sudah dilakukan uji klinis dan uji pre-klinis.
Kementerian Kesehatan dalam mendukung pelayanan kesehatan menggunakan
ramuan tradisional, memandang perlu untuk membuat suatu acuan dalam pemilihan
pemanfaatan jenis obat tradisional yang dapat berupa formularium. Formularium ini
akan terus berkembang seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi bidang kesehatan.
Hal ini didukung pula dengan keberadaan Sentra Pengembangan dan Penerapan
Pengobatan Tradisional (SP3T), Badan Litbangkes serta Institusi Pendidikan yang
senantiasa melakukan penelitian dan pengembangan di bidang pelayanan kesehatan
KKS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST
INDONESIA 04 OKTOBER 2021 s/d 09 OKTOBER 2021
19
LAPORAN
KEGIATAN DI DINAS KESEHATAN PROVINSI
tradisional.
FORMULARIUM NASIONAL
Bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan perlu menjamin
aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan
jumlah yang cukup, dalam rangka pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional perlu
disusun daftar obat dalam bentuk Formularium Nasional.
Berfoto bersama dengan Ibu Aryati R. Purba S.Si, Apt setelah bimbingan
dengan topik “”FARMASI DAN FORMULARIUM NASIONAL”
PERTANYAAN :
PEMBAHASAN:
1. Posyandu lansia
Posyandu lansia merupakan pos pelayanan terpadu untuk masyarakat lanjut usia di
suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati dan digerakkan oleh masyarakat agar
lanjut usia mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai dan merupakan
kebijakan pemerintah untuk pengembangan pelayanan kesehatan yang memadai
melalui program puskesmas dengan melibatkan peran serta lansia, keluarga, tokoh
masyarakat dan organisasi sosial. Adapun kegiatan yang dilakukan :
- Latihan fisik (senam lanjut usia, senam osteoporosis)
- Stimulasi kognitif
- Pemberian makanan tambahan
- Penyuluhan kesehatan
- Berinteraksi sosial
- Menggali potensi untuk diberdayakan secara optimal
Untuk alat kesehatan steril, harus menggunakan kualitas steril serta kondisi dan
petunjjuk yang penting pada kondisi kerusakan kemasan steril, jika perlu
sterilisasi ulang. Alat kesehatan yang harus di sterilisasi sebelum digunakan
harus mencantumkan cara pembersihan dan sterilisasi maka alat tersebut
memenuhi ketentuan tentang keamanan alat kesehatan.
Jadwal Kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kesehatan Masyarakat
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
1. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup. Pembangunan kesehatan
sebagai salah satu upaya dan pembangunan nasional diarahkan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat hidup sehat.
2. Dengan adanya Dinas Kesehatan Provinsi, UPT Dinas Kesehatan Provinsi dan
Seksi- Seksi UPT Dinas Kesehatan Provinsi berkolaborasi dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota serta tim kesehatan lain mampu mengatasi masalah kesehatan di
Indonesia.
3. Melalui program-program di Dinas Kesehatan membantu untuk kelancaran
pelaksanaan tugas sesuai dengan wewenang masing-masing UPT Seksi Dinas
Kesehatan.
4. Pelaksanaan program menuju TERWUJUDNYA INDONESIA MAJU YANG
BERDAULAT, MANDIRI dan BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG-
ROYONG, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara mampu menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat kepada seluruh masyarakat.
5. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah suatu program pemerintah dan
masyarakat/rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang
menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup
sehat, produktif dan sejahtera.
6. Sebagai Mahasiswa Kedokteran dapat mengetahui struktur organisasi dan
management Kesehatan serta mampu bekerja sama sebagai individu dan tim
sehingga dapat memperoleh gambaran mengenai langkah untuk merealisasikan
perilaku hidup bersih dan sehat untuk TERWUJUDNYA INDONESIA MAJU YANG
BERDAULAT, MANDIRI dan BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG-
ROYONG.
4.2 SARAN
1. Perlu diadakannya penyuluhan berbasis digital terhadap masyarakat agar dapat
sampai ke masyarakat yang lebih luas di tengah situasi pandemik Covid-19
2. Perlu dilakukan peningkatan kompetensi petugas kesehatan melalui pendidikan dan
pelatihan agar tercapainya program kerja yang direncanakan.
DAFTAR PUSTAKA